Demokrasi Pancasila Demokrasi; Idea dan Realitas Politik

Selanjutnya pembagian demokrasi bisa pula dilihat dari sisi pelaksanaannya. Menurut Inu Kencana, pembagian itu terdiri dari dua model yaitu demokrasi langsung direct democracy dan demokrasi tidak langsung indirect democracy . Demokrasi langsung terjadi bila rakyat mewujudkan kedaulatannya pada suatu negara dilakukan secara langsung. Pada demokrasi langsung lembaga legislatif hanya berfungsi sebagai lembaga pengawas jalannya pemerintahan, sedangkan pemilihan lembaga eksekutif dilakukan rakyat secara langsung melalui pemilu. Begitu juga pemilihan anggota parlemen atau legislatif. Demokrasi tidak langsung terjadi bila untuk mewujudkan kedaulatan rakyat tidak secara langsung berhadapan dengan pihak eksekutif, melainkan melalui lembaga perwakilan. Pada demokrasi tidak langsung lembaga parlemen dituntut kepekaan terhadap berbagai hal yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dalam hubungannya dengan pemerintah atau negara. 31 31 Tim ICCE UIN Jakarta, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah, 2000, h. 122.

BAB III BIOGRAFI ABDURRAHMAN WAHID

Memahami gagasan dan pemikiran seorang tokoh, tidak akan tercapai tanpa mengetahui sosoknya terlebih dahulu secara lebih dekat. Karena bagaimanapun, faktor keluarga, kondisi sosial, pendidikan dan pergaulan merupakan hal terpenting untuk mengetahui munculnya gagasan dan pemikiran dari tokoh tersebut. Maka untuk memenuhi dan melengkapi hal tersebut di atas, pada bab ini akan dibahas biografi singkat Gus Dur yang meliputi latar belakang keluarga, pendidikan, jabatan yang pernah disandangnya serta pola perjuangannya dalam konteks demokrasi di pentas politik nasional.

A. Pesantren: Dunia Pergumulan Intelektual

Abdurrahman Ad-dakhil Bin Wahid Hasyim Bin Hasyim Asy’ari, 32 demikian nama lengkap dari Abdurrahman Wahid yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan Gus Dur, adalah sosok yang lahir dan berkembang dari suatu kombinasi personal yang tidak lazim, sebagian juga karena faktor-faktor lingkungan, setidaknya dari latar belakang keluargannya. Sosok yang pernah menjadi presiden RI ini lahir di Desa Denanyar, Jombang, Jawa Timur pada 4 Agustus 1940. Ia adalah putra dari mantan Menteri Agama RI pertaman, KH. Wahid Hasyim, dengan Ny. Hj. Solehah, dan merupakan titisan langsung dari para 32 Arsyil A’la Al Maududi peny, Rakyat Indonesia Menggugat Gus Dur Yogyakarta: Wihdah Press, 2000, h xi. 31 kyai besar di Jawa. 33 Kakek dari ayahnya KH. Hasyim Asy’ari adalah ulama besar pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur dan pernah memangku jabatan Rais Akbar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. Sementara itu, kakek dari pihak ibunya, KH. Bisri Syamsuri, juga pengasuh Pondok Pesantren di Denanyar, Jombang dan pernah memangku jabatan Rais `Am Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. Kedua kakek Abdurrahman Wahid inilah yang merupakan tokoh dan kiai cikal bakal pendiri organisasi keagamaan Nahdlatul Ulama NU, di samping KH. Abdul Wahab Hasbullah. 34 Latar belakang keluarga yang demikian membuat ia secara genetik utamanya berasal dari tradisi pesantren dan merupakan keturunan darah biru. Meminjam terminologi Clifford Geertz, Abdurrahman Wahid tergolong sebagai seorang santri dan priyai sekaligus dalam tipologi masyarakat Jawa. Dalam geneologi yang demikian, tidak diragukan lagi bahwa ia berada pada posisi inti dalam kosmologi dan emosi komunitas -meminjam istilah Gaffar Karim- masyarakat NU. 35 Gus Dur lahir dan berkembang dalam tradisi pesantren dimana terdapat relasi yang cukup unik antara kyai dan santri. Menurut Zubaidi Habibullah A., siapapun yang pernah mengenyam pendidikan pesantren akan menemukan model hubungan feodal antara kiai dan santrinya. Dalam tradisi pesantren, santri akan merasa takut berhadapan dengan kiainya. Jangankan duduk dalam satu forum, berpapasan dengan kiainya lebih sering menghindar. Bahkan, santri mempunyai 33 Tim Penyusun Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996, jilid V, h. 161. 34 A. Gaffar Karim, Metamorfosis Nahdlatul Ulama: Politisasi Islam Indonesia Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995, h. 95. 35 Listiyono Santoso, Teologi Politik Gus Dur Yogyakarta: Ar-Ruzz, 2004, h. 68.