Analisis pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah sebagai upaya meningkatkan kualitas lingkungan hidup di Kota Bandung

(1)

ANALISIS PELAKSANAAN KEBIJAKAN

PENGELOLAAN SAMPAH

SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP

DI KOTA BANDUNG

DEDI A. BARNADI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

i

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa disertasi yang berjudul Analisis Pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan Sampah sebagai Upaya Meningkatkan Kualitas Lingkungan Hidup di Kota Bandung adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir disertasi.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Bogor, Maret 2010

Dedi A. Barnadi P.062050494


(3)

RINGKASAN

ANALISIS PELAKSANAAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN SAMPAH SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP DI KOTA BANDUNG

Berdasarkan data dari PD Kebersihan Kota Bandung Tahun 2009, volume timbulan sampah sebagai indikasi kualitas lingkungan hidup di Kota Bandung periode Tahun 2001-2008, setiap tahunnya menghasilkan rata-rata sebesar 1.369.659 m3, dengan rata-rata pertambahannya sebesar 17,29%/tahun atau sebesar 81.394 m3/tahun, dan ironisnya volume sampah yang diolah baru sekitar 10%. Data dari PD Kebersihan ini memperlihatkan pula bahwa setiap penduduk berpotensi menghasilkan sampah sekitar 3 liter per hari. Tak heran, dengan jumlah penduduk Kota Bandung sekitar 2,5 juta jiwa, beban sampah dapat mencapai sekitar 7.500 m3/hari. Beban kualitas lingkungan hidup berupa sampah ini memiliki konstribusi terbesar utama berasal dari rumah tangga yaitu sekitar 66% atau 4.952 m3. Kemudian sektor industri merupakan penghasil sampah yang memiliki konstribusi terbesar kedua dengan produksi sampah sekitar 798,50 m3/hari atau hampir 11%, dan sisanya sekitar 23% berasal dari pasar, sektor komersial, jalan, non komersial, serta sampah saluran.

Lahirnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah merupakan suatu tonggak baru bagi kebijakan pengelolaan sampah perkotaan di Kota Bandung yang mengarahkan kebijakan pengelolaan sampah perkotaan pada konsep zero waste dengan menekankan pentingnya peran masyarakat dalam pengelolaan sampah. Hal itu membawa konsekuensi hukum bahwa pemerintah merupakan pihak yang berwenang dan bertanggung jawab di bidang pengelolaan sampah meskipun secara operasional pengelolaannya dapat bermitra dengan badan usaha.

Pengelolaan sampah yang selama ini berlangsung bertumpu pada wawasan bahwa sampah bukan sumberdaya dan mengandalkan diri pada pendekatan membuang sampah di lokasi tempat pembuangan akhir sampah. Pengelolaan sampah dengan paradigma baru bertujuan mengurangi volume sampah yang dibuang ke tempat pembuangan akhir sampah melalui upaya pengembangan memperlakukan sampah dengan cara mengurangi, menggunakan-kembali dan mendaur-ulang. Pengelolaan sampah dengan paradigma baru juga menegaskan bahwa pengelolaan sampah merupakan pelayanan publik yang bertujuan untuk mengendalikan sampah yang dihasilkan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat yang didukung oleh pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah.

Terdapat 4 (empat) faktor yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan, seperti yang diungkapkan oleh Edward III (1980); yaitu komunikasi, sumberdaya, disposisi-disposisi atau sikap-sikap dan struktur birokrasi.

Paradigma baru memandang sampah sebagai sumber daya yang memiliki nilai ekonomi seperti untuk energi, kompos, pupuk ataupun untuk bahan baku industri. Pengelolaan sampah dengan paradigma baru tersebut dapat dilakukan dengan kegiatan pengelolaan sampah yang menerapkan konsep 3R (reduce,reuse


(4)

dan recycle) dan pengelolaan sampah yang menerapkan konsep pemberdayaan masyarakat (empowerment). Pengelolaan sampah meliputi kegiatan pengurangan (reduce), penggunaan kembali (reuse), dan pendauran ulang (recycle), sedangkan pemberdayaan masyarakat (empowerment) berupa kegiatan pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir.

Penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk merumuskan pokok-pokok pikiran yang menjadi bahan dan dasar bagi penyusunan model kebijakan pengelolaan sampah perkotaan di Kota Bandung. Kajian akademis ini bertujuan untuk:

1. Mengkaji pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung. 2. Mengevaluasi faktor-faktor dominan yang mempengaruhi pelaksanaan

kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung.

3. Menetapkan prioritas dan strategi yang dibutuhkan dalam pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung

4. Merumuskan kebijakan pengelolaan sampah yang baru di Kota Bandung. Data sekunder yang dibutuhkan antara lain berkaitan dengan produk-produk peraturan berkaitan dengan kebijakan pengelolaan sampah yang berlaku di Kota Bandung sebagai acuan dalam pelaksanaan kebijakan yang berhubungan dengan pengelolaan sampah di Kota Bandung. Selain itu data sekunder lainnya dibutuhkan berkaitan dengan koordinasi dalam pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah, jumlah pegawai instansi berkaitan dengan persampahan, lokasi-lokasi TPA, alternatid-alternatif penanganan sampah, serta pendapat para pakar persampahan yang diperoleh dari hasil dokumentasi atau laporan-laporan yang dikumpulkan melalui studi pustaka dan informasi seperti PD Kebersihan, BPLHD Kota Bandung, Dinas Tata Kota, dan Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung.

Data primer yang diperlukan terdiri dari pendapat/pandangan masyarakat tentang pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah yang dilakukan oleh pemerintah daerah melalui instansi-instansi terkait, serta pendapat/pandangan para pakar di bidang pengelolaan sampah dalam menemukan prioritas dalam pelaksanaan pengelolaan sampah. Selain itu wawancara dengan para pakar pengelolaan sampah baik dari institusi pemerintahan maupun institusi akademik dilakukan untuk memperoleh masukan dan arahan dalam pembahasan hasil analisis. Secara umum data primer dikumpulkan melalui wawancara dan kuesioner.

Pengukuran variabel-variabel penelitian dilakukan berdasarkan penilaian persepsi pegawai PD Kebersihan dan Masyarakat Kota Bandung melalui 5 (lima) pilihan jawaban yang memiliki skor 1 sampai 5.

Pada tahap analisis, data diolah dan diproses menjadi kelompok-kelompok, diklasifikasikan, dikategorikan dan dimanfaatkan untuk memperoleh kebenaran sebagai jawaban dari masalah dalam hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian.

Analisis ini merupakan perpaduan antara Analitic Hierarchy Process

(AHP) dan SWOT(Strength, Weakness, Oportunity, and Threat). Analisis SWOT menjadi suatu alat kekuatan untuk mencari dan menemukenali potensi dalam


(5)

kebijakan pengelolaan sampah sebagai kekuatan yang dimiliki. Hasil analisis ini dapat dijadikan sebagai landasan strategi untuk mencapai keberlangsungan pembangunan terutama dalam pengelolaan sampah di Kota Bandung dengan menggambarkan pengaruh, tindakan yang diperlukan, untuk mencapai keluaran yang diinginkan (Moughtin,1990).

Pengelolaan sampah oleh masyarakat baik melalui komunitas dapat menjadi pemasukan bagi wilayahnya apabila dikelola dengan baik dan menambah lapangan pekerjaan. Sampah yang dihasilkan masyarakat jika sudah dapat dipisahkan berdasarkan jenisnya mulai dari awal, dapat dimanfaatkan kembali atau dijual untuk membiayai usaha pengelolaan sampah secara swadaya.

Peranan swasta dalam upaya pengelolaan sampah adalah sebagai pendukung sistem (support system), seperti: 1) mempercepat proses transformasi/ peralihan dari dominasi pemerintah ke masyarakat; 2) sebagai Pengumpul material/barang yang masih dapat di daur ulang atau masih berguna.

Peran pemerintah, apabila sistem pengelolaan sampah berbasis masyarakat ini berjalan, hanya memikirkan masalah pengelolaan TPA. Beban berat dari besarnya anggaran yang diharus ditanggung dapat dikurangi secara efisien. Beban mengelola sampah juga akan berkurang dengan drastis dengan hanya mengelola sampah. Sampah yang diangkut oleh pemerintah dari TPS ke TPA tentunya harus ditarik pungutan/retribusi yang akan digunakan untuk operasional. Sedangkan biaya rutin sampah per bulan akan menjadi hak dari pengelola masyarakat karena peran aktifnya mengatasi masalah pengelolaan sampah.

Pelaksanaan kebijakan pengelolaan samapah dikota Bandung perlu ditingkatkan agar lebih baik sesuai dengan paradigma baru sebagaimana tertuang dalam UU No.18 Tahun 2008, serta memperhatikan faktor-faktor dominan apa (Disposisi,Sumberdaya,Komunikasi,Birokrasi) yang harus mendapat perhatian, serta prioritas kebijakan dalam hal mengurangi (reduce) sampah dari sumbernya.

Langkah selanjutnya adalah merevisi dan atau menambah pasal dari peraturan daerah No.2 Tahun 1985 tentang PD kebersihan, peraturan daerah No.27 Tahun 2001 tentang pengelolaan kebersihan dan peraturan daerah No.11 Tahun 2005 tentang K.3.

Operasionalisasi kebijakan perlu dilakukan pemberdayaan dengan melibatkan masyarakat dan dunia usaha, serta harus dilakukan langkah penegakan hukum (Law Enforcement) terhadap siapapun yang melanggar peraturan daerah.


(6)

ii ABSTRACT

Dedi A. Barnadi, 2010. Analysis of Waste Management Policy Implementation Efforts to Improve the Environmental Quality in Bandung, under a team of supervisors with Supiandi Sabiham as chairman, Syaiful Anwar and Wonny A. Ridwan as members.

Waste policies governing waste management intended to improve public health and environmental quality and make waste as a resource. Implementation of waste management policies, including the excellent category based on employee perceptions of PD Kebersihan Bandung, but less well on the public perception of Bandung. Factors that influence the implementation of waste management policy in the city of Bandung which is the dominant factor, especially in terms of disposition implementing cleaner understanding of waste management policy. Operation of waste management is derived from the household waste reduction and handling. Waste management was improved by applying the 3R concept of community empowerment as a new paradigm. Efforts made in improving waste management in Bandung in the form of strategies and implementation models of waste management policy with a new paradigm.

Keywords: Model Policy Implementation, Waste Management, Urban Environment, 3R Concept and Community Empowerment


(7)

i

ABSTRAK

Dedi A. Barnadi, 2010. Analisis Pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan Sampah sebagai Upaya Meningkatkan Kualitas Lingkungan Hidup di Kota Bandung, di bawah bimbingan Supiandi Sabiham sebagai ketua, Syaiful Anwar dan Wonny A. Ridwan sebagai anggota.

Kebijakan persampahan mengatur tentang pengelolaan sampah yang ditujukan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya. Pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah termasuk pada kategori yang cukup baik berdasarkan persepsi pegawai PD. Kebersihan Bandung, namun kurang baik berdasarkan persepsi masyarakat Kota Bandung. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung yang dominan yaitu pada faktor disposisi terutama dalam hal pemahaman pelaksana petugas kebersihan tentang kebijakan pengelolaan sampah. Penyelenggaraan pengelolaan sampah yang bersumber dari rumah tangga yaitu pengurangan dan penanganan sampah. Pengelolaan sampah dengan paradigma baru menerapkan konsep 3R dan pemberdayaan masyarakat. Upaya yang dilakukan dalam meningkatkan pengelolaan sampah di Kota Bandung berupa strategi dan model pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah dengan paradigma baru.

Kata Kunci: Model Pelaksanaan Kebijakan, Pengelolaan Sampah, Lingkungan Hidup Perkotaan, Konsep 3R dan Pemberdayaan Masyarakat


(8)

vi

mencantumkan dan menyebutkan sumber :

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan bagi IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian dan seluruhnya dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(9)

viii Nama: Dedi A. Barnadi.

NIM.: P.062050494

Program Studi: Pengelolaan Sumberdaya Alam Dan Lingkungan.

Menyetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr Ketua

Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc., Dr. Wonny A. Ridwan, SE. M.M.

Anggota Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo, MS. Prof. Dr. Khairil Anwar Notodiputro, MS.


(10)

vii

SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP

DI KOTA BANDUNG

Oleh:

Dedi A. Barnadi P062050494

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(11)

Penguji Luar Ujian Terbuka : 1. Dr. Ir. H. Kholil M.Com


(12)

ix

Atas rahmat dan ridho Allah SWT penulis dapat menyelesaikan penelitian Disertasi dengan judul mengenai “Analisis Pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan Sampah Sebagai Upaya Meningkatkan Kualitas Hidup Di Kota Bandung” Untuk itu, penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang tak terhingga kepada ;

1. Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan perhatian, tenaga dan waktu ditengah kesibukan yang luar biasa padatnya untuk mendiskusikan tahapan penulisan dengan memberi semangat secara terus menerus.

2. Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc., selaku anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan perhatian, nasihat, waktu dan selalu memberi semangat. 3. Dr. Wonny A. Ridwan, M.M., selaku anggota Komisi Pembimbing yang telah

banyak memberikan perhatian, nasihat dan waktu untuk berdiskusi dalam penulisan ini.

4. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS., selaku dekan sekolah pasca sarjana institut pertanian bogor yang telah memberikan motivasi dan arahan selama mengikuti perkuliahan.

5. Prof. Dr. Ir. Marimin, MSc, selaku Sekretaris Program Doktor yang selalu memberi semangat dan dorongan dalam proses penulisan ini.

6. Prof. Dr. Surjono H. Sutjahjo, MS., selaku Ketua Program Studi Pengelolaan SDA dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana IPB yang telah memberikan masukan dan saran dari sisi akademik serta mengingatkan akan batas waktu studi.

7. Dr. Ir. Widiatmaka, DAA., selaku Sekretaris Eksekutif Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor. 8. Kepada semua pihak yang telah membantu memperlancar proses penulisan


(13)

x

sehingga memperlancar proses penulisan disertasi ini.

Akhirnya penulis mengharapkan mudah-mudahan bantuan dan dorongan yang telah diberikan oleh Bapak dan ibu tidak terputus hingga penelitian dan penyelesaian Disertasi ini dapat diselesaikan sebagaimana mestinya. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan Bapak dan ibu dengan berlipat ganda. Amin.

Bogor, Maret 2010


(14)

xi

Penulis dilahirkan pada tanggal 17 Maret 1955 di Banjar-Jawa Barat, sebagai anak kelima dari tujuh bersaudara.

Ayah bernama Achmad Barnas Wangsadiredja (Alm) dan ibu Ota Saadah. Pada tahun 1988 penulis menikah dengan Sri Budihartini, SE dikaruniai empat orang anak yaitu Achmad Furqon, Achmad Budi, Siti Nadia dan Nabila Siti Salsabila.

Penulis menyelesaikan pendidikan di SD Negeri Bandung lulus tahun 1967, SMP Negeri 2 Cimahi lulus tahun 1970, SMA Negeri 6 Bandung lulus tahun 1973, Fakultas Sospol (Administrasi Negara) Universitas Pajajaran Bandung lulus tahun 1980, Fakultas Hukum (Pidana) Universitas Islam Nusantara Bandung lulus tahun 1994, Program S2 (Ilmu Pemerintahan) Universitas Satyagama Jakarta lulus tahun 2002.

Pada tahun 2005 penulis mengikuti program Doktor (S3) pada Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan di Institut Pertanian Bogor (IPB).

Pada tahun 1982 penulis diangkat sebagai pegawai negeri sipil di Departemen Penerangan, tahun 1983 sampai dengan 1988 pegawai negeri sipil Departemen Dalam Negeri dan 1988 sampai dengan sekarang pegawai negeri sipil Pemerintah Kabupaten Bandung.


(15)

xii

Halaman

HALAMAN PERNYATAAN ... i

ABSTRACT ... ii

RINGKASAN ... iii

HALAMAN HAK CIPTA ... vi

HALAMAN JUDUL ... vii

HALAMAN PENGESAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

RIWAT HIDUP ... xi

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Kerangka Pemikiran ... 4

1.3 Perumusan Masalah ... 9

1.4 Tujuan Penelitian ... 10

1.5 Manfaat Penelitian ... 10

1.6 Kebaruan Penelitian ... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1 Kebijakan Pengelolaan Sampah ... 12

2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Kebijakan ... 17

2.2.1 Komunikasi dalam Pelaksanaan Kebijakan ... 22

2.2.2 Sumberdaya dalam Pelaksanaan Kebijakan ... 25

2.2.3 Disposisi atau Sikap Pelaksana Kebijakan ... 28


(16)

xiii

III. METODE PENELITIAN ... 40

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 40

3.2 Tahapan Penelitian ... 40

3.3 Jenis dan Sumber Data... 41

3.4 Jumlah Sampel Penelitian ... 42

3.5 Metode Pengumpulan Data ... 44

3.6 Metode Analisis Data ... 47

IV. GAMBARAN UMUM KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP DI KOTA BANDUNG ... 54

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 54

4.2 Sampah di Kota Bandung ... 57

4.3 Tingkat Kualitas Lingkungan Hidup Kota Bandung ... 61

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 62

5.1 Kebijakan Pengelolaan Sampah di Kota Bandung ... 62

5.2 Faktor Dominan yang Mempengaruhi Pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan Sampah di Kota Bandung ... 87

5.3 Strategi dan Model Meningkatkan Pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan Sampah untuk Meningkatkan Pengelolaan Sampah di Kota Bandung ... 100

5.4 Model Kebijakan Pengelolaan Sampah Perkotaan ... 111

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 131

6.1 Kesimpulan ... 131

6.2 Saran ... 131


(17)

xiv

Halaman 1. Kerangka Pemikiran Pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan

Sampah di Kota Bandung ... 9

2. Ilustrasi Solusi Empat Faktor Hasil Reduksi, Pengelompokkan dan Pengurutan Sumber: Hasil Kajian Kesesuaian dengan Penelitian yang Dilakukan (modifikasi Dillon, 1984) ... 48

3. Model Hirarki AHP dan SWOT ... 53

4. Ilustrasi Peta Lokasi Kota Bandung ... 55

5. Sistem Operasional Pelayanan Kebersihan ... 59

6. Program Pengelolaan Sampah di Kota Bandung ... 67

7. Operasional Pengelolaan Kebersihan Kota Bandung ... 68

8. Sistem Pengelolaan Konvensional yang dilakukan oleh PD Kebersihan ... 100

9. Struktur Hirarki AnalitikStrength Penyusunan Prioritas Pengelolaan Sampah di Kota Bandung ... 106

10. Struktur Hirarki AnalitikWeakness Penyusunan Prioritas Pengelolaan Sampah di Kota Bandung ... 107

11. Struktur Hirarki AnalitikOpportunities Penyusunan Prioritas Pengelolaan Sampah di Kota Bandung ... 109

12. Struktur Hirarki AnalitikThreats Penyusunan Prioritas Pengelolaan Sampah di Kota Bandung ... 110

13. Konsep Pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan Sampah di Kota Bandung... 120

14. Sistem Modifikasi Pengelolaan Sampah ... 128

15. Pola Operasional Kebijakan Pengelolaan Sampah di Kota Bandung... 130


(18)

xv

Halaman

1. Perincian Penyebaran Kuesioner Penelitian Kepada Pegawai ... 44

2. Perincian Penyebaran Kuesioner Penelitian Kepada Masyarakat ... 44

3. Kerangka Analisis SWOT ... 51

4. Timbulan Sampah di Kota Bandung ... 58

5. Perkiraan Produksi Sampah Domestik Di Kota Bandung Tahun 2008 dan 2013 ... 60

6. Hasil Pemantauan Kualitas Sungai ... 61

7. Kejelasan Informasi yang Diterima mengenai Kebijakan Pengelolaan Sampah ... 68

8. Penguasaan Pegawai dalam Pengetahuan mengenai Masalah Pengelolaan Sampah di Kota Bandung ... 69

9. Kecepatan Pesan yang Diterima dalam Menginformasikan Perkembangan berkaitan dengan Kebijakan Pegelolaan Sampah yang Ditetapkan oleh Pemerintah ... 70

10. Frekwensi Penyampaian Informasi Pemerintah Berkaitan dengan Perkembangan Pengelolaan Sampah ... 71

11. Ketepatan dan Kesesuaian Pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan Sampah yang Diterapkan oleh Pemerintah... 72

12. Penyelesaian Masalah dengan Adanya Informasi yang Diberikan Pemerintah Berkaitan dengan Kebijakan Pengelolaan Sampah ... 73

13. Perolehan Sumber Daya Informasi yang Dibutuhkan Pelaksanaan Berkaitan dengan Kebijakan Pengelolaan Sampah ... 75

14. Kegunaan Sarana dan Prasarana Bantuan Pemerintah berupa Peralatan...76

15. Sumber Daya Manusia atau Tenaga Pelaksana mengenai Kebijakan Pengelolaan Sampah...76

16. Pemahaman Pelaksana Petugas Kebersihan tentang Kebijakan Pengelolaan Sampah...77


(19)

xvi

Pengelolaan Sampah...78

18. Penerapan dalam Pelaksanaan tentang Kebijakan Pengelolaan Sampah ... 79

19. Kejujuran Aparat Pemerintah dalam Menjalankan Tugas Pengelolaan Sampah pada Umumnya ... 80

20. Komitmen Aparat Pemerintah dalam Menjalankan Tugas Pengelolaan Sampah pada Umumnya ... 80

21. Sikap Aparat Pemerintah dalam Prioritas Menjalankan Tugas Pengelolaan Sampah pada Umumnya81 22. Kejelasan Pembagian Tugas Aparat Pemerintah dalam hal Menjalankan Tugas Pengelolaan Sampah ... 82

23. Tanggungjawab Aparat Pemerintah dalam Menjalankan Tugas Pengelolaan Sampah pada Umumnya83 24. Kejelasan Wewenang Aparat Pemerintah dalam Menjalankan Tugas Pengelolaan Sampah pada Umumnya... 83

25. Kejelasan Koordinasi yang Dilakukan Aparat Pemerintah dalam Menjalankan Tugas Pengelolaan Sampah pada Umumnya ... 84

26. Pengujian Kecukupan Data dalam menggunakan Analisis ... 88

27. Hasil PerhitunganTotal Variance Explained ... 89

28. Hasil Akhir Analisis Faktor Variabel Komunikasi, Sumberdaya, Disposisi Dan Birokrasi Berdasarkan Penilaian Pegawai dan Penilaian Masyarakat ... 90

29. Susunan Urutan Faktor Dominan... 92

30. Hubungan Antara Variabel Laten dengan Variabel Manifes Berdasarkan Penilaian Pegawai dan Penilaian Masyarakat ... 95

31. Bobot Faktor terhadap Goal ... 102

32. Bobot Kriteria terhadap Faktor ... 104


(20)

xvii


(21)

xviii

Halaman

1. Kuesioner Analisis Faktor ... 142

2. Kuesioner AHP ... 146

3. Pedoman Wawancara ... 165

4. Data Hasil Penelitian Responden Pegawai ... 167

5. Data Hasil Penelitian Responden Masyarakat ... 168

6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Responden Pegawai ... 170

7. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Responden Masyarakat ... 176

8. Data Tingkat Pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan Sampah ... 180

9 . Hasil Analisis Faktor Responden Pegawai ... 185


(22)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertambahan jumlah penduduk, perubahan pola konsumsi masyarakat, peningkatan konsumsi masyarakat dan aktivitas kehidupan masyarakat di perkotaan, menimbulkan bertambahnya volume dan jenis sampah, serta karakteristik sampah yang semakin beragam. Sampah yang ditimbulkan dari aktivitas dan konsumsi masyarakat perkotaan ini, telah menjadi permasalahan lingkungan yang harus ditangani oleh setiap pemerintah kota dengan dukungan partisipasi aktif dari masyarakat perkotaan itu sendiri. Permasalahan sampah perkotaan ini dialami pula oleh Pemerintah Kota Bandung sebagai Ibu Kota Provinsi Jawa Barat. Kota Bandung yang dahulunya dikenal dengan ”Parijs van Java” dengan lingkungannya yang asri sehingga pernah dijuluki sebagai Kota Kembang, namun karena menghadapi permasalahan sampah perkotaan maka dikhawatirkan status yang sudah baik ini menjadi hilang karna menumpuknya sampah diberbagai tempat yang antara lain disebabkan oleh terbatasnya daya tampung tempat pembuangan akhir(TPA).

Pada tingkat perkembangan kehidupan masyarakat di masa lampau, pengelolaan sampah bertumpu pada pendekatan akhir, dengan membuang sampah yang dihasilkan proses produksi dan konsumsi secara langsung ke tempat pembuangan akhir sampah (Djajadiningrat, 2001).

Berdasarkan data dari PD Kebersihan Kota Bandung Tahun 2009, volume timbulan sampah sebagai indikasi kualitas lingkungan hidup di Kota Bandung periode Tahun 2001-2008, setiap tahunnya menghasilkan rata-rata sebesar 1.369.659 m3, dengan rata-rata pertambahan sebesar 17,29%/tahun atau sebesar 81.394 m3/tahun, namun demikian volume sampah yang bisa diolah baru sekitar 10%. Data dari PD Kebersihan ini memperlihatkan pula bahwa setiap penduduk berpotensi menghasilkan sampah sekitar 3 liter per hari, sehingga dengan jumlah penduduk Kota Bandung sekitar 2,5 juta jiwa, beban sampah dapat mencapai


(23)

sekitar 7.500 m3/hari. Beban kualitas lingkungan hidup berupa sampah ini memiliki konstribusi terbesar utama berasal dari rumah tangga yaitu sekitar 66% atau 4.952 m3. Kemudian sektor industri merupakan penghasil sampah yang memiliki konstribusi terbesar kedua dengan produksi sampah sekitar 798,50 m3

Pengelolaan sampah di Kota Bandung selama ini mengacu pada Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 02 Tahun 1985 yang memberikan kewenangan kepada Perusahaan Daerah untuk mengelola sampah. Artinya pengelolaan sampah di Kota Bandung lebih diarahkan kepada peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

/hari atau hampir 11%, dan sisanya sekitar 23% berasal dari pasar, sektor komersial, jalan, non komersial, serta sampah saluran.

Peran masyarakat didalam menangani sampah di Kota Bandung diposisikan hanya sebagai objek sumber pendapatan. Sampah yang berasal dari rumah tangga dikelola oleh lembaga kewilayahan tingkat RW, kemudian dibawa ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS) yang dikelola oleh Perusahaan Daerah. Saat ini kebijakan pengelolaan sampah perkotaan yang diterapkan Pemerintah Kota Bandung selain dikelola oleh PD Kebersihan, juga mengacu pada Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 27 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kebersihan dan Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Ketertiban, Kebersihan, dan Keindahan, di Kota Bandung yang meminta peran serta masyarakat untuk ikut serta berpartisipasi dalam pengelolaan sampah. Dari dua peraturan daerah yang ada, terlihat adanya kontradiktif.

Lahirnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah merupakan suatu tonggak baru bagi kebijakan pengelolaan sampah perkotaan di Kota Bandung yang mengarahkan kebijakan pengelolaan sampah perkotaan pada konsep zero waste dengan menekankan pentingnya peran masyarakat dalam pengelolaan sampah.

Pemerintah Daerah Kota Bandung dituntut untuk memformulasikan kebijakan pengelolaan sampah perkotaan dalam mengatasi permasalahan sampah khususnya sampah yang berasal dari rumah tangga dengan memberikan konstribusi terbesar (66%) penghasil sampah di Kota Bandung (PD Kebersihan,


(24)

2009). Hal itu diperlukan agar pengelolaan sampah rumah tangga dapat terintegrasi antar seluruh kelembagaan terkait dan menjadi instrumen penting dalam menerapkan kebijakan pengelolaan sampah perkotaan.

Pengelolaan sampah di kota, tidak terlepas dari kebijakan publik yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah. Secara umum menurut Edward III (1980) kebijakan publik dipengaruhi 4 (empat) aspek penting dalam pelaksanaan suatu kebijakan yaitu 1) Komunikasi, 2) Sumberdaya, 3) Disposisi, dan 4) Birokrasi.

Upaya pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah perkotaan pada aspek komunikasi yang dilakukan Pemerintah Kota Bandung lebih banyak dilakukan dalam hal komunikasi internal antar instansi pemerintah terkait dengan pengelolaan sampah. Komunikasi eksternal kepada masyarakat hanya sekedar pada himbauan berupa pemasangan billboard di tempat-tempat tertentu seperti ”Buanglah Sampah pada Tempatnya”, ”Dilarang Membuang Sampah Sembarangan”, ”Jagalah Kebersihan”, dan ”Jangan Membuang Sampah ke Sungai”. Pemerintah Kota Bandung tidak memiliki program khusus yang secara intensif menangani kegiatan sosialisasi kebijakan pengelolaan sampah perkotaan berupa pengelolaan sampah.

Pada aspek sumberdaya, khususnya dalam hal sumber pendanaan, Pemerintah Kota Bandung menerapkan retribusi sampah sebagai salah satu sumber PAD (Pendapatan Asli Daerah) dan sumber pendanaan dalam penyelenggaraan pelayanan pengelolaan sampah. Fenomena yang terjadi berkaitan dengan pendanaan ini yaitu adanya 2 (dua) kali pungutan sampah yang harus dibayar oleh masyarakat. Pertama, pungutan berupa iuran sampah bulanan yang dikelola oleh RW setempat dalam pengelolaan sampah berupa kegiatan pengumpulan sampah dari rumah penduduk ke TPS. Sedangkan yang kedua pungutan berupa retribusi sampah (pada saat pembayaran listrik PLN) yang dipungut oleh PD Kebersihan dalam pengelolaan sampah berupa kegiatan pengangkutan sampah dari TPS ke TPA.

Pada aspek disposisi, Pemerintah Kota Bandung dituntut memiliki kesepakatan di kalangan pelaksana untuk menerapkan kebijakan pengelolaan sampah perkotaan, namun pada kenyataannya Pemerintah Kota Bandung memiliki


(25)

peraturan daerah yang kontradiksi antara Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 02 Tahun 1985 yang memberikan kewenangan kepada Perusahaan Daerah untuk mengelola sampah di Kota Bandung, dengan Peraturan Daerah Nomor 27 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kebersihan di Kota Bandung dan Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Ketertiban, Kebersihan, dan Keindahan; yang mengamanatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah.

Sedangkan pada aspek birokrasi, Pemerintah Kota Bandung menempatkan PD Kebersihan sebagai Badan Usaha Milik Daerah yang melakukan pengelolaan sampah di Kota Bandung. Namun pengelolaan sampah perkotaan yang dilakukan PD Kebersihan hanya difokuskan pada pengelolaan sampah dalam hal pengangkutan sampah dari TPS ke TPA. Peraturan Daerah Pengelolaan Sampah di Kota Bandung belum mengacu pada Pasal 5 dan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah yang mengamanatkan kepada Pemerintah untuk menumbuhkembangkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah.

Hal itu membawa konsekuensi hukum bahwa pemerintah merupakan pihak yang berwenang dan bertanggung jawab di bidang pengelolaan sampah meskipun secara operasional pengelolaannya dapat bermitra dengan badan usaha. Selain itu organisasi pengelola sampah, dan kelompok masyarakat yang bergerak di bidang persampahan dapat juga diikut sertakan dalam kegiatan pengelolaan sampah.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis melakukan penelitian dengan judul:

”Analisis Pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan Sampah sebagai Upaya Meningkatkan Kualitas Lingkungan Hidup di Kota Bandung”

1.2 Kerangka Pemikiran

Kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung ditujukan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan hidup serta menjadikan sampah sebagai sumber daya. Pengertian kualitas lingkungan hidup


(26)

dalam kajian ini terkait dengan bebasnya lingkungan hidup dari timbunan sampah, bau akibat sampah dan turunan dari adanya timbunan sampah seperti penyakit disentri, kolera, tipus, dan penyakit lainnya.

Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses produksi/konsumsi, namun dalam proses alami, tidak dikenal istilah sampah. Proses-proses alam terkait satu sama lain dalam suatu siklus, di mana output dari satu proses menjadi input dari proses lain. Sampah adalah bahan yang tidak mempunyai nilai atau tidak berharga untuk maksud biasa atau utama dalam pembikinan atau pemakaian barang yang rusak atau bercacat dalam pembikinan manufaktur atau materi berkelebihan atau ditolak atau buangan.

Pengelolaan sampah yang selama ini berlangsung bertumpu pada wawasan bahwa sampah bukan sumberdaya dan mengandalkan diri pada pendekatan membuang sampah di lokasi tempat pembuangan akhir sampah. Semua sampah yang dihasilkan dari kehidupan sehari-hari masyarakat dibuang ke tempat penimbunan akhir sampah yang pada akhirnya memberikan tekanan yang sangat berat terhadap tempat penimbunan akhir sampah, karena memerlukan jangka waktu panjang agar sampah dapat diurai oleh proses alam. Dalam jangka waktu proses penguraian oleh alam, sampah harus tetap dikelola yang berarti diperlukan dana, tenaga, waktu dan ruang untuk mengelolanya. Oleh karena itu, pengelolaan sampah perlu dirumuskan dan dirancang ke dalam suatu sistem dan mekanisme dalam bentuk kebijakan pengelolaan sampah.

Pengelolaan sampah dengan paradigma baru bertujuan mengurangi volume sampah yang dibuang ke tempat pembuangan akhir sampah melalui upaya pengembangan memperlakukan sampah dengan cara mengurangi, menggunakan-kembali dan mendaur-ulang. Pengelolaan sampah dengan paradigma baru juga menegaskan bahwa pengelolaan sampah merupakan pelayanan publik yang bertujuan untuk mengendalikan sampah yang dihasilkan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat yang didukung oleh pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah.


(27)

Lahirnya undang-undang tentang pengelolaan sampah merupakan suatu tonggak baru bagi pengelolaan sampah khususnya di Kota Bandung. Pengelolaan sampah di Kota Bandung diselenggarakan berdasarkan asas tanggung jawab, asas berkelanjutan, asas manfaat, asas keadilan, asas kesadaran, asas kebersamaan, asas keselamatan, asas keamanan, dan asas nilai ekonomi.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah yang mengatur mengenai penyelenggaraan pengelolaan sampah, pada Bab IV Pasal 19 menetapkan bahwa pengelolaan sampah rumah tangga dan sejenis sampah rumah tangga seperti plastik, sayuran dan buah-buahan dari sampah pasar, terdiri atas; 1) Pengurangan sampah, dan 2) Penanganan sampah.

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah pada Bab IV Pasal 20 ayat (1) menyatakan bahwa kegiatan pengurangan sampah merupakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk mengurangi sampah, yang meliputi kegiatan; 1) pembatasan timbulan sampah, 2) pendauran ulang sampah, dan/atau 3) pemanfaatan kembali sampah. Pada ayat (2) undang-undang ini dijelaskan pula bahwa dalam pengurangan sampah, pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib melakukan kegiatan berupa; 1) menetapkan target pengurangan sampah secara bertahap dalam jangka waktu tertentu, 2) memfasilitasi penerapan teknologi yang ramah lingkungan, 3) memfasilitasi penerapan label produk yang ramah lingkungan, 4) memfasilitasi kegiatan mengguna ulang dan mendaur ulang, dan 5) memfasilitasi pemasaran produk-produk daur ulang.

Upaya pelaksanaan kegiatan pengurangan sampah mengharuskan pelaku usaha menggunakan bahan produksi yang menimbulkan sampah sesedikit mungkin, dapat diguna ulang, dapat didaur ulang, dan/atau mudah diurai oleh proses alam. Begitu pula dengan masyarakat, diharuskan menggunakan bahan yang dapat diguna ulang, didaur ulang, dan/atau mudah diurai oleh proses alam. Kebijakan pemerintah dalam pengelolaan sampah ini khususnya mengenai pengurangan sampah, pada Bab IV Pasal 21 tercakup mengenai pemberian insentif oleh pemerintah bagi setiap orang yang melakukan pengurangan sampah,


(28)

dan bagi setiap orang yang tidak melakukan pengurangan sampah akan diberikan disinsentif oleh pemerintah.

Kegiatan penanganan sampah ditunjukkan pada Bab IV Pasal 22 yang merupakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk menangani sampah, meliputi kegiatan 1) Pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah, 2) Pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu, 3) Pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari tempat penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah terpadu menuju ke tempat pemrosesan akhir, 4) Pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah, dan/atau, 5) Pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.

Berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan, Webster (1990) dalam Wahab (2000) mengemukakan: ”Implementasi kebijakan adalah suatu proses melaksanakan keputusan kebijakan biasanya dalam bentuk Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Peradilan, Perintah Eksekutif atau Dekrit Presiden.” Selanjutnya Mazmanian dan Sabatier (1983) dalam Wahab (2000) mengemukakan: ”Implementasi kebijakan adalah kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah disahkannya pedoman-pedoman kebijaksanaan negara, yang mencakup baik usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian”.

Jadi yang perlu dalam pelaksanaan kebijakan merupakan bentuk tindakan-tindakan yang sah atau implementasi suatu rencana dengan peruntukannya. Terdapat 4 (empat) faktor yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan, seperti yang diungkapkan oleh Edward III (1980); yaitu komunikasi, sumberdaya, disposisi-disposisi atau sikap-sikap dan struktur birokrasi. Selain itu agar kebijakan yang dikeluarkan dapat dilaksanakan dengan efektif, menurut Jones


(29)

(1996) terdapat 3 (tiga) aktivitas utama yang merupakan dimensi dari pelaksanaan program atau keputusan yaitu:

1. Pengorganisasian, penyesuaian dan penataan kembali sumberdaya, unit-unit serta metode untuk menjadikan program berjalan.

2. Penafsiran (interpretasi) program menjadi rencana, pengarahan yang tepat dan dapat diterima serta dilaksanakan oleh para pelaksana kebijakan. Dalam hal ini diperlukan informasi proses kebijakan, standarisasi yang jelas, serta tingkat dukungan.

3. Penerapan (aplikasi) pelayanan, pembayaran atau lainnya yang disesuaikan dengan tujuan atau perlengkapan program.

Penelitian mengenai Penanganan Sampah Perkotaan Terpadu yang dilakukan oleh Wibowo dan Djajawinata (2007), menunjukan bahwa beberapa kegiatan perlu dilakukan untuk mengatasi tingginya pertambahan penduduk dan arus urbanisasi ke perkotaan yang menyebabkan semakin tingginya volume sampah, ditambah keterbatasan lahan untuk Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah, pengangkutan sampah ke TPA yang terkendala karena jumlah kendaraan yang tidak mencukupi dan kondisi peralatan yang telah tua serta pengelolaan TPA yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah yang ramah lingkungan.

Paradigma baru memandang sampah sebagai sumber daya yang memiliki nilai ekonomi seperti untuk energi, kompos, pupuk ataupun untuk bahan baku industri. Pengelolaan sampah dengan paradigma baru tersebut dapat dilakukan dengan kegiatan pengelolaan sampah yang menerapkan konsep 3R (reduce, reuse

dan recycle) dan pengelolaan sampah yang menerapkan konsep pemberdayaan masyarakat (empowerment). Pengelolaan sampah meliputi kegiatan pengurangan (reduce), penggunaan kembali (reuse), dan pendauran ulang (recycle), sedangkan pemberdayaan masyarakat (empowerment) berupa kegiatan pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir.

Berdasarkan pemikiran yang telah dikemukakan, kerangka pemikiran untuk penelitian ini digambarkan seperti terlihat pada Gambar 1.


(30)

Gambar 1 Kerangka Pemikiran Pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan Sampah di Kota Bandung

1.3 Perumusan Masalah

Berdasarkan kerangka pemikiran dan latar belakang dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut:

KEBIJAKAN (Tujuan dan Sasaran)

Birokrasi

Kelembagaan Persampahan

Disposisi

Sikap Para Pelaksana

PELAKSANAAN

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SAMPAH SAAT INI

Paradigma Baru Pengelolaan Sampah

Perkotaan

Umpan balik

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Kebijakan

Sumberdaya

Pemanfaatan Sampah

Komunikasi

Pengkomunikasian Pelaksanaan

PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP

KOTA BANDUNG

Pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan sampah

yang Baru

Masalah Pengelolaan Sampah Perkotaan


(31)

1. Pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah yang dilakukan di Kota Bandung belum terlaksana dengan baik.

2. Terdapat faktor-faktor dominan yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung.

3. Prioritas dan strategi yang dibutuhkan dalam pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung belum ada.

4. Kebijakan pengelolaan sampah yang dapat dijadikan acuan dalam melaksanakan pengelolaan sampah di Kota Bandung belum ada.

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk merumuskan pokok-pokok pikiran yang menjadi bahan dan dasar bagi penyusunan model kebijakan pengelolaan sampah perkotaan di Kota Bandung. Kajian akademis ini bertujuan untuk:

1. Mengkaji pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung. 2. Mengevaluasi faktor-faktor dominan yang mempengaruhi pelaksanaan

kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung.

3. Menetapkan prioritas dan strategi yang dibutuhkan dalam pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung

4. Merumuskan kebijakan pengelolaan sampah yang baru di Kota Bandung.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari hasil penelitian yang dilakukan ini adalah:

1. Manfaat Praktis, yaitu memberikan masukan kepada Pemerintah Daerah khususnya Pemerintah Kota Bandung, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bandung, dan masyarakat Kota Bandung mengenai pengelolaan sampah yang lebih efektif, efisien dan ramah lingkungan.

2. Manfaat Teoritis, yaitu diharapkan dapat dijadikan referensi dan bahan rujukan dalam penelitian lain yang melakukan pengkajian terhadap kebijakan pengelolaan sampah, dan kegiatan pengelolaan sampah di wilayah perkotaan.


(32)

1.6 Kebaruan Penelitian

Berdasarkan beberapa hasil kajian terhadap penelitian terdahulu, novelty dari disertasi ini adalah menetapkan faktor dominan yang menentukan pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah perkotaan dilihat dari konsep Edward III (1980) dan paradigma baru kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung.


(33)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kebijakan Pengelolaan Sampah

Dunn (1999) mengartikan kebijakan publik sebagai arahan otoritatif bagi penyelenggaraan tindakan pemerintah dalam wilayah negara, kabupaten dan kota yang dikukuhkan oleh legislatif, aturan main adminstrasi, dukungan publik yang mempunyai pengaruh terhadap warga masyarakat dalam suatu wilayah pemerintahan. Hoogerwerf (1978) berpendapat bahwa kebijakan merupakan usaha mencapai tujuan-tujuan tertentu dengan sarana tertentu dan dalam urutan waktu yang tertentu, sedangkan kebijakan pemerintah merupakan kebijakan yang dibuat oleh pejabat pemerintah dan instansi pemerintah.

Kebijakan pemerintah secara umum dapat diartikan sebagai ketentuan-ketentuan yang dijadikan pedoman, pegangan atau petunjuk bagi setiap usaha dari aparatur pemerintah, sehingga tercapai kelancaran dan keterpaduan dalam mencapai tujuan tertentu dan golongan ke dalam ruangan lingkup nasional dan lingkup wilayah/daerah. Gladden (1968) yang dikutip Badri (1982) menyatakan bahwa dilihat dari tingkatannya kebijakan pemerintah dapat dibedakan menjadi

political policy, executive policy, administrative policy, technical or operational policy. Siagian (1985) berpendapat bahwa tingkatan kebijakan pemerintah terdiri dari 3 (tiga) tingkatan kebijakan, yaitu

1. Kebijakan Umum, yang sifatnya mendasar dan prinsipil;

2. Kebijakan Pelaksanaan, yang kadang-kadang juga dikenal dengan istilah kebijakan operasional; dan

3. Kebijakan Tehnis.

Suradinata (1993) membagi kebijakan menjadi 5 (lima) tingkat kebijakan pemerintah, yaitu: 1) Kebijakan Nasional; 2) Kebijakan Umum; 3) Kebijakan Pelaksanaan; 4) Kebijakan Teknis; dan 5) Kebijakan Wilayah atau daerah. Mustopadidjaja (1999) membedakan level kebijakan pemerintah di Indonesia kedalam:


(34)

1. Tahap Kebijakan puncak, bentuknya berupa ketetapan MPR sebagai Garis-Garis Besar Haluan Negara, dekrit Kepala Negara, Peraturan Kepala negara. 2. Tahap Kebijakan umum, bentuknya berupa Undang-Undang, peraturan

pemerintah pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Penetapan Presiden, Keputusan Presiden dan Instruksi Presiden.

3. Tahap Kebijakan khusus, bentuknya berupa Peraturan Menteri, Keputusan Menteri, Instruksi menteri dan surat edaran Menteri.

4. Tahap Kebijakan tehnis, bentuknya berupa Peraturan Direktur Jenderal, Keputusan Direktur Jenderal dan Instruksi Jenderal.

5. Tahap Kebijakan kewilayahan Dati I (Provinsi) bentuknya berupa Peraturan daerah Provinsi dan Keputusan Gubernur serta Instruksi Gubernur.

6. Tahap Kebijakan kewilayahan Dati II (Kabupaten/Kota) bentuknya berupa Peraturan daerah Kabupaten/Kota dan Keputusan Bupati/Walikota serta Instruksi Bupati/Walikota.

Kebijakan publik ini merupakan seperangkat aturan yang mengatur kepentingan publik dan pemerintahan untuk maksud dan tujuan yang saling menguntungkan atau demi ketertiban bersama. Untuk dapat mencapai maksud seperti ini maka proses pembuatan kebijakan harus mengaju pada masalah-masalah riil yang perlu diselesaikan dengan berbagai pengetahuan dan disiplin ilmu yang relevan dengan permasalahan yang dimaksud. Permasalahan-permasalahan berkaitan dengan persampahan yang ada di masyarakat perlu dianalisis dan diseleksi menurut prioritas tertentu sehingga dapat diupayakan proses penerapannya oleh lembaga yang berwenang yang melahirkan kebijakan publik. Oleh karena itu permasalahan persampahan yang beranekaragam mulai dari jenis, bobotnya dan urgensinya maka dalam proses pembuatan kebijakan pengelolaan sampah diperlukan berbagai macam disiplin ilmu dan kualitas dari para aktor pembuat kebijakan yang menguasai permasalahan pengelolaan sampah untuk dicarikan solusinya dengan tepat.

Upaya mengatasi permasalahan sampah, pemerintah telah menetapkan kebijakan pengelolaan sampah yang tertuang dalam betuk peraturan perundang-undangan tentang pengelolaan sampah dengan menetapkan Undang-Undang Nomor Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Pasal 1 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah ini, menjelaskan bahwa:


(35)

Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Sampah spesifik adalah sampah yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau volumenya memerlukan pengelolaan khusus. Sumber sampah adalah asal timbulan sampah. Penghasil sampah adalah setiap orang dan/atau akibat proses alam yang menghasilkan timbulan sampah. Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah. Tempat penampungan sementara adalah tempat sebelum sampah diangkut ke tempat pendauran ulang, pengolahan, dan/atau tempat pengolahan sampah terpadu. Tempat pengolahan sampah terpadu adalah tempat dilaksanakannya kegiatan pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, pendauran ulang, pengolahan, dan pemrosesan akhir sampah. Tempat pemrosesan akhir adalah tempat untuk memroses dan mengembalikan sampah ke media lingkungan secara aman bagi manusia dan lingkungan.

Nilandari (2006) mengemukakan bahwa berdasarkan asalnya, sampah padat dapat digolongkan menjadi 2 (dua), yaitu sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik terdiri dari bahan-bahan penyusun tumbuhan dan hewan yang diambil dari alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan atau yang lain. Sampah ini dengan mudah diuraikan dalam proses alami. Sampah rumah tangga sebagian besar merupakan bahan organik. Termasuk sampah organik, misalnya sampah dari dapur, sisa tepung, sayuran, kulit buah, dan daun. Sedangkan sampah anorganik berasal dari sumberdaya alam tak terbarui seperti mineral dan minyak bumi, atau dari proses industri. Beberapa dari bahan ini tidak terdapat di alam seperti plastik dan aluminium. Sebagian zat anorganik secara keseluruhan tidak dapat diuraikan oleh alam, sedang sebagian lainnya hanya dapat diuraikan dalam waktu yang sangat lama. Sampah jenis ini pada tingkat rumah tangga, misalnya berupa botol, botol plastik, tas plastik, dan kaleng. Kertas, koran, dan karton merupakan perkecualian. Berdasarkan asalnya, kertas, koran, dan karton termasuk sampah organik. Tetapi karena kertas, koran, dan karton dapat didaur ulang seperti sampah anorganik lain (misalnya gelas, kaleng, dan plastik), maka jenis sampah ini dimasukkan ke dalam kelompok sampah anorganik.

Sampah yang diproduksi di kehidupan liar diintegrasikan melalui proses daur ulang alami, seperti halnya daun-daun kering di hutan yang terurai menjadi tanah. Diluar kehidupan liar, sampah-sampah ini dapat menjadi masalah, misalnya


(36)

daun-daun kering di lingkungan pemukiman. Sampah manusia (Inggris: human waste) adalah istilah yang biasa digunakan terhadap hasil-hasil pencernaan manusia, seperti feses dan urin. Sampah manusia dapat menjadi bahaya serius bagi kesehatan karena dapat digunakan sebagai vektor (sarana perkembangan) penyakit yang disebabkan virus dan bakteri. Salah satu perkembangan utama pada dialektika manusia adalah pengurangan penularan penyakit melalui sampah manusia dengan cara hidup yang higienis dan sanitasi. Termasuk di dalamnya adalah perkembangan teori penyaluran pipa (plumbing). Sampah manusia dapat dikurangi dan dipakai ulang misalnya melalui sistem urinoir tanpa air. Sampah konsumsi merupakan sampah yang dihasilkan oleh (manusia) pengguna barang, dengan kata lain sampah merupakan sisa konsumsi yang dibuang ke tempat sampah. Ini merupakan sampah yang umum dipikirkan manusia. Meskipun demikian, jumlah sampah kategori ini relatif lebih kecil dibandingkan sampah-sampah yang dihasilkan dari proses pertambangan dan industri (Wikipedia, 2009)

Pengelolaan sampah yang dilakukan pemerintah umumnya masih menggunakan pendekatan end of pipe solution (Aditya, 2008). Pendekatan ini menitikberatkan pada pengelolaan sampah ketika sampah tersebut telah dihasilkan, yaitu berupa kegiatan pengumpulan, pengangkutan, dan pembuangan sampah ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah. Seyogyanya pengelolaan sampah perlu dirumuskan dan dirancang ke dalam suatu sistem dan mekanisme dalam bentuk peraturan/kebijakan pengelolaan sampah.

Kebijakan pengelolaan sampah diberlakukan dengan pertimbangan bahwa; 1) pertambahan penduduk dan perubahan pola konsumsi masyarakat menimbulkan bertambahnya volume, jenis dan karakteristik sampah yang semakin beragam, 2) pengelolaan sampah selama ini belum sesuai dengan metode dan teknik pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan sehingga menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan, 3) sampah telah menjadi permasalahan nasional sehingga pengelolaannya perlu dilakukan secara komprehensif dan terpadu dari hulu ke hilir agar memberikan manfaat secara ekonomi, sehat bagi masyarakat, dan aman bagi lingkungan, serta dapat mengubah perilaku masyarakat, 4) dalam pengelolaan sampah diperlukan


(37)

kepastian hukum, kejelasan tanggung jawab dan kewenangan Pemerintah, pemerintahan daerah, serta peran masyarakat dan dunia usaha sehingga pengelolaan sampah dapat berjalan secara proporsional, efektif, dan efisien, maka ditetapkan Undang-Undang Tentang Pengelolaan Sampah.

Peraturan/kebijakan yang ditetapkan berupa Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah berfungsi dalam aspek teknis untuk: 1) Mengatur ketentuan-ketentuan teknis yang didelegasikan peraturan di atasnya, dan 2) Mengatur posisi, hak dan kewajiban pengelola sampah sesuai dengan ketentuan yang diaturnya. Tujuan disusunnya kebijakan pengelolaan sampah adalah pengendalian terhadap sampah dengan melakukan kegiatan berupa:

1. Mengurangi kuantitas dan dampak yang ditimbulkan sampah 2. Meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat

3. Meningkatkan kualitas lingkungan hidup

4. Menyusun peraturan nasional untuk menjadi pedoman bagi Pemerintah Daerah dalam menyusun kebijaksanaan pengelolaan sampah

Adapun sasaran disusunnya kebijakan pengelolaan sampah ini adalah: 1. Peningkatan pengelolaan sampah di daerah perkotaan dan pedesaan 2. Pencegahan terhadap dampak lingkungan

3. Peningkatan kesadaran dan kepedulian masyarakat dalam menjaga kebersihan 4. Peningkatan peran para pihak (pemerintah, Pelaku Usaha dan masyarakat)

dalam pengelolaan sampah

5. Penerapan hierarki pengelolaan sampah yang meliputi: a. Pencegahan dan pengurangan sampah dari sumber b. Pemanfaatan kembali

c. Tempat Pembuangan Akhir

Pengelolaan sampah dengan paradigma baru bertujuan mengurangi volume sampah yang dibuang ke tempat pembuangan akhir sampah melalui pengembangan upaya memperlakukan sampah dengan cara mengganti, pengurangan, penggunaan-kembali dan daur-ulang. Pengelolaan sampah dengan paradigma baru itu juga menegaskan bahwa pengelolaan sampah merupakan


(38)

pelayanan publik yang bertujuan untuk mengendalikan sampah yang dihasilkan masyarakat. Untuk melaksanakan hal tersebut diperlukan penetapan kebijakan pengelolaan sampah yang mendorong akuntabilitas orang-seorang dan korporasi serta menetapkan dan mengembangkan instrumen yang diperlukan untuk mendukung terciptanya perilaku yang kondusif bagi pemanfaatan sumberdaya secara berkelanjutan.

2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Kebijakan

Aturan kebijakan yang telah ditetapkan pada pelaksanaannya perlu dilakukan evaluasi yang merupakan prosedur dalam analisis kebijakan untuk memberikan informasi tentang sebab dan akibat dari diberlakukannya kebijakan ini. Analisis kebijakan dapat mendeskripsikan adanya pengaruh pelaksanaan suatu kebijakan berdasarkan hasil yang dicapai, sehingga hasil evaluasi merupakan sumber informasi utama berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan yang telah ditetapkan.

Dunn (1999) menyatakan bahwa evaluasi bermaksud untuk menetapkan premis faktual tentang kebijakan publik, sementara premis faktual dan nilai dapat diperoleh berdasarkan rekomendasi dan evaluasi dalam suatu analisis yang sistematis. Oleh karena itu evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan akan menghasilkan kesimpulan yang jelas selama dan setelah suatu kebijakan diadopsi serta dilaksanakan, atau ex post facto. Evaluasi setidaknya memainkan 4 (empat) fungsi dalam analisis kebijakan (Dunn, 1999) yaitu eksplanasi, akuntansi, pemeriksaan dan kepatuhan, dengan penjelasan sebagai berikut:

1. Kepatuhan (Compliance). Evaluasi bermanfaat untuk menentukan apakah tindakan dari para administrator program, staf, dan pelaku lain sesuai dengan standar dan prosedur yang dibuat oleh para legislator, instansi pemerintah, dan lembaga profesional.

2. Pemeriksaan (Auditing). Evaluasi membantu menentukan apakah sumberdaya dan pelayanan yang dimaksudkan untuk kelompok sasaran maupun konsumen tertentu (individu, keluarga, kota, negara bagian, wilayah) memang telah sampai kepada mereka.


(39)

3. Akuntansi. Evaluasi menghasilkan informasi yang bermanfaat untuk melakukan akuntansi atas perubahan sosial ekonomi yang terjadi setelah dilaksanakannya sejumlah kebijakan publik dari waktu ke waktu.

4. Eksplanasi. Evaluasi juga menghimpun informasi yang dapat menjelaskan mengapa hasil-hasil kebijakan publik dan program berbeda.

Evaluasi dalam analisis kebijakan publik berkaitan dengan kebijakan pengelolaan sampah membutuhkan informasi yang relevan, reliabel dan valid. Informasi yang dihimpun melalui evaluasi dapat diperoleh dengan observasi berkaitan dengan pengelolaan sampah yang dilakukan secara cermat dan dapat diandalkan. Berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan, Webster (1990) yang dikutip Wahab (2000) mengemukakan: ”Pelaksanaan kebijakan adalah suatu proses melaksanakan keputusan kebijakan biasanya dalam bentuk Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Peradilan, Perintah Eksekutif atau Dekrit Presiden.”

Wahab (2000) menyatakan bahwa pelaksanaan kebijakan adalah sebagai berikut : ”Pelaksanaan keputusan kebijaksanaan dasar, biasanya dalam bentuk Undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan-keputusan badan peradilan.” Jadi yang perlu dalam pelaksanaan kebijakan merupakan bentuk tindakan-tindakan yang sah atau pelaksanaan suatu rencana dengan peruntukannya. Membuat atau merumuskan kebijakan bukanlah suatu yang sederhana, karena banyak faktor hambatan serta pengaruh dalam proses pembuatan kebijakan tersebut. Sementara itu, ada 4 (empat) faktor kritis yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan, seperti yang diungkapkan oleh Edward III (1980) yang menyatakan:

Di manapun dan kapanpun faktor-faktor kritis mendasar yang sangat penting untuk penerapan kebijakan publik, baik di negara-negara berkembang maupun negara-negara maju, adalah masalah implementasi. Faktor-faktor kritis ini adalah komunikasi, sumberdaya, disposisi-disposisi atau sikap-sikap dan struktur birokrasi


(40)

Faktor-fator kritis ini terdiri dari komunikasi, sumberdaya, disposisi/sikap, dan birokrasi yang penjabarannya secara umum (Edward III, 1980) adalah sebagai berikut:

1. Komunikasi

Komunikasi menunjukkan peranan penting sebagai acuan agar pelaksana kebijakan mengetahui persis apa yang mereka kerjakan. Komunikasi juga dapat dinyatakan dengan perintah dari atasan terhadap pelaksana-pelaksana kebijakan sehingga penerapan kebijakan tidak keluar dari sasaran yang dikehendaki, oleh karena itu komunikasi harus dinyatakan dengan jelas, tepat dan konsisten.

2. Sumberdaya

Sumberdaya tidak hanya mencakup jumlah sumberdaya manusia/aparat semata melainkan mencakup kemampuannya untuk mendukung pelaksanaan kebijakan tersebut. Hal ini dapat menjelaskan bahwa tanpa sumberdaya yang memadai maka pelaksanaan kebijakan tidak akan berjalan dengan efektif. 3. Disposisi/ sikap pelaksana

Disposisi diartikan sebagai keinginan atau kesepakatan dikalangan pelaksana untuk menerapkan kebijakan. Jika penerapan kebijakan dilaksanakan secara efektif, pelaksana tidak hanya harus mengetahui apa yang akan mereka kerjakan namun harus memiliki kemampuan dan keinginan untuk menerapkannya.

4. Struktur Birokrasi

Struktur birokrasi merupakan variabel terkhir yang mempunyai dampak terhadap penerapan kebijakan dalam arti bahwa dalam penerapan kebijakan itu tidak akan berhasil jika terdapat kelemahan dalam struktur birokrasi tersebut. Setiap pihak yang terkait dalam pelaksanaan kebijakan perlu mengembangkan suatu prosedur standar pelaksanaan.

Namun, agar kebijakan yang dikeluarkan dapat dilaksanakan dengan efektif, menurut Jones (1996) terdapat 3 (tiga) aktivitas utama yang merupakan dimensi dari pelaksanaan program atau keputusan yaitu:


(41)

1. Pengorganisasian.

Hal utama dalam tahapan ini adalah pembentukan atau penataan kembali sumberdaya, unit-unit serta metode untuk menjadikan program berjalan. Titik tolak dari aktivitas pengorganisasian ini adalah kinerja birokrasi, yang akan berdampak pada ketetapan, kecepatan, kejelasan, pengaturan, pengetahuan, kesinambungan, serta pembagian tugas yang jelas.

2. Penafsiran (interpretasi)

Menafsirkan agar program (seringkali dalam hal status) menjadi rencana dan pengarahan yang tepat dan dapat diterima serta dilaksanakan oleh para implementor kebijakan. Oleh karena itu, dalam penafsiran diperlukan informasi proses kebijakan, standarisasi yang jelas, serta tingkat dukungan politik yang dilaksanakan oleh para implementator kebijakan.

3. Penerapan (aplikasi)

Pada tahap ini aktivitas yang dilakukan berhubungan dengan penyediaan barang dan jasa atau ketentuan rutin dari pelayanan, pembayaran atau lainnya yang disesuaikan dengan tujuan atau perlengkapan program.

Ketiga dimensi tersebut merupakan faktor determinan keberhasilan pelaksanaan kebijakan. Oleh karena itu akan lebih berarti jika dikaitkan dengan pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah, yang akan difokuskan pada penelitian ini. Keberhasilan suatu kebijakan dalam hal pengorganisasian merupakan hal yang penting karena organisasi merupakan wadah dan proses yang menentukan dalam rangka pencapaian tujuan. Selain itu tingginya kemampuan pelaksanaan sumberdaya organisasi akan memberi harapan besar untuk dapat melaksanakan rencana kebijakan secara efektif.

Wibowo dan Djajawinata (2007) menyebutkan bahwa kebijakan pengelolaan sampah yang dikeluarkan dapat dilaksanakan dengan efektif, diantaranya:

1. Melakukan pengenalan karekteristik sampah dan metoda pembuangannya. 2. Merencanakan dan menerapkan pengelolaan sampah secara terpadu


(42)

3. Memisahkan peran pengaturan dan pengawasan dari lembaga yang ada dengan fungsi operator pemberi layanan, agar lebih tegas dalam melaksanakan

reward & punishment dalam pelayanan.

4. Menggalakkan program yang dapat mencapai program zero waste pada masa mendatang, yaitu:

a. Mengurangi sampah (Reduce)

b. Menggunakan kembali sampah (Reuse) c. Mendaur ulang sampah (Recycle)

5. Melakukan pembaharuan struktur tarif dengan menerapkan prinsip pemulihan biaya (full cost recovery) melalui kemungkinan penerapan tarif progresif, dan mengkaji kemungkinan penerapan struktur tarif yang berbeda bagi setiap tipe pelanggan.

6. Mengembangkan teknologi pengelolaan sampah yang lebih bersahabat dengan lingkungan dan memberikan nilai tambah ekonomi bagi bahan buangan.

Tinjauan perspektif pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah dalam hasil penelitian ini, ditujukan pada pengoperasiannya berlandasan pada konsepsi aktivitas fungsional dalam pelaksanaannya. Berkaitan dengan pengembangan teknologi, hasil penelitian yang dilakukan Amurwaraharja (2003) menyatakan bahwa teknologi merupakan prioritas utama untuk kegiatan pengolahan sampah di Jakarta Timur berupa pengomposan dan incenerator. Selain itu hasil penelitian Virgota et al. (2001) menunjukkan pula kelayakan sistem pemisahan sampah rumah tangga pada pengelolaan sampah di Kota Pekanbaru, Provinsi Riau.

Hasil penelitian Hendrasarie฀ (2005) berkaitan dengan Sistem Pengelolaan Sampah Pasar swakelola sebagai alternatif pengelolaan sampah dalam upaya memperpanjang umur TPA serta pengendalian lingkungan hidup. Pengelolaan sampah bukan hanya merupakan tanggung pemerintah saja, namun menjadi tanggungjawab bersama dengan masyarakatnya, seperti ditunjukkan oleh hasil penelitian Mandailing et al. (2001) tentang partisipasi pedagang dalam program kebersihan dan pengelolaan sampah pasar yang mengambil studi kasus di Kota Bogor, yang memperlihatkan bahwa partisipasi pedagang dibutuhkan dalam


(43)

pengelolaan sampah pasar. Selain itu hasil penelitian Jumiono et al. (2000) menunjukkan prospek yang besar dalam pendirian industri vermikompos berbahan baku sampah kota yang memfokuskan kepada analisis finansial industri vermikompos yang berbahan baku sampah kota. Hal ini didukung pula oleh hasil penelitian Suhartiningsih et al. (1998) yang melakukan penelitian tentang sistem penunjang keputusan investasi usaha daur ulang sampah kota untuk produksi kompos, dan hasil penelitian Syamsuddin et al. (1985) yang menilai keberhasilan sistem pengelolaan sampah rumah tangga di Ujung Pandang berdasarkan partisipasi masyarakat, persepsi masyarakat, pengelolaan sampah oleh pemerintah kota, dan peraturan perundang-undangan.

Konsep pelaksanaan kebijakan meliputi pengorganisasian, penafsiran dan penerapan dalam pengelolaan sampah di perkotaan, penelitian ini difokuskan pada pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah pada aspek kelembagaan pengelolaan sampah yang menjadi tanggungjawab PD Kebersihan Kota Bandung, sehingga teori pelaksanaan kebijakan yang berkesesuaian dengan penelitian ini adalah teori Edward III (1980) dengan mengacu pada faktor-fator kritis pelaksanaan kebijakan yaitu komunikasi, sumberdaya, disposisi/sikap, dan birokrasi.

2.2.1 Komunikasi dalam Pelaksanaan Kebijakan

Manusia membutuhkan komunikasi dengan sesamanya dalam kehidupan sosialnya. Pada umumnya dalam berkomunikasi terdapat orang yang menyampaikan pesan (komunikator), orang yang menerima pesan (komunikan) dan pesan yang disampaikan. Proses komunikasi antara komunikator dengan komunikan akan berjalan dengan baik bila pesan yang disampaikan singkat, jelas dan tepat sasaran. Berkaitan dengan komunikasi, Edward III mengatakan bahwa agar pelaksanaan kebijakan publik dilaksanakan dengan efektif maka perlu para pelaksana kebijakan mengetahui apa yang harus mereka laksanakan. Komunikasi mempunyai peranan yang penting sebagai acuan agar pelaksana kebijakan mengetahui persis apa yang akan dikerjakan. Komunikasi juga dinyatakan dengan perintah dari atasan terhadap pelaksana kebijakan, sehingga komunikasi harus dinyatakan dengan jelas, cepat dan konsisten.


(44)

Sistem komunikasi dalam organisasi modern berkembang sebagai akibat dari semakin pentingnya pendekatan kesisteman dan penyelenggaraan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawab suatu organisasi (Siagian, 1997). Berkomunikasi dalam kehidupan berorganisasi, dibutuhkan untuk menyamakan persepsi atau pendapat yang berkaitan dengan tujuan yang akan dicapai. Komunikasi yang berlangsung dengan dinamis akan dapat menentukan keberhasilan tujuan organisasi. Halangan terbesar dalam berkomunikasi adalah terdapatnya beraneka ragam persepsi. Pengiriman pesan/informasi dari komunikator yang tidak jelas membuat komunikan menerima dan menjalankannya tidak jelas dan bahkan dapat mengganggu jalannya organisasi. Pendekatan kesisteman menuntut interaksi yang tinggi dengan intensitas yang tinggi pula, terutama apabila dikaitkan dengan koordinasi, integrasi dan sinkronisasi.

Edward III mengatakan bahwa lancar atau tidaknya suatu interaksi tersebut bertumpu pada kemauan orang dalam organisasi untuk: 1) menerima, memproses dan menghasilkan bahan-bahan yang perlu dikomunikasikan kepada orang lain; 2) mengkomunikasikan informasi yang ada pada seseorang dengan orang lain atau kelompok dimana yang bersangkutan menjadi anggota; 3) memanfaatkan jalur komunikasi yang terdapat dalam organisasi seefektif mungkin, dan 4) mengembangkan sistem penanganan informasi dalam organisasi baik secara manual maupun dengan menggunakan peralatan yang lebih modern.

Cafezio dan Morehouse (1998) mengartikan komunikasi sebagai pemahaman yang merupakan kunci dalam mempengaruhi individu atau kelompok-kelompok untuk mengambil tindakan positif dalam mencapai sasaran spesifik - inti yang riil dari apa yang para pemimpin lakukan. Komunikasi yang baik adalah kunci dalam pemahaman. Pengertian komunikasi tersebut merupakan kunci penting dalam memahami sesuatu, dengan berkomunikasi, pencapaian tujuan akan lebih mudah tercapai. Berkomunikasi dalam lingkungan organisasi, merupakan sesuatu yang penting untuk menyamakan langkah dalam pencapaian tujuan. Berkomunikasi dapat membuat sistem kerjasama dalam organisasi semakin dinamis dan meningkatkan partisipasi bawahan terhadap pencapaian


(45)

tujuan organisasi. Berkomunikasi dibutuhkan dalam setiap organisasi baik formal atau informal, dalam organisasi, berkomunikasi digunakan untuk menyamakan persepsi tujuan organisasi.

Berkomunikasi dapat memberikan kejelasan informasi yang akan disampaikan. Berkaitan dengan fungsi atau tujuan komunikasi, Thayer (1968) dalam Winardi (1992) mengatakan ada lima fungsi atau tujuan berkomunikasi di dalam sebuah organisasi, yaitu: 1) Mendapatkan keterangan atau memberikan keterangan (informasi) kepada orang lain; 2) Mengevaluasi input-input kita sendiri atau output pihak lain atau skema ideologis tertentu; 3) Membina pihak lain atau dibina pihak lain atau memberikan instruksi; 4) Mempengaruhi pihak lain atau dipengaruhi, dan 5) Berbagai fungsi insidential dan netral.

Berkomunikasi merupakan salah satu fungsi pokok manajemen. Setiap orang berkomunikasi dapat memperlancar orang bekerja dengan baik dalam mencapai tujuan organisasi. Komunikasi yang tidak baik dapat mengganggu keharmonisan hubungan kerja antar sesama orang dalam organisasi dan pada akhirnya dapat mengganggu tercapainya tujuan organisasi. Kebijakan yang telah diambil organisasi akan dilaksanakan atau dilaksanakan dalam bentuk kegiatan. Pencapaian tujuan organisasi dengan optimal akan lebih mudah tercapai bila semua anggota organisasi mempunyai persepsi yang sama akan tujuan itu. Menyamakan persepsi dilakukan dengan komunikasi antar sesama anggota organisasi secara baik dan benar. Mengkomunikasian tujuan organisasi secara baik dan benar akan mempercepat dan mempermudah pencapaian tujuan secara optimal.

Sejalan dengan hal tersebut, faktor komunikasi juga sangat berpengaruh terhadap penerimaan kebijakan oleh kelompok sasaran sehingga tidak berjalannya komunikasi ini menjadi titik lemah dari tercapainya efektivitas pelaksanaan kebijakan. Dengan demikian penyebarluasan isi kebijakan melalui proses komunikasi yang baik akan mempengaruhi efektivitas kebijakan publik. Indikator-indikator berhubungan dengan pengkomunikasian dalam kebijakan yang dapat dijadikan ukuran keberhasilan pelaksanaan kebijakan (Edward III, 1980) terdiri dari:


(46)

1. Kejelasan Penerimaan Informasi Kebijakan

2. Pengetahuan Melaksanakan Tugas dalam Kebijakan 3. Kecepatan Menerima Informasi Pelaksanaan Kebijakan 4. Frekuensi Penerimaan Informasi Kebijakan

5. Kesesuaian Pelaksanaan dengan Pedoman Pelaksanaan Kebijakan 6. Kecepatan Pemecahan Masalah Pelaksanaan Kebijakan

2.2.2 Sumberdaya dalam Pelaksanaan Kebijakan

Keberadaan sumberdaya memiliki arti dan peranan yang besar dalam kehidupan organisasi. Tercapainya tujuan organisasi dengan cepat dan mudah adalah sumbangan yang besar dari sumberdaya. van Meter dan van Horn (1975) mengatakan bahwa sumberdaya memiliki peranan yang besar dalam melaksanakan suatu kebijakan. Manusia sebagai sumberdaya memiliki peranan yang besar dalam mempengaruhi keberhasilan pencapaian suatu tujuan organisasi. Pelaksanakan suatu kegiatan baik dalam organisasi publik maupun privat, keberadaan sumberdaya manusia sangat diperhitungkan. Keberadaan sumberdaya manusia sebagai pelaksanan suatu kebijakan, sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan suatu kebijakan.

van Meter dan van Horn (1975) mengatakan ada enam unsur yang berpengaruh terhadap pelaksanaan suatu kebijakan, yaitu:

(1) Kompetensi dan ukuran dari perwakilan pegawai; (2) Tingkat hirarkis pengendalian dari keputusan sub unit dan proses-proses dalam perwakilan implementasi; (3) Sumber perwakilan politik (misalnya: dukungan antara pembuat undang-undang dengan para eksekutif); (4) Vitalitas dari suatu organisasi; (5) Tingkat komunikasi yang terbuka .... di dalam organisasi dan (6) Hubungan perwakilan formal dan informal dengan pembuat atau badan-badan pembuat kebijakan).

Menurut van Meter dan van Horn (1975), setiap kebijakan mempunyai hubungan dengan sifat dan isu kebijakan yang akan dilaksanakan. Pelaksanaan kebijakan memberikan sumbangan yang besar kepada keberhasilan dari suatu Kebijakan secara keseluruhan. Proses pelaksanaan kebijakan menekankan prosedur yang mengutamakan perubahan, kontrol dan kepatuhan bertindak. Pelaksanaan kebijakan akan berhasil bila perubahan yang dikehendaki relatif


(47)

sedikit, sementara kesepakatan terhadap tujuan terutama dari mereka yang mengoperasionalkan program di lapangan relatif tinggi. Keberhasilan suatu organisasi untuk mencapai tujuannya dapat dilihat dari berhasilnya kebijakan dilaksanakan, unsur turut mempengaruhinya adalah ukuran dan tujuan kebijakan sumber-sumber kebijakan, ciri-ciri atau sifat instansi pelaksana, komunikasi antar organisasi terkait dan kegiatan pelaksanaan, sikap para pelaksana serta lingkungan ekomoni, sosial dan politik.

Berkaitan dengan sumberdaya, Edward III (1980) mengatakan bukan hanya sumberdaya manusia semata yang dapat mempengaruhi impelementasi kebijakan publik, melainkan juga mencakup kemampuan sumberdaya yang mendukung kebijakan tersebut berupa sarana, prasarana dan faktor dana. Menurut Edward III (1980), bahwa sumberdaya dapat dibagi menjadi 4 (empat) komponen, yaitu: 1) Staff yang mencukupi (jumlah dan mutu); 2) Informasi yang dibutuhkan lengkap guna proses pengambilan keputusan, kewenangan yang cukup guna melaksanakan tugas dan tanggung jawab; 3) Fasilitas pendukung; dan 4) Sarana dan prasarana serta tersedianya dana yang memadai.

Semua kehidupan di dunia ini mempunyai sumberdaya, misalnya dalam manusia ada darah, ada pikiran, ada hati nurani, ada organ tubuh dan lainnya. Demikian juga dalam organisasi, sumberdaya mempunyai peran yang penting, karena tanpa sumberdaya yang cukup organisasi itu ibarat tubuh manusia kekurangan darah, karenanya agar suatu organisasi tetap bertahan hidup maka organisasi membutuhkan sumberdaya.

Keberadaan sumberdaya diperlukan dalam organisasi, seperti dikemukakan oleh Sugandha (1991) yang mengatakan bahwa “Sumberdaya organisasi mencakup 1) Modal yang berupa uang, dan 2) Material atau bahan baku, informasi, mesin-mesin, peralatan, perlengkapan, gedung kantor, waktu dan personel. Memperhatikan pernyataan Sugandha (1991) tersebut, bahwa sumberdaya pertama adalah modal berupa uang, tentu sangat masuk akal karena tanpa uang maka organisasi sulit untuk hidup apalagi berkembang, karena sebagian besar kehidupan organisasi memerlukan pembiayaan dalam bentuk modal yang cukup untuk memenuhi kebutuhan operasional.


(48)

Keberadaan sumberdaya manusia dalam kehidupan organisasi, Gomes (1997) mengatakan bahwa:

Unsur manusia di dalam organisasi, mempunyai kedudukan yang sangat strategis, karena manusialah yang bisa mengetahui input-input apa saja yang perlu diambil dari lingkungan dan bagaimana caranya untuk mendapatkan input-input tersebut, tehnologi dan cara yang dianggap tepat untuk mengolah atau mentranformasikan input-input tadi menjadi ouput yang memberikan keinginan publik (lingkungan).

Berhubungan dengan sumberdaya manusia, Board (dalam Famularo, 1986) mengatakan bahwa ada 7 (tujuh) kriteria kebijakan sumberdaya manusia, yaitu

1. Suatu kebijakan merupakan suatu pernyataan yang berisi maksud dan tujuan perusahaan yang menjadi acuan bagi langkah kerja individual.

2. Kebijakan harus dituangkan dalam suatu tulisan.

3. Kebijakan harus dinyatakan dalam ruang lingkup badan tersebut dalam arti luas.

4. Kebijakan tidak dapat diganggu gugat karena merupakan salah satu kekuatan dalam manajemen.

5. Penyusunan kebijakan memerlukan tingkat pemikiran dan kontemplasi yang sangat dalam.

6. Kebijakan harus disyahkan oleh pemegang otoritas tertinggi dalam organisasi tersebut.

7. Kebijakan berlaku untuk jangka waktu yang lama.

Kebijakan yang diberlakukan di suatu organisasi yang dibuat secara jelas akan mudah dapat dijadikan pedoman kerja pegawai dalam rangka melaksanakan pekerjaannya. Kemampuan pegawai sebagai sumber daya manusia dalam suatu organisasi sangat penting arti dan keberadaannya bagi peningkatan produktivitas kerja di lingkungan organisasi. Manusia merupakan salah satu unsur terpenting yang menentukan berhasil atau tidaknya organisasi dalam mencapai tujuan dan menggembangkan misinya. Pengelolaan seluruh kegiatan sumberdaya manusia perlu didasarkan pada suatu manajemen sehingga pemberdayaannya dapat optimal. Indikator-indikator berhubungan dengan keberadaan sumberdaya dalam


(49)

kebijakan yang dapat dijadikan ukuran keberhasilan pelaksanaan kebijakan (Edward III, 1980) terdiri dari:

1. Kemudahan Perolehan Informasi Pelaksanaan Kebijakan 2. Ketersediaan Peralatan Pendukung Pelaksanaan Kebijakan 3. Kemampuan Sumberdaya Pengelola

2.2.3 Disposisi atau Sikap Pelaksana Kebijakan

Berkaitan dengan disposisi/sikap pelaksana, Edward III (1980) mengatakan bahwa disposisi/sikap pelaksana memiliki kegunaan di kalangan pelaksana untuk menerapkan kebijakan, jika penerapan kebijakan dilakukan secara efektif. Pelaksana bukan harus tahu apa yang harus mereka kerjakan tetapi harus memiliki kemampuan untuk menerapkan kebijakan itu. Disposisi adalah sikap dan komitmen dari pelaksana terhadap program atau kebijakan, khususnya para pelaksana yang menjadi impelementator dari program yang dalam hal ini terutama adalah aparatur birokrasi. Keberadaan aparat pelaksana memiliki peranan yang besar dalam menentukkan keberhasilan suatu kebijakan dalam pelaksanaannya.

Keberadaan aparat pelaksana dalam suatu organisasi pelaksana kebijakan, Wahab (2000) mengatakan bahwa ada tiga kelompok yang mempengaruhi keberhasilan suatu kebijakan, yaitu 1) Pemrakarsa kebijakan atau the center, 2) Pelaksana di lapangan atau the periphery, dan 3) Aktor perorangan di luar badan pemerintah atau kelompok sasaran.

Hasil kajian terhadap artikel Resosudarmo (2000), menunjukan bahwa tantangan yang dihadapi aparat pelaksana dalam menerapkan suatu kebijakan pengelolaan sampah adalah (1) merangsang digunakannya berbagai teknologi bersih lingkungan, (2) membantu agar biaya yang dikeluarkan dalam mengadopsi teknologi untuk mengurangi jumlah pencemaran sampah dapat ditekan serendah mungkin, (3) menjaga agar sektor produksi yang terkena peraturan pencemaran sampah tidak perlu mengurangi aktivitas produksinya dan (4) mengontrol dengan ketat hingga setiap individu maupun institusi agar mematuhi peraturan untuk mengurangi jumlah pencemaran sampah yang dilepaskan ke lingkungan. Dengan demikian, pelaksanaan kebijakan dapat memperbaiki lingkungan.


(1)

Moleong, L.J. 1989. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT.Remaja Rosdakarya.

Moughtin, C., Taner, Oc., and Steven, T. 1999. Urban Design: Ornament and Decoration. Boston: Architectural Press.

Moughtin, C., Gardner, A.R.T. 1990. "Towards an improved and protected environment", The Planner, pp.9-12..

Mouightin, C., Taner, Oc., and Steven, T. 1999. Urban Design: Ornament and Decoration. Oxford: Butterworth Architecture.

Muhadjir, N. 1990. Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta : Rake Sarasin. Mustopadidjaja, A.R. 1999. Studi Kebijaksanaan, Perkembangan, dan

Penerapannya dalam Rangka Administrasi dan Manajemen Pembangunan, Jakarta: LP-FE-UI.

Ndraha, T. 1997. Metodologi Ilmu Pemerintahan, Jakarta: Rineka Cipta.

Ndraha, T. 2003. Kybernology (Ilmu Pemerintahan) 1 dan 2, Jakarta: Rineka Cipta.

Nilandari, A. 2006. Aku Bisa Menghemat Listrik, Jakarta: Dian Rakyat.

Patton, M.Q. 1987.How the Use Qualitative Methods in Evaluation, New Delhi India: Sage Publications.

Pattons, C.V., and Sawicki, D.S. 1980. Basic Methods of Policy Analysis and Planning, New Jersey: Prentice-Hall Inc. Englewood Cliffs.

Pearson, W. 1997. Public Policy:An Introduction to the Theory and Practice of Policy Analysis, Cambridge Great Britain: Edward Elgar.

Rakhmat, J. 1997. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Rasyid, H.A. 1994. Statistika Sosial, Bandung: PPs UNPAD.

Ripley, R. 1994.Policy Analysis in Political Science, Chicago: Nelson Hall. Saaty, T.L. 1994. Fundamentals of Decision Making and Priority Theory, RWS

Publications, 4922 Ellsworth Avenue , Pittsburgh, PA.

Saraswati, E. 2007. Model Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan Sampah Kota Berbasis Pertisipasi Masyarakat, Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

Saribanon, N. 2007. Perencanaan Sosial Partisipatif Dalam Pengelolaan Sampah Permukiman Berbasis Masyarakat, Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

Schaltzman, L., and Strauss, A.L. 1973.Field Research:Strategies for a Natural Sociology, Englewood Cliffs: N.J. Prentice Hall.

Siagian, S.P. 1985. Patologi Birokrasi: Analisis, Identifikasi dan Terapinya, Jakarta: Ghalia Indonesia.


(2)

Siagian, S.P. 1997. Organisasi Kepemimpinan dan Perilaku Administrasi, Jakarta: PT. Gunung Agung.

Spradley, J.P. 1980. Participant Observation, Orlando FL: Harcourt Brace Jovanovich College Publishers.

Sugandha, D. 1991. Koordinasi: Alat Pemersatu Gerak Administrasi, Cetakan Kedua, Jakarta: Intermedia.

Sugiyono. 2002. Statistika Untuk Penelitian, Bandung: Alfabeta.

Sunggono, B. 1994. Pemberdayaan Masyarakat, Jaringan Pengamanan Sosial, Jakarta: Gramedia Utama.

Supriatna I., Setiadi, M.A., dan Hadi, S. 2005. Penyusunan Kebijakan Peningkatan Produksi Peternakan dengan Penerapan Teknologi Inseminasi Buatan di Daerah Tertinggal. Jakarta: PT Bernala Nirwana. Resource Development Consultant.

Suradinata, E. 1993. Teori dan Praktek Kebijaksanaan Negara, Bandung: Ramadan.

Suryaningrat, B. 1989. Perumusan Kebijaksanaan dan Koordinasi Pembangunan di Indonesia, Jakarta: PT. Bima Aksara.

Van Meter, D.S., and Van Horn, C.E. 1975.The Policy Implementation Process A Conceptual Frame Work, London: Sage Publications Inc.

Vargas, L.G. 1994. “Reply to Schenkerman’s Avoiding Rank Reversal in AHP Decision Support Models”, European Journal Of Operational Research, 74, pp. 420-425.

Wahab, S.A. 1990. Analisis Kebijaksanaan Dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara, Jakarta: Bumi Aksara.

Wahab, S.A. 2000. Ekonomi Politik Pembangunan, Malang: Danar Wijaya Press. Wibowo., dan Djajawinata. 2007. Jurnal Penanganan sampah terpadu.

Widodo, J. 2002. Good Governance, Telaah Dimensi: Akuntabilitas dan Kontrol Birokrasi Pada Era Dsentralisasi dan Otonomi Daerah, Surabaya: Insan Cendekia.

Winardi, J. 1992. Manajemen Perilaku Organisasi, Bandung: Citra Aditya Bakti. Yin, R.K. 1989. Studi Kasus: Desain dan Metode, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Jurnal, Internet dan Dokumentasi Lainnya:

Aida, N., dan Mudikdjo, K. 1996. Usaha Pemanfaatan Barang Bekas dari Sampah dan Pengaruhnya Terhadap Pengelolaan Sampah di Kotamadya Bogor : Studi Kasus TPA Gunung Galuga. Tesis Program Pascasarjana IPB. Tidak diterbitkan.


(3)

Amurwaraharja, I.P. 2003. Analisis Teknologi Pengolahan Sampah Dengan Proses Hirarki Analitik Dan Metoda Valuasi Kontingensi (Studi Kasus Di Jakarta Timur), Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam Dan Lingkungan Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Bakri, A.R., Mudikdjo, K., Suratmo, F.G., dan Partoatmodjo, S. 1992. Pengelolaan Sampah Pemukiman dan Partisipasi Masyarakat dalam Pelaksanaannya di Kota Administratif Depok. Tesis Program Pascasarjana IPB. Tidak diterbitkan.

Bandung.go.id, 2008. Sosialisasi PLTSa (Pembangkit Listrik Tenaga Sampah), http://www.bandung.go.id/?fa=berita.detail&id=865,yang ditampilkan pada tanggal 9 April 2009.

Dana Mitra Lingkungan, http: //www. dml. or. id/ dml5/ sampah/ budaya_ manajemen_ persampahan.dml, 6 Juli 2008

Daryanto, 2005. Kebijakan pengelolaan sampah di Kabupaten Bekasi dengan Metode Incinerator. Thesis Program MPKP, Jakarta: Universitas Indonesia.

Diana, E., Sutamihardja, R.T.M., dan Mudikdjo, K. 1992. Pemantauan Dampak Lokasi Pembuangan Akhir Sampah Secara Sanitary Landfill Bantar Gebang Terhadap Kualitas Air Permukan, Air Tanah dan Sosial Ekonomi Masyarakat Disekitarnya. Tesis Program Pascasarjana IPB. Tidak diterbitkan.

Djuwendah, E., Anwar,A., Winoto, J., dan Mudikdjo, K. 1998. Analisis Keragaan Ekonomi dan Kelembagaan Penanganan Sampah Perkotaan, Kasus di Kotamadya DT II Bandung Provinsi Jawa Barat. Tesis Program Pascasarjana IPB. Tidak diterbitkan.

Ecolink. 1996. Istilah Lingkungan untuk Manajemen, E-dukasi.net, http://www.e-dukasi.net/pengpop/pp_full.php?ppid=257&fname=hal2.htm

download 14 Maret 2008.

Gumelar, A. 2004. Pengelolaan Kebersihan di Kota Bandung (Tinjauan Dari Aspek Manajemen Kerjasama), makalah disajikan pada acara Diskusi Terbatas, diselenggarakan oleh PKP2A I LAN, Bandung, 8 September 2004

Hanifah, T.A., Saeni, M.S., Bintoro, M.H., dan Adijuwana, D,H. 1999. Analisis Kandungan Logam Berat dalam Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz) yang Dipupuk Dengan Sampah Kota di Desa Kulim, Pekanbaru, Riau. Tesis Program Pascasarjana IPB. Tidak diterbitkan.

Hendrasarie. 2005. Kajian Sistem Pengelolaan Sampah Pasar, Jurnal Fakultas Teknik, Surabaya: Universitas Brawijaya.


(4)

Iriani., Mudikdjo, K., Pelly, U., dan Dartius. 1994. Sistem Organisasi Pengelolaan Sampah Pemukiman di Kotamadya Medan. Tesis Program Pascasarjana IPB. Tidak diterbitkan.

Jumiono, A., Mudikdjo, K., dan Simamora, S. 2000. Prospek Pendirian Industri Vermikompos Berbahan Baku Sampah Kota (Studi Kasus Di Kota Bogor). Tesis Program Pascasarjana IPB. Tidak diterbitkan.

Kamus Istilah Lingkungan. 1994. Hijau Gerakan Peduli Lingkungan http://yayasanhijau.wordpress.com/2008/01/15/budaya-kita-sampah-dan-daur-ulang/ download 24 Maret 2008.

Kompas, 10 Januari 2004. Pengelola TPA Bantar Gebang Adukan Pemkot Bekasi. Kompas - Pengelola Tempat Pembuangan Akhir Sampah Bantar Labatjo, M.R. 2007. Persepsi Masyarakat Terhadap Pelayanan Persampahan Di

Kota Manado, Kesehatan Lingkungan, IKIP Manado.

Majalah Percik. 2005. Gara-gara Sampah, Bandung Jadi Kota Terkotor di Indonesia. Beberapa Langkah Telah Diupayakan Untuk Mengatasinya. Mampukah Ini Bisa Bertahan lama? Strategi Apa Untuk Penanganan Ke Depan?, http: //digilib- ampl. net/ file/ pdf/ percik14. pdf, yang ditampilkan pada tanggal 5 April 2009.

Mandailing, M.M., Saeni, M.S., dan Rusli, S. 2001. Partisipasi Pedagang Dalam Program Kebersihan dan Pengelolaan Sampah Pasar (Kasus Di Kota Bogor). Tesis Program Pascasarjana IPB. Tidak diterbitkan.

Muhdhar, M.H.I., dan Margono, 2003. Kajian Peraturan Perundang-undangan tentang Pengelolaan Sampah di Wilayah Surabaya Metropolitan. State University of Malang.

Ostro, B. 1994.Estimating the Health Effects of Air Pollutants: A Method with an Application to Jakarta. Policy Research Working Paper No. 1301, World Bank.

PD. Kebersihan Kota Bandung, 2009 Pustekkom, 2005, http://www.e-dukasi.net

Radyastuti, W. 1996. E-dukasi.net, http: //www. e-dukasi. net/ pengpop/ pp_full. php?ppid= 257& fname= hal2.htm download 14 Maret 2008.

Raharja, Y.T., Mudikdjo, K., Suratmo, F.G., dan Utomo, B.S. 1988. Studi Sosial Ekonomi Pengelolaan Limbah Pemukiman (Sampah) dengan Sistem Jali-jali di Jakarta Pusat. Tesis Program Pascasarjana IPB. Tidak diterbitkan.

Rajab, B. 2009. Budaya Manjamen Persampahan, http://www.kasundaan.org/ index.php?option=com_content&task=view&id=87&Itemid=1, yang ditampilkan pada tanggal 25 Maret 2009.


(5)

Reid, W.V. 1992.How Many Species Will There Be? Tropical Deforestation and Species Extinction. T. Whitmore and J. Sayer, eds., pp. 55-74. London: Chapman and Hall.

Resosudarmo., dan Napitupulu, L.BP. 2000. Health and Economic Impact of Air Pollution in Jakarta. Economic Record, page:65-75

Satriyo. 2008. Persampahan di Kota Bandung, http:// satriyo. net/ 2006/ 05/ 15/ persampahan-kota-bandung/ yang direkam pada 4 July 2008.

Suhartiningsih. 1998. Sistem Penunjang Keputusan Investasi Usaha Daur Ulang Sampah Kota Untuk Produksi Kompos. Tesis Program Pascasarjana IPB. Tidak diterbitkan.

Sundra, I.K., Suratmo, F.G., Saeni, M.S., dan Partoatmodjo, S. 1997. Pengaruh Pengelolaan Sampah Terhadap Kualitas Air Sumur Gali Disekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Suwung – Denpasar – Bali. Tesis Program Pascasarjana IPB. Tidak diterbitkan.

Syamsuddin, A., Partoatmodjo, S., Paembonan, S.,dan Wirjowidagdo, S. 1985. Studi Tentang Pengelolaan Sampah Di Kotamadya Ujung Pandang. Tesis Program Pendidikan Pascasarjana KPK IPB – UNHAS. Tidak diterbitkan.

Tandjung, 1982. Hijau Gerakan Peduli Lingkungan http://yayasanhijau. wordpress.com/ 2008/ 01/ 15/ budaya- kita- sampah- dan- daur- ulang/ download 24 Maret 2008.

The Soil and Water Conservation Society. 1995. Municipal Solid Waste Management, pada http: //www. swcs. org/ t_ publicaffairs_ solidwaste.htm

Tiwow, C., Widjajanto, D., Darjamuni., Hartman , E., Mahajoeno, E., Irwansyah, E., dan Nurhasanah. 2003. Pengelolaan Sampah Terpadu Sebagai Salah Satu Upaya Mengatasi Problem Sampah Di Perkotaan, Makalah Pengantar Falsafah Sains (PPS702), Program Pasca Sarjana / S3, Institut Pertanian Bogor, April 2003, http: //tumoutou. net/ 6_sem2_023/ kel6_sem2_023.htm, yang ditampilkan pada tanggal 17 Januari 2009.

Tiwow, C., Widjajanto, D., Darjamuni., Hartman , E., Mahajoeno, E., Irwansyah, E., dan Nurhasanah. 2003. Pengelolaan sampah terpadu sebagai salah satu upaya mengatasi problem sampah di perkotaan, Makalah Pengantar Falsafah Sains (PPS702), Program Pascasarjana (S3), Bogor: IPB.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah, http://legalitas.org/incl-php/buka.php?d=2000+8&f=UU18-2008.htm, yang ditampilkan pada tanggal 25 Maret 2009.

WHO. 1992. IPCS Environmental Health Criteria: Vol.134, Cadmium. Geneva WHO.


(6)

Wibowo, A., dan Djajawinata, D.T. 2007. Penanganan Sampah Perkotaan Terpadu, dalam www.kppi.or.id. diakses pada tanggal 25 Maret 2009. Wikipedia, 2009. Ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia, http://id.wikipedia.org Virgota, A., Gumbira, S.E., dan Saefuddin, A. 2001. Kajian Simulasi Kelayakan

Sistem Pemisahan Sampah Rumah Tangga pada Pengelolaan Sampah di Kotamadya Pekanbaru, Riau. Tesis Program Pascasarjana IPB. Tidak diterbitkan.

World Bank. 1992. World Development Report, New York: Oxford University Press, 1992.

World Development Report. 1992. Development and the Environment. Washington, D.C.: The World Bank, 1992.

World Resources Institute. 1992. in collaboration with the United Nations Environment Programme (UNEP) and the United Nations Development Program (UNDP). World Resources 1992-93. New York: Oxford University Press.

Yolanda, W., Angreni, E., dan Yuniarto, A. 2007. Evaluasi Pelayanan Persampahan Dengan Optimasi Sistem Pengangkutan Sampah Di Kota Mempawah Program Pascasarjana Jurusan Teknik Lingkungan, Surabaya: ITS.