Disonansi Kognitif Kajian Pustaka

mungkin beberapa orang akan menyerah saat menghadapi kesulitan atau menghadapi kemunduran, sedangkan beberapa yang orang lainnya justru termotivasi saat menghadapi tantangan. Carol Dweck dan rekan-rekannya mengajukan asumsi bahwa faktor penting yang memprediksikan kekuatan motivasi seseorang adalah jenis sasaran yang diusahakan orang tersebut. Para peneliti awalnya menentukan definisi operasioanl dengan membedakan tujuan kinerja performance goal dengan tujuan penguasaan mastery goal. Orang-orang yang termotivasi oleh tujuan kerja lebih mengutamakan penilaian positif yang diberikan orang lain terhadap dirinya, dan menghindari kritik dari orang lain. Orang-orang yang termotivasi oleh tujuan penguasaan akan lebih mengutamakan peningkatan kompetensi dan keterampilan, serta lebih mengutamakan kepuasan intrinsik dalam proses pencapaian sasaran. Dweck menyatakan bahwa saat seseorang yang termotivasi oleh tujuan kinerja mengalami kegagalan, mereka cenderung menyalahkan diri sendiri dan kehilangan semangat untuk memperbaiki prestasinya. Keinginan mereka untuk dapat mendemonstrasikan kemampuan yang mereka miliki menyebabkan mereka merasa tertekan saat mengalami kegagalan, yang lazim terjadi saat kita sedang mempelajari sesuatu yang baru. Sebaliknya, orang-orang yang termotivasi untuk menguasai suatu kemampuan yang baru akan menerima kegagalan sebagai suatu sumber informasi yang penting yang akan membantu mereka memperbaiki diri mereka. Kegagalan dan kritik dari orang lain tidak akan membuat mereka menyerah, karena mereka memahami bahwa proses belajar membutuhkan waktu Carole, 2009.

2.2.7 Disonansi Kognitif

West dan Turner 2011 menyatakan bahwa sikap orang tidak dapat diamati secara langsung, tetapi terdapat kepercayaan bahwa sikap merupakan alat prediksi mengenai perilaku manusia yang baik. Begitu pentingnya sikap sehingga banyak teori yang mencoba untuk menjelaskan mengenai pembentukan sikap, perubahan, dan keterhubungan antara kognisi, sikap, emosi, dan kecendrungan perilaku. Banyak psikolog, seperti Fiske dan Taylor menyatakan bahwa pendekatan mengenai sikap yang paling berpengaruh diturunkan dari teori konsistensi kognitif. Universitas Sumatera Utara Pendekatan konsistensi kognitif menegaskan bahwa seseorang selalu berusaha mendapatkan koherensi dan makna dalam kognisinya. Jika kognisi mereka sudah konsisten dan mereka berhadapan dengan kognisi baru yang mungkin menimbulkan inkonsistensi, maka mereka akan berjuang untuk meminimalkan inkonsistensi itu. Teori konsistensi mengemukakan bahwa pikiran beroperasi seperti sebuah penengah antara stimulus ransangan dan respon. Teori ini menyatakan jika seseorang menerima rangsangan, maka pikiran akan memprosesnya menjadi sebuah pola dengan rangsangan lainnya yang sudah diterima atau sudah ada sebelumnya. Jikalau rangsangan baru tersebut tidak sesuai dengan pola yang ada atau tidak konsistensi, maka orang tersebut akan mengalami ketidaknyamanan. Ketidaknyamanan tersebut timbul ketika seseorang menemukan diri mereka sendiri melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan pendapat lain yang mereka pegang inkonsisten, hal inilah yang dikatakan sebagai disonansi kognitif. Konsistensi merupakan prinsip penting dan teratur yang ada dalam proses kognitif manusia, dan perubahan respon terjadi sebagai akibat adanya informasi yang menganggu keteraturan tersebut. Menurut Festinger 1957 dalam Morissan 2013, manusia membawa berbagai unsur elemen dalam kognitifnya. Elemen tersebut adalah sikap, persepsi, pengetahuan, dan tingkah laku. Elemen-elemen tersebut berada dalam suatu sistem yang tidak terpisah dan saling mempengaruhi. Ada tiga jenis hubungan yang mungkin terjadi antar elemen-elemen tersebut. Pertama, hubungan yang tidak memberikan pengaruh apa-apa terhadap elemen-elemen yang ada, disebut sebagai hubungan nihil atau tidak relevan irrelevant. Kedua, hubungan konsistensi atau hubungan konsonan, yaitu hubungan antar elemen yang saling menguatkan. Ketiga adalah hubungan yang menimbulkan ketidaksesuaian inkonsisten atau disonansi. Terdapat dua ide penting yang menjadi dasar teori disonansi kognitif ini yaitu: pertama, adanya disonansi akan menimbulkan ketegangan dan stress yang membuat seseorang tertekan dan mencari jalan untuk berubah. Kedua, kondisi disonansi membuat seseorang tidak hanya berupaya untuk menguranginya tetapi juga menghindarinya. Universitas Sumatera Utara Festinger 1957 dalam Morissan 2013 mengemukakan sejumlah metode yang digunakan manusia untuk mengatasi ketidaksesuaian kognitif. 1. Mengubah satu atau lebih elemen kognitf yang ada. Misal elemen tingkah laku tindakan dan atau elemen sikap. 2. Menambahkan elemen baru dalam hubungan yang inkonsisten guna menetralkan disonansi. 3. Mempertimbangkan kembali disonansi yang terjadi. Melalui pertimbangan tersebut seseorang memahami disonansi yang terjadi bukanlah hal yang terpenting jika dibandingkan dengan hal yang lain. 4. Mencari informasi yang dapat mendukung suatu tindakan agar seseorang punya penguatan atas tindakannya yang dilakukannya. 5. Mengurangi disonansi yang terjadi dengan mendistorsi atau menyalah artikan informasi yang ada sehingga terbentuk pemahaman yang dapat diterima oleh kognisinya. Banyak teori dan riset mengenai teori disonansi kognitif yang mengemukakan berbagai situasi atau keadaan yang memungkinkan disonansi dapat terjadi. Situasi atau keadaan yang dapat mendorong timbulnya disonansi adalah sebagai berikut: saat membuat keputusan decision making, kepatuhan yang dipaksakan forced compliance, memasuki kelompok baru initiation, dukungan sosial social support, dan usaha atau daya upaya effort Morissan, 2013. Menurut Leon Festinger 1957 dalam West dan Turner 2011 perasaan ketidakseimbangan kognisi yang timbul atas ketidaksesuaian rangsangan dengan pola rangsangan yang sudah ada sebelumnya disebut sebagai disonansi kognitif. Ia juga berpendapat inti dari teori disonansi kognitif adalah adanya sebuah perasaan tidak nyaman yang memotivasi orang untuk mengambil langkah demi mengurangi ketidaknyamanan tersebut. Universitas Sumatera Utara Proses disonansi kognitif Berakibat pada Berakibat pada Dikurangi dengan Sumber : Festinger, 1957 Festinger menyatakan bahwa ketidaknyamanan yang disebabkan oleh disonansi akan mendorong terjadinya perubahan, pernyataan ini sangat penting bagi para peneliti komunikasi. Dengan bersandar dari pernyataan tersebut dapat dipahami bahwa disonansi kognitif dapat memotivasi perilaku komunikasi saat orang melakukan persuasi kepada orang lainnya dan saat orang berjuang untuk mengurangi disonansi kognitifnya. Dengan kata lain, ketika seseorang menemui orang lain dalam rangka mengurangi disonansi maka hal tersebut merupakan cara dan usahanya untuk mempengaruhi dirinya sendiri demi mengalami perubahan dalam dirinya West Turner, 2011.

2.2.8 Rekrutmen

Dokumen yang terkait

Komunikasi Persuasif Agen Asuransi Dalam Merekrut Calon Agen Asuransi(Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Persuasif Agen Asuransi dalam Merekrut Calon Agen Asuransi di PT Asuransi Life Allianz Indonesia Cabang Kota Medan)

0 46 162

Pengaruh reward terhadap tingkat kinerja Agen Asuransi : (studi di PT Asuransi Allianz Life Indonesia Cabang Bekasi)

8 72 124

OMUNIKASI PERSUASI AGEN ASURANSI PT EQUITY LIFE INDONESIA TERHADAP CALON NASABAH (Penelitian Deskriptif Kualitatif Komunikasi Persuasi Agen Asuransi MDRT PT Equity Life Indonesia Kantor Cabang Yogyakarta).

0 1 13

Pengaruh Kompetensi Dan Kompensasi Terhadap Kinerja Agen Asuransi (Studi Pada Agen Asuransi Bumiputera Cabang Binjai)

0 0 11

Pengaruh Kompetensi Dan Kompensasi Terhadap Kinerja Agen Asuransi (Studi Pada Agen Asuransi Bumiputera Cabang Binjai)

0 0 2

Pengaruh Kompetensi Dan Kompensasi Terhadap Kinerja Agen Asuransi (Studi Pada Agen Asuransi Bumiputera Cabang Binjai)

0 0 6

Pengaruh Kompetensi Dan Kompensasi Terhadap Kinerja Agen Asuransi (Studi Pada Agen Asuransi Bumiputera Cabang Binjai)

0 0 2

Komunikasi Persuasif Agen Asuransi Dalam Merekrut Calon Agen Asuransi (Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Persuasif Agen Asuransi dalam Merekrut Calon Agen Asuransi di PT Asuransi Life Allianz Indonesia Cabang Kota Medan)

0 0 50

Komunikasi Persuasif Agen Asuransi Dalam Merekrut Calon Agen Asuransi (Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Persuasif Agen Asuransi dalam Merekrut Calon Agen Asuransi di PT Asuransi Life Allianz Indonesia Cabang Kota Medan)

0 0 30

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah - Komunikasi Persuasif Agen Asuransi Dalam Merekrut Calon Agen Asuransi (Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Persuasif Agen Asuransi dalam Merekrut Calon Agen Asuransi di PT Asuransi Life Allianz Indonesia Cabang K

0 0 7