Strategi Pengembangan Sektor Pariwisata Dalam Meningkatkan Kunjungan Wisata di Kabupaten Simalungun (Studi Kasus Pada Objek Wisata Budaya Rumah Bolon Purba di Kecamatan Purba)

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rhineka Cipta

Bagong. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta

David, Hunger J dan Wheelen Thomas L. 2003. Manajemen Strategis. Yogyakarta: ANDI

Drs. H. Oka. A. Yoeti, MBA. 2002. Perencanaan Strategis Pemasaran Daerah

Tujuan Wisata. Jakarta: Pradnya Paramitha.

Drs.Bambang.M.Sc.MS. 2012. Kebijakan Pembangunan Destinasi Pariwisata

:Konsep dan Aplikasinya di Indonesia. Jakarta: Gava Media

George A. Steiner dan John B. Miner. 1997. Kebijakan dan Strategi Manajemen. Jakarta: Erlangga

Gunn, Clare A. dan Var, Turgut. 2002. Tourism Planning : Basics, Concepts,

Case, Fourth Edition. New York: Routledge

Husein Umar. 2003. Strategik Manajemen in Action. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Indriyo Gito. Manajemen Strategi. Yogyakarta: BPFE

Moleong, Lexy J. 2006. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Nining I. Soesilo. 2002. Manajemen Strategik Di Sektor Publik (Pendekatan

Praktis). Buku II. Jakarta. Magister Perencanaan dan Pembangunan UI.

Nyoman S. 1994. Ilmu Pariwisata sebuah Pengantar Perdana. Jakarta: PT Pradnya Paramitha

Pardede, Pontas M. 2011. Manajemen Strategik dan Kebijakan Perusahaan. Jakarta: Mitra Wacana Media


(2)

Sugiyono. 2005. Metode Penelitian Administrasi Negara. Bandung: Alfabeta

Singarimbun, Masri dan Sofyan Effendi. 1995. Metode Penelitian Survai. Jakarta: PT LP3ES

Triton PB. 2007. Manajemen Strategis. Yogyakarta: ANDI

Undang – Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan. Perda Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Kepariwisataan.

26/11/2016, pukul 18.19 WIB.

minggu, tanggal 27/11/2016, pukul 13.57 WIB.

Dinas Pariwisata Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Simalungun. Jumlah

Kunjungan Wisata tahun 2010 – 2015.

Badan Pusat Statistik. Simalungun Dalam Angka 2015.Badan Pusat Statistik Kabupaten Simalungun.


(3)

BAB III

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

3.1 Sejarah Simalungun

Simalungun sebagai sebuah suku yang menetap di Kabupaten Simalungun dan sekitarnya yang juga menjadi suku asli di Provinsi Sumatera Utara. Beberapa sumber megatakan bahwa leluhur suku Simalungun berasal dari India Selatan, dalam perkembangannya suku Simalungun terbagi dalam beberapa kerajaan, dan terdapat 4 (empat) marga (nama keluarga) asli suku Simalungun yang biasa disingkat sebagai SISADAPUR (Sinaga, Saragih, Damanik, Purba).

Nenek moyang Suku Simalungun berasal dari luar Indonesia dan kedatangan mereka terbagi dalam 2 gelombang. Gelombang pertama (Protomelayu), datang sekitar 1000 tahun SM, diperkirakan menjadi penduduk nusantara dan mendiami pesisir pantai pulau nusantara. Kelompok ini antara lain adalah Batak (termasuk Simalungun), toraja, dayak dan nias. Gelombang kedua (Deuteromelayu), datang sekitar 500 tahun SM. Kelompok ini termasuk orang Jawa dan Madura dan Makassar.

Pustaha Parpandanan Na Bolag (pustaka Simalungun kuno) mengisahkan

bahwa Parpandanan Na Bolag (cikal bakal daerah Simalungun) merupakan kerajaan tertua di Sumatera Timur yang wilayahnya bermula dari Jayu (pesisir Selat Malaka) hingga ke Toba yaitu kerajaan nagur. Selama abad 13 hingga ke-15, kerajaan ini mendapatkan serangan dari kerajaan-kerajaan lain seperti Singasari, Majapahit, Rajendra Chola (India) dan dari Sultan Aceh, Sultan – sultan Melayu hingga Belanda. Dan pada masa saat itu terdapat cerita “Hattu ni


(4)

Sapar” yang mencritakan kengerian keadaan masa itu di mana kekacauan diikuti

oleh merajalelanya penyakit kolera yang menimpa masyarakat nagur, dan memaksa masyarakat nagur menyeberangi “Laut Tawar” (sebutan untuk Danau Toba pada masa itu) untuk pindah mengungsi ke pulau yang dinamakan Samosir yang merupakan singkatan dari Sahali Misir (bahasa Simalungun, artinya sekali pergi).

Saat pengungsi ini kembali ke tanah asalnya (huta hasusuran), mereka menemukan daerah Nagur yang sepi, sehingga dinamakanlah daerah kekuasaan kerajaan Nagur itu sebagai Sima – sima ni Lungun, bahasa Simalungun untuk daerah yang sepi, dan lama kelamaan menjadi Simalungun. Daerah Simalungun pada awalnya terdiri dari empat kerajaan, yaitu Kerajaan Siantar, kerajaan Panei, kerajaan Dolog Silau dan kerajaan Tanah Jawa. Dan setelah kemerdekaan RI Simaungun menjadi sebuah kabupaten di Sumatera Utara.

3.2 Letak dan Luas Wilayah Simalungun

Simalungun letaknya diapit oleh 8 kabupaten yaitu Kabupaten Serdang Bedagai, Deli Serdang, Karo, Tobasa, Samosir, Asahan, Batu Bara, dan Kota Pematangsiantar. Letak astronomisnya antara 02°36'- 03°18' Lintang Utara dan 98°32'- 99°35' Bujur Timur dengan luas 4.386,60 km2 berada pada ketinggian 0-1.400 meter di atas permukaan laut dimana 75 persen lahannya berada pada kemiringan 0-15% sehingga Kabupaten Simalungun merupakan Kabupaten terluas ke-3 setelah Kabupaten Madina dan Kabupaten Langkat di Sumatera Utara


(5)

dan memiliki letak yang cukup strategis serta berada di kawasan wisata Danau Toba – Parapat26

3.3 Pembagian Wilayah Administratif .

Luas wilayah kabupaten Simalungun adalah 43866 km2 atau 6,12 dari luas wilayah sumatera utara. Kabupaten Simalungn terdiri dari 32 kecamatan dan 310 nagori/desa. Kabupaten Simalungun memiliki topografi yang bevariasi. Dataran tinggi terletak dibagian barat daya, barat dan barat laut. dataran rendah terletak pada bagian Utara, timur dan tenggara dengan kemiringan lereng 0 – 40%.

Kabupaten Simalungun terdiri dari 31 Kecamatan dengan kecamatan terluas adalah Kecamatan Raya sedangkan terkecil adalah kecamatan Haranggaol Horison dengan rata rata jarak tempuh ke ibukota Kabupaten 51,42 km dimana jarak terjauh adalah Kecamatan Silou Kahean 127 km dan Ujung Padang 113 km.Sistem Pemerintahan di Simalungun dengan pembagian wilayah yang disebut

nagori (Desa) dikepalai oleh seorang pangulu (Kepala Desa), berasal dari sistem

pemerintahan pada masa kerajaan di Simalungun yang pada masa itu kerajaan di Simalungun telah membagi wilayah administratif kerajaan yang terdiri dari

Nagori yang dikepalai oleh Pangulu dan Dusun yang dikepalai oleh Gamot,

sistem pemerintahan ini pun masih dipergunakan sampai saat ini. Ibukota Simalungun berada di Kecamatan Pematang Raya, Kabupaten Simalungun terdiri dari 31 kecamatan dan 310 nagori/desa dan 21 kelurahan. Berikut tabel nama – nama kecamatan di Simalungun.

26


(6)

Tabel 3.1

Daftar nama – nama Kecamatan di Kabupaten Simalungun

No Nama Kecamatan 1 Kecamatan Raya 2 Kecamatan Siantar

3 Kecamatan Dolok Panambean 4 Kecamatan Panei

5 Kecamatan Tanah Jawa 6 Kecamatan Hutabayu Raja 7 Kecamatan Dolok Panribuan

8 Kecamatan Girsang Sipangan Bolon 9 Kecamatan Purba

10 Kecamatan Silimakuta

11 Kecamatan Dolok Batu Nanggar 12 Kecamatan Dolok Silau

13 Kecamatan Raya Kahean 14 Kecamatan Silau Kahean 15 Kecamatan Bandar

16 Kecamatan Pematang Bandar 17 Kecamatan Bosar Maligas 18 Kecamatan Ujung Padang

19 Kecamatan Pematang Silimakuta 20 Kecamatan Tapian Dolok


(7)

21 Kecamatan Sidamanik 22 Kecamatan Gunung Malela 23 Kecamatan Gunung Maligas 24 Kecamatan Bandar Masilam 25 Kecamatan Bandar Huluan 26 Kecamatan Jawa Keraja 27 Kecamatan Hatonduhan

28 Kecamatan Pematang Sidamanik 29 Kecamatan Panombean Pane 30 Kecamatan Haranggaol Horisan 31 Kecamatan Jorlang Hataran 3.4 Keadaan Tanah dan Lahan

Keadaan tanah di Kabupaten Simalungun sangat potensial menjadi daerah perumahan, pertanian, perkebunan. Adapun tanah di Kabupaten Simalungun mencakup :

• Tanah Curam : 39.900 Ha/9.12% • Tanah Datar : 99.803 Ha/23,76% • Tanah Berbukit : 96.699 Ha/22,06% • Tanah Landai : 202.258 Ha/46,06%

Adapun penggunaan tanah di Simalungun sangat beragam, antara lain : • Perkebunan : 38,23%


(8)

• Tegalan : 6,39% • Pertanian Campuran : 4,41% • Semak – semak : 10,51%

• Hutan : 25,21%

• Pemukiman : 1,49% • Alang – alang : 0,06%

• Sungai : 0,20%

3.5 Keadaan Iklim Kabupaten Simalungun

Suhu udara rata-rata di Simalungun tahun 2014 adalah 25,3°C, dengan suhu terendah 20,5°C. dan suhu tertinggi 32,2°C. Penyinaran Matahari rata-rata 5,2 jam per hari dan rata-rata penguapan 3,01 milimeter per hari serta kelembaban udara 84 persen. Suhu udara rata-rata meningkat bila dibandingkan dengan tahun 2012 sebesar yaitu mencapai 25,2°C27

3.6 Sosial Budaya Masyarakat Kabupaten Simalungun .

3.6.1 Sistem Kekerabatan dan Kemasyarakatan

Pada masyarakat Simalungun marga memegang peranan penting dalam adat Simalungun, disamping itu masyarakat Simalungun tidak terlalu mengedepankan silsilah karena penentu peneturuan partuturan ialah hasusuran (tempat asal nenek moyang) dan tibalni parhundul (kedudukan/peran) dalam

horja – horja adat (acara – acara adat). Hal ini dapat dilihat saat masyarakat

Simalungun bertemu, hal yang ditanyakan bukan aha do marga ni ham (apa marga anda), akan tetapi hunja do hasusuran ni ham (darimana asal usul anda),

27

Badan Pusat Statistik. Simalungun Dalam Angka 2015.Badan Pusat Statistik Kabupaten Simalungun. Hal 36.


(9)

hal ini juga dipertegas oleh pepatah di Simalungun yaitu sin raya, sin purba, sin

dolog, sin panei, na ija pe lang na mubah, asal ma marholong ni atei (dari Raya,

Purba, Dolog, Panei, yang manapun tidak berarti, asal penuh kasih).

Adapun Perkerabatan dalam masyarakat Simalungun disebut sebagai

partuturan. Tutur bisa diterjemahkan sebagai panggilan yang digunakan

masyarakat Simalungun sebagai sebutan untuk/kepada orang tertentu. Partuturan menetukan dekat atau jauhnya hubungan pardihadihaon (kekeluargaan), dan terbagi dalam beberapa kategori sebagai berikut :

1. Tutur Manorus / langsung yaitu, perkerabatan yang langsung terkait

dengan diri sendiri

2. Tutur Halmouan / Kelompok yaitu, melalui tutur halmouan ini dapat

dilihat bagaimana berjalannya adat di Simalungun

3. Tutur Natipak / Kehormatan yaitu, dipergunakan sebagai pengganti nama

terhadap orang yang diajak berbicara sebagai tanda hormat

Terdapat empat marga asli suku Simalungun yang populer dengan akronim SISADAPUR yaitu, Sinaga, Saragih, Damanik, dan Purba. Keempat marga ini merupakan hasil dari Harungguan Bolon (permusyawaratan besar) antara 4 raja besar untuk tidak saling menyerang dan tidak saling bermusuhan (marsiurupan bani hasunsahan na legan, rup mangimbang munssuh).

Perbauran suku asli Simalungun dengan suku – suku di sekitarnya di Pulau Samosir, Silalahi, Karo, dan Pakpak menimbulkan marga-marga baru. Marga – marga tersebut yaitu :


(10)

1. Saragih yaitu : Sidauruk, Sidabalok, Siadari, Simarmata, Simanihuruk, Sidabutar, Munthe dan Sijabat.

2. Purba yaitu : Manorsa, Simamora, Sigulang Batu, Parhorbo 3. Damanik yaitu : Malau, Limbong, Sagala, Gurning dan Manikraja 4. Sinaga yaitu : Sipayung, Sihaloho, Sinurat dan Sitopu

Pada zaman kerajaan di Simalungun, marga atau masyarakat yang tidak termasuk dalam keturunan raja – raja yang ada di simalungun disebut sebagai

jolma tuhe tuhe atau silawar (pendatang). Tentu ini sebagai dampak dari hukum

marga yang keras di Simalungun sehingga masyarakat pendatang harus menyatukan dirinya dengan marga raja – raja agar mendapat hak hidup di Simalungun.

Ikatan sosial masyarakat Simalungun disebut Tolu Sahondulan Lima

Saodoran, ikatan sosial ini mengikat masyarakat Simalungun dalam sistem

kekerabatan menurut adat istiadat yang ada di Simalungun, adapun yang menjadi

Tolu Sahondulan Lima Saodoran ialah:

a. Unsur Sanina yang memiliki horja (pesta), ditambah dengan saudara laki – laki dari segaris bapak dan ompung semarga.

b. Unsur Boru, pelaksana tugas dalam horja yang ditentukan, terdiri dari suami saudara perempuan dari sanina yang punya horja.

c. Tondong, mereka yang dihormati dan duduk di luluan (tempat terhormat)

yang terdiri dari saudara laki – laki dari ibu dan istri yang punya horja. d. Boru Mintori, perempuan dari pihak perempuan yang turut dalam


(11)

e. Tondong Bona atau Bonaniari, saudara laki – laki dari ompung

perempuan.

Struktur lembaga adat ini memberikan gambaran suatu upacara adat menurut besar kecilnya suatu upacara adat itu menurut besar kecilnya perhelatan adat yang dilaksanakan. Dalam kehidupan sehari – hari hubungan kekerabatan ini diistilahkan dengan Sisei, Sukkun, Sari dan Surduk Ibagas Habonaron Do Bona dalam masyarakat, dengan penjabaran sebagai berikut :

Dingat Martulang

Sisei Bani Sanina

Holong / Sari Bani Boru

Sukkun Marsinhuta

3.6.2 Sistem Kepercayaan

Sebelum masuknya ajaran agama ke Simalungun, masyarakat Simalungun sudah mengenal dan menganut ajaran animisme yang pada masyarakat Simalungun disebut Parhabonaran, ajaran yang merupakan warisan dari kebudayaan Hindu ini tertanam turun – temurun, Parhabonaran adalah keyakinan dimana semua makhluk ataupun benda dipercayai memiliki kekuatan yang dapat mempengaruhi kehidupan manusia disekitarnya.

Parhabonaron dalam masyarakat Simalungun membagi alam semesta

menjadi 3 (tiga), yaitu : Nagori Atas, Nagori Tongah, Nagori Toruh. Nagori Atas adalah tempat Naibata (Tuhan) berada, Nagori Tongah adalah tempat manusia dan makhluk hidup lainnya berada, Nagori Totuh adalah tempat roh – roh atau jiwa manusia yang telah meninggal berada.


(12)

Masyarakat Simalungun saat ini tidak lagi menganut ajaran animisme, melainkan sudah menganut ajaran agama seperti Kristen Protestan, Kristen Katolik, dan Islam, mayoritas dari masyarakat Simalungun telah menganut ajaran tersebut, dengan presentase penduduk yang menganut ajaran agama Islam Sebanyak 57,41%, Kristen sebanyak 42,14% dan ajaran agama lainnya 0,45%.

3.7 Visi dan Misi Pemerintah Kabupaten Simalungun 3.7.1 Visi

“Terwujudnya Masyarakat Kabupaten Simalungun yang Mandiri, Tentram dan Berseri (Mantab)”

3.7.2 Misi

1. Peningkatan dan Percepatan Pembangunan Masyarakat 2. Peningkatan Tingkat Kesehatan Masyarakat

3. Pengembangan dan Pemerataan akses Pembangunan Sumber Daya Manusia

4. Menjamin Ketentraman Masyarakat 5. Meningkatkan Daya Saing

3.8 Visi dan Misi Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Simalungun

Dalam perencanaan strateginya, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Simalungun mempunyai Visi dan Misi sebagai berikut :

1. Visi

“Mewujudkan Kabupaten Simalungun sebagai tujuan wisata yang aman, nyaman dan menarik serta memiliki daya saing yang tinggi untuk dikunjungi sebagai Destinasi Wisata terkemuka di Indonesia”.


(13)

2. Misi

1. Pengembangan dan pemantapan citra budaya dan pariwisata Kabupaten Simalungun sebagai salah satu kunjungan wisata nasional yang aman dan nyaman serta mudah untuk dikunjungi.

2. Mengembangkan citra positif budaya dan pariwisata Simalungun dengan lebih mengangkat citra destinasi yang strategis.

3. Mewujudkan citra budaya dan pariwisata Simalungun sebagai salah satu sektor andalan penghasil devisa negara, wahana pemberdayaan ekonomi rakyat, sarana untuk mendorong pemerataan pembangunan serta [enciptaan kesempatan berusaha dan bekerja.

4. Memperluas pangsa pasar budaya dan wisata yang ada serta mengintensifkan pasar budaya dan pariwisata yang ada sehingga mampu mendongkrak kunjungan wisata ke Kabupaten Simalungun. 5. Mengembangkan program–program pemasaran yang sudah ada dengan

manfaat kemajuan teknologi indformasi competitive advantage dan

comparative advantage budaya dan pariwisata Simalungun.

6. Meningkatkan koordinasi dan keterpaduan program – program pemasaran budaya dan pariwisata di bidang yang lebih holistik, strategik dan sinergis diantara para pelaku stake holders maupun sektor yang terkait.

3.9 Gambaran Rumah Bolon Purba

Rumah adat Simalungun pada dasarnya tidak memiliki banyak perbedaan dengan rumah adat Batak Toba dan Batak Karo, karena Simalungun yang terletak diantara pemukiman Batak Toba dan Batak Karo. Dalam hal arsitektur


(14)

Simalungun memiliki ciri khas pada dasar bangunan yaitu kontruksi bangunan bawah atau kaki selalu berupa susunan kayu yang masih bulat dipasang dengan cara menyilang dari satu sudut kesudut lainnya. Ciri khas Rumah Bolon Purba juga terletak pada atap yang diberi limasan berbentuk kepala kerbau lengkap dengan tanduknya, serta lukisan lukisan dengan warna merah, putih, hitam.

Ragam hias Rumah Bolon antara lain hiasan Selumpat pada tepian dinding bagian bawah, hiasan saling berkaitan, kemudian hiasan Hambing Marsibak yaitu kambing berkelahi, hiasan Selumpat dan Hambing Marsibak menggambarkan kehidupan yang saling berkaitan sehingga melahirkan kekuatan dan kesatuan yang tidak tergoyahkan. Hiasan pada bagian tutup keyong dengan motif segitiga, motif cicak, ipan – ipan serta motif ikal yang menyerupai tumbuhan menjalar, biasanya pada bagian ini diberi hiasan kepala manusia yang disebut Bohi – Bohi, sebagai pengusir hantu, seperti halnya hiasan Ipan – Ipan yang menggambarkan segi – segi runcing mempunyai maksud untuk menghambat hantu – hantu yang akan masuk rumah.

3.9.1 Lokasi Rumah Bolon

Rumah Bolon Pematang Purba terletak 54 Kilometer dari Pematang Siantar, merupakan istana peninggalan kerajaan purba, dibangun pada tahun 1864 oleh raja purba ke-XII Tuan Rahalim. Terbuat dari kayu keras dengan dinding papan yang unik serta ditopang oleh 12 penyangga, rumah ini dibangun dengan arsitektur tradisional tanpa menggunakan kayu.

Beberapa bangunan disekitar Rumah Bolon terdiri dari 8 tipe yang memiliki fungsi tersendiri diantaranya : Rumah Bolon yang merupakan bangunan induk tempat raja dan keluarganya tinggal, Balei Bolon merupakan tempat


(15)

mengadakan rapat, Jambur sebagai tempat para tamu menginap, Patangan Sada bangunan tempat permaisuri bertenun, Losung tempat wanita atau istri dan selir raja menumbuk padi, Uttei Jungga tempat tinggal panglima dan keluarganya, dan

Balei Buttu sebagai tempat para penjaga istana. Raja Purba adalah seorang raja

yang sangat terkenal dizamannya, memiliki 24 istri dan salah satu diantaranya diangkat menjadi ratu.

3.9.2 Bentuk dan Bagian Rumah Bolon

Meski keturunan raja Purba tidak berkuasa lagi sejak tahun 1946, namun jejak kerajaannya masih tegak berdiri hingga hari ini, istana yang dikenal dengan Rumah Bolon (Rumah Besar) menjadi saksi 14 keturunan raja purba yang memerintah di Simalungun, dan hingga saat ini Rumah Bolon dijadikan Pemerintah sebagai salah satu objek wisata resmi.

Rumah Bolon lebih mirip dengan komplek istana yang disekelilingnya terdapat bangunan – bangunan pemerintahan dan pekuburan keluarga kerajaan, Rumah Bolon dikelilingi oleh jurang/lembah yang dulunya ditanami pepohonan dengan rapat – rapat. hanya ada satu pintu masuk dan keluar di Rumah Bolon sehingga pada zaman kerajaan dulu musuh tidak mudah masuk kedalam komplek istana raja. Rumah Bolon persis terletak dibagian tengah komplek kejaraan, dengan menggunakan arsitektur kuno Simalungun yang pembangunannya tidak menggunakan paku melainkan kayu, bambu dan ijuk.

Bagian dalam Rumah Bolon terdapat 12 tungku perapian untuk tempat memasak, masing – masing isteri raja menggunakan 1 perapian dan disampingnya terdapat tempat tidur masing – masing isteri raja, sehingga Rumah Bolon bukanlah seperti dalam cerita kemegahan kerajaan versi dongeng. Para isteri raja


(16)

tidur diatas selembar tikar yang digelar disamping perapian, yang satu perapian dengan perapian lainnya tidak memiliki sekat, dan raja sendiri hanya memiliki satu tempat tidur sempit dengan selembar tikar didalamnya, kamar raja pun harus dibagi dua lagi, yang bagian bawahnya terdapat lorong kecil sebagai tempat tidur ajudan atau pesuruh raja, dan pada bagian atasnya tempat tidur raja.

Bila sang raja bersedia menerima salah seorang isteri dikamarnya, ia cukup menyuruh si ajudan menyiapkan sirih dan memberikannya kepada sang isteri yang dikehendaki, setelah diberikan maka sang isteri langsung menuju kamar raja, sedang si ajudan mengawasi dibawah sambil menunggu perintah selanjutnya untuk menghindari hal hal yang tidak diinginkan, seperti halnya tradisi dinasti cina, seorang ajudan raja harus dikebiri terlebih dahulu, namun tradisi seperti ini tidak jelas berlangsung sampai kapan, karena pada masa raja purba ke-XIII telah masuk ajaran agama, dan kemungkinan sejak itulah pengkebirian sudah tidak diterapkan lagi terhadap ajudan raja, selain itu raja purba ke-XIII hanya memiliki satu isteri saja.

Puncak kejayaan raja purba disebut – sebut pada masa pemerintahan raja purba ke-XII, pada masa pemerintahannya Rumah Bolon diperbesar agar dapat menampung isteri raja yang berjumlah 12 orang, Rumah bolon yang berdiri hingga saat ini merupakan finalisasi dari pembangunan yang diperakarsainya.

3.9.3 Bangunan – Bangunan Lain di sekitar Rumah Bolon

Selain rumah bolon sebagai bangun utama istana kerajaan, juga terdapat bangunan lain yang juga tepat beda di sekitar rumah bolon, tepat di depan rumah bolon terdapat panggung kecil yang disebut Pattangan Raja sebagai tempat bersantai raja yang tidak boleh satu orang pun selain raja menempatinya, di


(17)

sebelahnya berdiri bagunan yang disebut Jambur sebagai tempat pertemuan, dibagian belakang rumah bolon terdapat juga bangunan yang sama dengan

Pattangan Raja namun diperuntukkan untuk tempat bertenunnya tuan putri

(permaisuri raja), dan di samping tempat permaisuri terdapat bangunan yang diperuntukkan sebagai tempat rakyat yang ingin memperoleh keadilan, mengarah keluar terdapat makam keluarga kerajaan, namun menurut Zaipin Purba yang mengaku sebagai keturunan raja purba dari salah satu isteri raja purba ke-XII tidak semua makan raja purba diketahui keberadaannya, raja yang dimakamkan di komplek istana raja rumah bolon hanya raja purba ke-IX sampai ke-XII, sedangkan raja Mogang menjadi korban revolusi rakyat Simalungun yang hingga kini tidak diketahui jasadnya. Sehingga untuk mengenang raja – raja yang tidak ditemukan jasadnya tersebut, pemerintah daerah Kabupaten Simalungun membangun tugu di komplek rumah bolon, satu untuk mengenang kedelapan raja, dan satu lagi untuk mengenang raja mogang.

Bangunan lain yang cukup unik adalah tempat penumbukan padi, pada bangunan ini tersedia dua alat penumbuk (Losung) lengkap dengan alunanya, pada saat berlangsungnya masa pemerintahan kerajaan, jika musim panen diundanglah gadis – gadis cantik dari seluruh daerah untuk menumbuk padi dibangunan tersebut, raja akan memperhatikan mereka satu persatu dan jika raja tertarik maka si gadis tersebut di izinkan memasuki rumah bolon untuk diperisterikan. Di sekitar bangunan penumbukan padi terdapat dua bangunan persis dimulut lorong goa masuk dan keluar, keduanya adalah rumah bagi panglima dan keluarganya serta rumah pengawal rumah bolon.


(18)

3.9.4 Raja Yang Pernah Memerintah di Rumah Bolon

Pemerintahan kerajaan Purba di Simalungun dimulai sejak tahun 1624 dan berakhir pada tahun 1947, adapun raja yang pernah memerintah dan masa kekuasaannya sebagai berikut :

1. Tuan Pangultop – Ultop (1624 – 1648) 2. Tuan Ranjiman (1648 – 1669)

3. Tuan Nanggaraja (1670 – 1692) 4. Tuan Battiran (1692 – 1717) 5. Tuan Bakkaraja (1718 – 1738) 6. Tuan Baringin (1738 – 1769) 7. Tuan Bona Batu (1769 – 1780) 8. Tuan Raja Ulan (1781 – 1769) 9. Tuan Atian (1800 – 1825)

10.Tuan Horma Bulan (1826 – 1856) 11.Tuan Raondop (1856 – 1886) 12.Tuan Rahalim (1886 – 1921) 13.Tuan Karel Tanjung (1921 – 1931) 14.Tuan Mogang (1933 – 1947) 3.9.5 Arti Ukiran Pada Rumah Bolon

1. Sulumpat

Berbentuk siku tangan yang saling mengikat, bermaknakan Simbol Kesatuan dan Persatuan yang diperlukan, diukir pada landasan dinding rumah bolon.


(19)

2. Hambing Mardogu

Berbentuk tanduk yang sedang berlaga, bermaknakan Keberanian menghadapi segala tantangan hidup. Diukir pada diatas landasan dinding rumah bolon.

3. Hail Putoh

Berbentuk Mata Pancing/Kail Berduri berbentuk bunga, bermaknakan mengautkan, mengeratkan bentuk pergaulan dalam masyarakat. Diukir pada tiang induk rumah bolon.

4. Gatib – Gatip

Berbentuk kepala ular berbisa, bermaknakan bertemu dengan ular itu akan terjadi percobaan yang cepat yang berakibat baik dan buruk terhadap umat manusia. Diukir pada dinding beranda bangunan rumah. 5. Gundur Manggalupa

Berbentuk pucuk daun labu yang subur/tegar berkait kekiri dan kekanan, bermaknakan Lamban kemakmuran, Kesuburan, dan kejayaan masyarakat. Diukir pada bingkai jerajak rumah bolon.

6. Bunga Labu

Berbentuk gambar daun batang dan bunga tanaman labu, bermaknakan bentuk pemerintahan yang baik dan kokoh. Diukir pada tiang dinding belakang rumah bolon.

7. Pinar Bulungni Anduhur

Berbentuk sejenis tumbuhan yang merayap dan tumbuh sempurna. Bermaknakan mengajak untuk menepati janji dan mendahulukan


(20)

kepentingan orang banyak, diukir pada halikkip dan lesplang balai buntu.

8. Pahu – Pahu Patundal

Berbrntuk pakis yang saling bertolak belakang, bermaknakan lambang persatuan disegala arah, diukir pada tiang nanggar dan ruang mata dibalai bolon.

9. Pinar Asi – Asi

Berbentuk daun asi – asi yang digunakan untuk ramuan obat – obatan, bermaknakan menjaga kesehatan dan kesejahteraan bersama dimasyarakat, diukur pada tiang rumah bolon dan nanggar balei buntu. 10.Rumbak – Rumbak

Berbentuk sejenis daun kucing yang subur, bermaknakan kesetiaan dan hidup damai, dilukis pada bawah selumpat, dan pada bagian sembaho. 11.Pinar Mombang

Berbentuk daun kayu besar, bermaknakan lambang mahaguru/dukun yang mampu mengatasi masalah dalam masyarakat. Diukir diatas pintu rumah bolon dan tiang nanggar rumah bolon serta tiang nanggar balei bolon,

12.Sihilap Bajaronggi

Berbentuk kilat sebelum petir, bermakna saling mengingatkan walaupun jatuh, diukir pada dinding bawah bagian belakang rumah bolon dan pada lesplang di balai buntu.


(21)

13.Jambu Merak

Berbentuk jambu merak, bermaknakan menghargai yang patut dihargai, diukir pada rumah bolon antara lapau dan tempat permaisuri, pada tiang belakang dan tiang nanggar.

14.Porkis Manakkih Bakkar

Berbentuk semut sedang memanjat bambu kering, bermaknakan sifat ketelitian, kerajinan, ketabahan semut perlu ditiru, diukir pada diatas sembahu rumah bolon, disebelah rumah bolon.

15.Sinar Apol – Apol

Berbentuk sayap kupu – kupu yang sedang terbang dan digunakan secara geometris yang saling berkaitan, bermaknakan simbol kebersihan, kebaikan dan kesempurnaan.

16.Ganjo Mardopak

Berbentuk kepiting yang saling berhadapan, bermaknakan berusaha agar semua keadaan dapat tertip, diukir pada sanding dan pintu dalam lapau, serta rumah bolon.

17.Bodat Marsihutan

Berbentuk monyet yang sedang mencari kutu, bermaknakan manusia itu harus saling bekerja sama untuk meringankan beban dan menghindari kerusuhan, diukir pada halikkip, tiang nanggar dinding belakang dan pada langit langit rumah bolon.


(22)

Berbentuk bunga raya berwarna merah menyala, bermaknakan suatu usaha menyesuaikan diri dimana saja. Diukir pada tiang nanggar dan pada sanding rumah bolon.

19.Pinar Tilobur Pinggan

Berbentuk sejenis tumbuhan yang menjalar yang dapat digunakan sebagai obat – obatan, bermaknakan saling tolong menolong, berpendirian kuat, dan ramah.

20.Pinar Andur Hadukka

Berbentuk sejenis tumbuhan menjalar yang batangnya dapat digunakan sebagai tali. Bermaknakan pembawa rezeki dan banyak anak, diukir pada tiang pusat rumah bolon dan pada sandingnya.

21.Pinar Bunga Terompet

Berbentuk hiasan batang daun dan bunga terompet, bermaknakan semua harus memperhatikan dan mematuhi undang – undang. Diukir pada tiang nanggar rumah bolon.

22.Porkis Marodor

Berbentuk sederetan semut yang biasanya mengapit gorga selumpat, bermaknakan sifat gotong royong dan rajin bekerja didalam masyarakat, diukir pada tembahau rumah bolon.

23.Pinar Bunga Hambili

Berbentuk bunga hambili yang dapat dipintal sebagai benang, bermaknakan simbol penghematan, diukir pada ujung tiang dan pinggir ukiran lain.


(23)

24.Ipon – Ipon

Berbentuk menyerupai gigi yang tersusun rapi, bermaknakan ramah dan hormat pada setiap orang, dilukis pada awal dan akhir setiap ukiran atau lukisan.

25.Pinar Bunga Bombang

Berbentuk anyaman bambu, bermaknakan kerapian dan menangkal yang buruk – buruk. Terletak pada belakang halakkip rumah bolon. 26.Beraspati

Berbentuk cicak yang hidup dirumah, bermaknakan melindungi seisi rumah karena memiliki kekuatan gaib, terletak pada tiang nanggar dan dinding rumah bolon.

27.Bohi – bohi

Berbentuk profil wajah manusia, bermaknakan ilmu hitam dan kewaspadaan, diukir pada ujung sembahau rumah bolon.

28.Bindu Matoguh

Berbentuk dua segi empat bersusun menjadi delapan penjuru angka, bermaknakan lambang pertahanan disegala penjuru, terletak pada lesplang balai buntu dan tiang nanggar lapou.

29.Tanduk Horbo

Berbentuk kepala kerbau, bermaknakan kemakmuran dan kebesaran raja yang memerintah, tergantung pada puncak anjungan rumah bolon.


(24)

BAB IV PENYAJIAN DATA

Penyajian data hasil penelitian penting bagi penulis dalam mengungkap strategi pengembangan sektor pariwisata Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Simalungun, data yang ditemui dilapangan yang bersifat primer dan sekunder nantinya akan menjadi acuan bagi penulis untuk melakukan analisis, adapun data yang ditemukan penulis ialah data tertulis berupa strategi pengembangan sektor pariwisata dalam meningkatkan kunjungan wisata, dan data berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang berhubungan dengan strategi pengembangan sektor pariwisata khususnya objek wisata Rumah Bolon Purba.

4.1 Hasil Penelitian

Data hasil penelitian yang dilakukan penulis terbagi dalam 2 (dua) jenis yaitu data primer dan data sekunder, data primer yaitu data diperoleh dari hasil wawancara dengan para informan, sedangkan data sekunder ialah data yang diperoleh dari sumber-sumber tertulis yang memperkuat data primer. Adapun permasalahan pokok yang penulis sajikan yaitu Strategi Pengembangan Sektor Pariwisata Dalam Meningkatkan Kunjungan Wisata Di Kabupaten Simalungun dengan Studi Kasus Pada Objek Wisata Budaya Rumah Bolon Purba Di Kecamatan Purba Kabupaten Simalungun.

4.2 Pelaksanaan Wawancara

Penelitian dilakukan pada Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga selama kurang lebih 3 bulan, dalam pengumpulan data untuk menjawab permasalahan


(25)

penelitian penulis melakukan beberapa tahapan yaitu, diawali pengumpulan berbagai dokumen tertulis terkait kondisi umum Kabupaten Simalungun, dan objek wisata Rumah Bolon Purba, serta data – data lainnya yang berkaitan dengan objek wisata Rumah Bolon Purba. Kedua, penulis melakukan wawancara dengan beberapa informan yang sudah ditetapkan untuk mendapatkan informasi dan fakta – faktayang lebih komprehensif menyangkut permasalahan penelitian.

Wawancara merupakan salah satu cara untuk mendapatkan informasi dari para informan tentang Peranan Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga dalam Meningkatkan Kunjungan Wisata Di Kabupaten Simalungun. Sesuai dengan rancangan penelitian, bahwa telah ditetapkan jumlah informan sebanyak 7 (tujuh) orang, informan yang telah ditetapkan memliki kedudukan tertentu sehingga dianggap dapat menjawab segala sesuatu yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian. Ke-7 (tujuh) informan tersebut terdiri dari, Kepala Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga (informan kunci), Kepala Bidang Sarana dan Prasarana, Kepala Seksi Pengembangan Jasa, Kepala Seksi Promosi (informan utama), Masyarakat dan Wisatawan sebanyak 3 (tiga) orang.

Tipe wawancara yang ditentukan penulis yaitu tipe wawancara terstruktur, dimana sebelum melakukan wawancara, penulis terlebih dahulu menyusun daftar pertanyaan yang berkaitan dengan penelitian, namun dalam pelaksanaan wawancara penulis tidak menutup kemungkinan akan timbulnya pertanyaan – pertanyaan baru yang berhubungan langsung dan menggali lebih banyak lagi informasi dari para informan.


(26)

Pemaparan hasil wawancara disusun secara berurutan menurut urutan informan yang diwawancarai, diawali Kepala Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga (informan kunci), Kepala Bidang Sarana dan Prasarana, Kepala Seksi Pengembangan Jasa, Kepala Seksi Promosi,Masyarakat (pengelola) dan Wisatawan yang berkunjung pada objek wisata Rumah Bolon Purba, hasil yang diperoleh dibagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu mengenai karakteristik informan dan pendapat informan mengenai strategi pengembangan sektor pariwisata (objek wisata Rumah Bolon Purba) dalam meningkatkan kunjungan wisata di Kabupaten Simalungun.

a. Karakteristik Informan

Informan Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Simalungun:

1. Resman Saragih, S.Sos, Kepala Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Simalungun

2. Zulpanuddin Dalimunthe SH, Kepala Bidang Sarana dan Prasarana 3. Herry Sudrajat, SE, Kepala Seksi Pengembangan Jasa

4. Tumbur H. Hutabarat, Kepala Seksi Promosi

Informan tambahan ada 3 (orang) dilapangan/dilokasi objek wisata Rumah Bolon Purba:

1. Pengelola (keturunan raja purba), Bapak Jaipin Purba 2. Wisatawan Lokal, Bapak Japamin Purba


(27)

b. Pendapat Informan Tentang Strategi Pengembangan Pariwisata Dalam Meningkatkan Kunjungan Wisata Di Kabupaten Simalungun (Studi Pada Objek Wisata Budaya Rumah Bolon Purba Di Kecamatan Purba)

Dalam mencapai visi yaitu, Mewujudkan Kabupaten Simalungun sebagai tujuan wisata yang aman, nyaman dan menarik serta memiliki daya saing yang tinggi untuk dikunjungi sebagai Destinasi Wisata terkemuka di Indonesia. Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga bekerjasama dengan seluruh SKPD di Kabupaten Simalungun, Sehingga melatarbelakangi penulis untuk melihat bagaimana Strategi Pengembangan Sektor Pariwisata dalam Meningkatkan Kunjungan Wisata Di Kabupaten Simalungun dengan Studi Kasus Objek Wisata Rumah Bolon Purba.

1. Strategi Pengembangan Obejek Wisata Rumah Bolon Purba

Dalam meningkatkan kunjungan wisata di Kabupaten Simalungun, perumusan strategi sangatlah penting, berikut adalah beberapa strategi yang telah dilakukan dan yang akan dilakukan Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga dalam meningkatkan kunjungan wisata, Argumen pertama yang penulis peroleh yaitu dari bapak Resman Saragih, S.Sos (informan kunci) selaku kepala Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga. Pertanyaan yang diajukan ialah, Jika diperhatikan komplek Rumah Bolon Purba adalah satu – satunya sisa peninggalan kerajaan purba yang perlu untuk dilestarikan dan dikembangkan, Apa strategi dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga dalam pengembangan objek wisata Rumah Bolon Purba ?


(28)

Beliau Menjawab :

“Strategi Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga berlaku sama untuk semua

objek wisata yang ada di Kabupaten Simalungun sesuai dengan Visi dan Misi Dinas Pariwisata yang merupakan turunan dari Visi dan Misi Kabupaten Simalungun, namun dalam teknis operasionalnya atau rencana aksi untuk setiap objek wisata itu bisa berbeda”

Berdasarkan jawaban bapak kepala dinas tersebut, dapat diketahui bahwa visi dan misi Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga mengacu pada visi dan misi Kabupaten Simalungun, yaitu Mewujudkan Kabupaten Simalungun sebagai tujuan wisata yang aman, nyaman dan menarik serta memiliki daya saing yang tinggi untuk dikunjungi sebagai Destinasi Wisata terkemuka di Indonesia.

Kemudian untuk mengetahui apa saja yang menjadi program atau kebijakan Dinas Pariwisata dalam rencana aksi ataupun teknis operasional dari Strategi yang ada, penulis kembali bertanya kepada bapak kepala dinas dengan pertanyaan, Apa saja yang termasuk dalam rencana aksi Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga pada objek wisata Rumah Bolon Purba ?

Beliau menjawab:

“rencana aksi Dinas Pariwisata pada objek wisata Rumah Bolon Purba yang

masuk dalam program kerja tahun 2016,Dinas Pariwisata bekerja sama dengan Balai Cagar Budaya Di Aceh dan juga Yayasan Rumah Bolon, pembangunan/pengembangannya sedang dalam tahap penyelesaian pengerjaannya, berupa Lanjutan pembangunan jalan setapak keliling komplek Rumah Bolon sepenjang ± 200 m. Pembangunan gapura/pimtu masuk


(29)

(pelebaran). Pembangunan kios wisata/pusat kuliner disekitar lapangan parkir. Penataan panggung kesenian di komplek Rumah Bolon. Pembuatan jalan setapak menuju tempat permandian/marangir raja sepanjang ± 500 m. Pembuatan jalan setapak menuju lokasi hulu balang (pengawal kerajaan) sepanjang ± 100 m. Pengadaan sumur bor di komplek Rumah Bolon. Pengecetan relief yang ada di terowongan dan lapangan parkir. Pembuatan parit pasangan kiri/kanan jalan mulai dari pintu gerbang sampai pada lapangan parkir sepanjang ± 400 m. dan Pemanfaatan billiboard yang ada di lapangan parkir untuk tempat promosi objek – objek wisata se Kabupaten Simalungun”

Berdasarkan jawaban bapak kepala dinas tersebut, dapat diketahui bahwa secara teknis operasional Dinas Pariwisata sudah melakukan pembangunan ataupun perbaikan yang disesuaikan dengan visi dan misi yang ada, kemudian untuk melakukan perbandingan penulis bertanya kepada bapak Zulpanuddin Dalimunthe, SH selaku kepala bidang sarana dan prasarana dengan pertanyaan, Apa Strategi Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga dalam pengembangan objek wisata Rumah Bolon Purba ?

Beliau menjawab:

“pastinya strategi Dinas Pariwisata sesuai dengan visi dan misi Dinas

Pariwisata, namun pengembangannya berbeda dengan objek wisata lainnya di Simalungun, objek wisata Rumah Bolon Purba sampai saat ini masih dikelola oleh yayasan, dalam pembangunan atau renovasinya pemerintah kabupaten tidak bisa sembarangan, karena ada balai cagar budaya di aceh yang memiliki kewenangan untuk cagar budaya, jadi harus dikoordinasikan kesana dan kepada


(30)

pihak yayasan, dan saat ini ada sebanyak 10 program kerjasama dinas dengan balai cagar budaya aceh di Rumah Bolon Purba, berupa renovasi dan pembangunan fasilitas yang lebih baik lagi”

Berdasarkan jawaban dari bapak kepala bidang sarana dan prasarana bahwa dalam pelaksanaan strategi pemerintah Kabupaten Simalungun tidak bisa bertindak sendiri, harus melakukan koordinasi dengan pihak Balai Cagar Budaya Aceh dan Pihak Yayasan Rumah Bolon Purba. Selanjutnya penulis bertanya pada bapak Herry Sudrajat SE, selaku Kepala Seksi Pengembangan Jasa (mewakili kepala bidang pengembangan pariwisata) dengan pertanyaan yaitu, Apa strategi Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga dalam pengembangan objek wisata Rumah Bolon Purba ?

Beliau menjawab:

“Berbicara masalah strategi pastinya kita (Dinas Pariwisata, Pemuda dan

Olahraga) berpedoman dengan Visi dan Misi Dinas Pariwisata, yaitu Mewujudkan Kabupaten Simalungun sebagai tujuan wisata yang aman, nyaman dan menarik serta memiliki daya saing yang tinggi untuk dikunjungi sebagai Destinasi Wisata terkemuka di Indonesia, kalau dalam pelaksanaan strategi kita juga terlebih dahulu berkoordinasi dengan Balai Cagar Budaya dan Yayasan”

Berdasarkan jawaban dari bapak kepala seksi pengembangan jasa Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga tersebut, dipahami bahwa pengembangan objek wisata rumah bolon perlu partisipasi dari Balai Cagar Budaya dan Yayasan Rumah Bolon Purba, sehingga dalam pengembangannya tidak menghilangkan kearifan lokal yang ada, selanjutnya penulis bertanya kepada bapak Tumbur H.


(31)

Hutabarat SE, selaku Kepala Seksi Promosi Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga dengan pertanyaan yaitu, Apa yang menjadi strategi Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga dalam pengembangan objek wisata Rumah Bolon Purba ? Beliau menjawab:

“Rumah Bolon Purba itu masih menjadi milik dan juga dikelola oleh yayasan dan

juga menjadi kewenangan Balai Cagar Budaya Aceh, jadi Dinas Pariwisata dalam pengembangannya harus menunggu proposal dari yayasan, dan juga berkoordinasi dengan Balai Cagar Budaya Aceh, namun Dinas Pariwisata tetap memastikan bahwa strategi pengembangan objek wisata rumah bolon purba sesuai dengan Visi dan Misi Dinas dan juga Pemerintah Kabupaten Simalungun”

Berdasarkan jawaban dari bapak kepala seksi promosi tersebut, dapat dipahami bahwa strategi dinas selalu menyesuaikan dengan Visi dan Misi dinas pariwisata, dan juga Visi dan Misi Kabupaten Simalungun, jawabannya tetap sama dengan informan lainnya, bahwa juga terdapat 3 instansi/organisasi yang memiliki kewenangan terhadap objek wisata Rumah Bolon Purba.

2. Pengembangan Amenitas

Pengembangan amenitas merupakan kunci dalam keberhasilan suatu objek pariwisata, dimana secara keseluruhan kebutuhan wisatawan sangat erat dengan kualitas dan kuantitas pengembangan amenitas, dan di era globalisasi ini wisatawan tentu lebih memilih objek wisata yang memiliki daya tarik, fasilitas,


(32)

dan akses yang lebih baik, sehingga para instansi/organisasi yang bergerak pada bidang pariwisata harus meningkatkan kualitas produk dari objek wisatanya. Pengembangan Amenitas dalam pengertian Victor T.C Middleton, terbagi atas 3 (tiga) bagian yaitu, pertama, akses destinasi wisata, kedua, fasilitas destinasi wisata, dan ketiga, daya tarik wisata.

a. Accessibilities Of The Touist Destination (Akses Destinasi Wisata)

Pengembangan akses destinasi wisata mencakup Infrastruktur, Transportasi, Kebijakan Pemerintah, dan Prosedur Operasional, ke-4 (empat) inilah yang menjadi dasar pertanyaan yang diajukan penulis terhadap para informan yang sudah ditentukan dalam akses destinasi wisata. Argumen pertama yang penulis peroleh mengenai akses destinasi wisata dari bapak Zulpanuddin Dalimunthe SH, selaku Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga, pertanyaan yang penulis tanyakan yaitu, Apakah Pemerintah Kabupaten Simalungun memiliki program terkait pengembangan infrastruktur dan transportasi pada objek wisata Rumah Bolon Purba ?

Beliau menjawab:

“sudah jelas ada, karena tujuan pengembangan dari Pemerintah

Kabupaten melalui Dinas Pariwisata adalah untuk menjadikan Rumah Bolon Purba sebagai destinasi unggulan wisata di Simalungun, program pengembangan/pembangunannya dalam bentuk pembangunan sarana fisik, perbaikan/pelebaran akses jalan, dan juga berupa rest area yang berada dekat dengan objek wisata. Kalau masalah transportasi ada,


(33)

transportasi umum disana lancar, bahkan pada objek wisata juga tersedia biro travel yaitu Narasindo travel”

Berdasarkan jawaban dari bapak kepala bidang sarana dan prasarana tersebut, dapat dipahami bahwa kebutuhan wisatawan akan infrastruktur dan transportasi dapat terpenuhi, kemudian penulis kembali bertanya dengan pertanyaan, Apakah Pemerintah Kabupaten Simalungun memiliki kebijakan mengenai transportasi, kebijakan tarif, dan kebijakan mengenai frekuensi layanan pada objek wisata ?

Beliau menjawab:

“untuk masalah kebijakan transportasi langsung ada, untuk tarif juga ada,

secara langsung yayasan yang mengelola, jadi untuk tarif itu pihak yayasan yang menentukan dan digunakan untuk kebersihan dan penjagaan, begitu juga dengan layanan pihak yayasan dengan ahli waris yang menentukan, layanan disana bagus, disana ada petugas yang juga merupakan ahli waris, jadi wisatawan dapat mengerti dan memahami sejarah dan kegunaan bangunan dan perlengkapan kerajaan lainnya melalui petugas tersebut”

Berdasarkan jawaban dari bapak kepala bidang sarana dan prasarana tersebut, dapat dipahami bahwa dalam hal kebijkan pemerintah kabupaten tidak bisa sewenang – wenang, karena yayasan Rumah Bolon Purba juga memiliki kewenangan pada objek wisata, untuk perbandingan penulis kemudian bertanya kepada bapak Herry Sudrajat SE, selaku Kepala Seksi Pengembangan Jasa (mewakili Kepala Bidang Pengembangan Pariwisata) dengan pertanyaan yang


(34)

sama yaitu, Apakah Pemerintah Kabupaten Simalungun memiliki program terkait pengembangan infrastruktur dan transportasi pada objek wisata Rumah Bolon Purba ?

Beliau menjawab:

“Kalau masalah infrastruktur setiap tahunnya infrastruktur menuju rumah

bolon tetap kita perioritaskan, karena merupakan salah satu alat transportasi (darat) yang lebih banyak digunakan masyarakat atau wisatawan. Kalau dalam hal terminal bus, untuk sementara belum ada, tetapi akses menuju kesana sudah ada rest area yang sudah 2 (dua) tahun berdiri. Kalau ketersediaan transportasi umum banyak, ada travel trofitour, narasindo, holiday, kalau lintas umum, sepadan, Simas, jadi masalah transportasi menuju objek wisata tidak perlu ragu”

Berdasarkan jawaban dari bapak kepala seksi pengembangan jasa tersebut dapat dipahami bahwa keadaan infrastruktur menuju objek wisata selalu ada perbaikan, dan keadaan transportasi sudah sangat baik dan begitu lancar sehingga wisatawan tidak perlu khawatir untuk pergi mengunjungi objek wisata. Kemudian penulis bertanya kembali dengan pertanyaan, Apakah Pemerintah Kabupaten Simalungun memiliki kebijakan mengenai transportasi, kebijakan tarif, dan kebijakan mengenai frekuensi layanan pada objek wisata ?

“Kalau kebijaksanaan pemerintah berkaitan dengan transportasi ada,

kalau tarif tidak bisa karena ada kebijakan PO masing masing, layanannya juga begitu, kalau pada objek wisata masalah transportasi ada, tarifnya untuk sementara perorang itu Rp2000, kalau perbis diatas


(35)

2000, dalam hal layanan wisata, pada objek wisata disediakan gaet yang memiliki garis keturunan/hubungan darah dengan kerajaan purba, kalau gaetnya mantaplah bisa menjelaskan apa yang ada disana.”

Berdasarkan jawaban dari bapak kepala seksi pengembangan jasa tersebut, dapatlah dipahami bahwa dalam hal kebijakan pemerintah mengenai transportasi, tarif dan frekuensi layanan sudah cukup baik. Untuk memperbandingkan pendapat informan diatas penulis selanjutnya bertanya kepada bapak Japamin Purba selaku wisatawan yang berkunjung ke objek wisata Rumah Bolon Purba dengan pertanyaan, menurut bapak apakah infrastruktur, transportasi, tarif, dan frekuensi layanan pada Rumah Bolon Purba sudah cukup baik ?

Beliau menjawab:

“Kalau secara umum setau saya di indonesia, bukan cuma di komplek

museum rumah bolon ini, sudah berkembang dan sudah dibenahi, seperti infrastrukturnya udah dibenahi, transportasi kesini lancar, secara umum sudah dibenahi, tarifnya terhitung murah ya, kalau masalah layanan gaetnya mungkin masih kurang ya, seperti orang bule disana tadikan, kami cerita – cerita sama dia, dia pun cerita sama pengunjung, bukan sama orang yang bertugas disini, tadi ada yang dari dari polandia, dia cerita – cerita sama kami, bukan sama gaet yang ada disini, tapi enggaklah mana tau ini bukan hari weekend entah hari besar, mungkin karena itu saya gak tau juga. Dan yang ininya juga mungkin masih belum mendapat perhatian ya, seperti perlengkapan didalam rumah bolon ini


(36)

kan, harusnya bersih dan rapi, mungkin memang butuh dibiayai juga, mungkin juga harus ada bantuan dari pemerintah.”

Berdasarkan jawaban dari bapak Japamin Purba tersebut, dapat dipahami bahwa pengembangan infrastruktur, transportasi dan tarif sudah cukup baik, namun frekuensi layanan objek wisata perlu untuk diperhatikan, agar wisatawan yang berkunjung dapat menikmati dan memiliki keinginan untuk kembali berkunjung ke objek wisata Rumah Bolon Purba. Kemudian penulis bertanya kepada wisatawan lain yang mengunjungi objek wisata Rumah Bolon Purba yaitu bapak Riski Siregar, dengan pertanyaan, menurut bapak apakah infrastruktur, transportasi, tarif, dan frekuensi layanan pada Rumah Bolon Purba sudah cukup baik ?

Beliau menjawab:

“Kalau menurut saya yang sesuai dengan yang apa yang saya lihat,

masalah infrastruktur sudah cukup baik, transportasi juga sudah cukup baik, tarif juga terjangkau, namun masalah layanan kurang memadai lah, karena kurang fasilitas banyak sampah – sampah bertebaran dan tempat sampah tidak ada, udah gitu juga penyambutan di bagian depan dengan pegawai – pegawai administrasinya juga kurang lengkap, dan juga gaet yang memandu wisata disini, kebanyakan disini wisatawan – wisatawannya jadi merasa ambigu, bingung mau siapa mau ditanya, hanya sekedar melihat bangunan – bangunannya aja, tidak ada gaet yang sedia langsung untuk bisa menjelaskan apa kisah di rumah bolon ini.”


(37)

Berdasarkan jawaban dari bapak Riski Siregar tersebut, dapat dipahami bahwa permasalahan pada rumah bolon terletak pada minimnya layanan,seperti kebersihan dan gaet (pemandu wisata) sehingga para wisatawan keliru untuk mengetahui sejarah dan kegunaan dari bangunan dan peralatan yang ada di komplek Rumah Bolon Purba.

b. Fasilitas Destinasi Wisata

Pengembangan fasilitas destinasi wisata mencakup unik akomodasi (penginapan), restoran/bar/cafe (kualitas makanan dan minuman), transportasi dari destinasi (taxi, mobil rental, bus pemandu wisata), olahraga dan aktivitas (golf, memancing, berburu), retail outlets (agen travel lokal, toko obat), pelayanan lainnya (pusat informasi wisata, kantor polisi), fasilitas lainnya (suvenir, seni, dll), inilah yang menjadi dasar pertanyaan penulis kepada para informan yang sudah ditentukan. Argumen pertama yang penulis peroleh dari bapak Zulpanuddin Dalimunthe SH, selaku Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Simalungun dengan pertanyaan, Apakah tersedia fasilitas penginapan, restoran, dan transportasi khusus pada objek wisata ? lalu bagaimana dengan pusat informasi wisata, kantor polisi, dan pusat lokasi penjualan suvenir di objek wisata ?

Beliau menjawab:

“Dalam hal akomodasi, memang disekitar objek wisata belum ada, tapi

untuk informasi sudah ada kantor pusat informasi di objek wisata, kantor polisi sekitar 3-5 kilometer dari objek wisata, masalah penginapan dan restoran atau rumah makan yang ada palinglah sekitar rumah bolon,


(38)

untuk pusat penjualan suvenir dulu pernah ada, dan saat ini sedang dibangun yang baru, untuk seni pemerintah kabupaten sudah menyiapkan dan sedang direnovasi lagi untuk lebih baik.”

Berdasarkan jawaban dari bapak kepala bidang sarana dan prasarana tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam hal fasilitas destinasi wisata, objek wisata Rumah Bolon Purba sudah cukup baik, namun ada persoalan dimana tidak tersedianya rumah makan nasional dan penginapan yang terletak disekitar objek wisata. Selanjutnya penulis bertanya kepada bapak Herry Sudrajat SE, selaku Kepala Seksi Pengembangan Jasa dengan pertanyaan, Apakah tersedia fasilitas penginapan, restoran, dan transportasi khusus pada objek wisata ? lalu bagaimana dengan pusat informasi wisata, kantor polisi, dan pusat lokasi penjualan suvenir di objek wisata ?

Beliau menjawab:

“Untuk sementara penginapan belum ada, itupun sesuai dengan program pemerintah masih dikaji ulang, masih mencoba pendekatan dengan homestay, karena permasalahan pelanggan, Masalah pusat informasi masih pada polsek terdekat, kalau transportasi khusus objek wisata ada narasindo travel, Masalah penjualan suvenir, berapa tahun yang lalu tempat suvenir itu ada, entah apa sebab musababnya kiosnya tertutup, dan akhir 2016 kami usahakan untuk ada, termasuk lah ini lagi ada pembangunan suvenir disana, dan masalah kesenian juga ada lagi di renovasi, diusahakan secepatnya bisa digunakan kembali untuk


(39)

penampilan tari – tarian daerah simalungun dan lain – lain, jadi menambah minat wisatawan untuk berkunjung.”

Berdasarkan jawaban dari bapak kepala seksi pengembangan jasa tersebut, dapat dipahami bahwa persoalan fasilitas pada objek wisata terletak pada ketidaktersediaannya penginapan, namun saat ini masih dalam proses pengkajian pada Pemerintah Kabupaten untuk mengadakan homestay. Untuk melhat kebenarannya penulis bertanya pada wisatawan dan petugas yang ada di objek wisata Rumah Bolon Purba yaitu, bapak Jaipin Purba dengan pertanyaan, bagaimana menurut anda ketersediaan fasilitas pada objek wisata Rumah Bolon Purba ? dalam hal penginapan, restoran, pusat suvenir, transportasi khusus objek wisata, pusat informasi wisata, dan kantor polisi.

Beliau menjawab:

“Fasilitasnya sudah bagus, tahun 2016 ini sudah banyak renovasi, toilet,

panggung seni, renovasi bangunan sejarah yang ada, penginapan belum ada,restoran atau rumah makan itu ya? Belum ada, pusat penjualan suvenir baru dibangun lagi yang baru, namun kan kita selaku masyarakat juga perlu tau kemana nantinya pusat penjualan ini diserahkan, diberikan pada masyarakat untuk mengelola atau disewakan, itu yang belum jelas, kalau pusat informasi ya ada sekaligus loketlah disini, kantor polisi sejauh kurang lebih 4-5 kilometer lah dari sini (objek wisata), transportasi khusus paling ini ajala narasindo travel.”

Berdasarkan jawaban dari bapak pengelola objek wisata tersebut, dapatlah dipahami bahwa benar belum tersedianya penginapan pada objek wisata atau


(40)

disekitar objek wisata, begitu juga dengan restoran atau rumah makan nasional disekitaran objek wisata. Selanjutnya penulis bertanya kepada bapak Riski Siregar selaku wisatawan yang mengunjungi objek wisata Rumah Bolon Purba dengan pertanyaan, bagaimana menurut anda ketersediaan fasilitas pada objek wisata Rumah Bolon Purba ? dalam hal penginapan, restoran, pusat suvenir, transportasi khusus objek wisata, pusat informasi wisata, dan kantor polisi.

Beliau menjawab:

“sepertinya penginapan belum ada, restoran juga belum ada, kalau pusat

penjualan suvenir sepertinya yang baru dibangun dibelakang loket masuk, pusat informasinya ini juga belum jelas, karena ini pun kita bingung mau nanya siapa tentang bangunan – bangunan disini, petugasnya minim sekali, fasilitas tempat sampahnya juga tidak ada, seperti tadi sampah banyak berserakan seperti tidak ada yang bertugas membersihkan, transportasi khusus ada saya lihat di depan, cuman gak jelas juga bagaimana cara menghubunginya soalnya loketnya tutup, kantor polisi tidak terlihat ya, mungkin jauh dari lokasi objek wisata ini ya.”

Berdasarkan jawaban dari bapak Riski Siregar tersebut, diketahui bahwa masih belum tersedia fasilitas penginapan, restoran, begitu juga fasilitas lainnya seperti pusat informasi dan kantor polisi, dimana pusat informasi wisatanya belum beroperasi dengan baik, dan kantor polisi yang jauh dari objek wisata.

c. Daya Tarik Wisata

Pengembangan dalam hal daya tarik wisata merupakan salah satu faktor penentu dalam keberhasilan dan kemajuan suatu destinasi wisata, daya tarik


(41)

wisata mencakup daya tarik alam, daya tarik budaya, daya tarik sosial, daya tarik buatan. Informasi mengenai daya tarik wisata penulis peroleh pertama sekali dari bapak Zulpanuddin Dalimunthe SH, dengan pertanyaan yaitu, terkait daya tarik wisata, bagaimana dengan daya tarik alam, budaya, sosial dan buatan pada objek wisata Rumah Bolon Pematang Purba ?

Beliau menjawab:

“Rumah bolon dari segi daya tarik budaya, dan daya tarik buatan dari

raja-raja yang pernah memerintah, memang termasuk bangunan langka dari segi bahannya, perlengkapan dan kegunaan bangunannya juga khusus dan tidak sembarangan, sehingga keaslian bangunan ini menjadi penambah minat atau daya tarik tersendiri bagi wisatawan, dalam hal atraksi belum sepenuhnya berjalan, contohnya kesenian khas simalungun, namun untuk tahun 2017 sudah dibangun panggung kesenian, yang nantinya akan diisi oleh penampilan seni dan budaya tradisional simalungun, namun pada hari hari tertentu, kalau daya tarik sosial termasuklah itu interaksi sosial, saya fikir masyarakat yang tinggal di sekitar objek wisata itu ramah dan terbuka untuk wisatawan, jadi gak perlu khawatirlah, kalau daya tarik alamnya lumayan bagus ya, pemandangan disana bagus, pertaniannya lumayan tertata rapi, udaranya juga masih sejuk.”

Berdasarkan jawaban dari bapak kepala bidang sarana dan prasarana tersebut, diketahui bahwa daya tarik wisata Rumah Bolon Purba mendekati sempurna, dimana objek wisata Rumah Bolon Purba memiliki pemandangan alam


(42)

yang bagus, bangunannya masih asli dan terawat, tanggapan masyarakat terhadap wisatawan juga baik. Untuk memperbandingkan pendapat bapak kepala bidang sarana dan prasarana dinas pariwisata, penulis selanjutnya bertanya kepada bapak Japamin Purba selaku wisatawan yang berkunjung di objek wisata Rumah Bolon Purba, dengan pertanyaan yaitu, Menurut bapak bagaimana daya tarik objek wisata Rumah Bolon Purba ?

Beliau menjawab:

“Ya karena ini kan satu – satunya tempat wisata tentang yang marga

purba, kalau ditempat lain kan gak ada, itu yang menjadi daya tariknya sama kita ditempat lain gak ada, tadi itu kan ada sejarah – sejarah raja marga purba, belum saya temukan di daerah lain objek wisata yang seperti ini, mulai dari 1900 sampai sekarang, unik gitu”

Lalu penulis bertanya kembali dengan pertanyaan, apakah Rumah Bolon Purba ini memiliki daya tarik alam seperti pemandangan alam dan pertanian ? Beliau menjawab:

“oh iya, pemandangan alam disini masih bagus ya, cuman untuk

dilingkungan Rumah Bolon ini sepertinya kurang tertata rapi pepohonannya, atau mungkin disengaja ya biar terkesan alami gitu, tidak tau juga, untuk pertaniannya sepanjang jalan menuju objek wisata ini terbilang bagus, lumayan rapi dan masih sejuk lah udaranya.”

Berdasarkan jawaban dari bapak Japamin Purba tersebut, dapat diketahui bahwa objek wisata Rumah Bolon Purba memiliki daya tarik buatan dan alam


(43)

yang mampu menarik minat wisatawan untuk berkunjung. Untuk menambah keakuratan informasi penulis selanjutnya bertayanya kepada bapak Jaipin Purba selaku petugas dan sekaligus keturunan raja purba, dengan pertanyaan yaitu, bagaimana menurut bapak mengenai daya tarik wisata pada rumah bolon purba ? seperti daya tarik alam, budaya, sosial dan daya tarik buatan.

Beliau menjawab:

“kalau daya tarik alam ya seperti inilah, kalau memandang ya masih hijau

semua, karena masyarakat disini juga masyoritas petani ya lahan pertanian pun jadi daya tarik alam, kalau daya tarik budaya dan seni, dulu tahun 80an sampai 90an kami selalu mengadakan tari – tarian, tor – tor Simalungun secara rutin setiap hari, namun sekarang sudah tidak lagi, karena ada penurunan wisatawan yang sangat drastis. Kalau daya tarik buatan ya ini, bangunannya masih terbilang asli lah walau ada renovasi namun bentuknya masih sama. Kalau sosial, sambutan masyarakat disini bisa dikatakan masih masyarakat awam, tak ada pernah mengadakan sesuatu yang tidak tepat, tetap kalau ada disini warga sekitar anak muda ataupun orang tua, kalau ada disini tamu tetap mengadakan ya budaya terhormat yang ditinggalkan oleh nenek moyang disini, sambutannnya baik, kalau itu saya jamin.”

Berdasarkan jawaban dari bapak Jaipin Purba tersebut, dapat dipahami bahwa daya tarik wisata Rumah Bolon Purba sudah dapat memenuhi kebutuhan wisatawan akan pesona alam, interaksi sosial, dan daya tarik buatan, namun dalam


(44)

hal daya tarik budaya terjadi penurunan pada objek wisata, dimana terjadi kemunduran pada penampilan seni pada objek wisata.

3. Pengembangan Masyarakat

Pengembangan masyarakat dalam meningkatkan kualitas wisata dan juga kuantitas produk wisata ataupun kunjungan wisata, bukan persolan memberikan pendidikan kepada masyarakat, namun juga memberikan fasilitas kepada masyarakat untuk bisa terlibat langsung mewarnai produk pariwisata. Informasi mengenai pengembangan masyarakat penulih peroleh pertama kalinya dari bapak Herry Sudrajat SE, selaku Kepala Seksi Pengembangan Jasa Dinas Pariwisata, dengan pertanyaan yaitu, Apakah ada program pengembangan masyarakat sekitar objek wisata, sehingga masyarakat ikut memajukan objek wisata dan merasakan hasil dari berkembangnya objek wisata ?

Beliau menjawab:

“Kalau masalah pengembangan ataupun pemberdayaan masyarakat,

pertama masyarakat kita libatkan dalam setiap kegiatan, kedua, mereka terlibat dalam pengisian dan pembuatan suvenir.”

Berdasarkan jawaban dari bapak kepala seksi pengembangan jasa tersebut, dapat dipahami bahwa dinas pariwisata memiliki program dalam melibatkan masyarakat pada setiap kegiatannya, dan juga program pemberdayaan masyarakat dalam hal pembuatan suvenir. Selanjutnya penulis bertanya kepada bapak Jaipin Purba selaku Petugas pada objek wisata Rumah Bolon Purba yang juga merupakan keturunan Raja Purba, dengan pertanyaan yaitu, Apakah ada program


(45)

pengembangan masyarakat terkait pengembangan objek wisata rumah bolon purba yang dilakukan oleh pemerintah ?

Beliau menjawab:

“Dulunya dari tahun 85 sampai tahun 90 ya, dulu kami disini mengadakan

tor – tor budaya Simalungun, rutin setiap hari, tapi setelah terjadi krisis moneter, ataupun reformasi ya, pengunjung yang datang kesini sangat berkurang, bisa bisa dikatakan sampai berkurang 95%, jadi masyarakat dulu yang telah diberdayakan manortor disini stop, karena tidak ada lagi masalah dana, karena belum ada saat itu dana yang ditentukan oleh pemerintah dikucurkan kesini untuk melaksanakan tari – tari Simalungun, itulah yang pernah disini, yang berhubungan dengan pengembangan ataupun pemberdayaan masyarakat.”

Berdasarkan jawaban dari bapak Jaipin Purba tersebut, dapat diketahui bahwa pengembangan masyarakat sudah tidak lagi dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Simalungun, terakhir dilakukan pengembangan masyarakat pada pra-reformasi, dikarenakan berhentinya alokasi dana dari pemerintah Kabupaten Simalungun.


(46)

4. Kunjungan Wisata Di Kabupaten Simalungun Tabel 4.1

Distribusi Kunjungan Wisatawan Nusantara Di Kabupaten Simalungun

No Objek Wisata 2010 2011 2012 2013 2014 2015 1 Parapat 90.598 95.122 125.583 133.558 141.600 125.500 2 Karang

Anyer

8.107 - 3.105 2.300 3.500 11.200

3 Museum Simalungun/ Rumah Bolon

473 2.045 1.223 226 400 350

4 Haranggaol 970 1.840 830 8.565 8.765 3.000 5 Pemandian

Alam Sejuk

245.163 212.770 194.322 190.646 194.500 145.774

JUMLAH 345.311 311.777 325.063 335.295 348.765 285.824 Sumber : Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga


(47)

Tabel 4.2

Distribusi Kunjungan Wisatawan Mancanegara Di Kabupaten Simalungun No Objek Wisata 2010 2011 2012 2013 2014 2015

1 Parapat 11.839 - - 9.800 10.500 8.200 2 Karang

Anyer

- - - -

3 Museum Simalungun/ Rumah Bolon

52 996 995 330 486 408

4 Haranggaol - - - 12

5 Pemandian Alam Sejuk

- - - -

Jumlah 11.891 996 995 10.130 10.986 8.620 Sumber : Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga


(48)

BAB V ANALISIS DATA

Pada bagian ini akan dianalisis data yang diperoleh dari hasil penelitian seperti yang sudah disajikan pada bagian terdahulu. Pembahasan yang dilakukan adalah dengan analisis deskriptif kualitatif dengan tetap mengacu pada induksi data, interprestasi data dan konseptualisasi data sesuai dengan fokus kegiatan penelitian. Penulis akan menganalisis berdasarkan seluruh informasi dan data yang telah dikumpulkan, baik mulai dari studi pustaka, wawancara dengan informan, studi dokumentasi maupun catatan-catatan penulis tentang strategi pengembangan sektor pariwisata dalam meningkatkan kunjungan wisata di Kabupaten Simalungun.

Strategi didefinisikan sebagai suatu proses penentuan rencana para pimpinan puncak yang berfokus pada tujuan jangka panjang organisasi, disertai penyusunan suatu cara atau upaya bagaimana agar tujuan tersebut dapat dicapai28

28Stephanie K. Marrus dalam Husein Umar. 2003. Strategik Manajemen in Action. Jakarta: PT.

Gramedia Pustaka Utama.hal 31.

. lebih khusus Hamel dan Prahalad, menjelaskan bahwa strategi merupakan tindakan yang bersifat incremental (senantiasa meningkat) dan terus menerus, serta dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh para pelanggan di masa depan. Dengan demikian, strategi hampir selalu dimulai dari apa yang dapat terjadi dan bukan dimulai dari apa yang terjadi. Terjadinya kecepatan inovasi pasar yang baru dan perubahan pola konsumen memerlukan


(49)

kompetensi inti (core competencies). Perusahaan perlu mencari kompetensi inti di dalam bisnis yang dilakukan29

5.1 Strategi Pengembangan Objek Wisata Rumah Bolon Purba .

Strategi pengembangan sektor pariwisata dalam meningkatkan kunjungan wisata adalah serangkaian rencana kegiatan/program yang dilakukan Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga dalam mengelola sektor pariwisata di Kabupaten Simalungun untuk meningkatkan kunjungan wisatawan nusantara dan mancanegara, sehingga meningkat pula pendapatan asli daerah dan juga perekonomian masyarakat. Dalam mewujudkan hal tersebut, tentu Pemerintah Kabupaten Simalungun melalui Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga perlu melahirkan strategi dan menerapkannya dengan benar.

Pembangunan kepariwisataan dihadapkan pada berbagai persoalan baik berskala global maupun nasional, selain itu diperlukan perubahan paradigma dalam memandang pariwisata dalam konteks pembangunan nasional, pariwisata tidak hanya dipandang sebagai alat peningkatan pendapatan nasional, namun memiliki spektrum yang lebih luas dan mendasar. Oleh karena itu pembangunan kepariwisataan memerlukan fokus yang lebih tajam serta mampu memposisikan destinasi pariwisatanya sesuai potensi alam, budaya dan masyarakat yang terdapat di masing – masingdaerah.

Persoalan global dan nasional juga perubahan paradigma pembangunan nasional, tentu harus dapat dijadikan dorongan dalam pengembangan pariwisata di Kabupaten Simalungun, pengembangan pariwisata Kabupaten Simalungun


(50)

diperjelas oleh Visi dan Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga yaitu: “Mewujudkan Kabupaten Simalungun sebagai tujuan wisata yang aman, nyaman dan menarik serta memiliki daya saing yang tinggi untuk dikunjungi sebagai Destinasi Wisata terkemuka di Indonesia”. Dan Misi yaitu: Pertama, Pengembangan dan pemantapan citra budaya dan pariwisata Kabupaten Simalungun sebagai salah satu kunjungan wisata nasional yang aman dan nyaman serta mudah untuk dikunjungi. Kedua, Mengembangkan citra positif budaya dan pariwisata Simalungun dengan lebih mengangkat citra destinasi yang strategis. Ketiga, Mewujudkan citra budaya dan pariwisata Simalungun sebagai salah satu sektor andalan penghasil devisa negara, wahana pemberdayaan ekonomi rakyat, sarana untuk mendorong pemerataan pembangunan serta penciptaan kesempatan berusaha dan bekerja. Keempat, Memperluas pangsa pasar budaya dan wisata yang ada serta mengintensifkan pasar budaya dan pariwisata yang ada sehingga mampu mendongkrak kunjungan wisata ke Kabupaten Simalungun. Kelima, Mengembangkan program–program pemasaran yang sudah ada dengan manfaat kemajuan teknologi informasi competitive advantage dan comparative advantage budaya dan pariwisata Simalungun. Keenam, Meningkatkan koordinasi dan keterpaduan program – program pemasaran budaya dan pariwisata di bidang yang lebih holistik, strategik dan sinergis diantara para pelaku stake holders maupun sektor yang terkait.

Dalam pencapaian Visi dan Misi tersebut Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Simalungun, melakukan serangkaian rencana aksi yang diantaranya :


(51)

1. Lanjutan pembangunan jalan setapak keliling komplek Rumah Bolon sepenjang ±200 m.

2. Pembangunan gapura/pintu masuk (pelebaran).

3. Pembangunan kios wisata/pusat kuliner disekitar lapangan parkir. 4. Penataan panggung kesenian di komplek Rumah Bolon.

5. Pembuatan jalan setapak menuju tempat permandian/marangir raja sepanjang ±500 m.

6. Pembuatan jalan setapak menuju lokasi hulu balang (pengawal kerajaan) sepanjang ±100 m.

7. Pengadaan sumur bor di komplek Rumah Bolon.

8. Pengecetan relief yang ada di terowongan dan lapangan parkir.

9. Pembuatan parit pasangan kiri/kanan jalan mulai dari pintu gerbang sampai pada lapangan parkir sepanjang ±400 m.

10.Pemanfaatan billiboard yang ada di lapangan parkir untuk tempat promosi objek – objek wisata se Kabupaten Simalungun.

Menurut George A. Steiner, Strategi dapat disoroti sekurang – kurangnya dari dua perspektif yang berbeda yaitu30

3. Mengenai apa yang hendak dilakukan organisasi, disini strategi didefenisikan sebagai program yang luas untuk menentukan dan mencapai tujuan organisasi dan melaksanakan misi organisasi. Karena program mengacu pada peranan yang aktif, sadar dan rasional yang dimainkan oleh manajer dalam merumuskan strategi organisasi.

:


(52)

4. Mengenai masalah apa sesungguhnya yang dilakukan oleh sebuah organisasi, maksudnya bahwa strategi merupakan tanggapan organisasi yang dilakukan terhadap lingkungannya sepanjang waktu.

Jika melihat berdasarkan point pertama ini, Strategi Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga berupa Visi dan Misi sudahlah tepat, dimana yang menjadi dasar Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga merupakan program yang luas dan juga merupakan sebuah peranan aktif, sadar dan rasional, dalam pengertian ini apa yang telah menjadi Visi Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga sudahlah sesuai dengan keragaman objek wisata yang dimiliki. Terkhusus pada objek wisata Rumah Bolon Purba penulis menganggap sudah tepat.

Jika melihat melalui sudut pandang George pada point kedua, maka pentinglah bagi Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga untuk menyesuaikan program kerjanya/program pengembangannya terhadap lingkungannya/objek wisata Rumah Bolon Purba, namun yang terjadi Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga lebih terfokus pada pengembangan fisik objek wisata dan tidak menyingung masalah pengembangan/pemberdayaan masyarakat sebagai tanggapan terhadap lingkungan seperti yang tertera pada rencana aksi Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga diatas. Karena berdasarkan temuan/pengamatan penulis di lapangan bahwa keterlibatan masyarakat dalam memberikan tanggapan mengenai pengembangan objek wisata sangatlah minim.

Jika mengacu pada Undang – Undang Nomor 10 Tahun 2009 bahwa dalam memanfaatkan potensi budaya untuk menjadi objek dan daya tarik wisata, maka harus mengedepankan prinsip pelestarian budaya, dimana prinsip


(53)

pelestarian budaya ialah Bagaimana kebudayaan dari suatu masyarakat tertentu akan dipelihara, dimanfaatkan dan dikembangkan adalah menjadi kewenangan masyarakat pendukung budaya itu yang menentukan. Merekalah yang paling mengetahui apa yang terbaik bagi diri mereka, masyarakat dan lingkungan mereka.

Pengembangan pariwisata harus menyesuaikan dengan perkembangan global dan nasional adalah benar, namun pengembangan pariwisata tentulah harus berdasarkan keadaan lingkungan terkecil yaitu masyarakat sekitar objek wisata, seperti yang tertera dalam Undang – Undang Nomor 10 Tahun 2009 diatas, Sehingga dalam melakukan pengembangan pariwisata Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga sesuai dengan tanggapan lingkungan, Visi dan Misi, dan Undang – Undang Kepariwisataan.

5.2 Pengembangan Amenitas

Pengembangan amenitas merupakan kunci dalam keberhasilan suatu objek pariwisata, dimana secara keseluruhan kebutuhan wisatawan sangat erat dengan kualitas dan kuantitas pengembangan amenitas, dan di era globalisasi ini wisatawan tentu lebih memilih objek wisata yang memiliki daya tarik, fasilitas, dan akses yang lebih baik, sehingga para instansi/organisasi yang bergerak pada bidang pariwisata harus meningkatkan kualitas produk dari objek wisatanya. Pengembangan Amenitas dalam pengertian Victor T.C Middleton, terbagi atas 3 (tiga) bagian yaitu, pertama, akses destinasi wisata, kedua, fasilitas destinasi wisata, dan ketiga, daya tarik wisata.


(54)

Pengembangan dalam ruang lingkup akses destinasi wisata merupakan salah satu faktor dalam keberhasilan suatu destinasi wisata, dalam hal ini ialah objek wisata Rumah Bolon Purba, pengembangan dalam hal akses destinasi wisata terbagi dalam 4 bagian yaitu, Infrastruktur, Transportasi, Kebijakan Pemerintah, dan Prosedur Operasional. Berdasarkan hasil wawancara dengan Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga bahwa masalah Infrastruktur, Transportasi, kebijakan (transportasi,visa), Operasional (kebijakan tarif, frekuensi layanan) sudah cukup baik.

Namun berdasarkan hasil observasi penulis dilapangan, Pertama, infrastruktur dalam hal ini Terminal Bus, ketersediaan terminal bus memang benar ada dan lokasinya terletak sekitar 5 (lima) kilometer dari objek wisata, untuk mengatasi persoalan jarak antara objek wisata dengan terminal, pemerintah Kabupaten Simalungun membangun Rest Area (Tempat Beristirahat) yang terletak sekitar 500 meter dari objek wisata, namun berdasarkan observasi penulis keberadaan rest area tersebut tidak beroperasi dengan baik, pintu masuk lokasi yang tertutup dan tidak adanya aktivitas didalamnya, sehingga keberadaan rest area ini tidak terlalu mendukung aktivitas wisatawan pada objek wisata.

. Kedua Transportasi umum, menurut hasil wawancara yang dilakukan penulis dengan informan yang berasal dari Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga, keberadaan transportasi pada objek wisata baik yang menuju ataupun yang melewati objek wisata sudah lancar dan beragam, dan berdasarkan observasi penulis dilapangan dan hasil wawancara penulis dengan wisatawan, bahwa intensitas transportasi umum yang menuju ataupun melewati objek wisata belum cukup memadai, dimana ketersediaan transportasi pada objek wisata terbagi


(55)

dalam transportasi lintas daerah, dan angkutan umum yang rentang waktu melewati objek wisata belum normal, wisatawan membutuhkan waktu sekitar 20 – 30 menit dalam mendapatkan transportasi, dan dalam satu kedatangan bus/angkutan kota wisatawan belum tentu dapat ikut dalam perjalanan menuju tempat lainnya.

Ketiga Kebijakan pemerintah mengenai transportasi, berdasarkan temuan penulis dalam penelitian pada dinas dan objek wisata, bahwa kebijakan pemerintah dalam hal transportasi seperti yang telah dibahas pada paragraf sebelumnya bahwa kebijakan transportasi ada, namun persoalan transportasi umum pada objek wisata ialah intensitas transportasi yang masih rendah.

Keempat kebijakan pemerintah mengenai tarif dan frekuensi layanan objek wisata, dalam hal ini pemerintah menyerahkan wewenang pengenaan tarif dan layanan pada yayasan Rumah Bolon Purba, berdasarkan observasi dan wawancara penulis dengan wisatawan, bahwa dalam tarif tidak ada persoalan, namum frekuensi layanan terdapat keluhan dari wisatawan, dimana minimnya

tourguideatau pemandu wisata, sehingga banyak diantara wisatawan yang tidak

terpenuhi keinginannya untuk mengetahui lebih mendalam sejarah, cerita rakyat, dan kebudayaan yang ada di objek wisata Rumah Bolon Purba.

b. Facilities of the tourist destination (Fasilitas Destinasi Wisata)

Pengembangan dalam ruang lingkup fasilitas destinasi wisata merupakan satu bagian penting dalam pengembangan amenitas, fasilitas destinasi wisata mencakup Unit Akomodasi (penginapan), Restoran (kualitas makanan dan minuman), Transportasi dari Destinasi, Olahraga dan Aktivitas (golf, memancing,


(56)

berburu), Toko Retail (agen travel lokal), pelayanan lain (pusat informasi, polisi), fasilitas lain (suvenir, seni).

Pertama unit akomodasi (penginapan), berdasarkan wawancara penulis dengan informan yang telah ditentukan dan observasi dilapangan, belum tersedia fasilitas berupa penginapan (hotel, motel, villa) pada objek wisata Rumah Bolon Purba, namun pada saat ini pemerintah Kabupaten Simalungun melalui Dinas Pariwisata sedang melakukan pengkajian dengan pendekatan homestay, menurut bapak Herry Sudrajat SE, ketidaktersediaan penginapan ini disebabkan oleh keterbatasan pelanggan dan juga tidak adanya investor.

Kedua Restoran, Cafe dan Bar (kualitas makanan dan minuman), berdasarkan wawancara penulis dengan informan yang telah ditentukan dan observasi dilapangan, belum tersedia restoran, cafe dan bar pada objek wisata, ketidaktersediaan fasilitas tersebut tentu mempengaruhi kepuasan wisatawan yang berkunjung pada objek wisata dan kesinambungan kunjungan wisatawan kedepannya.

Ketiga Transportasi dari Destinasi dan Toko Retail, berdasarkan wawancara dengan informan dan temuan temuan penulis dilapangan, telah tersedia transportasi dari destinasi berupa kerjasama dengan perusahaan travel Narasindo yang juga memiliki loket di objek wisata, namun tidak tersedia armada yang tetap berada pada objek wisata, ketidaktersediaan ini tentu berdampak pada jumlah kunjungan wisata, dimana para wisatawan tentu lebih memilih untuk berkunjung pada objek wisata yang mudah transportasi wisatanya. minimnya layanan fasilitas dalam hal Toko Retail pada objek wisata, ditemukan pada selalu


(57)

tertutupnya loket travel yang berada di lokasi objek wisata, dan toko obat yang jauh dari objek wisata Rumah Bolon Purba.

Keempat Pelayanan Lain dan Fasilitas Lain, berdasarkan hasil wawancara dengan informan dan temuan penulis dilapangan, pelayanan lain berupa pusat informasi wisata dan kantor polisi tersedia pada objek wisata, namun ada permasalahan dimana kurangnya tenaga kerja ataupun petugas yang berjaga, sehingga pada hari besar dimana terdapat peningkatan kunjungan, wisatawan yang berkunjung merasa tidak puas disebabkan minimnya petugas yang dapat menginformasikan ataupun mendeskripsikan sejarah, fungsi bangunan, kebudayaan masyarakat pada objek wisata. Fasilitas lain yang terdapat pada objek wisata yaitu pusat penjualan suvenir dan seni, namun pada masa penelitian yang dilakukan penulis fasilitas ini sedang dalam tahap pembangunan (pusat penjualan suvenir) dan renovasi (panggung kesenian), namun berdasarkan Undang – Undang Nomor 10 Tahun 2009 pembangunan fasilitas ini haruslah berorientasi pada peningkatan ekonomi masyarakat dan dalam pengelolaannya melibatkan masyarakat.

c. Daya Tarik Wisata

Pengembangan dalam ruang lingkup daya tarik wisata merupakan bagian ketiga dari pengembangan amenitas yang dikemukakan Middleton, daya tarik wisata dalam hal ini mencakup daya tarik alam, daya tarik budaya, daya tarik sosial, dan daya tarik buatan, daya tarik wisata juga merupakan faktor yang mempengaruhi minat wisatawan untuk berkunjung pada objek wisata.


(58)

Berdasarkan hasil wawancara, observasi dan temuan data oleh penulis dilapangan, objek wisata Rumah Bolon Purba dapatlah dikatakan sebagai objek wisata yang kompleks dalam hal daya tarik wisata, dimana objek wisata Rumah Bolon Purba memiliki daya tarik alam berupa pemandangan alam dan pemandangan pertaniannya yang indah. Daya tarik budaya objek wisata Rumah Bolon Purba juga lengkap, dimana terdapat sejarah dan cerita rakyat yang sampai saat ini masih dapat ditemui, dan seni yang tentu masih di miliki masyarakat sekitar objek wisata secara turun temurun. Begitu pula dengan daya tarik sosial yang dimiliki objek wisata Rumah Bolon Purba, peluang wisatawan untuk dapat berkomunikasi dengan masyarakat juga terbuka, keramah tamahan masyarakat sekitar dengan pengunjung juga masih terjaga pada objek wisata. Dan dalam hal daya tarik buatan, tentu objek wisata Rumah Bolon Purba memiliki daya tarik yang sangat besar, dimana Rumah Bolon Purba merupakan satu – satunya peninggalan komplek istana kerajaan di Kabupaten Simalungun.

Namun kompleksitas daya tarik wisata Rumah Bolon Purba belum dimanfaatkan dengan baik oleh pemerintah Kabupaten Simalungun, promosi daya tarik wisata masih sebatas keikutsertaan pada kegiatan – kegiatan seperti PRSU (Pekan Raya Sumatera Utara), Batam Fair, Jakarta Fair dan pemanfaatan Rumah Bolon Purba sebagai background video clip lagu, film Simalungun dan booklet. Pemanfaatan media online dalam mempromosikan daya tarik wisata belum berjalan, dimana penulis tidak menemukan sebuah situs resmi yang dimiliki Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga untuk mempromosikan daya tarik wisatanya.


(59)

Pengembangan masyarakat tentu berpengaruh pada kualitas dan kuantitas produk wisata, dan dapat mempengaruhi jumlah kunjungan wisatawan pada suatu objek wisata, berdasarkan hasil wawancara, observasi dan temuan penulis dilapangan, pengembangan masyarakat yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga dengan melibatkan masyarakat dalam setiap kegiatan, pembuatan suvenir dan penjualannya.

Namun menurut petugas pada objek wisata Rumah Bolon Purba, pengembangan/pemberdayaan masyarakat sudah lama tidak berjalan lagi, terakhir pada tahun 90an, masyarakat diberdayakan dengan mengadakan tari – tarian (Tor

– Tor Simalungun) sehingga kunjungan wisatawan mengalami peningkatan

khususnya mancanegara, namun setelah revormasi kegiatan pemberdayaan masyarakat sudah tidak berjalan lagi dan kunjungan wisatawan menurun sangat signifikan, kegiatan rutin yang dilakukan masyarakat berupa tari – tarian tersebut juga berhenti dikarenakan dana yang tidak lagi diterima dari Pemerintah Kabupaten Simalungun.

Berdasarkan temuan – temuan diatas, menurut hemat penulis bahwa program pengembangan masyarakat pada objek wisata tidak berjalan, padahal jika mengacu pada Misi Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga yang Ketiga yaitu “Mewujudkan citra budaya dan pariwisata Simalungun sebagai salah satu sektor andalan penghasil devisa negara, wahana pemberdayaan ekonomi rakyat, sarana untuk mendorong pemerataan pembangunan serta penciptaan kesempatan berusaha dan bekerja”, sudah seharusnya Dinas Pariwisata merumuskan program pengembangan masyarakat, bukan hanya sebatas pemberdayaan pada kesenian


(1)

penulis, Aghna Elfiana Dalimunthe S.Pd dan Aghni Elfiani Dalimunthe A.Md yang senantiasa memberikan kasih sayang, dukungan dan materil, hingga selalu mendoakan penulis agar lancar dalam segala urusan.

7. Buat rekan–rekan Juang Ilmu Administrasi Negara Ekstensi 2015, Dody, Agus, Fariz, Yhones, Ridho, Aqnes, Budi, Zulfadli, Debby, dan rekan – rekan Juang lainnya yang penulis tidak dapat sebutkan namanya satu – persatu, selamat berjuang kawan selamanya.

8. Buat rekan – rekan Juang Alumni Front Mahasiswa Nasional Cabang Medan, Rivaldo, Putra, Julius, Hendra, Satria, Reggy, Rani, Ari, Raja, dan rekan – rekan Juang lainnya, selamat berjuang dikehidupan yang baru kawan selamanya.

Selama penulisan Skripsi ini, penulis menyadari akan kesalahan yang mungkin terjadi, baik itu dari segi teknik, tata penyajian ataupun dari segi tata bahasa. Oleh karena itu penulis bersedia menerima kritik dan saran yang membangun dari pembaca dalam upaya perbaikan skripsi ini.

Akhir kata, Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi siapapun yang membacanya. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan rahmat dan hidayah kepada seluruh ciptaanNya. Amin.

Medan, 30 Januari 2017 Penulis


(2)

ABSTRAK

STRATEGI PENGEMBANGAN SEKTOR PARIWISATA DALAM MENINGKATKAN KUNJUNGAN WISATA DI KABUPATEN SIMALUNGUN (STUDI KASUS PADA OBJEK WISATA RUMAH BOLON

PURBA DI KECAMATAN PURBA)

Nama : Muhammad Ludin Dalimunthe

Departemen : Ilmu Administrasi Negara Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas : Universitas Sumatera Utara Dosen Pembimbing : Drs. Robinson Sembiring, M.Si

Penelitian ini dilaksanakan di objek wisata Rumah Bolon Purba yang berlokasi di Kecamatan Purba Kabupaten Simalungun, Rumah Bolon Purba merupakan satu – satunya sisa peninggalan kerajaan dalam bentuk komplek istana kerajaan yang masih dilestarikan hingga saat ini. Dalam melaksanakan pengembangan suatu objek wisata tentu sangat perlu memperhatikan strategi dan produk pariwisata yang ada, strategi sebagai perencanaan jangka panjang dan cara atau upaya mencapai tujuan tentu harus sesuai dengan produk suatu objek wisata, sehingga pengembangan objek wisata tersebut berjalan dengan efektif dan efisien. Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif, dengan melakukan wawancara langsung terhadap 7 orang informan yang terdiri dari 4 orang pegawai Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Simalungun, dan 3 orang masyarakat dan wisatawan. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu pengumpulan data primer berupa wawancara dan observasi, dan data sekunder berupa dokumentasi dan studi kepustakaan. Dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa strategi pengembangan pariwisata yang diterapkan Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga terfokus pada pengembangan fisik objek wisata dengan penilaian cukup baik, namun dari segi pengembangan masyarakat masih mendapat penilaian yang kurang baik, sehingga kedepannya rekomendasi berupa saran yang diberikan dapat dijadikan referensi


(3)

dalam menentukan dan melaksanakan pengembangan wisata pada objek wisata Rumah Bolon Purba.


(4)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... i

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

1.5. Kerangka Teori ... 7

1.5.1 Strategi ... 8

1.5.1.1 Ciri – ciri dan Manfaat Strategi ... 9

1.5.2 Pariwisata ... 12

1.5.2.1 Pengertian Pariwisata ... 12

1.5.2.2 Jenis – Jenis Pariwisata dan Manfaat Pariwisata ... 14

1.5.2.3 Produk Pariwisata ... 17

1.5.2.4 Pemasaran Pariwisata ... 18

1.5.2.5 Strategi Pengembangan Destinasi Pariwisata ... 20

1.5.3 Analisis SWOT ... 22

1.6 Definisi Konsep ... 26

1.7 Sistematika Penulisan ... 28

BAB II. METODOLOGI PENELITIAN 2.1 Bentuk Penelitian ... 30

2.2 Lokasi Penelitian ... 30

2.3 Informan Penelitian ... 30

2.4 Teknik Pengumpulan Data ... 31

2.5 Teknik Analisis Data ... 32

BAB III. DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 3.1 Sejarah Simalungun ... 34

3.2 Letak dan Luas Wilayah Simalungun ... 35


(5)

3.4 Keadaan Tanah dan Lahan ... 38

3.5 Keadaan Iklim Kabupaten Simalungun ... 39

3.6 Sosial Budaya Masyarakat Simalungun ... 39

3.6.1 Sistem Kekerabatan dan Kemasyarakatan ... 39

3.6.2 Sistem Kepercayaan ... 42

3.7 Visi dan Misi Pemerintah Kabupaten Simalungun ... 43

3.8 Visi dan Misi Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga ... 43

3.9 Gambaran Rumah Bolon Purba ... 44

3.9.1 Lokasi Rumah Bolon ... 45

3.9.2 Bentuk dan Bagian Rumah Bolon ... 46

3.9.3 Bangunan – bangunan Lain Disekitar Rumah Bolon ... 47

3.9.4 Raja Yang Pernah Memerintah Rumah Bolon ... 49

3.9.5 Arti Ukiran Pada Rumah Bolon ... 49

BAB IV. PENYAJIAN DATA 4.1 Hasil Penelitian ... 55

4.2 Pelaksanaan Wawancara ... 55

4.2.1 Karakteristik Informan ... 57

4.2.2 Pendapat Informan Tentang Strategi Pengembangan Pariwisata Dalam Meningkatkan Kunjungan Wisata Di Kabupaten Simalungun (Studi Pada Objek Wisata Budaya Rumah Bolon Purba Di Kecamatan Purba) ... 58

1. Strategi Pengembangan Objek Wisata Rumah Bolon Purba ... 58

2. Pengembangan Amenitas ... 63

3. Pengembangan Masyarakat ... 75

4. Kunjungan Wisata Di Kabupaten Simalungun ... 77

BAB V. ANALISIS DATA 5.1 Strategi Pengembangan Objek Wisata Rumah Bolon Purba ... 80

5.2 Pengembangan Amenitas ... 83

5.3 Pengembangan Masyarakat ... 88


(6)

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ... 91 6.2 Saran ... 92