2.2.2.7 Keberadaan penyakit endokrin tertentu misalnya hipotirodisme. Hipotiroidisme meningkatkan laju metabolik dasar sehingga tubuh
membakar lebih banyak kalori dalam keadaan istirahat. 2.2.2.8 Ketersediaan makanan yang melimpah, lezat, padat energi, dan
relatif murah. 2.2.2.9 Gangguan emosi dimana makan berlebihan menggantikan kepuasan
yang lain Sherwood, 2007. Faktor budaya memiliki perananan, dimana budaya dapat memengaruhi ketersediaan makanan,
kandungan nutrisi pada makanan, dan tingkat aktifitas fisik suatu individu Flier dan Maratos, 2008.
2.2.2.10 Keterkaitan dengan virus. Salah satu hipotesis mengaitkan
virus flu biasa dengan kecenderungan mengalami kelebihan berat badan dan mungkin berperan pada sebagian kasus obesitas saat ini
Sherwood, 2007.
2.2.3 Mekanisme terjadinya obesitas
Obesitas terjadi akibat bertambahnya asupan energi, berkurangnya pengeluaran energi, atau kombinasi keduanya Flier dan Maratos, 2008.
Jika kondisi ini berlanjut, kelebihan energi akan disimpan dalam bentuk trigliserida di jaringan adiposa Sherwood, 2007. Hal ini akan mengakibatkan
status keseimbangan energi positif. Secara teoritis, keseimbangan energi dalam tubuh dipertahankan dengan cara mengatur jumlah makanan yang masuk,
aktivitas fisik, atau kerja internal dan produksi panas. Tingkat aktivitas fisik secara prinsip berada dibawah kontrol kesadaran, dan mekanisme yang mengubah
tingkat kerja internal dan produksi panas terutama ditujukan untuk mengatur suhu tubuh dan bukan mengatur keseimbangan energi total. Kontrol asupan makanan
agar menyamai pengeluaran energi adalah cara utama untuk mempertahankan keseimbangan energi netral. Regulasi asupan makanan adalah fakor terpenting
dalam memelihara keseimbangan energi dan berat tubuh jangka panjang
Sherwood, 2007. Asupan makanan dipengaruhi berbagai faktor yang terintegrasi di otak
terutama pada bagian hipotalamus. Sinyal yang masuk ke hipotalamus
Universitas Sumatera Utara
tersebut berasal dari saraf aferen, hormon, dan metabolit tertentu. Informasi berupa distensi saluran cerna yang terjadi saat makanan ada di
saluran cerna akan diteruskan melalui saraf aferen saraf vagus menuju hipotalamus. Hormon-hormon yang terlibat adala leptin, insulin, kortisol,
dan peptida pencernaan. Peptida pencernaan dihasilkan oleh saluran cerna meliputi ghrelin, peptida YY, dan kolesistokinin. Ghrelin dihasilkan oleh lambung
dan berfungsi untuk meningkatkan asupan makan. Peptida YY dan kolesistokinin dihasilkan oleh usus halus yang akan menurunkan asupan makan dan menimbulkan
sensasi kenyang setelah makan. Berbagai hormon yang bekerja di hipotalamus dalam mengatur asupan makan :
Menurunkan Nafsu Makan Anoreksigenik
Meningkatkan Nafsu Makan Oreksigenik
α-melanocyte-stimulating hormone α- MSH
Neuropeptida Y
Leptin
Agouti related protein AGRP Norepinefrin
Asam Amino Glutamat dan γ- Aminobutirat
Kolesistokinin Kortisol
Peptida YY Ghrelin
Leptin adalah sinyal penanda kenyang yang pertama kali diketahui. Leptin adalah salah satu hormon yang dihasilkan oleh adiposit yang secara kolektif disebut
adipokin. Peningkatan leptin dari simpanan lemak yang berkembang pesat akan menekan nafsu makan sehingga menurunkan konsumsi makananan dan mendorong
penurunan berat badan. Leptin bekerja sebagai penekan nafsu makan dengan cara menghambat neuropeptida YNPY dan melanokortin di hipotalamus.
Tabel 2.3 Hormon yang meregulasi asupan makan
Guyton, 2008. Textbook of Medical Physiology
Universitas Sumatera Utara
Leptin dianggap
sebagai faktor
dominan yang
bertanggung jawab
dalam penyesuaian jangka panjang asupan makanan dengan pengeluaran energi sehingga kandungan energi total tubuh tetap seimbang dan berat tubuh konstan.
Hormon lain selain leptin yang berperan dalam menekan asupan makanan adalah insulin. Insulin disekresikan oleh pankreas sebagai respon terhadap
peningkatan glukosa darah. Insulin akan menghambat sel penghasil neuropeptida YNPY sehingga akan menekan asupan makan.
Metabolit seperti glukosa dapat memengaruhi asupan makanan. Kondisi hipoglikemia dapat menginduksi pusat lapar di hipotalamus
dan meningkatkan asupan makanan Flier dan Maratos, 2008. Kerja berbagai hormon, peran metabolit, dan kerja sistem saraf
akan memengaruhi pelepasan berbagai peptida di hipotalamus seperti neuropeptida YNPY, Agouti-related peptide AgRP,
α-melanocyte-stimulating hormone α-MSH, dan melanin-concentrating hormone MCH yang kemudian
Pusat asupan
makan Peptida
Saluran Cerna
CCK Ghrelin
PYY Faktor
Psikologis aktifitas
saraf aferen
faktor budaya
leptin insulin
kortisol
Metabolit, Glukosa,
Keton
Gambar 2.2 Regulasi Sistem Oreksin Flier dan Maratos, 2008. Biology Of Obesity. In: Harrison Internal Med.
Universitas Sumatera Utara
akan memengaruhi asupan makan. Faktor psikologis dan budaya juga berperan dalam asupan makanan.
Jika regulasi asupan makanan terjaga dengan baik dan dibarengi aktivitas fisik yang sesuai maka keseimbangan energi netral akan tercapai.
Kenaikan berat badan terjadi apabila asupan makanan lebih besar dari pengeluarannya yang mengakibatkan keseimbangan energi positif. Pada kondisi
obesitas, terjadi gangguan pada kerja leptin akibat ada defek pada reseptor insulin di otak sehingga otak tidak merespon terhadap peningkatan kadar leptin dalam
darah yang berasal dari jaringan adiposa yang banyak. Akibatnya, asupan makan tidak ditekan dan adiposit akan terus memperbanyak jumlahnya agar dihasilkan
lebih banyak leptin untuk menekan asupan makan. Namun akibat defek pada reseptor leptin di otak, maka sekresi leptin ini menjadi sia-sia dan malah
menimbulkan simpanan
jaringan lemak
yang terus
bertambah Flier dan Maratos, 2008.
2.3 Obesitas dan Kualitas Tidur