Upaya Pengembangan Rumah Bolon Untuk Meningkatkan Kunjungan Wisatawan Di Kabupaten Simalungun

(1)

UPAYA PENGEMBANGAN RUMAH BOLON UNTUK MENINGKATKAN KUNJUNGAN WISATAWAN DI KABUPATEN SIMALUNGUN

Kertas Karya

Dikerjakan

O L E H

ERDA PRANITA SINAGA NIM : 062204052

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA

PROGRAM PENDIDIKAN NON GELAR BIDANG KEAHLIAN USAHA WISATA MEDAN


(2)

UPAYA PENGEMBANGAN RUMAH BOLON UNTUK MENINGKATKAN KUNJUNGAN WISATAWAN DI KABUPATEN SIMALUNGUN

Kertas Karya Dikerjakan O

L E H

ERDA PRANITA SINAGA NIM : 062204052

Pembimbing

Drs. Ridwan Azhar, M.Hum Nip 131124058

Kertas Karya ini diajukan kepada Panitia Ujian

Program Pendidikan Non Gelar Fakultas Sastra USU Medan Untuk melengkapi salah satu syarat ujian Diploma III

Dalam Program Studi Pariwisata

Universitas Sumatera Utara Fakultas Sastra

Program Pendidikan Non Gelar Bidang Keahlian Usaha Wisata Medan


(3)

DISETUJUI OLEH :

PROGRAM DIPLOMA SASTRA DAN BUDAYA FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

MEDAN, MARET 2009

PROGRAM STUDI PARIWISATA FAKULTAS SASTRA USU

KETUA

Drs. Ridwan Azhar, M.Hum NIP 131124058


(4)

PENGESAHAN

Diterima oleh :

PANITIA UJIAN PROGRAM PENDIDIKAN NON GELAR SASTRA DAN BUDAYA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA, UNTUK MELENGKAPI SALAH SATU SYARAT UJIAN DIPLOMA III DALAM BIDANG PARIWISATA

Pada :

Tanggal :

Hari :

PROGRAM DIPLOMA SASTRA DAN BUDAYA FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Dekan,

Drs. Syaifuddin, M.A,, Ph.D NIP132098531

Panitia Ujian :

No Nama Jabatan Tanda Tangan

1 Drs. Ridwan Azhar, M.Hum (Dosen Pembimbing) ( ) 2. Sugeng Pramono, SE, M.Si (Dosen Pembaca) ( ) 3. Drs. Ridwan Azhar, M.Hum (Ketua Jurusan) ( ) 4. Drs. Mukthar Madjid, S.Sos, M.P ( Sekretaris Jurusan) ( )


(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji, hormat serta syukur hanya bagi Tuhan Yesus Kristus yang telah menolong, menguatkan dan memberkati penulis dalam mengerjakan kertas karya yang berjudul “Upaya Pengembangan Rumah Bolon Untuk Meningkatkan Kunjungan Wisatawan di Kabupaten Simalungun”. Hanya karena Cinta Kasih dan anugerahNyalah penulis akhirnya dapat menyelesaikan kertas karya ini.

Dalam menyelesaikan kertas karya ini, suka duka telah saya alami. Namun dengan dukungan, bantuan, bimbingan, dan dorongan dari banyak pihak, akhirnya saya dapat melewati segala kesulitan dan hambatan yang dialami. Oleh karena itu, dengan segenap kerendahan hati, penulis menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Bapak Drs. Syaifuddin, M.A., Ph. D, selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Ridwan Azhar, M. Hum, selaku Ketua Jurusan Diploma III Pariwisata, Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara dan selaku dosen pembimbing yang telah memberi bantuan dan pengarahan selama penyusunan kertas karya ini.

3. Bapak Solahuddin Nasution, SE, M. SP selaku Koordinator Praktek Bidang Keahlian Usaha Wisata Program Studi DIII Pariwisata Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Sugeng Pramono, SE, M. Si, selaku dosen pembaca yang membantu penulis dalam menyempurnakan kertas karya ini.

5. Bapak Drs. Mukhtar Madjid, S.Sos., M.P., AMP, selaku Sekretaris Jurusan Diploma III Pariwisata Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Alm. Hazed Djoeli, selaku dosen yang telah memberikan penulis banyak ilmu dan pengarahan yang sebaik mungkin.

7. Bapak / Ibu dan staff pengajar di Diploma III Pariwisata Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara

8. Teristimewa buat Bapak tersayang Edi Herman Sinaga dan Ibu Tercinta Dameria Sipayung, BA yang telah banyak dan selalu memberikan didikan, doa dan kasih sayang. Thank’s Dad and Mom for give me everything. I love You Dad & Mom.


(6)

9. Teristemewa buat adik tercinta Duwita Sinaga yang memeberikan doa dan semangat untuk menyelesaikan kertas karya ini. Tetap Semangat dan rajin belajar ya biar nyusul tamatnya. OK dek…….

10. Seluruh keluarga besar penulis yang berada di Kisaran (Opung, Tua, Pak tua Rido sekeluarga, Bou Kiki sekeluarga, Bou Yola sekeluarga, dan Uda Anton), Jakarta (Bou Angel sekeluarga), Deli Tua (Pak tua Andri sekeluarga) dan Seribudolok (makasaih ya tulang hen dan naturang buat tempat tinggal selama ini, serta keluarga tante Rolando) dan seluruh keluarga yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

11. Sepupu-sepupu penulis B’Hendri, Via, Kristi yang setiap hari bersama berada di rumah yang kita banggakan, dan makasih buat selama ini. Tetap semangat dan teruskan perjuangan kalian.

12. Sobatku yang paling saya sayangi Nita yang telah meminjamkan alat dalam penyelesaian kertas karya ini. “Thx juga ya nit buat hari-hari yang kita lalui bersama. Sampeikan thx jg ya buat sobat q Ewin”. Tetap Semangat ya dan Selamat Berjuang juga dalam menyelesaikan Sarjanamu! OK My lovely friend……..

13. Spesial thank’s buat sobat-sobat yang terbaik Loeloe, Rina, Era, Ony, Vera, Ilen, makasih banyak buat bantuan kalian dan kebersamaan yang selama ini kita lalui, dan akhirnya selesai juga perjuangan kita dalam menyelesaikan kertas karya ini. Tetap semangat ya My Best Friend……

14. Teman-teman seperjuangan UW’06 (Rando, Onoq, Faisal, Mamet, Popy, Kluarga K’Ro, Keluarga Dini, keluarga C’Mul, Keluarga UW’06 cmuAnya, beserta rekan-rekan IMAPA khususna Htl’06 (Jojo, ito q Dedek, n Tulang Roni) thank’s ya buat hari-hari yang tercipta selama ini. Maju terus dan Sukses ya buat KITA semua.

15. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan kertas karya ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan kertas karya ini masih terdapat kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritikan yang sifatnya membangun serta saran yang positif guna perbaikan dan penyempurnaan kertas karya ini.


(7)

Akhir kata, penulis berharap mudah-mudahan kertas karya ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya dalam membangun dunia kepariwisataan. Amin……

Medan, Maret 2009 Penulis

Erda Pranita Sinaga 062204052


(8)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI

ABSTRAK

BABI PENDAHULUAN

1.1 Alasan Pemilihan Judul……….. 1

1.2 Pembatasan Masalah………... 1

1.3 Tujuan Penulisan………. 3

1.4 Metode Penulisan……… 3

1.5 Sistematika Penulisan………..… 4

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN DAN KEBUDAYAAN 2.1 Pengertian Pariwisata dan Kepariwisataan..……… 6

2.2 Objek dan Atraksi Wisata……….... 8

2.3 Sarana dan Prasarana Pariwisata………... 10

2.4 Motivasi Perjalanan Wisata……….… 10

2.5 Produk Industri Pariwisata………... 12

2.6 Syarat-syarat Atraksi Wisata yang Baik……….. 14

2.7 Pengeritian Kebudayaan……….. 14

2.7.1 Fungsi Kebudayaan………... 15

2.7.2 Wujud Kebudayaan………... 16

2.7.3 Unsur-unsur Kebudayaan………... 17


(9)

2.8 Dampak Pariwisata Atas Kebudayaan……….. 18

BAB III GAMBARAN UMUM KABUPATEN SIMALUNGUN 3.1 Profil Kabupaten Simalungun……….. 21

3.2 Letak Geografis………... 21

3.3 Potensi Ekonomi……….. ……... 22

3.4 Sistem Politik……….. 22

3.5 Sistem Kepercayaan………. 23

3.6 Sistem Mata Pencaharian………. 24

3.7 Bahasa dan Aksara……….. 25

3.8 Sistem Kekerabatan………. 25

3.9 Asal-usul dan Terbentuknya Simalungun………...` 26

BAB IV UPAYA PENGEMBANGAN RUMAH BOLON UNTUK MENINGKATKAN KUNJUNGAN WISATAWAN DI KABUPAT SIMALUNGUN 4.1 Gambaran Rumah Bolon………... 29

4.1.1 Lokasi Rumah Bolon………. 30

4.1.2 Bentuk dan Bagian Rumah Bolon………. 30

4.1.3 Bangunan-bangunan Lain di Sekitar Rumah Bolon…. 32 4.1.4 Raja yang pernah memerintah di Rumah Bolon…..…. 33

4.1.5 Arti Ukiran Pada Rumah Bolon………..….. 34

4.1.6 Cerita Rakyat Mengenai Rumah Bolon………..…….. 41

4.2 Keberadaan Rumah Bolon di Pematang Purba Kabupaten Simalungun………...………. 44


(10)

4.3 Upaya Pengembangan Rumah Bolon Untuk Meningkatkan Kunjungan

Wisatawan di Kabupaten Simalungun………. 46 4.4 Hambatan-hambatan Dalam Upaya

Pengembangan Rumah Bolon……….. 49

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan……….. 51 5.2 Saran……… 52

LAMPIRAN


(11)

ABSTRAK

Kabupaten Simalungun adalah salah satu kabupaten di Sumatera Utara yang memiliki potensi pariwisata yang sangat menarik. Beberapa potensi pariwisata yang sedang dibangkitkan kabupaten ini kepada wisatawan mancanegara dan wisata nusantara adalah wisata budaya berupa tari-tarian, adat istiadat, legenda cerita rakyat, rumah adat. Selain memiliki keunggulan dan daya pikat di sisi budaya, kabupaten Simalungun juga memiliki objek wisata yang sangat terkenal di dunia yaitu danau Toba.

Wisata pengunjung lain yang memiliki daya tarik untuk wisatawan nusantara dan mancanegara adalah wisata budaya. Wisata ini menawarkan sisi kehidupan masyarakat setempat termasuk warisan karya-karya agung nenek moyang berupa seni dan adat istiadat.

Salah satu karya agung peninggalan nenek moyang yang banyak mendapat perhatian adalah rumah bolon Purba. Rumah ini merupakan istana peninggalan kerajaan Purba yang dibangun pada 1864 oleh raja Purba XII tuan Rahalim. Rumah bolon Purba dibangun dari kayu keras dengan dinding papan dan ditopang oleh 20 tiang penyangga. Keunikan dari rumah ini adalah dibangun tanpa menggunakan paku dan berarsitektur tradisional.

Kekayaan peninggalan sejarah dan seni budaya Simalungun tersebut kini semakin tidak dikenal generasi muda karena mereka jarang berkunjung ke museum daerahnya. Kemudian informasi mengenai kekayaan peninggalan sejarah dan seni budaya itu juga semakin langka di masyarakat.

Diera otonomi daerah ini, peluang untuk mengangkat kembali peninggalan sejarah dan seni-budaya Simalungun cukup luas. Namun untuk mencapai cita-cita itu, pemerintah daerah dan kalangan intelektual Simalungun harus memiliki komitmen yang tinggi memajukan objek wisata sejarah dan budaya, seperti rumah bolon Simalungun di Pematang Purba.

Keyword : Pariwisata, kabupaten Simalungun, rumah bolon di Pematang Purba, upaya pengembangan.


(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Alasan Pemilihan Judul

Pada umumnya budaya turut menentukan eksistensi suatu suku, walaupun tidak selalu merupakan faktor penentu yang paling dominan. Suatu suku dibedakan dengan suku lainnya karena adanya perbedaan budaya.

Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku (etnis), di dalamnya termasuk suku Simalungun yang dalam kehidupan sehari-hari mempunyai adat, kebudayaan dan bahasa daerah yang menjadi aset bangsa. Manusia sebagai mahluk sosial dalam menyampaikan maksud dan tujuannya kepada sesama selalu mempergunakan bahasa, karenanya sering disebut “Bahasa menunjukkan bangsa”.

Khusus untuk suku Simalungun, eksistensinya sebagai suku dapat bertahan hingga saat ini terutama berkat budayanya yang tetap berbeda dengan budaya suku lainnya. Suku Simalungun merupakan salah satu etnis suku Batak, yang memiliki kegiatan budaya, dan ikatan kekerabatan yang paling kuat, dan merasa dipersatukan oleh bahasa, musik, tari tradisional, dan adat-istiadat, serta kekhasan yang memiliki keunikan tersendiri.

Perkembangan peradaban sebuah komunitas dapat ditelusuri lewat kebudayaannya. Hal inilah yang dapat tergambarkan ketika menjelajahi rumah bolon di desa Purba Kabupaten Simalungun, yang sekaligus menjadi bukti sejarah eksistensi kerajaan Purba Simalungun yang sudah berdiri sejak abad ke-15.

Kawasan Simalungun dapat memberikan kesan yang bermakna kepada para pengunjung yang datang ke Kabupaten Simalungun. Apalagi memasuki desa Purba, desa kecil di Kecamatan Pematang Purba Kabupaten Simalungun. Di desa ini terdapat


(13)

sebuah bangunan yang bersejarah, yang merupakan bukti bahwa dulunya suku Simalungun memiliki kerajaan. Bangunan bersejarah itu berbentuk rumah adat Simalungun yang mempunyai nama “Rumah bolon”, yang dulunya rumah bolon tersebut merupakan istana peninggalan kerajaan Purba. Dan rumah bolon tersebut merupakan rumah tradisional suku Simalungun.

Berdasarkan urain diatas maka penulis tertarik untuk menguraikan secara keseluruhan mengenai informasi tentang rumah bolon, yang merupakan bukti peninggalan bangunan yang bersejarah bagi suku Simalungun khususnya dan masyarakat Batak pada umumnya, yang juga memiliki keunikan tersendiri dan dapat menarik minat wiatawan untuk datang berkunjung ke Kabupaten Simalungun. Oleh karena itu, penulis memilih judul "Upaya Pengembangan Rumah Bolon Purba Untuk Meningkatkan Kunjungan Wisatawan di Kabupaten Simalungun” sebagai judul kertas karya ini.

1.2 Pembatasan Masalah

Berkaitan dengan judul diatas, maka penulis memberi batasan yang akan dibahas. Adapun masalah yang akan dibahas dalam kertas karya ini adalah :

1. Bagaimana sebenarnya keberadaan rumah bolon di Pematang Purba Kabupaten Simalungun.

2. Bagaimana peran instansi pemerintahan dan masyarakat setempat akan keberadaan rumah bolon dalam upaya pengembangannya untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan di Kabupaten Simalungun.

3. Bagaimana upaya yang harus dilakukan agar jumlah wisatawan yang datang semakin meningkat.


(14)

4. Sejauh mana masyarakat Simalungun khususnya dan masyarakat Batak umumnya dalam mengenal rumah bolon yang merupakan warisan peninggalan bangunan bersejarah.

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan kertas karya ini adalah sebagai berikut :

1. Sebagai salah satu syarat kelengkapan akademis untuk meraih gelar Ahli Madya Program Pendidikan Diploma III Program Studi Pariwisata Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara

2. Untuk mengetahui keberadaan rumah bolon di Pematang Purba Kabupaten Simalungun.

3. Melihat sejauh mana peran instansi pemerintahan dan masyarakat untuk meningkatkan kunjungan wisatawan di Kabupaten Simalungun.

4. Memperkenalkan kepada masyarakat secara keseluruhan bahwa rumah bolon adalah warisan peninggalan bangunan bersejarah yang harus tetap dijaga, dilestarikan dan dipertahankan secara berkelanjutan.

5. Dapat meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan ke Kabupaten Simalungun.

1.4 Metode Penulisan

Adapun metode yang dilakukan untuk mendapatkan informasi maupun data-data dalam menyusun kertas karya ini adalah :

a. Penelitian Perpustakaan (Library Research)


(15)

dahulu melalui buku-buku kepariwisataan dan buku yang berisikan informasi mengenai rumah bolon di Kabupaten Simalungun, ditambah dengan brosur pariwisata Kabupaten Simalungun yang berhubungan dalam pembuatan kertas karya ini.

b. Penelitian Lapangan (Field Research)

Suatu cara atau metode yang dilakukan dengan cara langsung kelapangan, untuk mewawancarai langsung pihak-pihak yang penulis nilai dapat membantu dalam melengkapi isi kertas karya ini.

1.5 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan kertas karya ini adalah sebagai berikut : BAB I : Pendahuluan

Menguraikan alasan pemilihan judul, pembatasan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II : Uraian Teoritis Kepariwisataan dan Kebudayaan

Menguraikan beberapa hal mengenai pengertian pariwisata dan kepariwisataan, objek wisata dan atraksi wisata, sarana dan prasarana pariwisata, motivasi perjalanan wisata, produk industri pariwisata, kebudayaan dan dampak pariwisata terhadap kebudayaan.

BAB III : Gambaran Umum Kabupaten Simalungun

Menguraikan gambaran umum Kabupaten Simalungun, yang terdiri dari profil Kabupaten Simalungun, letak geografis, potensi ekonomi, sistem politik, sistem kepercayaan, sistem mata pencahariaan, bahasa dan aksara, sistem kekerabatan, asal usul simalungun dan


(16)

terbentuknya Simalungun.

BAB IV : Upaya Pengembangan Rumah Bolon Untuk Meningkatkan Kunjungan Wisatawan di Kabupaten Simalungun.

Merupakan bab utama yang menguraikan gambaran umum dari rumah bolon, mulai dari lokasi rumah bolon, bentuk dan bagian dari rumah bolon, bangunan-bangunan lain yang terdapat di sekitar rumah bolon, arti ukiran pada rumah bolon, raja yang pernah memerintah di rumah bolon, cerita rakyat mengenai rumah bolon, dan keberadaan rumah bolon, serta penjelasan mengenai upaya pengembangan rumah bolon untuk meningkatkan kunjungan wisatawan di Kabupaten Simalungun.

BAB V : Penutup

Merupakan bab terakhir dari kertas karya ini, dan didalam bab ini merupakan kesimpulan dan saran dari isi kertas karya ini.


(17)

BAB II

URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN DAN KEBUDAYAAN

2.1 Pengertian Pariwisata dan Kepariwisataan

Istilah "Pariwisata" baru dikenal di Indonesia ketika berlangsung Musyawarah Nasional Tourisme ke II tanggal 12-14 Juni 1958 yang diselenggarakan di Tretes, Jawa Timur. Ketika menyampaikan amanat di acara pembukaan Munas, Presiden Soekarno minta agar dicarikan istilah yang tepat dari bahasa Indonesia untuk mengganti kata "Tourisme" yang merupakan istilah dari bahasa Belanda tersebut. Oleh Prof. Prijono yang waktu itu menjabat Mentri Pendidikan dan Kebudayaan dinyatakan bahwa istilah dimaksud adalah "Pariwisata". Ini untuk kegiatan perjalanan dengan tujuan serupa namun dilakukan di dalam negeri, disebut dengan istilah "Dharmawisata".

Memperoleh jawaban tersebut, Presiden Soekarno meresmikan kata "Pariwisata" mengggantikan istilah tourisme itu dan pada tahun 1960 Dewan Tourisme Indonesia diubah menjadi Dewan Pariwisata Indonesia (DEPARI).

Pariwisata berasal dari bahasa Sansekerta, yang terdiri dari dua suku kata yaitu "pari" dan "wisata". Pari berarti banyak, berputar, berkeliling, lengkap, berulang-ulang, sedangkan wisata berarti berpergian ataupun perjalanan. Oleh sebab itu pariwisata diartikan sebagai perjalanan yang berkeliling ataupun dilakukan berputar-putar dari satu tempat ketempat yang lain. Perkembangan dari istilah ini, pariwisata tetap merupakan kata yang dipergunakan untuk baik ke luar negeri maupun yang dilakukan di dalam negeri.

Pengertian pariwisata berdasarkan Undang-undang No 9 tahun 1990 adalah : "segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk perusahaan objek dan


(18)

daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut." Undang-undang No 9 tahun 1990 juga memberikan pengertian tentang wisatawan dan kepariwisataan yang berlaku di Indonesia yaitu :

Wisatawan adalah setiap orang yang melakukan perjalanan ke tempat lain dari tempat tinggalnya yang dilakukan secara sukarela, dan bersifat sementara dalam rangka menikmati objek dan daya tarik wisata.

Kepariwisataan adalah seluruh kegiatan pemerintah, dunia usaha dan masyarakat yang ditujukan untuk menata kebutuhan perjalanan dan persinggahan wisata.

Adapun pengertian kata "Pariwisata" sendiri, seperti halnya dengan istilah-istilah lainnya, masih belum ada keseragaman tentang batasan yang diberikan. Dari literatur luar negeri yang banyak dibicarakan hanya batasan tentang wisatawan saja, tetapi anehnya batasan mengenai pariwisata hampir tidak pernah disinggung.

Kata pariwisata sesungguhnya baru populer di Indonesia setelah diselenggarakan Musyawarah Nasional Tourisme ke II di Tretes, Jawa Timur pada tanggal 12 s/d 14 Juni 1958. Sebelumnya, sebagi kata pariwisata digunakan kata "Tourisme" (bahasa Belanda) yang sering pula di-Indonesiakan menjadi "Tourisme".

Beberapa batasan tentang kepariwisataan yang diberikan oleh beberapa orang ahli di luar negeri, sebagai berikut :

(1) Prof. Hans. Buchli.

Kepariwisataan adalah setiap peralihan tempat yang bersifat sementara dari seseorang atau beberapa orang, dengan maksud memperoleh pelayanan yang diperuntukkan bagi kepariwisataan itu oleh lembaga-lembaga yang digunakan untuk maksud tersebut.


(19)

Kepariwisataan, dalam arti sempit, adalah lalu lintas orang-orang yang meninggalkan tempat kediamannya untuk sementara waktu, untuk berpesiar di tempat lain, semata-mata sebagai konsumen dari buah hasil perekonomian dan kebudayaan guna memenuhi kebutuhan hidup dan budayannya atau keinginan yang beraneka ragam dari pribadinya.

(3) Dr. Hubert Gulden.

Kepariwisataan adalah suatu seni dari lalu lintas orang, dalam mana manusia-manusia berdiam di suatu tempat asing untuk maksud tertentu, tetapi dengan kediamannya itu tidak boleh dimaksudkan akan tinggal menetap untuk melakukan pekerjaan selama-lamanya atau meskipun sementara waktu, sifatnya masih berhubungan dengan pekerjaan.

(4) Dr. R. Gluckmann.

Dengan kepariwisataan kita artikan keseluruhan hubungan antara manusia yang hanya berada sementara waktu dalam suatu tempat kediaman dan berhubungan dengan manusia yang tinggal di tempat itu.

(5) Ketetapan MPRS No. I-II Tahun 1960

Kepariwisataan dalam dunia modern pada hakekatnya adalah suatu cara untuk memenuhi kebutuhan manusia dalam memberi liburan rohani dan jasmani setelah beberapa waktu bekerja serta mempunyai modal untuk melihat-lihat daerah lain (pariwisata dalam negeri) atau negara-negara lain (pariwisata luar negeri).

2.2 Objek dan Atraksi Wisata

Dalam literatur kepariwisataan luar negeri tidak dijumpai istilah objek wisata seperti yang biasa dikenal di Indonesia. Untuk pengertian objek wisata mereka lebih banyak menggunakan istilah "Tourist attractions", yaitu segala sesuatu yang menjadi


(20)

daya tarik bagi orang untuk mengunjungi suatu daerah tertentu.

Membicarakan objek dan atraksi wisata ada baiknya dikaitkan dengan pengertian "product" dari industri pariwisata itu sendiri. Hal ini dianggap perlu, karena sampai sekarang masih dijumpai perbedaan pendapat antara beberapa ahli mengenai pengertian "product" industri pariwisata di satu pihak dan objek wisata di lain pihak.

Terdapat perbedaan yang prinsipil antara pengertian "product" industri pariwisata dengan objek dan atraksi wisata. Produk industri pariwisata, meliputi keseluruhan pelayanan yang diperoleh, dirasakan atau dinikmati wisatawan, semenjak ia meninggalkan rumah di mana biasanya ia tinggal, sampai ke daerah tujuan wisata yang telah dipilihnya dan kembali ke rumah itu sendiri sebenarnya sudah termasuk dalam produk industri pariwisata, karena kalau tidak motivasi untuk berkunjung ke daerah tujuan wisata itu dapat dikatakan tidak ada, padahal kita sangat meyakini bahwa pada suatu daerah tujuan wisata sudah pasti ada objek dan atraksi wisata. Manfaat dan kepuasan itu ditentukan oleh dua faktor yang saling berkaitan, yaitu tourism resources dan tourist services.

Tourism resources ini oleh Prof. Marioti disebut dengan istilah "Attractive spontanee", yaitu segala sesuatu yang terdapat di daerah tujuan wisata yang merupakan daya tarik agar orang-orang mau datang berkunjung ke suatu tempat daerah tujuan wisata, diantaranya ialah :

(1) Benda-benda yang tersedia dan terdapat di alam semesta, yang dalam istilah pariwisata disebut dengan isitlah Natural Amenities. Termasuk kelompok ini ialah :

a. Iklim

b. Bentuk tanah dan pemandangan c. Hutan belukar


(21)

d. Fauna dan flora e. Pusat-pusat kesehatan

(2) Hasil ciptaan manusia. Kelompok ini dapat dibagi dalam tiga bagian yang penting, yaitu :

a. Benda-benda yang bersejarah. b. Kebudayaan dan keagamaan. c. Tata cara hidup masyarakat.

2.3 Sarana dan Prasarana Pariwisata

Adapun yang dimaksudkan dengan sarana kepariwisataan adalah perusahaan-perusahaan yang memberikan pelayanan kepada wisatawan, baik secara langsung atau tidak langsung dan hidup serta kehidupannya banyak tergantung pada kedatangan wisatawan.

Yang termasuk kelompok prasarana pariwisata, tidak lain adalah :

a. Prasarana peruhubungan, seperti jalan raya dan kereta api, pelabuhan udara, pelabuhan laut, terminal dan stasiun.

b. Instansi pembangkit tenaga listrik dan instalasi penjernihan air bersih c. Instalasi penyulingan bahan bakar minyak dan lain-lain.

d. Sistem pengairan atau irigasi untuk kepentingan pertanian, peternakan dan perkebunan.

e. Sistem perbankan dan moneter.

f. Sistem telekomunikasi, seperti telepon, pos dan telegraf, telex dan lain-lain. g. Pelayanan kesehatan, keamanan dan pendidikan.


(22)

2.4 Motivasi Perjalanan Wisata

Dibawah ini diberikan beberapa motivasi, mengapa orang melakukan perjalanan, yaitu :

Ü Alasan pendidikan dan kebudayaan

a. Ingin melihat bagimana rakyat di negara lain bekerja dan bagiamana cara hidupnya.

b. Ingin melihat kemajuan-kemajuan yang telah dicapai oleh negara lain.

c. Ingin menyaksikan tempat-tempat bersejarah, peninggalan-peninggalan kuno, monumen-monumen, kesenian rakyat, industri kerajinan, festival, events, keindahan alam, dan lain-lain.

d. Untuk mendapatkan saling pengertian dan ide-ide baru maupun penemuan-penemuan baru.

e. Untuk berpartisipasi dalam suatu festival kebudayaan, kesenian dan lain-lain. Ü Alasan santai, kesenangan dan petualangan

a. Menghindarkan diri dari kesibukan sehari-hari dan kewajiban rutin.

b. Untuk melihat daerah-daerah baru, masyarakat asing, dan untuk mendapatkan pengalaman.

c. Untuk mendapatkan atau menggunakan kesempatan yang ada atau untuk memperoleh kegembiraan.

d. Untuk mendapatkan suasana romantis yang berkesan, terutama bagi pasangan-pasangan yang sedang melakukan bulan madu.

Ü Alasan kesehatan, olah raga, dan rekreasi.

a. Untuk beristirahat dan mengembalikan kekuatan setelah bekerja keras dan menghilangkan ketegangan pikiran.


(23)

olimpiade.

c. Untuk menyembuhkan diri dari suatu penyakit tertentu. d. Melakukan rekreasi dalam menghabiskan masa libur. Ü Alasan keluarga, negeri asal dan tempat bermukim

a. Untuk mengunjungi tempat dimana kita berasal atau dilahirkan.

b. Untuk mengunjungi tempat dimana kita pernah tinggal atau berdiam pada masa lalu.

c. Untuk mengunjungi famili dan kawan-kawan.

d. Untuk pertemuan dengan keluarga atau kawan-kawan dalam rangka reuni. Ü Alasan business, sosial, politik dan konperensi

a. Untuk menyaksikan suatu pameran, kamar dagang, karya wisata, meninjau proyek, dan lain-lain.

b. Menghadiri konferensi, seminar, simposium, dan pertemuan ilmiah lainnya. c. Mengikuti perjanjian kerjasama, pertemuan politik dan undangan negara lain

yang berhubungan dengan kenegaraan. d. Untuk ikut dalam suatu kegiatan sosial. Ü Alasan persaingan dan hadiah

a. Untuk memperlihatkan kepada orang lain, bahwa yang bersangkutan juga mampu melakukan perjalanan jauh.

b. Untuk memenuhi keinginan agar dapat bercerita tentang negara lain pada kesempatan-kesempatan tertentu.

c. Agar tidak dikatakan orang lain ketinggalan zaman. d. Merealisasi hadiah yang diberikan oleh seseorang.


(24)

2.5 Produk Industri Pariwisata

Produk industri pariwisata terdiri dari bermacam-macam unsur yang merupakan suatu paket yang satu sama lain tidak terpisah. Menurut mereka yang dimaksudkan dengan produk industri pariwisata adalah "Semua jasa-jasa yang dibutuhkan wisatawan semenjak ia berangkat meninggalkan rumah sampai di daerah tujuan wisata yang telah dipilihnya, sampai ia kembali ke rumah di mana biasanya ia tinggal”. Ada tiga unsur yang membentuk produk tersebut, yaitu:

1. Attractions of the destination is image in the tourst's mind.

2. Facilities at the destination which include accomodation, catering, entertainment and recreation.

3. Accessibility of the destination.

Bila ketiga unsur tersebut di atas dikembangkan sesuai dengan urutannya, yaitu semenjak seorang wisatawan meninggalkan tempat kediamannya, sampai di tempat tujuan dan kembali ke rumah di mana ia biasanya tinggal, maka ada delapan macam unsur produk yang membentuk produk tersebut sehingga merupakan suatu paket, yaitu :

1. Jasa-jasa travel agent atau tour operator, yang memberikan informasi, nasehat-nasehat, pengurusan dokumen perjalanan, perencanaan perjalanan itu sendiri pada waktu akan berangkat.

2. Jasa-jasa perusahaan angkutan (darat, laut, dan udara) yang akan membawa wisatawan dari dan ke daerah tujuan wisata yang telah ditentukannya.

3. Jasa-jasa pelayanan dari perusahaan : akomodasi perhotelan, bar dan restoran, fasilitas rekreasi, entertainment dan hiburan lainnya.

4. Jasa-jasa retail agent atau tour operator lokal yang menyelenggarakan city sightseeing, tours atau excursion tersebut, berikut jasa pramuwisatanya.


(25)

5. Jasa-jasa transport lokal (bus, taxi, coach-bus) dalam melakukan city sightseeing, tours, atau excursion pada objek wisata dan atraksi wisata setempat.

6. Objek wisata dan atraksi wisata, yang terdapat di daerah tujuan wisata, yang menjadi daya tarik orang untuk datang berkunjung ke daerah tersebut.

7. Jasa-jasa souvenir shop dan handicraft serta shopping center di mana wisatawan dapat berbelanja untuk membeli oleh-oleh dan barang-barang lainnya.

8. Jasa-jasa perusahaan pendukung, seperti penjual postcards, perangko (kantor pos), penjual camera dan film (photo supply), penukaran uang (money changers dan bank).

2.6 Syarat-syarat Atraksi Wisata yang Baik

Atraksi wisata yang baik harus dapat memberikan kesan yang menarik untuk mendatangkan wisatawan sebanyak-banyaknya, menahan mereka di tempat atraksi dalam waktu yang cukup lama dan memberi kepuasan kepada wisatawan yang datang berkunjung. Untuk mencapai hasil itu, beberapa syarat harus dipenuhi, yaitu :

1. Kegiatan dan obyek yang merupakan atraksi itu sendiri harus dalam keadaan yang baik.

2. Karena atraksi wisata itu harus disajikan dihadapan wisatawan, maka cara penyajiannya (presentasinya) harus tepat.

3. Atraksi wisata adalah terminal dari suatu mobilitas spasial, suatu perjalanan. Oleh karena itu juga harus memenuhi semua determinan mobilitas spasial, yaitu akomodasi, transportasi, dan promosi serta pemasaran.


(26)

5. Kesan yang diperoleh wisatawan waktu menyaksikan atraksi wisata harus diusahakan supaya bertahan selama mungkin.

2.7 Pengertian Kebudayaan

Kata "kebudayaan" begitu sering diucapkan dalam lingkungan di tengah-tengah masyarakat. Dalam bahasa sehari-hari kebudayaan hanya sebatas menunjuk adat-istiadat atau hal-hal yang indah seperti bangunan candi, dan seni seperti seni tari, seni suara, seni rupa, kesusasteraan dan filsafat. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, maka pengertian kebudayaan juga turut mengalami perkembangan.

Kata "kebudayaan" yang kita kenal dewasa ini dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sansekerta, ialah “buddhayah” sebagai bentuk jamak dari kata buddhi, yang berarti budi atau segala yang berasal dari akal. Dalam hal ini kebudayaan dapat diartikan sebagai hal-hal yang berkenaan dengan akal pikiran. Bentuk perwujudan buah pikiran itu melahirkan kebudayaan. Dengan demikian semua ciptaan manusia adalah merupakan hasil buah pikiran manusia dalam usahanya mengolah dan menguasai alam, juga ide-ide dan gagasan bagi kebutuhan hidup jasmaniah. Maka pada hakekatnya kebudayaan itu mempunyai dua segi yang saling berkaitan dan tak terpisahkan satu dengan lainnya, yaitu mencakup bidang rohaniah dan bidang jasmaniah.

Dengan demikian hampir seluruh tindakan manusia adalah "kebudayaan", karena amat sedikit sekali tindakan manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang tidak perlu dibiasakan dengan belajar. Yaitu hanya beberapa tindakan naluri, beberapa gerakan refleks, beberapa tindakan akibat proses fisiologis, atau kelakuan apabila seseorang sedang di bawah sadar.


(27)

2.7.1 Fungsi Kebudayaan

Kebudayaan berfungsi sangat besar bagi manusia dan masyarakat. Masyarakat terdiri dari individu-individu yang tidak selamanya baik dan bertindak bagi kepentingan pribadinya sendiri. Maka untuk menghadapi hal-hal yang buruk, manusia menciptakan kaidah-kaidah yang pada hakekatnya merupakan petunjuk-petunjuk tentang bagaimana manusia harus bertindak dan berlaku di dalam pergaulan hidupnya. Kebudayaan mengatur agar manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya bertindak, berbuat, menentukan sikapnya dalam berhubungan dengan orang lain.

Adapun kebiasaan merupakan suatu perilaku pribadi, dalam arti kata bahwa kebiasaan setiap orang berbeda dari kebiasaan orang lain, walaupun misalnya mereka hidup dalam satu rumah. Jadi setiap orang akan membentuk kebiasaan yang khusus dalam dirinya sendiri.

Kaidah-kaidah kebudayaan berarti peraturan tentang tingkah laku atau tindakan yang harus dilakukan dalam suatu keadaan tertentu. Maka berlakunya kaidah kebudayaan dalam suatu masyarakat tergantung kepada kekuatan kaidah itu sendiri. Sebagai petunjuk tentang bagaimana seseorang harus berlaku, ialah sampai sejauh mana kaidah-kaidah itu diterima oleh anggota kelompok masyarakat bersangkutan sebagai petunjuk perilaku yang pantas.

2.7.2 Wujud Kebudayaan

Wujud kebudayaan sebagai suatu sistem dari ide-ide dan konsep-konsep berbeda dengan wujud kebudayaan sebagai suatu rangkaian tindakan dan aktivitas manusia yang berpola. Oleh karena kebudayaan dapat dibedakan atas tiga gejalanya yaitu : (ide, aktifitas, dan artefak), maka kebudayaan mempunyai tiga wujudnya, yaitu :


(28)

1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya.

2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat.

3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.

2.7.3 Unsur-unsur Kebudayaan

Setiap kebudayaan dipermukaan bumi ini mempunyai tujuh unsur kebudayaan universal, yaitu :

1. Bahasa (lisan maupun tulisan).

2. Sistem pengetahuan, terdiri dari tujuh macam pengetahuan : 1. Pengetahuan tentang alam sekitarnya.

2. Pengetahuan tentang alam flora. 3. Pengetahuan tentang alam fauna.

4. Pengetahuan tentang zat-zat, bahan mentah, dan benda-benda dalam lingkungannya.

5. Pengetahuan tentang tubuh manusia.

6. Pengetahuan tentang sifat-sifat dan tingkah laku sesama manusia. 7. Pengetahuan tentang ruang dan waktu.

3. Organisasi sosial (sistem kekerabatan, organisasi politik).

4. Sistem peralatan hidup dan teknologi, setidaknya ada delapan macam sistem peralatan, yakni :

1. Alat-alat produktif.

2. Senjata.


(29)

4. Alat-alat menyalakan api.

5. Makanan, minuman, bahan pembangkit gairah, dan jamu-jamuan. 6. Pakaian dan perhiasan.

7. Tempat berlindung dan perumahan. 8. Alat-alat transportasi.

5. Sistem mata pencahariaan hidup (berburu dan meramu, beternak, bercocok tanam di ladang, menangkap ikan dan bercocok tanam menetap dengan irigasi)

6. Sistem religi (sistem kepercayaan). 7. Kesenian.

2.8 Dampak Pariwisata Atas Kebudayaan

Kebudayaan nampak dalam tingkah laku manusia dan hasil karyanya. Manifestasi kebudayaan itulah yang dihadapkan kepada wisatawan untuk dinikmati sebagai atraksi wisata. Harus diingat bahwa manifestasi kebudayaan itu beraneka macam. Ada yang berupa peninggalan kebudayaan yang selalu berupa artefak Ada manifestasi kebudayaan yang masih hidup, artinya : masih dibuat atau masih dikerjakan, baik yang berupa artefak, seperti lukisan modern, maupun yang berupa tingkah laku, seperti kehidupan di pasar, cara bergaul orang di dalam masyarakat dan sebagainya. Ada manifestasi hidup yang bersifat tradisional, baik yang berupa artefak seperti pakaian adat, arca kerajinan gaya tradisional, maupaun tari-tarian dan yang berupa tingkah laku, seperti cara perkawinan adat dan sebagainya.

Sudah tentu pengaruh pariwisata atas berbagai manifestasi kebudayaan itu berbeda-beda. Jadi pengaruh pariwisata atas kebudayaan itu berlaku saling melengkapi untuk manifestasi kebudayaan yang bermacam-macam itu.


(30)

termasuk yang tradisional. Ini merangsang masyarakat setempat untuk memelihara apa yang khas dan asli untuk dipamerkan kepada wisatawan. Bahkan orang sering mereka-reka kejadian yang disajikan sebagai sesuatu yang tradisional. Dengan demikian di antara yang disajikan kepada wisatawan itu ada yang kuasai tradisional. Jadi keuntungan pertama dari pariwisata atas kebudayaan ialah bahwa pariwisata melestarikan kebudayaan dan dengan demikian memelihara identitas masyarakat setempat. Disamping itu juga melahirkan kebudayaan kuasai tradisional. Ini juga dapat dilihat sebagai memperkaya khazanah kebudayaan nasional,dalam arti memelihara keanekaragaman kebudayaan nasional.

Akan tetapi keuntungan itu tidak murni, karena ada bagian yang dapat merugikan. Di belakang tiap-tiap manifestasi kebudayaan yang disuguhkan kepada wisatawan terdapat aturan, aturan membuat arca, aturan membuat rumah, aturan menari dan seterusnya. Aturan-aturan itu dipilih dalam tiap-tiap kebudayaan karena itulah yang dianggap benar. Dengan perkataan lain, di belakang tiap aturan dan cara terdapat anggapan tentang yang baik, yang benar dan sebagainya. Dengan kata lain, dibelakang manifestasi kebudayaan terdapat nilai, yaitu "nilai kebudayaan".

Apa yang menurut nilai dipandang sebagai hiburan atau perutunjukan atau sebagai dagangan, manifestasinya dapat disuguhkan kepada wisatawan tanpa perubahan. Akan tetapi banyak manifestasi kebudayaan tradisional yang mengandung nilai upacara, nilai kepercayaan, nilai sakral. Kalau manifestasi kebudayaan yang bernilai demikian itu disuguhkan kepada wisatawan akan terjadi pergeseran nilai, dari nilai sakral menjadi nilai tontonan. Pergeseran nilai itu sering dianggap sebagai suatu yang merusak kebudayaan. Dalam hal ini terjadilah kerugian kebudayaan yang sering disebut "Komersialisasi".


(31)

sini nilai sakral, nilai upacara berganti menjadi nilai komersial. Contohnya upacara adat perkawinan, yang kini sudah biasa disajikan sebagai tontonan tanpa ada rasa kehilangan sesuatu pada masyarkat yang bersifat tradisional dan dianggap sebagai kekayaan kebudayaannya sendiri. Sebaliknya dapat terjadi bahwa masyarakat lokal telah menerima sesuatu nilai baru. Manifestasi kebudayaan yang disuguhkan kepada wisatawan itu banyak yang kehilangan sifat seni dan kekhasannya.

Dalam interaksi kebudayaan seperti itu tidak dapat dicegah bahwa ada nilai-nilai yang tinggal dan luhur yang hilang atau berganti menjadi nilai-nilai yang rendah. Kalau pergantian nilai seperti itu oleh partisipan dalam suatu kebudayaan diterima, mereka tidak merasa kehilangan sesuatu warisan leluhur. Apresiasi seperti itu hanya terjadi dalam refleksi.

Dalam hubungan dengan pariwisata dapat diperkirakan bahwa akan ada nilai tinggi dalam kebudayaan, lebih-lebih mengenai tingkah laku kaum remaja yang dalam refleksi hilangnya akan sangat disayangkan.Makin ramai kunjungan wisatawan, makin besar kelunturan kebudayaan.


(32)

BAB III

GAMBARAN UMUM KABUPATEN SIMALUNGUN

3.1 Profil Kabupaten Simalungun

Kabupaten Simalungun adalah sebuah kabupaten di Sumatera Utara, Indonesia. Bupatinya saat ini adalah Drs. T. Zulkarnaen Damanik, MM yang sedang bertugas untuk masa bakti 2005–2010. Wakil bupati Pardamean Siregar, SP yang juga Ketua KNPI Simalungun.

Ibu kota kabupaten telah resmi berpindah ke Pematang Raya pada tanggal 23 Juni 2008 dari Kota Pematangsiantar yang telah berstatus kotamadya, setelah tertunda selama beberapa waktu.

3.2 Letak Geografis

Kabupaten ini memiliki 30 kecamatan dengan luas 438.660 ha atau 6,12 % dari luas wilayah provinsi Sumatera Utara. Kecamatan yang paling luas adalah Kecamatan Tanah Jawa dengan luas 49.175 ha, sedangkan yang paling kecil luasnya adalah Kecamatan Dolok Pardamean dengan luas 9.045 ha. Keseluruhan kecamatan terdiri dari 306 desa dan 17 kelurahan. Di kabupaten ini juga terdapat sebuah universitas, yaitu Universitas Simalungun, tepatnya di jalan Sisingamangaraja.

Batas wilayah Kabupaten Simalungun

• Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Serdang Bedagai. • Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Asahan.


(33)

• Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Karo.

3.3 Potensi Ekonomi

Potensi ekonomi Kabupaten Simalungun sebagian besar terletak pada produksi pertaniannya. Produksi lainnya termasuk tanaman pangan, perkebunan, pertanian lainnya, industri pengolahan, serta jasa.

Produksi padi di Kabupaten Simalungun merupakan produksi terbesar kedua di Sumatera Utara pada tahun 2003 sesudah Kabupaten Deli Serdang.

Produksi kelapa sawit dari perkebunan yang ada di kabupaten ini menjadi komoditas utama, kedua terbesar di Sumatera Utara setelah Kabupaten Labuhan Batu pada tahun 2001.

Selain memproduksi kelapa sawit, perkebunan rakyat di Simalungun juga menghasilkan karet dan cokelat, selain teh (Kecamatan Raya dan Sidamanik) yang jumlah produksinya semakin menurun. Penjualan hasil tani karet dibantu oleh kehadiran PT Good Year Sumatera Plantations (didirikan 1970) yang biarpun memiliki perkebunan sendiri tetapi tetap menampung hasil perkebunan rakyat dan mengolahnya menjadi bahan setengah jadi sebelum menjualnya ke luar daerah.

3.4 Sistem Politik

Pada era sebelum Belanda masuk ke Simalungun, suku ini terbagi ke dalam 7 daerah yang terdiri dari 4 kerajaan dan 3 partuanan. Kerajaan tersebut adalah:

a. Siantar (menandatangani surat tunduk pada Belanda tanggal 23 Oktober 1889, SK No.25).


(34)

b. Panei (Januari 1904, SK No.6). c. Dolok Silou.

d. Tanoh Djawa (8 Juni 1891, SK No.21).

Tiga partuanan (dipimpin oleh seseorang yang bergelar "tuan") tersebut terdiri atas :

a. Raya (Januari 1904, SK No.6). b. Purba.

c. Silimakuta.

Setelah Belanda datang, maka ketujuh wilayah tersebut dijadikan sebagai kerajaan yang dipersatukan dalam Onderafdeeling Simalungun.

Sistem pemerintahan di Simalungun dipimpin oleh seorang raja, sebelum pemberitaan Injil masuk tuan rajalah yang sangat berpengaruh. Orang Simalungun menganggap bahwa anak raja itulah Tuhan dan raja itu sendiri adalah Allah yang kelihatan.

3.6 Sistem Kepercayaan

Patung sang Budha menunggang gajah koleksi museum Simalungun, yang menunjukkan pengaruh ajaran Budha pada masyarakat Simalungun. Sebelum masuknya misionaris agama Kristen dari RMG pada tahun 1903, penduduk Simalungun bagian Timur pada umumnya sudah banyak menganut agama Islam sedangkan Simalungun Barat menganut animisme. Ajaran Hindu dan Budha juga pernah mempengaruhi kehidupan di Simalungun, hal ini terbukti dengan peninggalan berbagai patung dan arca yang ditemukan di beberapa tempat di Simalungun yang


(35)

menggambarkan makna Trimurti (Hindu) dan sang Budha yang menunggangi gajah (Budha).

Bila diselidiki lebih dalam suku Simalungun memiliki berbagai kepercayaan yang berhubungan dengan pemakaian mantera-mantera dari "datu" (dukun) disertai persembahan kepada roh-roh nenek moyang yang selalu didahului panggilan kepada tiga dewa, yaitu dewa di atas (dilambangkan dengan warna putih), dewa di tengah (dilambangkan dengan warna merah), dan dewa di bawah (dilambangkan dengan warna hitam). 3 warna yang mewakili dewa-dewa tersebut (putih, merah dan hitam) mendominasi berbagai ornamen suku Simalungun dari pakaian sampai hiasan rumahnya.

3.6 Sistem Mata Pencaharian

Secara umum mata pencaharian tradisional orang Simalungun sehari-hari adalah marjuma atau berladang dengan cara menebas hutan belukar (mangimas) yang mengolahnya untuk tanaman palawija seperti padi, jagung, ubi. Banyak proses yang harus dilalui ketika mereka membuka ladang baru dan keseluruhannya itu harus diketahui oleh gamot yang merupakan wakil raja di daerah. Biasanya, di antara perladangannya didirikan bangunan rumah tempat tinggal (sopou juma) sebagai tempat mereka sementara dan untuk melindungi mereka dari serangan binatang buas maupun menghalau binatang-binatang yang dapat merusak tanaman mereka. Selain itu ada juga yang mengolah persawahan (sabah) seperti di Purba Saribu dan Girsang Simpangan Bolon dengan luas yang relatif sedikit dengan cara-cara tradisional. Untuk memenuhi kebutuhan sandang pangan, mereka menenun pakaian (hiou) yang biasanya dilakukan oleh kaum ibu dan gadis-gadis. Mereka juga menumbuk padi bersama-sama dengan para pemuda di losung huta. Di sini biasanya, pada zaman


(36)

dahulu para pemuda itu akan memilih pasangannya.

Pada saat ini kebanyakan sistem mata pencaharian orang Simalungun yaitu bercocok tanam dengan padi dan jagung, karena padi adalah makanan pokok sehari-hari dan jagung adalah makanan tambahan jika hasil padi tidak mencukupi. Jual-beli diadakan dengan barter. Jika dibandingkan dengan keadaan Simalungun dengan suku Batak yang lainnya sudah jauh berbeda.

3.7 Bahasa dan Aksara

Suku Simalungun menggunakan bahasa Simalungun (bahasa Simalungun : hata / sahap Simalungun) sebagai bahasa ibu. Derasnya pengaruh dari suku-suku di sekitarnya mengakibatkan beberapa bagian suku Simalungun menggunakan bahasa Melayu, Karo, Toba, dan sebagainya. Penggunaan bahasa Toba sebagian besar disebabkan penggunaan bahasa ini sebagai bahasa pengantar oleh penginjil RMG yang menyebarkan agama Kristen pada suku ini. Aksara yang digunakan suku Simalungun disebut aksara “Surat Sisapuluhsiah”.

3.8 Sistem Kekerabatan

Orang Simalungun tidak terlalu mementingkan soal silsilah karena penentu partuturan (perkerabatan) di Simalungun adalah hasusuran (tempat asal nenek moyang) dan tibalni parhundul (kedudukan / peran) dalam horja-horja adat (acara-acara adat). Hal ini bisa dilihat saat orang Simalungun bertemu, bukan langsung bertanya “aha marga ni ham?” (apa marga anda) tetapi “hunja do hasusuran ni ham (dari mana asal-usul anda)?".


(37)

sini Panei. Na ija pe lang na mubah, asal ma marholong ni atei” (dari Raya, Purba, Dolog, Panei. Yang manapun tak berarti, asal penuh kasih). Sebagian sumber menuliskan bahwa hal tersebut disebabkan karena seluruh marga raja-raja Simalungun itu diikat oleh persekutuan adat yang erat oleh karena konsep perkawinan antara raja dengan “puang bolon” (permaisuri) yang adalah puteri raja tetangganya. Seperti raja Tanoh Djawa dengan puang bolon dari kerajaan Siantar (Damanik), raja Siantar yang puang bolonnya dari Partuanan Silappuyang, raja Panei dari puteri raja Siantar, raja Silau dari puteri raja Raya, raja Purba dari puteri raja Siantar dan Silimakuta dari puteri raja Raya atau Tongging.

Adapun kekerabatan dalam masyarakat Simalungun disebut sebagai partuturan. Partuturan ini menetukan dekat atau jauhnya hubungan kekeluargaan (pardihadihaon), dan dibagi kedalam beberapa kategori sebagai berikut :

Tutur Manorus / Langsung.

Kekerabatan yang langsung terkait dengan diri sendiri. • Tutur Holmouan / Kelompok.

Melalui tutur Holmouan ini bisa terlihat bagaimana berjalannya adat Simalungun.

Tutur Natipak / Kehormatan.

Tutur Natipak digunakan sebagai pengganti nama dari orang yang diajak berbicara sebagai tanda hormat.

3.9 Asal-usul dan Terbentuknya Simalungun


(38)

besar menceritakan bahwa nenek moyang suku Simalungun berasal dari luar Indonesia.

Kedatangan ini terbagi dalam 2 gelombang :

A. Gelombang pertama (Proto Simalungun).

Diperkirakan datang dari Nagore (India Selatan) dan pegunungan Assam (India Timur) di sekitar abad ke-5, menyusuri Myanmar, ke Siam dan Malaka untuk selanjutnya menyeberang ke Sumatera Timur dan mendirikan kerajaan Nagur dari raja dinasti Damanik.

B. Gelombang kedua (Deutero Simalungun).

Datang dari suku-suku di sekitar Simalungun yang bertetangga dengan suku asli Simalungun.

Pada gelombang Proto Simalungun di atas, Tuan Taralamsyah Saragih menceritakan bahwa rombongan yang terdiri dari keturunan dari 4 raja-raja besar dari Siam dan India ini bergerak dari Sumatera Timur ke daerah Aceh, Langkat, daerah Bangun Purba, hingga ke Bandar Kalifah sampai Batubara.

Kemudian mereka didesak oleh suku setempat hingga bergerak ke daerah pinggiran danau Toba dan Samosir.

Pustaha Parpandanan Na Bolag (pustaka Simalungun kuno) mengisahkan bahwa “Parpandanan na bolag” (cikal bakal daerah Simalungun) merupakan kerajaan tertua di Sumatera Timur yang wilayahnya bermula dari Jayu (pesisir Selat Malaka) hingga ke Toba. Sebagian sumber lain menyebutkan bahwa wilayahnya meliputi Gayo dan Alas di Aceh hingga perbatasan sungai Rokan diRiau.

Pada kerajaan Nagur di atas, terdapat beberapa panglima (raja Goraha) yaitu masing-masing bermarga :


(39)

̇ Saragih. ̇ Sinaga. ̇ Purba.

Kemudian mereka dijadikan menantu oleh raja Nagur dan selanjutnya mendirikan kerajaan-kerajaan :

̇ Silou (Purba Tambak). ̇ Tanoh Djawa (Sinaga). ̇ Raya (Saragih).

Selama abad ke-13 hingga ke-15, kerajaan-kerajaan kecil ini mendapatkan serangan dari kerajaan-kerajaan lain seperti Singhasari, Majapahit, Rajendra Chola (India) dan dari Sultan Aceh, Sultan-sultan Melayu hingga Belanda.

Selama periode ini, tersebutlah cerita "Hattu ni sapar" yang melukiskan kengerian keadaan saat itu di mana kekacauan diikuti oleh merajalelanya penyakit kolera hingga mereka menyeberangi "Laut tawar" (sebutan untuk danau Toba) untuk mengungsi ke pulau yang dinamakan Samosir yang merupakan kependekan dari “Sahali misir“ (bahasa Simalungun, artinya sekali pergi).

Saat pengungsi ini kembali ke tanah asalnya (huta hasusuran), mereka menemukan daerah Nagur yang sepi, sehingga dinamakanlah daerah kekuasaan kerajaan Nagur itu sebagai “Sima-sima ni lungun”, bahasa Simalungun untuk daerah yang sepi, dan lama kelamaan menjadi Simalungun.


(40)

BAB IV

UPAYA PENGEMBANGAN RUMAH BOLON UNTUK MENINGKATKAN KUNJUNGAN WISATAWAN DI KABUPATEN SIMALUNGUN

4.1 Gambaran Rumah Bolon

Rumah adat Simalungun pada dasarnya hampir sama dengan rumah adat batak Toba, karena daerahnya terletak antara permukiman suku batak Karo dan suku batak Toba. Dalam bidang arsitektur Simalungun mempunyai ciri khas pada bangunan, yaitu konstruksi bagian bawah atau kaki bangunan selalu berupa susunan kayu yang masih bulat-bulat atau gelondongan, dengan cara silang menyilang dari sudut ke sudut. Ciri khas lainnya adalah bentuk atap di mana pada anjungan diberi limasan berbentuk kepala kerbau lengkap dengan tanduknya.Di samping itu pada bagian-bagian rumah lainnya diberi hiasan berupa lukisan-lukisan yang berwarna-warni yaitu merah, putih dan hitam.

Ragam hias rumah bolon Simalungun antara lain hiasan Sulempat pada tepian dinding bagian bawah, hiasan saling berkaitan. Kemudian hiasan hambing marsibak yaitu kambing berkelahi. Hiasan Sulempat dan Hambing Marsibak menggambarkan kehidupan yang kait-berkait sehingga melahirkan kekuatan dan kesatuan yang tidak tergoyahkan. Hiasan pada bagian tutup keyong dengan motif segitiga, motif cicak, ipan-ipan serta motif ikal yang menyerupai tumbuhan menjalar. Biasanya pada bagian ini diberi hiasan kepala manusia yang disebut bohi-bohi, sebagai pengusir hantu. Seperti halnya hiasan ipan-ipan yang menggambarkan segi-segi runcing mempunyai maksud untuk menghambat hantu-hantu yang akan masuk rumah.


(41)

4.1.1 Lokasi Rumah Bolon

Rumah Bolon Pematang Purba terletak 54 km dari Pematangsiantar, merupakan istana peninggalan kerajaan Purba yang dibangun pada tahun 1864 oleh raja Purba ke XII tuan Rahalim. Terbuat dari kayu keras dengan dinding papan yang unik serta ditopang oleh 20 tiang penyangga. Rumah ini dibangun dengan arsitektur tradisional tanpa mempergunakan paku.

Beberapa bangunan di sekitar Rumah Bolon terdiri dari 8 tipe yang memiliki fungsi tersendiri di antaranya adalah : rumah bolon yang berfungsi sebagai bangunan induk tempat raja dan keluarganya tinggal ; balei bolon, tempat mengadakan rapat ; jambur sebagai tempat para tamu menginap ; patanggan sada, bangunan tempat permaisuri bertenun ; losung adalah tempat wanita menumbuk padi ; uttei jungga, tempat tinggal panglima dan keluarganya, dan balei buttu, tempat para penjaga istana.

Raja Purba adalah seorang raja yang sangat terkenal pada zamannya, memiliki 24 istri dan salah satu di antaranya diangkat menjadi isteri.

4.1.2 Bentuk dan Bagian Rumah Bolon

Meski keturunan raja Purba tidak berkuasa lagi sejak tahun 1946, namun jejak kerajaannya masih tegak berdiri hingga hari ini. Istana yang dikenal dengan “Rumah bolon” (rumah besar) menjadi saksi kerajaan 14 orang keturunan raja Purba yang memerintah di Simalungun. Dan saat ini, pemerintah sudah menjadikannya sebagai salah satu objek wisata resmi.

Rumah bolon lebih mirip sebuah komplek istana yang di sekelilingnya terdapat bangunan-bangunan pemerintahan dan perkuburan keluarga kerajaan. Komplek ini dikitari jurang yang sisi-sisinya dulu ditanami dengan rapat. Hanya ada


(42)

satu lorong yang dipakai sebagai pintu masuk dan keluar, sehingga musuh tidak gampang menerobos ke dalam.

Rumah bolon persis terletak di bagian tengah komplek kerajaan. Bangunan ini memakai arsitektur kuno Simalungun. Pembangunannya tidak memakai sebatang paku pun. Dan bahan-bahan utama bangunan adalah kayu, bambu, ijuk.

Di bagian dalam rumah bolon, terdapat 12 perapian untuk tempat memasak. Menurut cerita rakyat, setiap perapian digunakan oleh satu isteri raja. Uniknya, dapur-dapur itu sekaligus menjadi tempat tidur para isteri raja. Jadi, rumah bolon sebenarnya bukanlah serita sebuah istana dengan kemegahan kerajaan versi dongeng.

Para isteri raja hanya tidur di atas selembar tikar yang digelar di sisi perapian. Satu dapur dengan dapur lainnya tidak memiliki sekat. Raja sendiri hanya memiliki satu kamar tidur sempit dengan selembar tikar di dalamnya. Kamar itu pun masih dibagi dua lagi. Di bagian bawah ada lorong kecil untuk tempat tidur ajudan atau pesuruh. Dan pada bagian atasnya tempat tidur raja.

Bila sang raja bersedia menerima salah seorang isteri di kamarnya, ia cukup menyuruh si ajudan menyiapkan sirih dan memberikannya pada si isteri yang dikehendaki. Setelah diberikan, maka sang isteri akan langsung menuju kamar raja. Sedang si ajudan mengawasi dari bawah sambil menunggu perintah selanjutnya.

Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, sama seperti tradisi dinasti di Cina, seorang ajudan raja harus dikebiri terlebih dahulu. Tapi tradisi ini tidak jelas berlangsung sampai kapan. Pada masa raja Purba XIII, ajaran Kristen sudah masuk, dan kemungkinan sejak itulah pengkebirian dihentikan. Apalagi raja Purba XIII hanya beristeri satu orang, karena sudah menganut agama Kristen.


(43)

Purba XII. Pada masa pemerintahannya, rumah bolon diperbesar lagi agar dapat menempung isterinya yang berjumlah 12 orang. Rumah bolon yang berdiri saat ini merupakn finalisasi dari pembangunan yang di prakarsainya.

4.1.3 Bangunan-bangunan Lain di Sekitar Rumah Bolon

Selain rumah bolon sebagai bangunan utama, di sekelilingnya terdapat sejumlah bangunan lain. Persis di depan rumah bolon, terdapat bangunan panggung kecil dengan tulisan “Patangan raja”. Bangunan ini adalah tempat bersantai raja dan tidak boleh ada orang lain yang menempatinya. Di sebelahnya, berdiri “Jambur” untuk balai pertemuan.

Sedangkan di bagian samping rumah bolon, sebuah bangunan yang sama dengan “Pattangan raja” dibangun untuk puan bolon (permaisuri). Di sampingnya lagi terdapat sebuah rumah pengadilan dengan ukuran cukup besar. Rakyat yang ingin memperoleh keadilan disidang di rumah ini.

Ke arah samping bagian terluar, terlihat puluhan makam. Di sanalah para raja dan keluarganya dikuburkan. Tapi menurut Zaipin Purba yang mengaku sebagai seorang keturunan dari salah satu isteri raja Purba XII, tidak semua makam raja Purba diketahui keberadaannya. Raja Purba yang dimakamkan di komplek rumah bolon hanya mulai dari raja Purba IX sampai XIII. Raja Purba I hingga VIII menjadi “jejak terputus”. Sedangkan raja Purba XIV yang bernama raja Mogang, menjadi korban revolusi rakyat Simalungun hingga tidak diketahui jasadnya.

Untuk mengenang para raja yang tidak diketahui makamnya, pemerintah daerah telah membangun dua tugu di komplek rumah bolon. Satu tugu untuk 8 raja terdahulu, dan satu lagi khusus untuk raja Mogang.


(44)

Bangunan lain yang cukup unik adalah tempat penumbukan padi. Di sini, tersedia dua losung panjang lengkap dengan alunannya. Konon, setiap musim panen, gadis-gadis cantik dari seluruh daerah dipanggil untuk menumbuk padi di bangunan tersebut. Raja akan memperhatikan mereka satu per satu, dan kalau beliau tertarik, maka si gadis yang terpilih diizinkan memasuki rumah bolon untuk diperisteri.

Di dekat bangunan penumbukan padi, ada dua bangunan lagi yang lokasinya persis di mulut lorong masuk dan keluar. Keduanya adalah rumah panglima dan keluarganya serta rumah para pengawal rumah bolon.

4.1.4 Raja yang Pernah Memerintah di Rumah Bolon

Purba adalah marga dari raja di kerajaan Banua Purba, salah satu kerajaan yang pernah ada di daerah Simalungun. Raja Purba memiliki keturunan : Tambak, Sigumonrong, Tua, Sidasuha (Sidadolog, Sidagambir). Kemudian ada lagi Purba Siboro, Tanjung, Pakpak, Girsang, Tondang, Sihala, Raya.

Pada abad ke-18 ada beberapa marga Simamora dari Bakkara melalui Samosir untuk kemudian menetap di Haranggaol dan mengaku dirinya Purba. Purba keturunan Simamora ini kemudian menjadi Purba Manorsa dan tinggal di Tangga Batu dan Purbasaribu.

Raja-Raja Kerajaan Purba :

̇ Tuan Pangultop-ultop (1624-1648). ̇ Tuan Ranjiman (1648-1669). ̇ Tuan Nanggaraja (1670-1692). ̇ Tuan Batiran (1692-1717).


(45)

̇ Tuan Bakkaraja (1718-1738). ̇ Tuan Baringin (1738-1769). ̇ Tuan Bona Batu (1769-1780). ̇ Tuan Raja Ulan (1781-1769). ̇ Tuan Atian (1800-1825).

̇ Tuan Horma Bulan (1826-1856). ̇ Tuan Raondop (1856-1886). ̇ Tuan Rahalim (1886-1921). ̇ Tuan Karel Tanjung (1921-1931). ̇ Tuan Mogang (1933-1947).

4.1.5 Arti Ukiran Pada Rumah Bolon 1. Sulempat

• Bentuknya : Siku tangan saling terkait.

• Maknanya : Simbol kesatuan dan persatuan sangat diperlukan. • Diukir pada : Landasan dinding rumah bolon.

2. Hambing Mardogu

• Bentuknya : Tanduk yang sedang berlaga.

• Maknanya : Keberanian menghadapi segala tantangan hidup. • Diukir pada : Diukir di atas landasan dinding rumah bolon.


(46)

3. Hail Putoh

• Bentuknya : Mata pancing / kail berduri berbentuk bunga.

• Maknanya : Mengautkan, mempererat bentuk pergaulan dalam masyarakat.

• Diukir pada : Diukir di tiang induk rumah bolon. 4. Gatip-gatip

• Bentuknya : Kepala ular berbisa.

• Maknanya : Bertemu dengan ular itu akan terjadi percobaan cepat dalam kehidupan manusia yang berakibat baik atau buruk.

• Diukir pada : Pada dinding beranda bangunan rumah. 5. Gundur Manggalupa

• Bentuknya : Pucuk daun labu yang subur / tegar berkait ke kiri / ke kanan. • Maknanya : Melambang kemakmuran, kesuburan, kejayaan masyarakat. • Diukir pada : Bingkai jerajak jendela balai bolon.

6. Bunga Labu

• Bentuknya : Gambar daun batang dan bunga pohon labu. • Maknanya : Bentuk pemerintahan yang baik atau kokoh. • Diukir pada : Pada tiang dinding belakang rumah bolon. 7. Pinar Bulungni Anduhur

• Bentuknya : Sejenis tumbuhan yang merayap dan tumbuh sempurna. • Maknanya : Mengajak untuk menepati janji dan mendahulukan kepentingan


(47)

• Diukir pada : Pada halikkip dan lesplang balai buttu. 8. Pahu-pahu Patundal

• Bentuknya : Pakis yang saling bertolak belakang. • Maknanya : Lambang persatuan di segala arah.

• Diukir pada : Pada tiang nanggar dan ruang mata di balai rumah bolon. 9. Pinar Asi-asi

• Bentuknya : Merupakan daun asi-asi yang dipakai untuk ramuan obat-obatan.

• Maknanya : Menjaga kesehatan dan kesehjateraan bersama di dalam masyarakat.

• Diukir pada : Pada tiang rumah bolon dan nanggar balai buttu. 10. Rumbak-rumbak

• Bentuknya : Sejenis daun kucing yang subur. • Maknanya : Lambang kesetiaan dan hidup damai.

• Diukir pada : Dilukis di bawah sulempat dan pada bagian sembaho. 11. Pinar Mombang

• Bentuknya : Daun kayu besar (terop).

• Maknanya : Lambang mahaguru / dukun yang mampu mengatasi masalah dalam masyarakat.

• Diukir pada : Di atas pintu rumah dan tiang nanggar rumah bolon serta tiang nanggar balai bolon.


(48)

12. Sihilap Bajaronggi

• Bentuknya : Kilat sebelum petir tiba.

• Maknanya : Simbol saling mengingat walaupun jauh.

• Diukir pada : Pada dinding bawah bagian belakang rumah bolon dan pada lesplang di balai buttu.

13. Jambul Merak

• Bentuknya : Jambul merak adalah lambang keindahan. • Maknanya : Menghargai yang patut dihargai.

• Diukir pada : Pada rumah bolon antara lapau dengan tempat permaisuri, pada tiang belakang dan tiang nanggar.

14. Porkis Manakkih Bakkar

• Bentuknya : Semut sedang memanjat bambu kering.

• Maknanya : Sifat ketelitian, kerajinan, ketabahan semut perlu ditiru.

• Diukir pada : Di atas sembahau rumah bolon, di sebelah kanan rumah bolon.

15. Sinar Apol-apol

• Bentuknya : Sayap kupu-kupu yang sedang terbang dan digunakan secara geometris yang saling berkaitan.

• Maknanya : Simbol untuk kebersihan, kebaikan dan kesempurnaan. • Diukir pada : Tiang nanggar dan para sanding balai bolon.

16. Ganjo Mardopak


(49)

• Maknanya : Berusaha agar semua keadaan dapat tertip.

• Diukir pada : Para sanding dan pintu dalam lapau serta nanggar rumah bolon.

17. Bodat Marsihutan

• Bentuknya : Monyet yang sedang mencari kutu.

• Maknanya : Manusia itu harus bekerja sama untuk meringankan beban dan menghindari kerusuhan.

• Diukir pada : Halikkip, tiang nanggar dinding belakang dan pada langit-langit rumah bolon.

18. Bunga Sayur Matua

• Bentuknya : Bunga Raya berwarna merah menyala. • Maknanya : Suatu usaha menyesuaikkan diri dimana saja. • Diukir pada : Tiang nanggar dan para sanding rumah bolon. 19. Pinar Tilobur Pinggan

• Bentuknya : Sejenis tumbuhan yang menjalar yang dapat digunakan sebagai obat-obatan.

• Maknanya : Suatu lambang saling tolong menolong dan pendirian kuat, ramah dan lain-lain.

• Diukir pada : Tiang rumah bolon dan di para sanding balai. 20. Pinar Andur Hadukka

• Bentuknya : Sejenis tumbuhan menjalar, yang batangnya dapat digunakan sebagai


(50)

tali.

• Maknanya : Hiasan ini symbol pembawa rezeki dan banyak anak. • Diukir pada : Tiang pusat rumah bolon dan para sandingnya. 21. Pinar Bunga Terompet

• Bentuknya : Hiasan batang, daun, bunga Terompet

• Maknanya : Semua harus memperhatikan dan mematuhi Undang-undang. • Diukir pada : Tiang nanggar rumah bolon.

22. Porkis Marodor

• Bentuknya : Sederetan semut yang biasanya mengapit “Gorga sulempat”. • Maknanya : Sifat gotong royong dan rajin bekerja di dalam masyarakat. • Diukir pada : Tembahau rumah bolon.

23. Pinar Bunga Hambili

• Bentuknya : Hambili adalah sejenis bunga yang dapat dipintal sebagai benang.

• Maknanya : Simbol penghematan.

• Diukir pada : Ujung tiang dan pinggir ukuran lain. 24. Ipon-ipon

• Bentuknya : Menyerupai gigi yang tersusun rapi. • Maknanya : Ramah dan hormat dengan semua orang. • Diukir pada : Dipergunakan sebagai awal dan akhir hiasan.


(51)

25. Pinar Bunga Bombang

• Bentuknya : Ornamen ini adalah anyaman bambu.

• Maknanya : Selain untuk kerapian juga menangkal yang buruk-buruk. • Diukir pada : Halikkip belakang rumah bolon.

26. Beraspati

• Bentuknya : Menyerupai cecak yang hidup di rumah.

• Maknanya : Melindungi seisi rumah karena mempunyai kekuatan gaib. • Diukir pada : Tiang-tiang nanggar dan dinding rumah bolon.

27. Bohi-bohi

• Bentuknya : Profil wajah manusia.

• Maknanya : Melambangkan ilmu hitam dan kewaspadaan. • Diukir pada : Ujung sembahou rumah bolon.

28. Bindu Matoguh

• Bentuknya : Dua segi empat bersusun menjadi 8 penjuru angka. • Maknanya : Lambang pertahanan ke segala penjuru.

• Diukir pada : Lesplang balai buttu dan tiang nanggar lapou. 29. Tanduk Horbo

• Bentuknya : Kepala kerbau.

• Maknanya : Kemakmuran dan kebesaran raja yang memerintah. • Diukir pada : Tergantung pada puncak anjungan rumah bolon.


(52)

4.1.6 Cerita Rakyat Mengenai Rumah Bolon

Konon, dulu desa Purba dikenal sebagai salah satu pusat pemerintahan kerajaan tertua di Simalungun, yaitu kerajaan Purba yang hingga akhir kekuasaanya, terhitung ada 14 raja yang pernah memegang tampuk kekuasaannya. Jadi jelaslah bahwa kerajaan ini bukanlah satu-satunya kerajaan yang pernah ada di wilayah Simalungun.

Sejarah mencatat, ada lima kerajaan besar yang masing-masing menguasai wilayahnya sendiri-sendiri yang di antaranya tersebar di beberapa wilayah : Siantar, Panambean, Tanah Jawa, Pematangraya dan Purba. Wilayah ini kemudian didiami oleh marga-marga tertentu pula, seperti Saragih, Manik, Sinaga dan Purba sendiri.

Rumah Bolon Pematang Purba sendiri merupakan kediaman raja Purba yang pertama kali diduduki tuan Pangultop-ultop (1624-1648), yang kemudian diteruskan secara turun-temurun dengan sebuah tradisi budaya setempat. Raja terakhir yang memimpin adalah raja tuan Mogang, yang konon jasadnya hingga kini belum ditemukan. Disinyalir ia dibunuh ketika revolusi sosial berlangsung di Simalungun pada tahun 1947.

Tak diketahui siapa pembunuhnya dan apa pula motifnya,” ujar Wanson. Penjaga sekaligus pemandu wisatawan, lokasi bangunan tua yang berdiri di atas lahan seluas 1 hektar itu.

Mengenai tradisi pengalihan kekuasaan, Wanson menjelaskan ada semacam tradisi pengalihan kekuasaan yang wajib dilakukan. Ketika raja hendak mewariskan kekuasaannya, diwajibkan untuk menyembelih seekor kerbau, yang lalu tanduknya disimpan agar kelak menjadi bukti untuk raja yang akan berkuasa kemudian. Setidaknya bukti sejarah itu masih dapat terlihat di mana ada 14 tanduk kerbau yang


(53)

tergantung di dinding ruangan Rumah Bolon.

Lalu, apa dasar pengalihan kekuasaan itu?. Seperti lazimnya dalam tradisi kerajaan yang meneruskan kekuasaan pada anak sulung, maka prinsip itu tidaklah mutlak dalam tradisi kerajaan Purba. “Bukan harus anak sulung, tetapi siapa keturunan yang bagi raja memiliki talenta untuk menjadi pemimpin, maka ialah yang diangkat sebagai penerus kerajaan,” ujar Wanson.

Politik kekuasaan

Sebenarnya, raja yang mula-mula berkuasa di kerajaan Purba bukanlah tuan Pangultop-ultop, melainkan raja Purba Dasuha. Tuan Pangultop-ultop sendiri pada awalnya hanyalah pendatang yang datang dari wilayah Dolok Sanggul yang konon disinyalir berdekatan dengan wilayah Pakpak Barat sekarang.

Lantas, mengapa ia kemudian menjadi raja?. Ini masih berdasarkan penuturan Wanson Purba, yang juga merupakan pegawai dinas pariwisata Kabupaten Simalungun yang dihunjuk untuk mengawasi bangunan tua itu. Ia menjelaskan, kedatangan tuan Pangultop-ultop ke wilayah Purba awalnya dikarenakan kegemarannya menangkap burung yang kemudian mengantarkannya ke kawasan Purba.

Konon, suatu ketika di wilayah hutan belantara Purba, ia berhasil menangkap seekor burung Nanggordaha yang kemudian dari tembolok burung itu (terdapat biji padi dan jagung), ia mendapatkan makanannya sendiri. Ketika ia melihat bahwa Purba adalah negeri yang subur, maka ia pun memohon kepada raja Purba Dasuha untuk diberikan sebidang tanah. Tanah itu kelak ia tanami dengan biji padi dan jagung yang ia dapat dari tembolok burung itu. Ini jugalah yang menghantarkan Pangultop-ultop


(54)

kepada kejayaan. Hasil panen yang melimpah dari sebidang tanah atas kebaikan raja itu, ia simpan di sebuah lumbung besar.

Suatu waktu munculah masa paceklik yang mengakibatkan penduduk kewalahan mencari makanan. Mengetahui Pangultop-ultop memiliki banyak menyimpan padi dan jagung di lumbungnya, mereka pun lalu memintanya agar memberikan padi dan jagung yang selama itu ia kumpulkan.

Hanya saja, ia tak mau memberi jika mereka hanya memanggilnya dengan sebutan “oppung” (kakek atau orang yang dihormati), melainkan panggilan raja. “Jangan panggil aku oppung jika ingin mendapatkan padi dan jagung dari saya, tapi panggillah saya raja,” katanya.

Mereka akhirnya memanggilnya demikian, yang lantas diketahui oleh Purba Dasuha. Merasa pengakuan terhadap dirinya terancam tidak diakui lagi, maka Purba Dasuha pun mengadakan pertemuan dengan Pangultop-ultop. “Jika kamu memang raja, maka buktikanlah”.

Hal ini kemudian dituruti Pangultop-ultop dengan mematuhi peraturan yang ditetapkan Purba Dasuha. “Marbijah” (disumpahi) adalah prosesi yang menjadi langkah pembuktian itu. Segenggam tanah, air dan “Appang-appang” (kulit kerbau) adalah medianya. Maka, Pangultop-ultop kembali ke tanah asalnya untuk mendapatkan ketiganya. Segenggam tanah lalu ditabur, dilapisi appang-appang dan di sampingnya ditaruh air yang tertuang dalam tatabu (sejenis tempayan air yang terbuat dari kulit labu). Disaksikan oleh rakyat, lalu Pangultop-ultop bersumpah di hadapan Purba Dasuha dan para ulubalang, katanya, “Jika tanah dan air yang aku duduki ini bukanlah milikku, maka sekarang juga aku matilah”. Pangultop-ultop pun kemudian meminun air itu. Waktulah yang kemudian menjawab sumpah itu. Meski sudah melewati hari, minggu, bulan hingga tahun, namun Pangultop-ultop tidak mati seperti


(55)

lazimnya sebuah sumpah yang mengandung kebohongan maka maut adalah imbalannya. Dan waktu jugalah yang menentukan peralihan kekuasaan itu. “Kuakui, sekarang kamulah raja yang pantas memimpin kerajaan Purba, sebab sumpahmu tak berbala,” kata Purba Dasuha kemudian.

Sejak saat itu Pangultop-ultop resmi diangkat menjadi raja, tepatnya pada 1624, yang lalu memimpin hingga 1648. Sedang raja terdahulu Purba Dasuha masih dianggap sebagai raja, hanya saja ia tidak lagi memerintah. Lalu setelah membalik kembali kisah itu, benarkah ada unsur politis di sana?. Sekali lagi ini adalah pengungkapan fakta dari seorang Wanson Purba, yang juga merupakan keturunan raja Kuraha (panglima raja) tuan Pangultop-ultop semasa kepemimpinannya. Ia sendiri mengetahui kisah itu dari ayahnya, P. Purba yang selama 43 tahun telah menjaga Rumah Bolon.

Wanson pun tak menepis hal itu. “Sebenarnya jika ditelaah, Pangultop-ultop dengan demikian sudah mempraktekkan politik kekuasaan,” katanya. “Pasalnya, tanah dan air serta appang-appang yang digunakan sebagai media sumpah dibawa sendiri olehnya dari tanah asalnya, sehingga memungkinkan ia selamat dari maut.”

4.2 Keberadaan Rumah Bolon di Pematang Purba Kabupaten Simalungun

Banyak warisan budaya di Indonesia yang keadaannya semakin memprihatinkan dari hari ke hari. Rumah bolon menjadi salah satu contoh warisan budaya yang saat ini sedikit terlupakan keberadaannya, sehingga tidak terawat lagi. Rumah bolon ini dibangun pada tahun 1864 oleh raja Purba ke XII, tuan Rahalim. Rumah yang terbuat dari kayu keras dan dinding papan itu dibangun dengan arsitektur tradisional tanpa menggunakan paku.


(56)

Rumah bolon Pematang Purba kecamatan Purba Simalungun, satu-satunya peninggalan raja-raja di Simalungun yang bernilai sejarah, keberadaannya saat ini terkesan terabaikan, bangunan bersejarah itu tidak terawat lagi. Rumah bolon ini sebenarnya telah disahkan sebagai objek wisata di kabupaten Simalungun oleh Bapak Radjamin Purba pada tahun 1961. Namun, tempat bersejarah itu kini membutuhkan penanganan yang serius. Kondisi negara yang tidak terjamin keamanannya beberapa waktu terakhir membuat kawasan wisata itu sepi pengunjung.

Wanson menyebutkan bahwa akhir-akhir ini wisatawan menurun drastis mengunjungi rumah bersejarah itu, bukan seperti tahun dua ribuan. Pada tahun 1990-an atau awal ditetapk1990-annya rumah bolon sebagai objek wisata, masih ada sekitar 300 pengunjung, kini pengunjung dalam seminggu dapat dihitung dengan jari.

Jalan menuju komplek rumah bolon tersebut berlumpur dan digenangi air. Padahal jalan ini harus dilalui dengan jalan kaki, karena sudah ditradisikan tidak boleh memasukkan kendaraan ke komplek rumah bersejarah itu. Jadi para turis dalam negeri maupun mancanegara harus melalui kubangan itu. Sementara di komplek rumah bolon ini rumputnya menyemak karena jarang dibabat, seperti di bahagian Barat komplek.

Di lahan seluas satu hektar lebih itu kini hanya terlihat rumput yang tumbuh memanjang. Tidak seperti beberapa waktu yang lalu yang ditata dengan baik. Kondisi rumah bolon yang kini tak terurus disebabkan kurangnya dana untuk perawatan. Bahkan karyawan yang semula berjumlah lima orang harus dikurangi untuk penghematan biaya.

Menyinggung perawatan jalan menuju komplek tersebut, wanson enggan berkomentar. Namun diakuinya, bahwa tahun lalu jalan itu dilapis aspal hotmix sepanjang 10 meter, padahal jalan ke lokasi rumah bolon ada sepanjang 500 meter.


(57)

Meskipun ada biaya perawatan dari pemerintah melalui dinas pariwisata yang lalu diserahkan kepada yayasan museum Simalungun, masih dirasakan jauh dari cukup”. Memang ada, tapi hanya Rp 8 juta dalam setahun. Sangat tidak mencukupi”, kata Wanson. Biaya itu sudah termasuk untuk menggaji karyawan dan biaya pemotong rumput, mesin generator listrik dan keperluan lainnya. “Sangat pas-pasan”, tambahnya.

Disebutkan pula, akhir-akhir ini banyak kendaraan yang lalu lalang melalui komplek itu, tapi pemancing ikan. Karena dekat komplek itu ada kolam pancing milik oknum camat Silimakuta.

Melihat keadaan rumah bolon saat ini bukan tak mungkin lagi diselamatkan. Objek wisata tersebut masih bisa diselamatkan dengan penataan yang lebih baik, terutama pada penataan taman. Tentu saja dengan publikasi ke luar negeri lokasi tersebut. Pada tahun 1985, rumah bolon pernah direnovasi, akan tetapi sekarang sudah mulai keropos dan memerlukan renovasi ulang.

Harapan warga Pematang Purba dan warga marga Purba Pak-pak keturunan raja Purba, kiranya pemerintah kabupaten Simalungun segera menaruh perhatian untuk perawatan dan pemeliharaan rumah bolon tersebut.

4.3 Upaya Pengembangan Rumah Bolon Untuk Meningkatkan Kunjungan Wisatawan di Kabupaten Simalungun

Secara garis besar dalam bidang kepariwisataan bahwa pemerintah telah membuat suatu dasar pertimbangan dalam rangka mengupayakan pelestarian dan pengembangan kepariwisataan yang telah ditetapkan dalam GBHN, seperti pembinaan dan pengembangan pariwisata dalam negeri terus ditingkatkan untuk


(58)

memperkenalkan objek-objek dan daya tarik wisata yang sekaligus dapat mengenal lingkungan alam dan budaya bangsa sendiri.

Dalam upaya pelestarian objek-objek wisata di daerah kabupaten Simalungun, maka perlu adanya bantuan dari pihak masyarakat setempat maupun pihak-pihak pengembangan dan pelestarian objek-objek wisata tersebut.

Adapun upaya pelestarian yang dapat dilakukan adalah :

1. Perlu adanya perhatian khusus ke objek-objek wisata di kabupaten Simalungun, khususnya rumah bolon yang berada di Pematang Purba. Seperti perenovasian ulang apabila terjadi kerusakan, tanpa menghilangkan nilai-nilai sejarah yang terdapat pada rumah bolon.

2. Meningkatkan kerjasama dengan masyarakat setempat untuk menjaga dan melestarikan rumah bolon, dengan cara adanya kegiatan yang bersifat menghibur para pengunjung, contohnya : tarian tor-tor.

3. Memberikan pengarahan kepada masyarakat setempat khususnya dan masyarakat Simalungun umumnya, untuk meningkatkan sadar wisata di kabupaten Simalungun.

Upaya pelestarian ini dilakukan, agar potensi objek wisata di kabupaten Simalungun, khususnya rumah bolon tidak punah dan hilang begitu saja. Dengan adanya potensi objek wisata pada rumah bolon, maka kepariwisataan di kabupaten Simalungun akan lebih berkembang dan tentu saja akan lebih dikenal oleh wisatawan domestik dan mancanegara.

Upaya adalah suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk mewujudkan keinginan hatinya. Segala usaha yang dilakukan dalam bentuk apapun itu disebut dengan upaya. Dalam pengembangan suatu objek wisata banyak sekali dilakukan


(59)

upaya untuk meningkatkan kunjungan wisatawan sekaligus menambah devisa atau masukan buat pengelola dalam rangka pengembangan objek wisata itu sendiri.

Walaupun kadang upaya yang telah dilakukan itu belum berhasil namun tetap dilakukan terus, atau dibuat upaya yang baru lagi sampai upaya yang dilakukan bisa berhasil sehingga apa yang diinginkan seseorang tersebut dapat tercapai. Beberapa upaya atau usaha yang dilakukan oleh pengelola objek wisata untuk meningkatkan kunjungan wisatawan dan sekaligus menambah devisa antara lain :

1. Meningkatkan kerjasama antara masyarakat setempat dan instansi pemerintahan kabupaten Simalungun agar dapat mengembangkan rumah bolon dalam upaya meningkatkan kunjungan wisatawan di kabupaten Simalungun.

2. Melakukan sosialisasi dengan masyarakat setempat khususnya dan masyarakat Simalungun umumnya untuk menarik perhatian mereka dengan mendatangi rumah bolon.

3. Mengadakan pendekatan dengan seluruh Pemerintah di Indonesia, khususnya Dinas Pariwisata.

4. Melakukan promosi dan memasarkan rumah bolon sebagai objek wisata kabupaten Simalungun melalui media cetak dan elektronik.

5. Mengikuti pameran-pameran yang berhubungan dengan Pariwisata, dimana dalam pameran ini pihak pengelola akan mempromosikan rumah bolon sebagai daerah tujuan wisata di kabupaten Simalungun.

6. Memberi pengarahan kepada masyarakat Simalungun untuk meningkatkan sadar wisata, agar mereka mengetahui peran penting objek wisata tersebut bagi masyarakat dan pemerintah.


(60)

7. Memperbaiki fasilitas-fasilitas yang ada sehingga dapat berfungsi sebagaimana mestinya dalam meningkatkan pelayanan.

8. Membuat slogan yang berisikan himbauan dan larangan tertulis kepada pengunjung untuk peraturan yang ada.

9. Meningkatkan kebersihan dan keamanan di areal objek wisata.

10. Memberikan diskon pada hari libur untuk meningkatkan kunjungan wisatawan.

11. Menambah jumlah tenaga pengerja untuk menjaga dan merawat rumah bolon, dan penyediaan tenaga pramuwisata yang bertugas untuk memberikan informasi mengenai rumah bolon.

12. Mengadakan kerjasama dengan travel agent, sehingga mereka akan membuat suatu rute perjalanan menuju rumah bolon di Pematang Purba kabupaten Simalungun.

Persoalan yang dihadapi pariwisata secara umum juga dihadapi oleh kabupaten Simalungun yaitu kurangnya promosi sehingga potensi yang tidak diragukan lagi keindahannya kurang tersebar luas baik secara nasional maupun internasional.

Berbagai upaya terus dilakukan untuk membangun kembali kejayaan di kabupaten Simalungun terutama wisata budaya. Sehingga dengan berbagai upaya yang telah dilakukan oleh pihak pengelola objek wisata maka pengembangan rumah bolon dalam rangkan meningkatkan kujungan wisatawan di kabupaten Simalungun bisa berjalan dengan lancar.


(61)

4.4 Hambatan-hambatan Dalam Upaya Pengembangan Rumah Bolon

Upaya pengembangan kepariwisataan tidak hanya terpaku pada pengembangan bangunan, fasilitas dan menjaga pelestarian tetapi juga pihak pengembangan melakukan dan meningkatkan agar menjaga kelestarian alam.

Dalam upaya pengembangan rumah bolon di Pematang Purba kabupaten Simalungun masih terdapat hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaanya, seperti :

1. Kurangnya perhatian dari pemerintah akan upaya pengembangan rumah bolon. 2. Kurangnya kesadaran dari para pemerintah akan keuntungan yang akan

diperoleh dari upaya pengembangan rumah bolon tersebut.

3. Pemerintah kurang maksimal dalam mengembangkan objek wisata kabupaten Simalungun, khususnya rumah bolon.

4. Kurangnya infrastruktur pendukung, serta kondisi jalan yang rusak di sekitar rumah bolon.

5. Pemerintah kurang promosi dan memasarkan rumah bolon sebagai objek wisata di kabupaten Simalungun.

6. Tidak adanya dana atau bantuan dari pemerintah untuk pengembangan objek wisata ini.


(62)

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Pariwisata merupakan suatu aset yang sangat menguntungkan bagi suatu daerah ataupaun negara, yang merupakan suatu industry yang tidak menimbulkan polusi, namun memiliki pemasukan devisa yang sangat memajukan perekonomian ataupun pendapatan masyarakat suatu daerah atau suatu negara. Banyak negara yang bermodalkan keindahan serta keunikan budaya yang dimiliki yang menjadi suatu atraksi budaya yang dapat dipromosikan untuk dijual kepada para wisatawan yang juga merupakan salah satu usaha untuk mengembangkan dan melestarikan keindahan alam serta keanekaragaman budaya yang dimiliki oleh suatu daerah atau negara.

Kabupaten Simalungun merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi kepariwisataan yang dapat dikembangkan, seperti rumah bolon di Pematang Purba, Objek wisata ini mempunyai potensi yang dapat memberikan manfaat dan harapan bagi pengembangan wisata di kabupaten Simalungun yang pada saat ini masih dalam proses memperkenalkan dan proses perencanaan pemasarannya.

Maka dari keseluruhan isi kertas karya ini, dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu :

1. Rumah bolon yang berada di Pematang Purba merupakan tempat yang menarik bagi wisatawan untuk dijadikan daerah tujuan wisata di kabupaten Simalungun.

2. Rumah bolon merupakan bukti peninggalan sejarah dari kerajaan Simalungun. 3. Rumah bolon adalah aset kabupaten Simalungun yang dapat menambah devisa


(63)

4. Peranan pemerintah dan dinas pariwisata kabupaten Simalungun adalah salah satu faktor pendorong pengembangan rumah bolon, oleh karena itu peran pemerintah dan dinas pariwisata dalam pemerhatian dan juga pendanaan sangat dibutuhkan.

5. Kesadaran wisata masyarakat Simalungun khususnya, dan masyarakat Batak umumnya sangat dibutuhkan dalam upaya pengembangan rumah bolon.

6. Rumah bolon sangat sederhana dan terkesan kurang menarik, hal ini disebabkan kurangnya dana untuk upaya pengembangan.

7. Arus kunjungan ke kabupatn Simalungun khususnya danau Toba selalu meningkat, sementara arus kunjungan ke rumah bolon menurun drastis.

8. Fasilitas yang terdapat pada rumah bolon kurang memada, hal ini disebabkan penyediaan dana yang terbatas.

9. Sarana infrastruktur jalan yang tidak bagus, hal ini disebabkan perbaikan jalan tidak dilakukan secara berkelanjutan.

10. Kurangnya kesadaran instansi pemerintah dan masyarakat di kabupaten Simalungun akan keuntungan yang akan diperoleh dari pengembangan rumah bolon tersebut.

5.2 Saran

Pembangunan yang dilaksanakan pemerintah saat ini mencakup beberapa sektor, salah satunya sektor pariwisata, atau lebih dikenal dengan industri pariwisata. Pembangunan dan pengembangan pariwisata sedang giat-giatnya dilaksanakan, karena sangat menunjang dalam pembangunan.

Melalui upaya pengembangan rumah bolon di Pematang Purba kabupaten Simalungun diharapkan agar dapat dilaksanakan sebaik-baiknya. Karena diharapkan


(64)

upaya tersebut tidak sia-sia dan akan menghasilkan beberapa keuntungan seperti dapat menciptakan lapangan pekerjaan, meratakan pendapatan masyarakat, dan kesatuan bangsa.


(65)

DAFTAR PUSTAKA

Brosur Dinas Pariwisata Seni Dan Budaya Kabupaten Simalungun.

Djoeli, Hazed. 2007. Bahan Informasi Objek Dan Atraksi Wisata Populer Di Sumatera

Utara, Medan.

Hadinoto, Kusudianto. 1986. Perencanaan Pengembangan Pariwisata, Jakarta : Universitas Sumatera Utara.

Jaumbang, Garingging.1975. Adat Simalungun, Medan: SIB.

Pdt Juandaha Raya P Dasuha, STh. 22 Oktober 2006. Perekat Identitas Sosial Budaya

Simalungun, Medan: SIB.

Suwantoro, Gamal. 1997. Dasar-Dasar Pariwisata, Yogyakarta: Andi Offset.

Yoeti, Oka, A. 1983. Pengantar Ilmu Pariwisata, Bandung; Angkasa.

Yoeti, Oka, A. 1985. Budaya Tradisional Yang Nyaris Punah, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Yoeti, Oka, A. 1996. Pemasaran Pariwisata, Bandung: Angkasa.

Yoeti, Oka, A. 1996. Pengantar Ilmu Kepariwisataan, Bandung; Angkasa.


(66)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Erda Pranita Sinaga Tempat / Tanggal Lahir : Kisaran, 21 Januari 1988 Alamat : Jalan Bangau No. 151 Kisaran Jenis Kelamin : Perempuan

Hobi : Membaca dan Berenang

Anak ke : 1 dari 2 bersaudara Agama : Kristen Protestan

PENDIDIKAN FORMAL

1. SD Negeri 010090 Kisaran Tahun 1993 - 1999 2. SLTP Negeri 2 Kisaran Tahun 1999 – 2002 3. SMU Swasta Methodist 2 Kisaran Tahun 2002 – 2005 4. Diploma III Pariwisata USU Tahun 2006 - 2009

PENDIDIKAN NON FORMAL

1. Kuliah Komputer 1 Tahun di TRICOM Tahun 2005 – 2006

Medan, Maret 2009


(67)

(1)

4. Peranan pemerintah dan dinas pariwisata kabupaten Simalungun adalah salah satu faktor pendorong pengembangan rumah bolon, oleh karena itu peran pemerintah dan dinas pariwisata dalam pemerhatian dan juga pendanaan sangat dibutuhkan.

5. Kesadaran wisata masyarakat Simalungun khususnya, dan masyarakat Batak umumnya sangat dibutuhkan dalam upaya pengembangan rumah bolon.

6. Rumah bolon sangat sederhana dan terkesan kurang menarik, hal ini disebabkan kurangnya dana untuk upaya pengembangan.

7. Arus kunjungan ke kabupatn Simalungun khususnya danau Toba selalu meningkat, sementara arus kunjungan ke rumah bolon menurun drastis.

8. Fasilitas yang terdapat pada rumah bolon kurang memada, hal ini disebabkan penyediaan dana yang terbatas.

9. Sarana infrastruktur jalan yang tidak bagus, hal ini disebabkan perbaikan jalan tidak dilakukan secara berkelanjutan.

10.Kurangnya kesadaran instansi pemerintah dan masyarakat di kabupaten Simalungun akan keuntungan yang akan diperoleh dari pengembangan rumah bolon tersebut.

5.2 Saran

Pembangunan yang dilaksanakan pemerintah saat ini mencakup beberapa sektor, salah satunya sektor pariwisata, atau lebih dikenal dengan industri pariwisata. Pembangunan dan pengembangan pariwisata sedang giat-giatnya dilaksanakan, karena sangat menunjang dalam pembangunan.


(2)

upaya tersebut tidak sia-sia dan akan menghasilkan beberapa keuntungan seperti dapat menciptakan lapangan pekerjaan, meratakan pendapatan masyarakat, dan kesatuan bangsa.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Brosur Dinas Pariwisata Seni Dan Budaya Kabupaten Simalungun.

Djoeli, Hazed. 2007. Bahan Informasi Objek Dan Atraksi Wisata Populer Di

Sumatera

Utara, Medan.

Hadinoto, Kusudianto. 1986. Perencanaan Pengembangan Pariwisata, Jakarta :

Universitas Sumatera Utara.

Jaumbang, Garingging.1975. Adat Simalungun, Medan: SIB.

Pdt Juandaha Raya P Dasuha, STh. 22 Oktober 2006. Perekat Identitas Sosial

Budaya

Simalungun, Medan: SIB.

Suwantoro, Gamal. 1997. Dasar-Dasar Pariwisata, Yogyakarta: Andi Offset.

Yoeti, Oka, A. 1983. Pengantar Ilmu Pariwisata, Bandung; Angkasa.

Yoeti, Oka, A. 1985. Budaya Tradisional Yang Nyaris Punah, Jakarta: Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan

Yoeti, Oka, A. 1996. Pemasaran Pariwisata, Bandung: Angkasa.

Yoeti, Oka, A. 1996. Pengantar Ilmu Kepariwisataan, Bandung; Angkasa.


(4)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Erda Pranita Sinaga

Tempat / Tanggal Lahir : Kisaran, 21 Januari 1988

Alamat : Jalan Bangau No. 151 Kisaran

Jenis Kelamin : Perempuan

Hobi : Membaca dan Berenang

Anak ke : 1 dari 2 bersaudara

Agama : Kristen Protestan

PENDIDIKAN FORMAL

1. SD Negeri 010090 Kisaran Tahun 1993 - 1999

2. SLTP Negeri 2 Kisaran Tahun 1999 – 2002

3. SMU Swasta Methodist 2 Kisaran Tahun 2002 – 2005 4. Diploma III Pariwisata USU Tahun 2006 - 2009

PENDIDIKAN NON FORMAL

1. Kuliah Komputer 1 Tahun di TRICOM Tahun 2005 – 2006

Medan, Maret 2009


(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Potensi Objek Wisata Museum Simalungun Kota Pematangsiantar Untuk Meningkatkan Kunjungan Wisatawan

4 93 80

Strategi Pengembangan Sektor Pariwisata Dalam Meningkatkan Kunjungan Wisata di Kabupaten Simalungun (Studi Kasus Pada Objek Wisata Budaya Rumah Bolon Purba di Kecamatan Purba)

1 35 106

STRATEGI PENGEMBANGAN MUSEUM NASIONAL JAKARTA DALAM UPAYA MENINGKATKAN KUNJUNGAN WISATAWAN.

0 0 15

Strategi pengembangan museum nasional jakarta dalam upaya meningkatkan kunjungan wisatawan 1. HALAMAN JUDUL

1 2 15

Strategi Pengembangan Sektor Pariwisata Dalam Meningkatkan Kunjungan Wisata di Kabupaten Simalungun (Studi Kasus Pada Objek Wisata Budaya Rumah Bolon Purba di Kecamatan Purba)

0 0 8

Strategi Pengembangan Sektor Pariwisata Dalam Meningkatkan Kunjungan Wisata di Kabupaten Simalungun (Studi Kasus Pada Objek Wisata Budaya Rumah Bolon Purba di Kecamatan Purba)

0 0 2

Strategi Pengembangan Sektor Pariwisata Dalam Meningkatkan Kunjungan Wisata di Kabupaten Simalungun (Studi Kasus Pada Objek Wisata Budaya Rumah Bolon Purba di Kecamatan Purba)

0 0 30

Strategi Pengembangan Sektor Pariwisata Dalam Meningkatkan Kunjungan Wisata di Kabupaten Simalungun (Studi Kasus Pada Objek Wisata Budaya Rumah Bolon Purba di Kecamatan Purba)

0 0 3

Strategi Pengembangan Sektor Pariwisata Dalam Meningkatkan Kunjungan Wisata di Kabupaten Simalungun (Studi Kasus Pada Objek Wisata Budaya Rumah Bolon Purba di Kecamatan Purba)

0 0 2

ANALISIS WILINGNESS TO PAY WISATAWAN TERHADAP OBYEK WISATA RUMAH BOLON PURBA DI KABUPATEN SIMALUNGUN

0 1 9