2.4.3 Diagnosis
Sleep apnea memiliki gejala saat tidur malam dan harian. Keluhan tersering adalah rasa kantuk harian dan terganggunya tidur malam. Gejala klasik pada pasien
dengan OSA selain mendengkur saat tidur adalah excessive daytime sleepiness yaitu sering tertidur saat melakukan kegiatan sehari-hari terutama siang hari.
Laporan teman tidur pasien yang menyaksikan langsung apnea nokturnal merupakan gejala terpenting. Gejala khas lainnya adalah pada pagi hari terdapat
keluhan sakit kepala, lelah saat bangun tidur, mulut kering dan sakit tenggorokan, refluks asam lambung, episode seperti tercekik atau terengah-engah di malam hari,
nokturia hingga
gejala berat
seperti gangguan
kognitif. Pada pemeriksaan fisik, dapat dilakukan evaluasi sistemik, pemeriksaan kepala dan
leher, hidung, rongga mulut, dan hipofaring. Pada evaluasi sistemik, dilakukan pengukuran tekanan darah, IMT, dan lingkar leher Febriani et al, 2011.
Pemeriksaan baku emas dalam menegakkan diagnosis OSA adalah dengan polisomnografi.
Variabelnya adalah
Electroencephalogram EEG,
Electromyogram EMG, Electrooculogram EOG, Electrocardiogram ECG, saturasi oksigen perifer, intensitas mendengkur, aliran udara naso-oral, pergerakan
dinding dada dan dinding perut, maka akan didapatkan informasi mengenai efisiensi tidur, posisi tidur, frekuensi dan penyebab pasien terbangun, timbulnya
gangguan pernapasan saat tidur, fluktuasi saturasi oksigen dan aritmia jantung spesifik, dari seluruh rekaman tersebut dihitung jumlah apnea dan hipopnea untuk
menentukan Apnea-Hypopnea Index AHI Febriani et al, 2011.
2.4.5 Kuesioner Berlin
Hal terbaik untuk mencegah terjadinya OSA adalah dengan mengetahui apakah seseorang berisiko menderita OSA. Netzer et al pada tahun 1999 membuat
kuesioner Berlin untuk menilai apakah seseorang berisiko rendah atau tinggi dalam menderita OSA. Peneliti dalam penelitian ini juga menyimpulkan bahwa kuesioner
Berlin memiliki sensitivitas sebesar 86 pada penderita yang memiliki respiratory disturbance index RDI 5 Netzer et al, 1999.
Kuesioner Berlin terdiri dari 10 pertanyaan, yaitu satu pertanyaan utama dan empat pertanyaan tambahan untuk menilai gejala mendengkur; tiga pertanyaan
Universitas Sumatera Utara
utama dan satu pertanyaan tambahan untuk menilai gejala EDS; dan satu pertanyaan tunggal untuk menilai riwayat tekanan darah tinggi.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut dikategorikan menjadi tiga kategori, yaitu kategori 1 pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan gejala mendengkur;
kategori 2 pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan gejala EDS; kategori 3 pertanyaan tentang riwayat tekanan darah tinggi atau IMT
Netzer et al., 1999. Interpretasi pada kuesioner Berlin adalah apakah seseorang berisiko tinggi
atau berisiko rendah menderita OSA. Pada kategori 1, seseorang berisiko tinggi jika terdapat gejala yang bersifat persisten lebih dari 3 atau 4 kali per minggu
yang ditemukan pada ≥ 2 pertanyaan mengenai gejala mendengkur.
Pada kategori 2, seseorang berisiko tinggi jika gejala EDS, mengantuk saat mengendarai kendaraan, atau keduanya persisten lebih dari 3 atau 4 kali
per minggu. Pada kategori 3, seseorang berisiko tinggi jika memiliki riwayat tekanan darah tinggi danatau IMT
≥30k gm Jika seseorang berisiko tinggi ≥2 kategori pada kuesioner Berlin, maka orang tersebut memiliki risiko tinggi
menderita OSA. Sedangkan jika seseorang berisiko tinggi ≤1 kategori
pada kuesioner Berlin, maka orang tersebut berisiko rendah menderita OSA Netzer et al., 1999.
2.5 Aktivitas Olahraga 2.5.1 Definisi olahraga