Persyaratan kadar untuk sediaan krim Betason N, menurut Farmakope Edisi IV yaitu mengandung Betametason Valerat tidak kurang dari 90,0 dan
tidak lebih dari 110,0 dari jumlah yang tertera pada etiket Dirjen POM, 1995. Pemeriksaan dilakukan secara KCKT karena selain prosesnya cepat, daya
pisahnya baik, detektor yang peka dan unik detektor yang digunakan adalah UV 254 nm yang dapat mendeteksi berbagai jenis senyawa dalam jumlah nanogram
Johnson dan Stevenson, 1991. Pengawasan terhadap krim betason n perlu dilakukan karena jika tidak
memenuhi syarat dapat membahayakan konsumen. Oleh karena itu, zat berkhasiat betametason valerat dalam sediaan krim betason n sangat penting untuk diperiksa
apakah telah memenuhi syarat atau tidak. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengambil tugas akhir dengan judul “Penetapan Kadar Betametason Valerat
Dalam Sediaan Krim Betason N Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi KCKT”.
1.2 Perumusan Masalah
Apakah kadar betametason valerat dalam sediaan krim betason N yang beredar di pasaran memenuhi persyaratan kadar yang ditetapkan Farmakope
Indonesia Edisi IV 1995?
1.3 Tujuan dan Manfaat
1.3.1 Tujuan
Adapun tujuan dari tugas akhir ini adalah untuk mengetahui apakah kadar betametason valerat dalam sediaan krim betason N hasil produksi PT. Kimia
Farma Persero Tbk. Plant Medan memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.
1.3.2 Manfaat
Adapun manfaat dari tugas akhir ini adalah : • Agar dapat memberi informasi bahwa sediaan krim betason N produksi
PT. Kimia Farma Persero Tbk. Plant Medan telah memenuhi persyaratan
untuk dapat dipakai.
• Agar dapat mengetahui berapa kadar betametason velaret dalam sediaan
krim betason N.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Krim
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam dasar yang sesuai. Sediaan
setengah padat ini mempunyai konsisten relatif cair diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air. Sekarang ini batasan tersebut lebih
diarahkan untuk produk yang terdiri dari emulsi minyak dalam air atau dispersi mikrokristal asam-asam lemak atau alkohol berantai panjang dalam air yang dapat
dicuci dengan air Ditjen POM, 1995. Krim merupakan obat yang digunakan sebagai obat luar yang dioleskan
kebagian kulit badan. Obat luar adalah obat yang pemakaiannya tidak melalui mulut, kerongkongan, dan daerah lambung. Menurut defenisi tersebut yang
termasuk obat luar adalah obat luka, obat kulit, obat hidung, obat mata, obat tetes telinga, obat wasir, dan sebagainya Widjajanti, 1998.
2.1.1 Penggolongan Krim
a. Tipe am, yaitu air terdispersi dalam minyak. Contohnya, cold cream. Cold
cream adalah sediaan kosmetik yang digunakan untuk memberikan rasa dingin dan nyaman pada kulit, sebagai krim pembersih, berwarna putih, dan
bebas dari butiran. Cold cream mengandung mineral oil dalam jumlah besar. b.
Tipe ma, yaitu minyak terdispersi dalam air. Contohnya, vanishing cream. Vanishing cream adalah sediaan kosmetik yang digunakan untuk
membersihkan, melembabkan, dan sebagai alas bedak. Vanishing cream
sebagai pelembab moisturizing akan meninggalkan lapisan berminyakfilm pada kulit Widodo, 2013.
2.1.2. Kualitas dasar krim
Kualitas dasar krim adalah : 1.
Stabil, selama masih dipakai mengobati. Maka salep harus bebas dari inkompatibilitas, stabil pada suhu kamar dan kelembaban yang ada dalam
kamar. 2.
Lunak, yaitu semua zat dalam keadaan halus dan seluruh produk menjadi lunak dan homogen, sebab selep digunakan untuk kulit yang teriritasi.
3. Mudah dipakai, umumnya salep tipe emulsi adalah yang paling mudah
dipakai dan dihilangkan dari kulit seperti krim. 4.
Terdistribusi merata, obat harus terdispersi merata melalui dasar salep padat atau cair pada pengobatan Anief, 1994.
2.1.3 Keuntungan Penggunaan Krim
Beberapa keuntungan dari penggunaan sediaan krim, antara lain: 1.
mudah menyebar rata; 2.
praktis; 3.
mudah dibersihkan atau dicuci; 4.
cara kerja berlangsung pada jaringan setempat; 5.
tidak lengket, terutama tipe ma Widodo, 2013.
2.1.4 Kerugian Penggunaan Krim
Adapun kerugian dari penggunaan sediaan krim, antara lain:
1. susah dalam pembuatannya, karena pembuatan krim harus dalam keadaan
panas; 2.
gampang pecah, karena dalam pembuatan, formula tidak pas; serta 3.
mudah kering dan rusak, khususnya tipe am, karena terganggunya sistem campuran, terutama disebabkan oleh perubahan suhu dan perubahan
komposisi, yang diakibatkan oleh penambahan salah satu fase secara
berlebihan Widodo, 2013. 2.2
Obat Kulit
Penyakit kulit dikenal bermacam-macam, seperti kudis, eksema, kutu air, biang keringat, koreng dan sebagainya. Untuk mengobati penyakit-penyakit kulit
tersebut di atas, digunakan bahan-bahan yang mampu melindungi kulit yang luka atau sakit, bahan-bahan yang mampu menghaluskan dan melemaskan kulit,
bahan-bahan yang dapat mengurangi rasa gatal, bahan-bahan yang mempunyai pekerjaan khusus. Obat –obat tersebut dapat dipakai pada kulit sebagai kompres,
pasta, salep, dan lotio Widjajanti, 1998. Sistem pemberian dan bentuk sediaan obat dalam pemakaiannya pada kulit
dapat berupa salep krim melalui kulit, lotio, larutan topikal dan tinktur merupakan bentuk sediaan dermatologi yang paling sering dipakai, tapi preparat lain seperti
pasta, serbuk dan aerosol juga bisa digunakan. Preparat yang digunakan pada kulit tersebut mempunyai sifat kerja yaitu sebagai pelindung, pelembut, zat pengering
dan lain-lain, atau untuk efek khusus dari bahan obat yang ada. Absorpsi perkutan dari bahan obat dan preparat dermatologi yang lain seperti cairan, gel, salep, krim,
atau pasta tidak hanya tergantung pada sifat kimia dan fisika dari bahan obat saja,
tetapi juga pengaruh pembawa dan zat tambahan lain dan juga kondisi dari kulit Ansel, 1989.
Obat bebas untuk pengobatan kulit biasanya ditujukan untuk penyakit- penyakit yang sering terjadi seperti panu, kadas, jerawat, kudis, kutil, ketombe,
dan sebagainya. Bentuk obatnya berupa salep atau cairan. Secara umum obat-obat luar memiliki keamanan yang lebih baik karena ia hanya digunakan secara lokal
pada bagian luar . Efek samping yang mungkin terjadi adalah iritasi kulit, atau rasa terbakar Widodo, 2004.
2.2.1. Obat Kulit Topikal Kortikosteroid
Kortikosteroid merupakan obat-obat manjur terkuat dalam pengobatan gangguan kulit dan digunakan secara luas. Berkat efek antiradang dan
antimitotisnya yang menghambat atau mencegah pembelahan sel zat-zat ini dapat menyembuhkan dengan efektif bermacam-macam bentuk ekzem dan
dermatitis, psoriasis penyakit sisik, prurigo bintil-bintil gatal, berbagai rupa gatal-gatal, dan lain-lain. Akan tetapi tidak jarang gangguan khususnya ekzem
segera kambuh lagi, terutama bila digunakan fluorkortikoida dengan khasiat kuat Tan Hoan Tjay, 2002.
Obat kortikosteroid mempunyai daya kerja antialergi dan antiradang. Penggunaan obat kortikosteroid dalam obat topikal, kadang – kadang kurang jelas
daya kerjanya. Tapi yang jelas, obat kulit topikal kortikosteroid sangat efektif terhadap penyakit eksem. Obat kortikosteroid yang mengandung fluor seperti
Betametason, Flucinolon, dan Klobetasol mempunyai daya kerja yang lebih besar. Akan tetapi penggunaan obat kortikosteroid yang mengandung fluor dalam jangka
waktu lama, dapat menyebabkan pelebaran kapiler dan pembuluh nadi halus yang bersifat permanen sampai terjadi atropi kulit Sartono, 1996.
Kortikosteroid mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein dan lemak dan mempengaruhi juga fungsi sistem kardiovaskular, ginjal, otot lurik, sistem
syaraf dan organ lain. Karena fungsi kortikosteroid penting untuk kelangsungan hidup organisme, maka dikatakan bahwa korteks ardenal berfungsi homeostatik,
artinya: penting bagi organisme untuk dapat mempertahankan diri dalam menghadapi perubahan lingkungan Suharti, 1995.
2.3 Betametason
CH
2
OH H
C = O CH
3
HO OCOCH
2
CH
2
CH
2
CH
3
CH
3
CH
3
H H
O
Gambar 2.1 Struktur Betametason Dirjen POM, 1995
Rumus molekul : C27H37FO6 Nama Kimia : 9-Flouro-
11β,17,21-Trihidroksi-16β-Metilpregna-1,4Diena 3,20- Dion 17-valerat
Berat molekul : 476,58
H F
Pemerian : serbuk putih sampai praktis putih, tidak berbau, melebur pada suhu 190 °C disertai peruraian.
Kelarutan : tidak larut dalam air, mudah larut dalam aseton dan kloroform, larut dalam etanol serta sukar larut dalam benzen dan eter.
Betametason adalah obat kortikosteroid yang mengandung fluor, mempunyai daya kerja yang besar. Akan tetapi penggunaan obat kortikosteroid
yang mengandung fluor dalam jangka waktu lama, dapat menyebabkan pelebaran kapiler dan pembuluh nadi halus yang bersifat permanen sampai terjadi atropi
kulit. Betametason dalam bentuk krim biasanya merupakan senyawa Betametason
Valerat. Indikasi dari krim ini adalah alergi dan peradangan lokal. Pengobatan dilakukan dengan mengoleskan tipis pada kulit 2 – 3 kali sehari Sartono, 1996.
2.4 Kromatografi
Kromatografi pertama kali dikembangkan oleh ahli botani Rusia pada tahun 1903 yang bernama Michael Tswett untuk memisahkan pigmen warna
dalam tanaman dengan cara perkolasi ekstrak petroleum eter dalam kolom gelas yang berisi kalsium karbonat. Saat ini kromatografi merupakan teknik pemisahan
yang paling umum dan paling sering digunakan dalam bidang kimia analisis kuantitatif dalam bidang farmasi, industri dan lain sebagainya. Kromatografi
merupakan suatu teknuk pemisahan yang menggunakan fase diam stationary phase dan fase gerak mobile phase Rohman dan Gandjar, 2007.
Kromatografi merupakan teknik yang mana solut atau zat-zat terlarut terpisah oleh perbedaan kecepatan elusi, dikarenakan solut-solut ini melewai suatu
kolom kromatografi. Pemisahan solut-solut ini diatur oleh distribusi dalam fase
gerak dan fase diam. Penggunaan kromatografi cair membutuhkan penggabungan secara tepat dari berbagai macam kondisi operasional seperti jenis kolom, fase
gerak, panjang dan diameter kolom, kecepatan alir fase gerak, suhu kolom, dan ukuran sampel Rohman dan Gandjar, 2007.
2.4.1 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi