Penegakan Hak Asasi Manusia
Komitmen Gus Dur dalam upaya membangun demokrasi pada ranah penegakan Hak Asasi Manusia tidak diragukan lagi. Ini terbukti dari rentetan
pembelaannya terhadap minoritas yang termarjinalkan baik oleh negara maupun oleh masyarakat sekalipun. Pembelaannya terhadap Arswendo Atmowiloto dalam
kasus Monitor, dukungannya terhadap agama Kong Hu Cu agar dimasukkan sebagai agama resmi negara, pendirian Forum Demokrasi, pembelaannya terhadap
Inul Daratista, serta pembelaannya terhadap Jama’ah Ahmadiyah merupakan contoh nyata kepeduliannya terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Bagi Gus Dur,
penghargaan yang tinggi terhadap nilai-nilai kemanusiaan telah melekat dalam diri manusia sejak ia dilahirkan, hal ini berimplikasi pada diberikannya ruang
yang longgar atas kebebasan bertindak dan berpikir bagi setiap orang sesuai dengan kualitas nilai kemanusiaannya.
Komitmen untuk menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan seolah menjadi komitmen yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Baginya, penegakan nilai
kemanusiaan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari ajaran agama. Tanpa nilai terebut, dunia hanya dipenuhi oleh berbagai bentuk kekerasan dan konflik
sosial. Dalam salah satu tulisannya yang berjudul Mencari Prefektif Baru dalam Penegakan Hak-hak Asasi Manusia,
beliau tampak mempunyai semangat yang besar untuk memberikan pemahaman baru tentang pentingnya penegakan nilai
kemanusiaan. Itulah sebabnya secara tegas ia menolak segala bentuk kekerasan, apapun dalihnya. Kekerasan, utamanya yang seringkali diakibatkan dalam ssetiap
peperangan misalnya, merupakan pengingkaran atas HAM. Dengan lugas beliau menjelaskan:
“Hak-hak asasi manusia harus diwujudkan dalam kemampuan menghindarkan umat manusia secara keseluruhan dari kehancuran, dan
dengan demikian usaha-usaha perdamaian melalui pelucutan senjata menjadi bagian pokok dari hak asasi manusia.”
63
Kemudian dalam melihat hubungan antara Islam dan Pancasila sebagai dasar negara, beliau mendasarkan hubungannya pada hubungan simbiotik
fungsional, dimana Pancasila dan Islam sama-sama memiliki konsep aplikatif tentang pengangkatan harkat dan martabat kemanusiaan. Ungkap beliau:
“Pancasila harus mengembangkan wawasan kehidupan yang demokratis, menganut faham perlakuan sama di muka undang-undang dan
memperjuangkan keadilan. Demikian pula, pancasila harus mengembangkan watak kehidupan yang berorientasi pada pelaksanaan
kedaulatan hukum secara tuntas, menghargai kebebasan berpendapat dan menjamin kebebasan berserikat. Inilah kunci yang dapat disumbangkan
Islam kepada ideologi negara. Kunci ini diperoleh dari lima jaminan dasar yang diberikan oleh Islam kepada masyarakat; jaminan keselamatan fisik,
keyakinan agama, kesucian keluarga, harta milik pribadi dan keselamatan profesi.”
64
Pada tulisannya yang lain, Gus Dur menjelaskan secara panjang lebar tentang lima prinsip dasar yang diberikan Islam sebagai tolak ukur penegakan
Hak Asasi Manusia. Prinsip pertama, keselamatan fisik warga masyarakat dari tindakan badani di luar ketentuan hukum. Prinsip ini mengandung arti bahwa
pelaksanaan suatu pemerintahan harus berdasar aturan hukum yang menjamin perlakuan yang sama kepada setiap warga negara tanpa kecuali sesuai dengan
hak-hak mereka dipandang perlu. Prinsip ini tidak disangsikan lagi sama dengan
63
Abdurrahman Wahid, Prisma Pemikiran Gus Dur Yogyakarta: LkiS, 2000, hal 78.
64
Abdurrahman Wahid, Islam, Ideologi dan Etos Nasional Indonesia, dalam Universalisme Islam dan Kosmopolitanisme Peradaban Islam
Depok: Desantara, 2001, hal. 179.
deklarasi universal hak asasi manusia yang menilai keadilan, kesamaan dan demokrasi sebagai norma fundamental dalam kebijakan yang demokratis.
65
Prinsip kedua, keselamatan keyakinan agama masing-masing, tanpa ada
paksaan untuk berpindah agama. Dalam pandangan Gus Dur, kebebasan khusus ini bahkan melingkupi keyakinan karena Islam menghargai perbedaan agama dan
tidak mengakui baik pemaksaan coercion ataupun keharusan compulsion dalam persoalan agama, termasuk konversi conversion keagamaan. Lebih jauh
beliau mengatakan, “Demikian juga, jaminan dasar akan keselamatan keyakinan agama
masing-masing bagi para warga masyarakat melandasi hubungan antarwarga masyarakat atas dasar sikap saling menghormati, yang akan
mendorong tumbuhnya kerangka sikap tenggang rasa dan saling pengertian yang besar”.
66
Prinsip ketiga, keselamatan keluarga dan keturunan. Prinsip ini merupakan
fondasi etis dan moral yang di atasnya menurut pandangan Islam, suatu masyarakat yang baik dapat diwujudkan. Hal itu karena dalam Islam kesucian
keluarga merupakan dasar bagi kehidupan masyarakat dan oleh karenanya, sudah seharusnya keluarga dibebaskan dari manipulasi oleh pihak luar, baik dari
masyarakat maupun negara. Menurutnya, di dalam keluargalah bahwa individu memulai mengeksplorasi kebebasannya untuk memilih dan mempertanyankan,
termasuk kebebasan untuk mempertanyakan keyakinan agamanya. Keluargalah yang pertama kali memberikan kesempatan kepadanya untuk menentukan pilihan-
pilihan yang akan mempengaruhi masa depannya. Akhirnya, keluargalah yang
65
Abdurrahman Wahid, Pergulatan Negara, Agama dan Kebudayaan Depok: Desantara, 2001, h. 180. Lihat Pula Muhammad A.S. Hikam, Islam, Demokrasi dan Pemberdayaan Civil
Society Jakarta: Erlangga, 2000, h. 29.
66
Wahid, Pergulatan Negara, h. 181.
mampu melestarikan keberadaan kohesi sosial dengan mengintegrasikan anggotanya ke dalam unit sosial yang lebih besar.
67
Prinsip keempat, keselamatan harta benda dan milik pribadi diluar
prosedur hukum. Prinsip ini sangat krusial dalam kaitannya dengan pembentukan masyarakat modern, modernisasi telah mengakibatkan diferensiasi peranan dan
fungsi sebagaimana halnya proses individualisasi dalam masyarakat. Perlindungan hak-hak individu vis-à-vis sosial, secara bertahap, menjadi satu dari sekian banyak
kebutuhan yang muncul dalam kehidupan modern. Suatu pembedaan yang tegas antara sisi publik dan privat diperlukan, sebab kalau tidak pelanggaran hak-hak
individu atas nama kepentingan publikumum akan terjadi. Salah satu solusinya adalah mengakui gagasan milik pribadi. Melalui hak inilah individu dapat
menjalankan kebebasan pribadinya dan mengembangkan potensi dirinya sendiri. Dan juga tindakan-tindakan itu masih berada di dalam batasan-batasan yang
dibentuk oleh masyarakat yang lebih luas. Prinsip kelima,
berhubungan dengan prinsip yang keempat yakni keselamatan profesi. Hal ini menyiratkan bahwa dalam hal kebebasan individu,
Islam membuka pintu bagi individu anggota masyarakat untuk memilih pilihan yang dianggap relevan dengan kehidupan seseorang. Prinsip ini secara jelas
menghargai hak seseorang untuk mencapai suatu tujuan sebagai suatu cara mengekspresikan diri.
Berdasarkan lima prinsip tersebut di atas, sangatlah jelas bahwa terdapat ruang bagi kaum muslim untuk bekerja sama dengan yang lain dalam
67
Hikam, Islam, Demokrasi dan Pemberdayaan Civil Society, h. 30.
mengembangkan hak asasi manusia, khususnya dalam bidang-bidang yang mereka dapat bersepakat. Dapat disimpulkan bahwa jika kaum muslim mampu
mengembangkan program-program dan tindakan-tindakan berdasar prinsip- prinsip tersebut mereka akam mampu mengatasi problem yang amat menekan di
bidang hak asasi manusia di sebagian besar negara-negara Islam.
68