Definisi dan Parameter Demokrasi
Athena 450 SM dan 350 SM. Dalam tahun 431 SM, Pericles, seorang agamawan ternama dari Athena, mendefinisikan demokrasi dengan mengemukakan beberapa
kriteria: Pertama, pemerintahan oleh rakyat dengan partisipasi rakyat yang penuh dan langsung. Kedua, kesamaan di depan hukum. Ketiga, pluralisme, yaitu
penghargaan atas semua bakat, minat, keinginan dan pandangan. Keempat, penghargaan atas suatu pemisahan dan wilayah pribadi untuk memenuhi dan
mengekspresikan kepribadian individu. Dalam zaman yang sama kita pun dapat berkenalan dengan pemikiran politik Plato, Aristoteles, Polybius, dan Cicero
10
– untuk menyebut sebagian diantara jajaran pemikir masa itu- yang juga meletakkan
dasar-dasar dari pengertian demokrasi. Dalam perkembangannya kemudian, pertumbuhan istilah demokrasi
mengalami masa subur dan pergeseran ke arah pemoderenan pada masa kebangunan kembali dan renaissance. Dalam masa ini muncul pemikiran-
pemikiran besar tentang hubungan antara penguasa atau negara di satu pihak dengan rakyat di pihak lain. Yaitu pemikiran baru dan mengejutkan tentang
kekuasaan dari Niccolo Machiavelli 1469-1527, serta pemikiran tentang kontrak sosial dan pembagian kekuasaan dari Thomas Hobbes 1588-1679, Jhon Locke
1632-1704, Montesquieu 1689-1755 dan Jean Jacques Rousseau 1712- 1778.
11
Pemikiran-pemikiran dari sejumlah nama besar tersebut telah memberikan sumbangan yang penting bagi pendefinisian kembali demokrasi.
10
Sukron Kamil, MA., Islam Demokrasi: Telaah Konseptual Historis, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002, cet. Ke-1, h. 1-2. Lihat Pula Idris Thaha, Demokrasi Religius:
Pemikiran Politik Nurcholish Madjid dan Amien Rais Jakarta: Teraju, 2005, h. 19-24.
11
Kamil, MA., Islam Demokrasi, h. 8-10.
Satu hal yang kita baca dari berbagai studi penelusuran istilah demokrasi adalah bahwa demokrasi tumbuh sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan
masyarakat. Semakin tinggi tingkat kompleksitas kehidupan masyarakat maka semakin rumit dan tidak sederhana pula demokrasi didefinisikan. Salah satu hasil
akomodasi pendefinisian demokrasi terhadap tingkat perkembangan masyarakat adalah semakin tergesernya kriteria partisipasi langsung rakyat dalam formulasi
kebijakan -yang menjadi kriteria pertama Pericles- oleh model perwakilan. Dalam kerangka perkembangan ini, kita dapat menelusuri berbagai
pendefinisian demokrasi sebagai sebuah idea politik modern melalui paparan berikut ini.
Robert A. Dahl dalam studinya yang terkenal mengajukan lima kriteria demokrasi sebagai sebuah idea politik. Yaitu: Pertama, persamaan hak pilih
dalam menentukan keputusan kolektif yang mengikat. Kedua, partisipasi efektif yaitu kesempatan yang sama bagi semua warga negara dalam proses pembuatan
keputusan secara kolektif. Ketiga, pembeberan kebenaran yaitu adanya peluang yang sama bagi setiap orang untuk memberikan penilaian terhadap jalannya
proses politik dan pemerintahan secara logis. Keempat, kontrol terakhir terhadap agenda, yaitu adanya kekuasaan ekslusif bagi masyarakat untuk menyatukan
agenda mana yang harus dan tidak harus diputuskan melalui proses pemerintahan, termasuk mendelegasikan kekuasaan itu pada orang lain atau lembaga yang
mewakili masyarakat. Kelima, pencakupan, yaitu terliputnya masyarakat mencakup semua orang dewasa dalam kaitannya dengan hukum. Dalam
definisinya ini tampak bahwa Dahl mementingkan keterlibatan masyarakat dalam
proses formulasi kebijakan, adanya pengawasan terhadap kekuasaan dan dijaminnya persamaan perlakuan negara terhadap semua warga negara sebagai
unsur-unsur pokok demokrasi.
12
Masih dalam kerangka pendefinisian demokrasi yang bersifat umum dan menyeluruh, Amien Rais memaparkan adanya sepuluh kriteria demokrasi, yaitu:
1 partisipasi dalam pembuatan keputusan, 2 persamaan di depan hukum, 3 distribusi pendapatan secara adil, 4 kesempatan pendidikan yang sama, 5
empat macam kebebasan, yaitu kebebasan mengeluarkan pendapat, kebebasan persurat-kabaran, kebebasan berkumpul dan kebebasan beragama, 6
ketersediaan dan keterbukaan informasi, 7 mengindahkan fatsoen tatakrama politik, 8 kebebasan individu, 9 semangat kerjasama, dan 10 hak untuk
protes.
13
Kriteria yang lebih menyeluruh diajukan oleh Gwendolen M. Carter dan Jhon H. Herz, keduannya mengkonseputalisasikan demokrasi sebagai
pemerintahan yang dicirikan oleh dijalankannya prinsip-prinsip berikut: 1 pembatasan terhadap tindakan pemerintah untuk memberikan perlindungan bagi
individu dan kelompok dengan jalan menyusun pergantian pimpinan secara berkala, tertib dan damai melalui alat-alat perwakilan yang efektif, 2 adanya
sikap toleransi terhadap pendapat yang berlawanan, 3 persamaan di depan hukum yang diwujudkan dengan sikap tunduk kepada rule of law tanpa
membedakan kedudukan politik, 4 adanya pemilihan yang bebas dengan disertai
12
Robert A. Dahl, Dilema Demokrasi Pluralis: Antara Otonomi dan Kontrol Jakarta: Rajawali Pers, 1985, h. 10-11.
13
Amien Rais, “Demokrasi dan Proses Politik”, dalam pengantar buku Demokrasi dan Proses Politik
Jakarta: LP3ES, 1986, h. xvi-xxi.
adanya model perwakilan yang efektif, 5 diberinya kebebasan berpartisipasi dan beroposisi bagi partai politik, organisasi kemasyarakatan, masyarakat dan
perseorangan serta prasarana pendapat umum semacam pers dan media massa, 6 adanya penghormatan terhadap hak rakyat untuk menyatakan pandangannya
betapapun tampak salah dan tidak populernya pandangan itu, 7 dikembangkannya sikap menghargai hak-hak minoritas dan perorangan dengan
lebih mengutamakan penggunaasn cara-cara persuasi dan diskusi dari pada koersi dan represi.
14
Sedangkan Clark D. Neher melihat demokrasi dari sudut jaminan terhadap pluralisme, bagi Neher, demokrasi adalah suatu sistem politik yang di
dalamnya terdapat jaminan bagi setiap elemen pluralitas untuk mengekspresikan kepentingannya dengan disertai tetap terjaganya kestabilan dan kelangsungan
sistem politik tersebut.
15
Sementara itu, Phillipe C. Schmitter dan Terry Lynn Karl mendefinisikan demokrasi sebagai suatu sistem pemerintahan dimana pemerintah diminta
tanggung jawab atas tindakan-tindakan di wilayah publik oleh warga negara, yang bertindak secara langsung melalui kompetisi dan kerja sama dengan para wakil
mereka yang terpilih.
16
Pengertian ini menekankan adanya tindakan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Adapun definisi demokrasi menurut David Bheetam adalah sebuah cara pengambilan keputusan menyangkut aturan dan kebijakan yang mengikat secara
14
Gwendolen M. Carter dan Jhon H. Herz, “Peran Pemerintah dalam Masyarakat Masa Kini” dalam Miriam Budiardjo, ed., Masalah Kenegaraan Jakarta: Gramedia, 1982, h. 86-87.
15
Eep Saefulloh Fatah, Pengkhianatan Demokrasi a la Orde Baru: Masalah dan Masa Depan Demokrasi Terpimpin Konstitusional
Bandung: Rosdakarya, 2000, cet. ke-II, h. 10.
16
Masykuri Abdillah, Demokrasi di Persimpangan Makna: Respon Intelektual Muslim Indonesia terhadap Konsep Demokrasi
Yogyakarta: Tiara Wacana, 1999, h. 73-74.
kolektif, yang dikenai kontrol dari rakyat. Jadi menurutnya tatanan yang paling demokratis adalah yang memungkinkan seluruh anggota kolektivitas menikmati
hak yang setara dan efektif untuk ikut ambil bagian secara langsung dalam pengambilan keputusan semacam itu. Elemen kunci dari definisi ini adalah
kontrol masyarakat dan kesetaraan politis.
17
Dalam bahasa yang lebih rinci, Sukron Kamil mendefinisikan demokrasi sebagai suatu sistem politik dimana pemilu yang jujur dan adil serta accuntability
sebagai intinya. Artinya bahwa dalam demokrasi rakyat berdaulat, tetapi karena ketidakmungkinan rakyat menjalankan kedaulatannya sendiri dalam negara
nasional yang mempunyai wilayah luas, berbeda dengan city state Athena, maka kedaulatannya diserahkan kepada wakilnya di parlemen lembaga perwakilan
rakyat lewat pemilu yang jujur dan adil. Selanjutnya mengingat dalam demokrasi pemilu merupakan mekanisme kontrol rakyat, maka wakil-wakil rakyat itu
dipaksa untuk bertanggung jawab jika ia ingin dipilih kembali. Dalam hal ini, demokrasi memang menjunjung tinggi mayoritas, tetapi bukanlah mayoritasisme.
Dalam demokrasi mesti tercakup kompromi yang adil yang tidak mengganggu kepentingan minoritas yang paling fundamental. Demokrasi adalah majority rule,
minority right.
18
Pengertian ini kemudian dikuatkan oleh Denny Gahral Adian, yang mengatakan demokrasi adalah sebentuk prosedur yang memaksa kerja sama
politik secara konstitusional
19
. Prosedur demokrasi tidak membiarkan satu
17
Andres Uhlin, Oposisi Berserak: Arus Deras Demokratisasi Gelombang Ketiga di Indonesia
Bandung: Mizan, 1998, h. 11.
18
Syukron Kamil, MA., Islam Demokrasi: Telaah Konseptual dan Historis Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002, h. 195.
19
Yakni konstitusi yang berbasiskan hak-hak demokratis, prosedur yang meminimalisasi dominasi, habitus nondominasi dalam kultur politik.
kelompok memaksakan satu artikulasi politiknya. Ia juga tidak mengejar kehendak umum. Prosedur demokratis memaksa berbagai kelompok dengan
ambisi masing-masing mencapai apa yang dalam teori permainan game theory disebut saddle point. Semua kelompok yang terlibat dipaksa untuk sampai pada
titik tawar maksimal yang mana mereka tak bisa menawar lebih dari itu.
20
Dalam definisi-definisi demokrasi tersebut di atas, para ahli politik tersebut tampaknya mementingkan atau mendahulukan keterlibatan rakyat dalam
proses pengambilan keputusan atau kebijakan politik. Rakyat warga negara juga harus mengawasi jalannya keputusan kekuasaan dan mendapat jaminan
persamaan perlakuan dalam pengambilan keputusan. Dengan kata lain, sekalipun terminologi demokrasi memiliki banyak batasan pengertian, namun batasan yang
dikemukakan para pakar politik tersebut tampak menemukan titik temu yang sama. Yaitu, bahwa demokrasi memiliki doktrin dasar yang tidak pernah berubah.
Doktrin tersebut adalah adanya keikutsertaan anggota masyarakat, yaitu partisipasi rakyat dalam menyusun agenda politik yang dijadikan landasan
pengambilan keputusan.
21