dihambat. Jaringan telepon tetap Telkom diibaratkan sebagai jalan tol. Siapa pun dapat melalui jalan tol asal saja membayar tarif tol yang disepakati. Jadi, apabila
Telkom membuat perjanjian dengan pelaku usaha tersebut dengan mensyaratkan hal- hal yang menghambat persaingan, misalnya, pelaku usaha tersebut minta kepada
Telkom untuk tidak membuat perjanjian serupa dengan pelaku usaha lain, maka syarat ini berpotensi menghambat persaingan. Untuk itu, otoritas persaingan harus
turun untuk memeriksa perjanjian semacam ini.
98
3. Praktik diskriminasi
Selanjutnya bentuk diskriminasi dalam penyelenggaraan jasa telekomunikasi adalah dalam satu pelanggan telekomunikasi dalam satu rumah yang memiliki dua
sambungan telepon dikenai biaya abonemen yang berbeda, diskriminasi harga ini kepada satu pelanggan jelas melanggar UU No. 5 Tahun 1999.
Demikian juga dalam hal promosi para pelaku usaha untuk mendapatkan konsumen sangat intensif dan bahkan terkesan sangat berlebihan dalam memberikan
informasi kepada calon pelanggan, seperti dari aspek persaingan usaha, promosi dua pelaku usaha yang masing-masing menjual produknya seharga dalam besaran yang
sangat berbeda. Harga-harga yang ditawarkan tersebut patut dicurigai sebagai upaya mematikan pesaingnya dengan harga yang mematikan. Dalam kebijakan persaingan
praktik tersebut disebut predatory pricing. Dalam pelaksanaannya, suatu harga dikatakan predatory price apabila suatu barang atau jasa dijual dengan harga lebih
98
Ibid., hal. 3
rendah daripada biaya variabelnya. Untuk menentukan apakah harga yang ditawarkan para operator tersebut lebih rendah daripada biaya variabelnya.
99
Kemudian, juga yang berpotensi menghambat persaingan adalah perilaku praktik yang menghambat persaingan dan dapat melanggar UU No 5 Tahun 1999
apabila dalam perjanjian antara dua pelaku usaha terdapat upaya menghambat masuknya pelaku usaha lain yang bermaksud melakukan program serupa di daerah
yang sama. Hal ini dapat dikategorikan suatu kartel wilayah, dan perilaku ini jelas menghambat persaingan.
Demikian juga yang terjadi dalam perjanjian kerjasama bagi hasil antara PT. Telkom dengan pengelola Warung Telkom di kota Medan yang dilakukan
sebelum tahun 2008. Di mana para pengelola warung telkom harus menandatangani perjanjian kerjasama yang dalam salah satu isi pasalnya yaitu mengenai ruang
lingkup kerjasama pengelola warung telkom hanya boleh menjual atau memberikan pelayanan produk Telkom.
100
B. Kerjasama Bagi Hasil Antara PT. Telkom dengan Warung Telekomunikasi
dalam Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi
Menurut Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, dinyatakan Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman,
dan atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan,
99
Ibid., hal. 3.
100
Pasal 2 Bagian 2 Perjanjian Kerjasama Antara PT. Telkom Dengan UD. Abilira Tentang Pengelolaan Warung Telkom No. Pel.115Hk810Re1-B02.092006.
gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya.
Pelayanan jasa telekomunikasi Dalam Negeri yang dikelola oleh PT Telkom, dewasa ini telah menunjukkan eksistensinya, dengan menampilkan berbagai
pembaharuan. Pembaharuan tidak berlangsung cepat, namun sesuai kemampuan berlangsung secara bertahap mengikuti skala prioritas.
101
Pembangunan sarana telekomunikasi akan memperluas jangkauan atau jaringan telekomunikasi untuk melayani kebutuhan masyarakat dalam menyalurkan
semua informasi secara cepat, tepat dan aman. Kehadiran sarana telekomunikasi akan membawa pengaruh dalam perkembangan sosial ekonomi masyarakat yang dilalui
melewati dua jalur, yaitu: jalur untuk memperlancar produksi dan jasa; jalur untuk memenuhi kebutuhan pribadi atau masyarakat.
Dengan mengamati dinamika pembangunan pembangunan dapat dibuktikan bahwa warung telekomunikasi sebagai sarana telekomunikasi dirasakan besar
manfaatnya bagi masyarakat luas. Dewasa ini kebutuhan akan sarana telekomunikasi itu sendiri akan menjadi lebih beragam, dalam arti bahwa bentuk pelayanan yang
dibutuhkan akan meluas pada berbagai pelayanan telekomunikasi modern lainnya. Di lain pihak kebutuhan akan sarana telekomunikasi yang seolah-olah hanya
dinikmati oleh lapisan masyarakat dengan tingkat penghasilan tinggi golongan atas namun dengan adanya warung telekomunikasi, maka sudah dapat pula dinikmati oleh
101
Abdurrachman, Perusahaan Telekomunikasi, Laporan Tahunan, 1985, hal. 13.
lapisan masyarakat lainnya dengan tingkat penghasilan yang lebih rendah menengah.
Secara umum, dapat dilihat bahwa pemakai jasa telekomunikasi yang menggunakan warung telekomunikasi telah banyak jumlahnya. Hal ini dapat
dimaklumi karena telekomunikasi merupakan suatu hal yang bersifat merata jika dibandingkan dengan fasilitas lainnya.
Dalam konsiderans Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi dinyatakan penyelenggaraan telekomunikasi mempunyai arti
strategis dalam upaya memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, memperlancar kegiatan pemerintahan, mendukung terciptanya tujuan pemerataan pembangunan dan
hasil-hasilnya, serta meningkatkan hubungan antarbangsa. Dalam Pasal 7 undang- undang tersebut dinyatakan:
Penyelenggaraan telekomunikasi meliputi: a. penyelenggaraan jaringan telekomunikasi,
b. penyelenggaraan jasa telekomunikasi c. penyelenggaraan telekomunikasi khusus.
Dalam Pasal 8 ayat 1 dinyatakan penyelenggaraan jaringan komunikasi dan atau penyelenggaraan jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
1 huruf a dan huruf b dapat dilakukan oleh badan hukum yang didirikan untuk maksud tersebut berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu:
a. Badan Usaha Milik Negara BUMN;
b. Badan Usaha Milik Daerah BUMD;
c. Badan usaha swasta; atau
d. Koperasi.
Selanjutnya dalam Pasal 8 ayat 2 dinyatakan penyelenggaraan telekomunikasi khusus sebagai dimaksud dalam Pasal 7 ayat 1 huruf c dapat
dilakukan oleh: a.
perseorangan b.
instansi pemerintah c.
badan hukum selain penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi.
Dengan diberlakukan penyelenggaraan telekomunikasi itu dengan melakukan kerjasama antara PT. Telkom dengan pihak swasta, atau dalam hal ini pihak
pengelola warung telekomunikasi. Perjanjian kerjasama antara PT. Telkom dengan pengelola wartel telah diikat
dengan suatu ketentuan yang didasarkan atas kesepakatan, yang dituangkan dalam pernyataan tertulis yang dipandang sebagai bukti terciptanya kerjasama. Perjanjian
kerjasama dimaksudkan untuk saling menguntungkan. Keuntungan di sini adalah keuntungan yang diperoleh dari pendapatan wartel yang dibagi berdasarkan
persentase sebagaimana yang telah diperjanjikan sebagai kerjasama dalam bentuk bagi hasil.
Sistem bagi hasil merupakan sistem di mana dilakukannya perjanjian atau ikatan bersama di dalam melakukan kegiatan usaha. Di dalam usaha tersebut
diperjanjikan adanya pembagian hasil atas keuntungan yang akan didapat antara kedua belah pihak atau lebih.
Akhir-akhir ini semakin luas dibahas sistem ekonomi syariah yang dianggap lebih adil dibanding sistem ekonomi yang berlaku sekarang khususnya sejak 1966
orde baru yang berciri kapitalistik dan bersifat makin liberal, yang setelah kebablasan kemudian meledak dalam bentuk bom waktu berupa krismon tahun 1997
yang menghancurkan sektor usaha perbankan modern kini tidak saja telah menciutkan jumlah usaha perbankan menjadi kurang dari separoh, dari 240 menjadi
kurang dari 100 buah, tetapi juga sangat mengurangi peran pelaku usaha dalam perekonomian nasional
102
Selanjutnya Mubyarto mengemukakan:
103 102
Mubyarto, ”Demokrasi Ekonomi Dan Demokrasi Industrial”, Jurnal Ekonomi Rakyat, Artikel - Th. II - No. 5 - Agustus 2003, hal. 1. Lihat, juga Syafi’I Antonio, Bank Syari’ah; Wacana
Ulama’ dan Cendekiawan, Tazkia Institut dan Bank Indonesia, Jakarta, 1999, hal. 278. Bank syaria’h mulai digagas di Indonesia pada awal periode 1980-an, diawali dengan pengujian pada skala bank
yang relatif lebih kecil, yaitu didirikannya Baitut Tamwil-Salman, Bandung. Dan di Jakarta didirikan dalam bentuk koperasi, yakni Koperasi Ridho Gusti. Berangkat dari sini, Majlis Ulama’ Indonesia
MUI berinisiatif untuk memprakarsai terbentuknya bank syari’ah, yang dihasilkan dari rekomendasi Lokakarya Bunga Bank dan Perbankan di Cisarua, dan di bahas lebih lanjut dengan serta membentuk
tim kelompok kerja pada Musyawarah Nasional IV MUI yang berlangsung di Hotel Syahid Jakarta pada tanggal 22-25 Agustus 1990. Lihat, juga Ach. Bakhrul Muchtasib, ”Konsep Bagi Hasil Dalam
Perbankan Syariah”, http:www.pkes.orgfilepublicationbagihasilinconcept.mht, menyatakan: awal berdirinya bank Islam, banyak pengamat perbankan yang meragukan akan eksistensi bank Islam
nantinya. Di tengah-tengah bank konvensional, yang berbasis dengan sistem bunga, yang sedang menanjak dan menjadi pilar ekonomi Indonesia, bank Islam mencoba memberikan jawaban atas
keraguan yang banyak timbul. Jawaban itu mulai menemukan titik jelas pada tahun 1997, di mana Indonesia mengalami krisis ekonomi yang cukup memprihatinkan, yang dimulai dengan krisis moneter
yang berakibat sangat signifikan atas terpuruknya pertumbuhan ekonomi Indonesia
103
Mubyarto, ”Demokrasi Ekonomi Dan Demokrasi Industrial”, Jurnal Ekonomi Rakyat, Artikel - Th. II - No. 5 - Agustus 2003, hal. 1.
Dalam pada itu Sistem Ekonomi Pancasila yang bertujuan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sila ke-5 jelas berorientasi
pada etika Ketuhanan Yang Maha Esa, dan kemanusiaan, dengan cara-cara nasionalistik dan kerakyatan demokrasi. Secara utuh Pancasila berarti
gotong-royong, sehingga sistem ekonominya bersifat kooperatif kekeluargaantolong-menolong.
Jika suatu negara, warganya merasa sistem ekonominya berkembang ke arah yang timpang dan tidak adil, maka aturan mainnya harus dikoreksi
agar menjadi lebih adil sehingga mampu membawa perekonomian ke arah keadilan ekonomi dan sekaligus keadilan sosial.
Prinsip profit-sharing atau bagi-bagi keuntungan dan resiko yang jelas merupakan ajaran Sistem Ekonomi Syariah sudah diterapkan di sejumlah negara
maju welfare state yang merasa bahwa penerapan prinsip profit-sharing lebih menjamin ketentraman dan ketenangan usaha dan tentu saja menjamin
keberlanjutan suatu usaha.
Bagi hasil dalam sistem syari’ah merupakan ciri khusus yang ditawarkan kapada masyarakat, dan di dalam aturan syari’ah yang berkaitan dengan pembagian
hasil usaha harus ditentukan terlebih dahulu pada awal terjadinya kontrak akad. Besarnya penentuan porsi bagi hasil antara kedua belah pihak ditentukan sesuai
kesepakatan bersama, dan harus terjadi dengan adanya kerelaan an-tarodhin di masing-masing pihak tanpa adanya unsur paksaan. Mekanisme perhitungan bagi hasil
yang diterapkan di dalam konsep syari’ah terdiri dari dua, yaitu profit sharing dan revenue sharing.
Profit sharing menurut etimologi Indonesia adalah bagi keuntungan. Dalam kamus ekonomi diartikan pembagian laba.
104
Profit secara istilah adalah perbedaan yang timbul ketika total pendapatan total revenue suatu perusahaan lebih besar dari
biaya total total cost.
105
Di dalam istilah lain profit sharing adalah perhitungan bagi hasil didasarkan kepada hasil bersih dari total pendapatan setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang
dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut.
106
Sedangkan, Revenue Sharing berasal dari bahasa Inggris yang terdiri dari dua kata yaitu revenue yang berarti: hasil, penghasilan, pendapatan. Sharing adalah
bentuk kata kerja dari share yang berarti bagi atau bagian.
107
Revenue sharing berarti pembagian hasil, penghasilan atau pendapatan.
Revenue pendapatan dalam kamus ekonomi adalah hasil uang yang diterima oleh suatu perusahaan dari penjualan barang-barang goods dan jasa-jasa services
104
Muhammad, Manajemen Bank Syariah, UPP AMP YKPN, Yogyakarta, 2002, hal. 101
105
Cristopher Pass dan Bryan Lowes, Kamus Lengkap Ekonomi, Erlangga, Jakarta, 1994, Edisi ke-2 , hal. 534.
106
Tim Pengembangan Perbankan Syariah IBI, Konsep, Produk dan Implementasi Operasional Bank Syari’ah, Jakarta : Djambatan, 2001, hal. 264. Lihat, juga Murasa Sarkaniputra,
Direktur Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam, Surat Tanggapan atas surat MUI, Jakarta, 29 April 2003, hal. 3, menyatakan, pada perbankan syariah istilah yang sering dipakai
adalah profit and loss sharing, di mana hal ini dapat diartikan sebagai pembagian antara untung dan rugi dari pendapatan yang diterima atas hasil usaha yang telah dilakukan. Sistem profit and loss
sharing dalam pelaksanaannya merupakan bentuk dari perjanjian kerjasama antara pemodal Investor dan pengelola modal enterpreneur dalam menjalankan kegiatan usaha ekonomi, dimana di antara
keduanya akan terikat kontrak bahwa di dalam usaha tersebut jika mendapat keuntungan akan dibagi kedua pihak sesuai nisbah kesepakatan di awal perjanjian, dan begitu pula bila usaha mengalami
kerugian akan ditanggung bersama.
107
John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta : PT. Gramedia, 1995, Cet. ke-21
yang dihasilkannya dari pendapatan penjualan sales revenue.
108
Dalam arti lain revenue merupakan besaran yang mengacu pada perkalian antara jumlah out put yang
dihasilkan dari kagiatan produksi dikalikan dengan harga barang atau jasa dari suatu produksi tersebut.
109
Di dalam revenue terdapat unsur-unsur yang terdiri dari total biaya total cost dan laba profit. Laba bersih net profit merupakan laba kotor gross profit
dikurangi biaya distribusi penjualan, administrasi dan keuangan.
110
Berdasarkan definisi di atas dapat diambil pemahaman bahwa arti revenue pada prinsip ekonomi dapat diartikan sebagai total penerimaan dari hasil usaha dalam
kegiatan produksi, yang merupakan jumlah dari total pengeluaran atas barang ataupun jasa dikalikan dengan harga barang tersebut. Unsur yang terdapat di dalam
revenue meliputi total harga pokok penjualan ditambah dengan total selisih dari hasil pendapatan penjualan tersebut. Tentunya di dalamnya meliputi modal ditambah
dengan keuntungannya. Selanjutnya, perjanjian bagi hasil antara PT. Telkom dengan Pengelola
Warung Telakomunikasi, sebagaimana disebutkan dalam Paragraf kedua Perjanjian Kerjasama, dengan terlebih dahulu mempertimbangkan dan memperhatikan hal-hal
yang mendasari dibuatnya Perjanjian itu adalah:
111
a. bahwa dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada pengguna jasa
telekomunikasi TELKOM dan Mitra Pengelola Warung TELKOM bermaksud
108
Cristopher Pass dan Bryan Lowes, op. cit., hal. 583
109
Murasa Sarkaniputra, Loc.cit.
110
Cristopher Pass dan Bryan Lowes, Op.cit., hal. 473
111
Paragraf Kedua Perjanjian Kerjasama Penyelenggaraan Warung Telkom antara PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk, dengan Naek Ranto Pane Nomor: TEL..HK810DO1.B20640002008
mengadakan kerjasama penjualan kembali reseller jasa telekomunikasi dan produk TELKOM melalui skema penyelenggaraan Warung Telkom.
b. bahwa Mitra Pengelola Warung TELKOM telah mengajukan permohonan
pelaksanaan kerjasama penyelenggaraan Warung TELKOM kepada TELKOM melalu surat Nomor: .... tanggal 10 Desember 2007 Lampiran I
Perjanjian.
c. bahwa TELKOM telah menyetujui permohonan kerjasama penyelenggaraan
Warung TELKOM yang diajukan oleh Mitra Pengelola Warung TELKOM sebagaimana tertuang dalam Surat TELKOM kepada Mitra Pengelola Warung
TELKOM Nomor: Tgl.27YN230D01-B20640002008 tanggal 21 Januari 2008 Lampiran II Perjanjian
Dalam hal ini PT. Telkom adalah sebagai pihak yang menyediakan produk pulsa untuk dijual kembali oleh pihak Pengelola Warung Telekomunikasi,
sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 2 bagian b Perjanjian Kerjasama tentang Lingkup Kerjasama, bahwa lingkup yang dikerjasamakan dalam penyelenggaraan
Warung Telekomunikasi meliputi penjualan produk Telkom dan jasaproduk telekomunikasi lainnya, dan di dalam Pasal 2 ayat d pihak Telkom berhak melakukan
pembinaan manajemen Warung Telkom. Jenis layanan jasa telepon dasar yang sifatnya wajib diselenggarakan Warung
Telekomunikasi, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 3 Perjanjian Kerjasama:
112
a. Layanan jasa telepon dasar yang sifatnya wajib diselenggarakan Warung
TELKOM, yaitu: 1
Lokal; 2
SLJJ 3
SLI b.
Layanan jasa telekomunikasi lainnya yang sifatnya tidak wajib pilihan untuk diselenggarakan pada Warung TELKOM, yaitu:
1 faksimili;
2 Sambungan Telepon Bergerak STB;
3 Internet;
4 Produk danatau jasa telekomunikasi lainnya.
112
Pasal 3 bagian a Perjanjian Kerjasama Penyelenggaraan Warung Telkom antara PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk, dengan Naek Ranto Pane Nomor: TEL..HK810DO1.B20640002008
Mengenai besarnya bagi hasil atas kerjasama antara PT. Telkom dengan pengelola warung telekomunikasi besar persentasinya telah ditentukan terlebih
dahulu, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 8 Perjanjian Kerjasama, bahwa bagian pendapatan mitra pengelola warung telkom, adalah:
113
1. Harga jasa TELKOMlokal dan TELKOMSLJJ ON-NET yang harus
dibayarkan oleh Mitra Pengelola Warung TELKOM kepada TELKOM adalah sebesar 70 tujuh puluh persen dari tarif jasa telekomunikasi yang berlaku.
Sehingga Mitra Pengelola Warung TELKOM mendapatkan sekurang- kurangnya 30 tiga puluh persen dari pendapatan TELKOMLokal dan
TELKOMSLJJ ON-NET yang berasal dari dan ke jaringan telekomunikasi tetap yang sama.
2. Harga jasa percakapan dmestik ke jaraingan telekomunikasi operator lain dan
seluler adalah 70 tujuh puluh persen setelah dikurangi biaya interkoneksi. Sehingga Mitra Pengelola Warung TELKOM mendapatkan sekurang-
kurangnya 30 tiga puluh persen dari pendapatan domestik yang berasal dari jaraingan TELKOM ke jaraingan telekomunikasi lainnya setelah dikurangkan
biaya interkoneksi.
3. Harga jasa TELKOMSLI-007 yang harus dibayarkan oleh Mitra Pengelola
Warung TELKOM kepada TELKOM adalah sebesar 85 delapan puluh lima persen dari tarif jasa telkomunikasi yang berlaku. Sehingga Mitra
Pengelola Warung TELKOM mendapatkan sekurang-kurangnya 15 lima belas persen dari pendapatan TELKOMSLI-007.
4. Harga jasa SLI operator lain yang harus dibayarkan oleh Mitra Pengelola
Warung TELKOM kepada TELKOM adalah sebesar 92 sembilan puluh dua persen dari tarif jasa telkomunikasi yang berlaku. Sehingga mitra
pengelola Warung TELKOM mendapatkan skeurang-kurangnya 8 delapan persen dari pendapatan percakapan internasional operator lain.
5. Biaya yang dipungut Mitra Pengelola Warung TELKOM dari pengguna
pemakai jasa telekomunikasi adalah biaya pembibcaraan sesuai dengan jasa yang digunakan sesuai dengan tarif yang berlaku ditambah tarif pelayanan
maksimal 15 lima belas persen dari tarif jasa telekomunikasi yang brlaku dan PPN Jastel.
113
Pasal 8 Perjanjian Kerjasama Penyelenggaraan Warung Telkom antara PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk, dengan Naek Ranto Pane Nomor: TEL..HK810DO1.B20640002008
Pembagian dari keuntungan atas penjualan pulsa yang dilaksanakan oleh pengelola warung telekomunikasi adalah besarnya persentasi keuntungan yang
diperoleh pihak Warung Telkom atas penjualan jasa telekomunikasi itu adalah tidak sama besarannya persentasi dari tiap-tiap jenis produk bervariasi yang telah
ditentukan sesuai dengan perjanjian kerjasama bagi hasil tersebut.
C. Kendala Dalam Pelaksanaan Perjanjian Kerjasama Bagi Hasil Profit
Sharing Antara PT. Telkom Dengan Pengusaha Wartel di Kota Medan
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden dinyatakan untuk melakukan kerjasama pengelolaan Warung Telekomunikasi pada PT. Telkom, maka dokumen
persyaratannya diajukan adalah:
114
1. Syarat-syarat permohonan yang disediakan oleh PT. Telkom
2. KTPIdentitas Pemohon
3. Denah lokasi yang dimohonkan
4. Status tempat usaha boleh tempat sendiri atau dikontrak
5. Surat pernyataan yang isinya apabila izin disetujui oleh PT. Telkom maka
pemohon harus melengkapi SIUP dan NPWP. Jika yang dimohonkan hanya 2 dua Satuan Sambungan Telepon dan
Kamar Bicara Umum SSTKBU tidak diperlukan SIUP, cukup NPWP tetapi jika lebih dari 2 dua SSTKBU harus dilengkapi dengan SIUP dan
NPWP
114
Hasil Wawancara dengan Bapak Ir. Edison Sembiring, MT., selaku Asisten Manager PT. Telkom di Medan, tanggal 9 dan 16 Mei 2008.
Setelah persyaratan di atas dimohonkan, selanjutnya PT. Telkom mensurvey lokasi yang dimohonkan. Dalam denah lokasi harus terlihat jarak antara wartel yang
satu dengan yang lainnya, suasana lingkungan perumahan atau pasar. Layak atau tidaknya permohonan yang diajukan dilihat dari penghasilan warung telekomunikasi
berada terdekat dengan lokasi yang diajukan dimohonkan, untuk dapat dilakukan penilaian atau pembanding bagi PT. Telkom, jika nilai warung telekomunikasi yang
dimohonkan di atas 60 point maka permohonan warung telekomunikasi tersebut layak untuk diberikan izin.
Dalam hal izin telah diberikan oleh PT. Telkom, maka pemohon warung telekomunikasi melengkapi syarat-syarat selanjutnya untuk melakukan perjanjian
kerjasama. Surat perjanjian kerjasama, harus diparaf tiap halaman dan halaman terakhir harus ditandatangani oleh pemohon di atas materai Rp. 6000,- setelah itu
baru warung telekomunikasi dapat diaktifkan. Dalam hal ini sebenarnya PT. Telkom meninjau lokasi untuk yang kedua kalinya untuk melihat kesesuaian sebagaimana
yang isi surat perjanjian, setelah itu baru surat perjanjian yang telah ditandatangi oleh pemohon dan PT. Telkom diserahkan kepada pengelola. Dalam perjanjian kerjasama
ini PT. Telkom hanya menyediakan saluran saja sedangkan perangkatnya dibeli sendiri oleh pemohon.
Dalam penyelenggaraan kerjasama antara PT. Telkom dengan pengelola yang dapat terjadi tidak berkembangnya warung telekomunikasi dengan baik yang
merupakan suatu risiko yang harus dihadapi oleh pengelola dalam menjalankan usahanya. Namun risiko tersebut dapat diperkecil dan diperbaiki jika ditemukan
faktor-faktor yang menjadi kendala, sehingga faktor-faktor tersebut dapat diperbaiki demi kemajuan usahanya di kemudian hari.
Berdasarkan penelitian pada warung telekomunikasi yang ada di Kota Medan, ditemukan beberapa faktor yang menjadi kendala dalam usaha warung
telekomunikasi baik itu dari sisi kekuatan para pihak dalam perjanjian maupun dalam pengelolaan warung telekomunikasi itu karena adanya kebijakan dari PT. Telkom.
Adapun yang menjadi klausul dalam perjanjian yang menjadi kendala bagi pengelola warung telekomunikasi dalam perjanjian kerjasama bagi hasil tersebut
adalah:
1. Perjanjian kerjasama dalam kaitannya dengan asas kebebasan berkontrak dalam hal Pemutusan Kerjasama yang tidak memberlakukan Pasal 1266
KUH Perdata. Kriteria terpenuhinya asas kebebasan berkontrak perjanjian terlihat dari
adanya kesepakatan menyatakan keinginan dan mengadakan perjanjian, kebebasan menentukan isi perjanjian, syarat-syarat perjanjian dengan bentuk tertentu, bebas
memilih undang-undang hukum yang diberlakukandigunakan dalam perjanjian tersebut, dan sebab perjanjian itu tidak bertentangan dengan undang-undang,
kesusilaan dan ketertiban umum. Berkaitan dengan Perjanjian Kerjasama antara PT. Telkom dengan Pengelola Warung Telekomunikasi, maka keempat kriteria
tersebut harus tercermin dalam perjanjian kerjasama.
Kebebasan menyatakan keinginan dan mengadakan perjanjian kerjasama tercermin dari latar belakang terjadinya Perjanjian Kerjasama dan pernyataan
kehendak sebagai wujud terjadinya perjanjian kerjasama. Dalam dasar pertimbangan dibuatnya perjanjian kerjasama dapat diketahui latar belakang terjadinya perjanjian
kerjasama dan terjadinyatimbulnya perjanjian, sebagai indiaktor adanya kebebasan menyatakan keinginan dan mengadakan perjanjian, sebagaimana telah dikemukakan
di atas, bunyi dari Paragraf kedua, huruf a, bahwa pengguna jasa telekomunikasi TELKOM dan Mitra Pengelola Warung TELKOM bermaksud mengadakan
kerjasama penjualan kembali reseller jasa telekomunikasi dan produk TELKOM melalui skema penyelenggaraan Warung Telkom.
Hal ini menunjukkan bahwa perjanjian kerjasama terjadi berdasarkan penawaran dan penerimaan secara bebas dari para pihak, yang melahirkan perjanjian
kerjasma tersebut, sehingga tercermin adanya kebebasan menyatakan keinginan kehendak dan kebebasan mengadakan perjanjian.
Dalam suatu perjanjian para pihak diperbolehkan untuk memilih ketentuan yang akan diberlakukan dalam perjanjian sepanjang ketentuan tersebut tidak
bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Apa yang telah disetujui oleh para pihak, merupakan undang-undang bagi mereka yang
mengadakan perjanjian sehingga apabila terjadi sengketa dalam perjanjian tersebut, maka para pihak harus menyelesaikannya sesuai dengan ketentuan yang mereka
sepakati dan apabila ada hal-hal yang tidak ditetapkan secara tegas, mereka akan menggunakan aturan umum yang terdapat dalam KUH Perdata.
Perjanjian Kerjasama antara PT. Telkom dengan Pengelola Warung Telekomunikasi dituangkan dalam suatu perjanjian yang berbentuk perjanjian baku.
Struktur perjanjain baku dalam Perjanjian Kerjasama terdiri dari dua bagian, yaitu perjanjian pokok dan aturan standar, yang merupakan satu kesatuan.
Dalam perjanjian pokok dimuat tentang subyek perjanjian yang terdiri dari PT. Telkom dan pihak Pengelola Warung Telekomunikasi, domisili para pihak, dan
tujuan para pihak mengadakan Perjanjian Kerjasama. Isi perjanjian pokok ditentukan oleh kedua belah pihak. Sebaliknya, aturan standar berisi tentang lingkup kerjasama,
hak dan kewajiban para pihak, tata cara penyetoran pendapatan, jangka waktu kerjasama,
force majeure, sanksi, pengawasan penyelenggaraan warung telekomunikasi, penyelesaian perselisihan ditentukan secara sepihak oleh
PT. Telkom. Dilihat dari perjanjian pokoknya, maka Perjanjian Kerjasama antara
PT. Telkom dengan Pengelola Warun Telekomunikasi adanya kesepakatan dari para pihak, sekaligus mencerminkan adanya kesepakatan mengadakan perjanjian.
Meskipun aturan-aturan standarnya ditetapkan secara sepihak oleh PT. Telkom tanpa diberi kesempatan kepada pengelola untuk menambah, mengurangi atau meniadakan
isi dan syarat-syarat yang ditentukan dalam aturan standar tersebut, namun dengan adanya penandatanganan perjanjian tersebut oleh pengelola warung telekomunikasi,
berarti pengelola warung telekomunikasi telah menyetujui isi perjanjian tersebut secara keseluruhan. Hal ini menunjukkan bahwa kebebasan mengadakan perjanjian
tercermin dalam Perjanjian Kerjasama itu.
Kriteria selanjutnya dalam penentuan ada atau tidaknya asas kebebasan mengadakan perjanjian adalah adanya kebebasan memilih undang-undang yang
digunakan dalam perjanjian. Kriteria ini tercermin pula dalam Perjanjian Kerjasama antara PT. Tekom dengan Pengelola Warung Telekomunikasi, yakni memberlakukan
ketentuan-ketentuan KUH Perdata. Namun dalam hal Pengakhiran Kerjasama antara PT. Telkom dengan Pengelola Warung Telekomunikasi yang disepakati tidak
memberlakukan Pasal 1266 KUH Perdata
115
sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 15 ayat 3 bahwa:
116
”Kedua belah pihak, TELKOM dan Mitra WarungTELKOM sepakat untuk mengesampingkan berlakunya Pasal 1266 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
terhadap segala sesuatu yang bertalian dengan pemutusan Perjanjian ini, sehingga pemutusan Perjanjian ini dapat dilakukan secara sah cukup dengan
pemberitahuan tertulis dari TELKOM kepada Mitra Pengelola WarungTELKOM tanpa perlu menunggu adanya keputusan hakim”.
Dengan demikian, jika diperhatikan ketentuan Pasal 15 ayat 3 Perjanjian Kerjasama di atas, maka ketentuan tersebut bertentangan dengan ketentuan Pasal
1266 KUH Perdata. Walaupun dalam suatu perjanjian telah diatur secara tegas, maka pasal-pasal yang ada dalam peraturan umum KUH Perdata dapat ditarik
115
Pasal 1266 KUH Perdata: Syarat-syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan-persetujuan yang bertimbal balik, mana kala salah satu pihak tidak memenuhi
kewajibannya. Dalam hal yang demikian persetujuan tidak batal demi hukum, tetapi pembatalan harus dimintakan kepada hakim. Permintaan ini juga harus dilakukan, meskipun syarat batal mengenai tidak
dipenuhinya kewajiban dinyatakan di dalam persetujuan. Jika syarat batal tidak dinyatakan dalam persetujuan, hakim adalah leluasa untuk menurut kedaan, atas permintaan si tergugat, memberikan
suatu jangka waktu untuk masih juga memenuhi kewajibannya, jangka waktu mana namun itu tidak boleh lebih dari satu bulan.
116
Pasal 15 ayat 3 Perjanjian Kerjasama Penyelenggaraan Warung Telkom antara PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk, dengan Naek Ranto Pane Nomor: TEL..HK810DO1.B20640002008
diberlakukan berdasarkan kesepakatan para pihak. Namun, kedudukan PT. Telkom adalah lebih kuat dibandingkan dengan pengelola warung telekomunikasi yang mana
perjanjian itu sudah ditetapkan terlebih dahulu oleh PT. Telkom perjanjian baku, tanpa dapat dilakukan perubahan oleh pihak pengelola warung telekomunikasi,
sehingga pihak Warung Telekomunikasi menyetujui tidak diberlakukannya ketentuan Pasal 1266 KUH Perdata dalam hal pemutusan hubungan kerjasama tersebut.
2. Perjanjian Kerjasama belum memenuhi asas persamaan hak, dalam kaitan terjadinya kerusakan pada wartel
Kriteria pokok dari asas persamaan hak adalah para pihak harus berada dalam keadaan persamaan derajat. Adanya kesamaan dalam kedudukan dan wewenang
maupun kewajiban dan sikap asaling menghormati diantra para pihak menjadi indikator keberadaan para pihak dalam kondisi persamaan derajat.
Perjanjian kerjasama PT. Telkom dengan Pengelola Warung Telkom dilakukan atas dasar sikap saling membutuhkan antara pihak PT. Telkom dengan
pihak pengelola warung telekomunikasi. Pihak PT. Telkom membutuhkan investasi dari pihak swasta yaitu pengelola warung telekomunikasi untuk melakukan kegiatan
yang tercakup dalam pengelolaan warung telekomunikasi, sementara pihak pengelola warung telekomunikasi membutuhkan PT. Telkom sebagai mitra dalam
mengembangkan kegiatan usahanya. Dibandingkan dengan pihak pengelola, maka PT. Telkom mempunyai
kedudukan yang lebih kuat. Dalam posisi demikian, lebih berpeluang untuk menentukan substansi dan persyaratan perjuanjian dibandingkan dengan pihak
Pengelola Warung Telekomunikasi.
Dilihat dari kedudukan para pihak, yaitu antara PT. Telkom dengan pengelola terjadi kedudukan yang tidak seimbang, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 8
huruf e Perjanjian Kerjasama tentang Hak dan Kewajiban PT. Telkom, dinyatakan bahwa PT. Telkom berhak melakukan pengecekan terhadap perangkat dan
pengelolaan, guna memastikan penyelenggaraan Warung TELKOM sesuai dengan ketentuan perjanjian.
Namun, jika dilihat dari hak pengelola Warung Telekomunikasi yang dicantumkan dalam Pasal 6 Perjanjian Kerjasama tidak ada dicantumkan ketentuan
bahwa pihak pengelola warung telekomunikasi mempunyai hak untuk melaporkan jika dalam pengelolaan warung telekomunikasi yang ada mengalami kerusakan.
Ketentuan Pasal 8 Perjanjian Kerjasama tentang kewajiban pihak Telkom untuk memperbaiki kerusakan peralatan pada warung telekomunikasi rusak yang berkaitan
dengan jaringan telekomunikasi, tidak ada ditentukan batas waktu dan sanksi yang dikenakan bagi pihak PT. Telkom jika ternyata tenaga kerja teknisi yang dikirim
oleh pihak PT. Telkom untuk memperbaiki jaringan telekomunikasi pada warung telekomunikasi tidak segera datang atau telah memakan waktu berhari-hari, sehingga
warung telekomunikasi tidak dapat beroperasi yang tentunya sangat merugikan pihak pengelola warung telekomunikasi.
Dengan demikian terhadap perangkat telekomunikasi milik pengelola yang mengalami kerusakan, tidak ada jaminan yang mutlak bagi PT. Telkom untuk
menyediakan tenaga kerja untuk memperbaiki segera. Hal ini berarti asas persamaan hak tidak tercermin dalam perjanjian kerjasama tersebut.
3. Perjanjian Kerjasama dalam kaitan asas kepentingan umum, pihak PT. Telkom belum berperan