Resistensi Pedagang Pasar Sumber Arta
Kembali pada konteks fenomena Pasar Sumber Arta, sebelum melakukan proses penggusuran pihak pengelola telah melakukan sosialisasi terhadap
pedagang dalam bentuk edaran yang ditempel di dinding-dinding kios hingga pertemuan diantara keduanya.
59
Rentang waktu sosialisasi resmi dari pihak pengelola adalah satu bulan, sedangkan isu penggusuran telah didengar para
pedagang sudah lama. Ini terjadi karena kedekatan beberapa sekuriti dengan para pedagang, karena rata-rata sekuriti adalah warga kampung Cibening yang bekerja
di kantor Pasar Sumber Arta. Pada proses akhir diputuskan pasar tetap digusur dengan beberapa penggantian yang diajukan oleh pihak pengelola. Pertama,
pedagang akan dibuatkan penampungan sementara untuk pengganti pasar lama. Sedangkan yang kedua, pihak pengelola berjanji akan membangun pasar baru
dengan infrastruktur yang lebih bagus. Perubahan sosial yang dialami pedagang pasar Sumber Arta menjadi
sebuah inspirasi untuk melakukan gerak perlawanan. Penggusuran pasar seluas 2 hektar
menjadi ± 1 hektar telah berganti dengan bangunan apartemen yang
hingga tulisan ini ditulis belum selesai pengerjaannya. Kondisi penampungan yang tidak sesuai dengan harapan pun menambah rasa kecewa pedagang terhadap
pengelola yang seakan kurang peduli dengan nasib mereka. Menurut AM, salah satu faktor penggusuran Pasar Sumber Arta adalah karena terjadi permainan kuasa
oleh pemilik, yaitu dapat berdirinya apartemen di tengah pasar karena pemilik apartemen tersebut masih satu keluarga dengan Pak Entong.
60
59
Wawancara Pribadi dengan informan, Bekasi, 21 Maret 2011.
60
Wawancara Pribadi dengan informan, Bekasi, 23 Juli 2011.
Tiga tahun berlalu sejak penggusuran Agustus 2008, pedagang di penampungan sementara menanyakan janji pihak pengelola mengenai
pembangunan pasar baru. Namun tidak ada penjelasan konkret yang didapat oleh pedagang, seperti yang dituturkan AD.
“Ketika kami bertanya mengenai kapan akan dibangun pasar baru, mereka hanya menjawab rencana pasar baru ini sedang dalam proses di
pemerintah. Jika penggusuran pasar saja tidak melibatkan pemerintah, masa membangun melibatkan, ada yang aneh disini.”
61
Fakta tentang penggusuran, kondisi penampungan sementara yang tidak sesuai harapan, serta pasar baru yang belum dibangun membuat kelompok lemah
ini melakukan sikap resisten terhadap pengelola. Sikap serta tindakan ini kemudian terakumulasi dalam bentuk perlawanan yang sepertinya tidak kasat
mata, James Scott menyebutnya everyday forms of resistance. Perlawanan sehari- hari yang cocok dilakukan oleh kelompok lemah untuk mengungkapkan
ketidaksetujuan mereka terhadap penguasa yang dalam hal ini pengelola. Sumber Arta merupakan pasar dengan status kepemilikan pribadi, yang berdasarkan fakta
tersebut mengharuskan pedagang mengikuti kebijakan pengelola. Kedudukan pedagang inilah yang menyebabkan pedagang Pasar Sumber Arta sebagai
kelompok lemah. Salah satu contoh pedagang Pasar Sumber Arta dalam posisi lemah adalah ketika terjadi kasus kebakaran pada Mei 1997. Adalah BP seorang
pedagang yang memiliki kios pakaian cukup besar menjadi korban, kemudian ia mencoba menuntut ganti rugi terhadap pengelola. Namun setelah mencoba
berbagai cara mulai dari protes terhadap pengelola, bertemu dengan para tokoh masyarakat hingga sempat menemui pengacara, hasilnya tetap nihil karena pasar
61
Wawancara Pribadi dengan informan, Bekasi, 4 Februari 2011.
tersebut adalah pasar dengan kepemilikan pribadi serta terdapat perjanjian yang lemah antara pedagang dengan pengelola.
“Ibarat perkataan, kita ini hanya menumpang tapi bayar, jadi segala resiko kita yang tanggung.
”
62