Pasar Tradisional Resistensi pedagang pasar Sumber Arta Bekasi Barat

umumnya barang yang diperdagangkan dalam pasar diolah dan dibuat di dalam pasar juga. 30 Sebagai sekumpulan mekanisme ekonomi yang memelihara dan mengatur aliran barang dan jasa, ada beberapa hal penting yang menurut Geertz harus diperhatikan yaitu: suatu sistem harga bergeser, suatu neraca kredit yang kompleks yang dikelola secara hati-hati dan terbaginya resiko dari laba. 31 Hal yang disebutkan tersebut merupakan beberapa ciri yang terjadi di dalam mekanisme penjualan barang dan jasa di pasar tradisional. Ketiga hal itu tidak dapat dipisahkan dari peran pedagang pasar sebagai pelakunya. Pedagang- pedagang pasar adalah individu-individualis dalam pengertian bahwa mereka bekerja sendiri-sendiri lepas dari organisasi ekonomi, mengambil keputusan sama sekali atas dasar apa yang menurut pandangan mereka adalah kepentingan mereka sendiri. 32 Hubungan antara pedagang pasar adalah hubungan sosial yang sangat spesifik yaitu hubungan perdagangan yang dipisahkan secara berhati-hati dari relasi kemasyarakatan umum. 33 Persahabatan, hubungan tetangga dan bahkan hubungan kekerabatan adalah suatu hal, sedangkan perdagangan adalah hal yang lain. Tawar-menawar, hutang piutang dan persekutuan dagang umumnya bebeas dari kekangan norma yang batasannya samar-samar. Jadi, ekonomi pasar tradisional itu diatur oleh kebiasaan-kebiasaan tetap yang diperkuat oleh 30 Abdulllah, Agama, Etos Kerja dan Perkembangan Ekonomi, h. 161. 31 Abdulllah, Agama, Etos Kerja dan Perkembangan Ekonomi, h. 162. 32 Abdulllah, Agama, Etos Kerja dan Perkembangan Ekonomi, h. 164. 33 Abdulllah, Agama, Etos Kerja dan Perkembangan Ekonomi, h. 165. penggunaan terus menerus selama berabad-abad. Apa yang tak dipunyai oleh ekonomi pasar tradisional bukan ruang gerak tetapi organisasi, bukan kebebasan tetapi bentuk. 34

C. Resistensi

1. Pengertian

Tema mengenai resistensi atau perlawanan menjadi sesuatu yang menarik bagi para ilmuwan sosial. Di akhir tahun 1980-an, resistensi menjadi trend dalam menelaah kasus-kasus yang mudah diamati serta bersifat empiris. Bagi para peneliti sosial, resistensi dianggap berciri kultural, sebab ia muncul melalui ekspresi serta tindakan keseharian masyarakat. Analisa resistensi sendiri terhadap suatu fenomena banyak melihat hal-hal yang ada dalam keseharian masyarakat baik berupa kisah-kisah, tema pembicaraan, umpatan, serta puji-pujian dan perilaku lainnya sehingga resistensi menjadi gayung bersambut dalam keilmuan sosial. 35 Sebagian orang berpendapat isu mengenai resistensi sendiri mencuat sejak tahun 1960-an dimana saat itu mulai banyak otokritik terhadap ilmu-ilmu sosial yang dianggap menganut paradima positivistik yang kerap mereduksi makna manusia menjadi sekumpulan angka-angka dan kehilangan semangat untuk perubahan. Situasi sejarah saaat 1960-an adalah ketika tengah berjayanya rezim 34 Abdulllah, Agama, Etos Kerja dan Perkembangan Ekonomi, h. 166. 35 Yusran Darmawan, “Resistensi dalam Kajian Antropologi,”artikel diakses pada 27 April 2011 dari http:timurangin.blogspot.com200908resistensi-dalam-kajian-antropologi.html. totaliter seperti Hitler di Jerman, Mussoulini di Italia serta berbagai rezim lainnya di Afrika. Kondisi seperti ini seperti menjadi ancaman bagi kelangsungan memproduksi metode ilmu sosial sebab harus memproduksi suatu pengetahuan yang menguntungkan satu rezim. Pada saat inilah muncul ilmu sosial kritis yang tidak hanya mengkritik pada tataran ideologi namun juga mengkritik konfigurasi sistem sosial yang represif. 36 Dalam khazanah antropologi, benih-benih kritik internal atau refleksi yang dapat dilihat sebagai upaya resistensi telah muncul terhadap arus besar keilmuan antropologi saat itu. Kritis tersebut mencuat ketika Talal Asad mengeluarkan buku berjudul Anthropology as Colonial Encounter. Ia melihat bahwa realitas kebanyakan antropolog masih terharu-biru oleh imajinasi para penjelajah Eropa yang terobsesi menemukan masyarakat primitif untuk dianalisa dan ditekuk dalam satu kategori. 37 Imaji tentang penaklukan, kekuasaan, serta menemukan masyarakat primitif dan eksotik telah membimbing antropolog pada bentuk etnografi. Poin yang dipetik dari Talal Asad adalah mereka para antropolog ilmuwan sosial masih terbelenggu dalam dikotomi masyarakat primitif dan modern sehingga seakan-akan terdapat sebuah ego bahwa primitif itu adalah barbar dan tak berperadaban. Berbeda dengan penelitian ilmuwan sosial sebelumnya yang masih cenderung untuk menemukan primitifnya suatu sistem sosial di sebuah masyarakat atau kelompok, Lila Abu-Lughod mencoba menggambarkan dalam 36 Yusran Darmawan, “Resistensi dalam Kajian Antropologi.” 37 Yusran Darmawan, “Resistensi dalam Kajian Antropologi.” penelitiannya mengenai resistensi perempuan di sebuah komunitas Bedouin, Gurun Mesir Barat. Penelitian yang bertujuan mendeskripsikan bagaimana kaum yang sering disisihkan perempuan melakukan perlawanan terhadap struktur yang ada. Lila mencoba mengangkat bagaimana strategi dan bentuk perlawanan perempuan di dalam sebuah struktur budaya yang mengekang hak-hak kaum perempuan. Lila Abu-Lughod mengungkapkan dalam sebuah tulisannya mengenai resistensi sebagai berikut. “…resistance is, I would argue, a growing disaffection with ways we have understood power, and the most interesting thing to emerge from this work on resistance is a greater sense of the complexity of the nature and forms of domination.” 38 ...perlawanan, saya berpendapat, sebuah ketidakpuasan yang berkembang dengan cara-cara kita memahami kekuatan, dan hal paling menarik yang muncul dari ini bekerja pada resistensi adalah rasa yang lebih besar dari kompleksitas sifat dan bentuk-bentuk dominasi. Dari beberapa fakta yang didapatkannya mengenai bentuk perlawanan perempuan terhadap kuasa laki-laki dalam struktur sosial, ia mengungkapkan bahwa sesungguhnya untuk mempelajari hal tersebut diperlukan interpretasi dalam memotret fenomena sehingga akan membawa kita pada berbagai bentuk relasi di dalam sebuah struktur komunitas yang saling bertalian. Lila juga menganjurkan resistensi sebagai sebuah strategi untuk menganalisa kuasa resistance as a diagnostic of power. Hal tersebut ia dapat setelah terinspirasi 38 Lila Abu- Lughod, “The Romance of Resistance: Tracing Transformation of Power Through Bedouin Women ,” artikel diakses pada 17 Juni 2011 dari http:www.jstor.orgpss645251