rata-rata flat melainkan menggunakan skema rebalancing. Masing-masing kenaikan komponen tarif, berdasarkan perimbangan besaran pendapatan SLJJ, lokal dan
abonemen. Untuk kenaikan biaya abonemen, dana yang diperoleh akan digunakan
meningkatkan pelayanan dan investasi kembali di bidang telekomunikasi. Peningkatan pelayanan yang dilakukan Telkom dengan melaksanakan terobosan-
terobosan dan inovasi baru dalam rangka Telkom mengembangkan bisnisnya. Dengan demikian, dilaksanakannya kebijakan kenaikan tarif itu
mempengaruhi prospek bisnis warung telekomunikasi. Para pengusaha warung telekomunikasi cukup terpengaruh dengan kenaikan ini, karena konsumen makin
enggan untuk menggunakan jasa warung telekomunikasi. Dengan demikian usaha warung telekomunikasi akan mengalami kelesuan bahkan kebangkrutan.
3. Perbaikan sarana yang rusak
Dalam menjual jasa kepada masyarakat dijumpai adanya sarana dan prasarana yang masih kurang memadai, misalnya pada warung telekomunikasi yang hanya
memiliki dua buah Kamar Bicara Umum KBU. Hal ini menyebabkan pemakai jasa telekomunikasi harus antri. Kemudian dijumpai juga adanya warung telekomunikasi
yang KBU-nya mengalami kerusakan dan usaha perbaikannya masih memerlukan waktu yang agak lama dan merugikan pihak pengelola warung telekomunikasi dan
pemakai jasa warung telekomunikasi.
Dalam hal terjadi kerusakan yang berkaitan dengan peralatan atau saluran telekomunikasi, maka pengelola warung telekomunikasi harus menghubungi pihak
PT. Telkom, mengingat ketentuan Pasal 5 bagian f Perjanjian Kerjasama disebutkan PT. Telkom berhak melakukan pengecekan terhadap perangkat dan pengelolaan,
guna memastikan penyelenggaraan Warung Telkom sesuai dengan ketentuan Perjanjian.
4. Penghapusan air time
Selanjutnya masalah penghapusan air time beban yang dari percakapan yang dilakukan dengan handphone yang selama juga merupakan penghasilan bagi warung
telekomunikasi. Kebijakan pemerintah sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri No.
08PerM.KOMINF022006 tentang Interkoneksi akan berpengaruh terhadap skema bisnis Wartel yang selama ini mendapatkan bagi hasil pendapatan air time dari
operator seluler. Melalui Peraturan Menteri tentang Interkoneksi tersebut komponen biaya air time pada percakapan telepon tetap PSTN Public Switch Telephone
Network Telkom ke telepon seluler dihapuskan. Sebelum penghapusan komponen air time, rasio bagi hasil antara Telkom
dengan Wartel adalah 70:30. Wartel mendapatkan 10 pendapatan air time dari setiap percakapan yang dilakukan dari Wartel pengguna telepon PSTN Telkom ke
seluler.
Dengan adanya kebijakan penghapusan komponen air time, maka per 1 Januari 2007 item biaya air time pada lembar tagihan pelanggan dan rincian data
Wartel juga harus dihapuskan atau tidak lagi diaktifkan. Konsekuensinya adalah perubahan software aplikasi yang harus dilakukan oleh pihak Wartel dengan tidak
diaktifkannya lagi pencatatan air time, termasuk kemungkinan penyediaan perangkat self-metering.
118
5. Penundaan kode