Keterkaitan Pengelolaan Sampah dengan Kualitas Lingkungan Hidup

34

2.3 Keterkaitan Pengelolaan Sampah dengan Kualitas Lingkungan Hidup

Lingkungan hidup adalah suatu sistem komplek yang berada di luar individu yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan organisme Pustekkom, 2005, http:www.e-dukasi.net 1. Komponen biotik adalah unsur yang terdapat dalam lingkungan hidup untuk media saling berhubungan, seperti; manusia, hewan, tumbuhan air, jasad renik dan sebagainya. Unsur biotik sangat berpengaruh bagi kehidupan manusia karena kalau tidak ada unsur biotik maka manusia tidak bisa berkembang biak secara sempurna. . Lingkungan hidup itu terdiri dari dua komponen yaitu komponen abiotik dan biotik: 2. Komponen abiotik adalah unsur yang terdapat dalam lingkungan hidup untuk media berlangsungnya kehidupan, seperti: tanah, air, udara, sinar matahari, dan lain-lain. Unsur abiotik juga berpengaruh bagi kehidupan karena unsur abiotiklah kebutuhan utama dalam berlangsungnya kehidupan Pustekkom, 2005, http:www.e-dukasi.net. Komponen-komponen yang ada di dalam lingkungan hidup merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan membentuk suatu sistem kehidupan yang disebut ekosistem. Suatu ekosistem akan menjamin keberlangsungan kehidupan apabila lingkungan itu dapat mencukupi kebutuhan minimum dari kebutuhan organisme. Pengertian tentang kualitas lingkungan sangatlah penting, karena merupakan dasar dan pedoman untuk mencapai tujuan pengelolaan lingkungan. Perbincangan tentang lingkungan pada dasarnya adalah perbincangan tentang kualitas lingkungan, namun seringkali kualitas lingkungan hanyalah dikaitkan dengan masalah lingkungan, misalnya pencemaran, erosi dan banjir. Secara sederhana kualitas lingkungan hidup diartikan sebagai keadaan lingkungan yang dapat memberikan daya dukung yang optimal bagi kelangsungan hidup manusia di suatu wilayah. Kualitas lingkungan itu dicirikan, antara lain dari suasana yang membuat orang betahkerasan tinggal di tempatnya sendiri. Berbagai keperluan hidup terpenuhi dari kebutuhan dasarfisik seperti makan 35 minum, perumahan sampai kebutuhan rohanispiritual seperti pendidikan, rasa aman, ibadah dan sebagainya Pustekkom, 2005, http:www.e-dukasi.net 1. Lingkungan biofisik adalah lingkungan yang terdiri dari komponen biotik dan abiotik yang berhubungan dan saling mempengaruhi satu sama lain. Komponen biotik merupakan makhluk hidup, seperti; hewan, tumbuhan dan manusia, sedangkan komponen abiotik, terdiri dari benda-benda mati, seperti; tanah, air, udara, cahaya matahari. Kualitas lingkungan biofisik dikatakan baik jika . Kualitas lingkungan hidup dibedakan berdasarkan biofisik, sosial ekonomi dan budaya, yaitu: interaksi antar komponen berlangsung seimbang. 2. Lingkungan sosial ekonomi, adalah lingkungan manusia dalam hubungan dengan sesamanya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Standar kualitas lingkungan sosial ekonomi dikatakan baik jika kehidupan manusia cukup sandang, pangan, papan, pendidikan dan kebutuhan lainnya. 3. Lingkungan budaya adalah segala kondisi, baik berupa materi benda maupun nonmateri yang dihasilkan oleh manusia melalui aktifitas dan kreatifitasnya. Lingkungan budaya dapat berupa bangunan, peralatan, pakaian, senjata dan juga termasuk non materi seperti tata nilai, norma, adat istiadat, kesenian, sistem politik dan sebagainya. Standar kualitas lingkungan diartikan baik jika di lingkungan tersebut dapat memberikan rasa aman, sejahtera bagi semua anggota masyarakatnya dalam menjalankan dan mengembangkan sistem budayanya Pustekkom, 2005, http:www.e-dukasi.net. Kegiatan yang dilakukan oleh umat manusia memiliki dampak pada lingkungan hidup. Kegiatan ekonomi dan pertumbuhan penduduk yang pesat telah memberikan tekanan pada keseimbangan alam berupa pencemaran hingga mengakibatkan kerusakan pada lingkungan hidup. Padahal tipologi pencemaran yang terdiri dari pencemaran air, udara, dan tanah berakibat pada menurunnya kualitas lingkungan hidup memiliki dampak pada kehidupan manusia. Berikut ini disajikan beberapa kasus berdasarkan tipologi pencemaran yang berakibat pada 36 penurunan kualitas lingkungan hidup yang menjadi soroton para ahli lingkungan hidup di seluruh dunia. 1. Kasus rendahnya kualitas air di negara berkembang. Menurut Bank Dunia 1992, sekurangnya 170 juta orang yang tinggal di kota- kota dan sekurangnya 850 juta orang yang tinggal di desa-desa di negara berkembang tidak memiliki akses guna mendapatkan air bersih untuk minum, masak dan cuci. Sumber-sumber air telah terkontaminasi dengan berbagai penyakit yang disebabkan oleh kotoran manusia, bahan kimia beracun dan metal berat yang sudah sulit untuk dihilangkan dengan menggunakan teknik purifikasi biasa standar. Dilaporkan juga bahwa penggunaan air yang tercemar tersebut telah menyebabkan jutaan orang meninggal dan lebih dari satu milyar orang sakit setiap tahun World Bank, 1992. 2. Kasus tingginya tingkat pencemaran udara di kota-kota besar. Baru-baru ini dalam sebuah penelitian mengenai tingkat pencemaran udara di 20 kota besar di seluruh dunia, Organisasi Kesehatan Dunia WHO memperkirakan bahwa sekurangnya satu jenis polusi udara di kota-kota besar tersebut telah melebihi ambang batas pencemaran udara WHO UNEP dan WHO, 1992. Penelitian lain memperkirakan bahwa kurang lebih 600 juta orang hidup di kota yang tingkat pencemaran sulfur dioksidanya melebihi ambang batas pencemaran udara WHO, dan sekitar 1,25 milyar orang tinggal di kota-kota yang tingkat pencemaran debunya sudah sangat tinggi. Lebih jauh lagi, tingkat pencemaran udara yang tinggi diperkirakan telah menyebabkan gangguan kesehatan pada masyarakat. Misalnya, di Jakarta, dengan penduduk sekitar sembilan juta orang, diperkirakan sekitar 1558 kasus kematian dini, 39 juta kasus gangguan tenggorokan, 558 ribu kasus serangan asma, 12 ribu kasus bronhitis kronis, dan 125 ribu kasus sakit tenggorokan pada anak-anak di tahun 1990 disebabkan oleh tingginya tingkat pencemaran udara di kota tersebut Ostro, 1994. 3. Kasus menurunnya tingkat kesuburan tanah. Program Lingkungan Persatuan Bangsa-bangsa UNEP memperkirakan sekitar 11 persen dari tanah subur di dunia telah tererosi, berubah secara 37 kimiawi, atau secara fisik memadat yang mengakibatkan menurunnya kemampuan tanah tersebut untuk memproses nutrisi mencari bahan yang berguna bagi tanaman. Lebih jauh lagi, UNEP juga mengestimasi bahwa kurang lebih tiga percen dari tanah di dunia ini telah rusak hingga tidak lagi dapat menjalankan fungsi abiotiknya sama sekali WRI in collaboration with the UNEP and the UNDP, 1992. Tentunya tingkat kesuburan tanah yang menurun menyebabkan menurunnya tingkat produktivitas pertanian. 4. Kasus menurunnya tingkat keragaman biota. Sebagai contoh, para peneliti memperkirakan bahwa empat sampai delapan persen dari species yang hidup di hutan tropis akan punah dalam 25 tahun mendatang Reid, 1992. Kasus kerusakan batu karang juga semakin banyak. Kelestarian rawa-rawa wetlands juga semakin mengkuatirkan. Semakin menurunnya tingkat keragaman biota tentunya merupakan ancaman serius bagi keseimbangan dan kelestarian alam WRI in collaboration with the UNEP and the UNDP, 1992. Peningkatan kualitas lingkungan hidup terutama perkotaan, diperlukan suatu kebijakan berkaitan dengan pengelolaan sampah terutama dalam upaya menanggulagi pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. Untuk mewujudkan peningkatan kualitas lingkungan hidup berskaka rumah tangga perlu ditempuh dengan kegiatan diantaranya, yaitu: 1. Meningkatkan pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup. 2. Meningkatkan peran serta masyarakat dan swasta dalam pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup. 3. Meningkatkan pengelolaan kebersihan dan pertamanan. Keberhasilan capaian sasaran tersebut antara lain pada pengembangan kualitas lingkungan hidup diupayakan untuk meningkat, yang dinilai berdasarkan tolok ukur standar kualitas lingkungan hidup. Faktor - faktor yang mempengaruhi keberhasilan pencapaian sasaran meningkatnya kualitas lingkungan hidup yaitu meningkatnya kesadaran masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup. 38 Hambatan dan permasalahan yang dihadapi dalam upaya pengendalian lingkungan hidup di Kota Bandung antara lain: 1. Kesadaran masyarakat terhadap lingkungan hidup masih perlu ditingkatkan utamanya pada pelaku usaha kecil dan menengah. 2. Penegakan hukum lingkungan yang masih lemah. 3. Pemahaman konsep pembangunan berwawasan lingkungan belum sinkron bagi seluruh stakeholder 4. Masih banyaknya masyarakat yang memiliki kebiasaan membuang sampah di sembarang tempat, sehingga mengakibatkan kesulitan untuk pengelolaan sampah pada tahapan berikutnya. 5. Prasarana dan sarana pengelolaan sampah tidak seimbang dengan produksi sampah yang dihasilkan masyarakat. Strategi pemecahan masalah dapat dilakukan dengan: 1. Peningkatan Penegakan Hukum Lingkungan. 2. Mensosialiasikan konsep pembangunan berwawasan lingkungan bagi seluruh stakeholder 3. Menyediakan fasilitas pembuangan sampah di tempat-tempat umum 4. Peningkatan pengolahan sampah menjadi produk yang bermanfaat Hasil penelitian yang dilakukan Saribanon 2007 menunjukkan bahwa kondisi pengelolaan sampah saat ini memerlukan upaya penguatan kelembagaan dan pembatasan lingkup fungsi pemerintah daerah untuk mendukung partisipasi masyarakat secara optimal. Oleh karena itu, kebijakan pengelolaan sampah yang bersumber dari rumah tangga perlu bertumpu pada strategi pengembangan infrastruktur, strategi partisipasi komunitas dan strategi pengelolaan kelembagaan. Pelaksanaan ketiga strategi tersebut dapat mengakomodasikan heterogenitas dalam masyarakat serta meningkatkan penerimaan dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah pemukiman berbasis masyarakat. Hasil penelitian yang dilakukan Saraswati 2007 menghasilkan 7 faktor dari rumah tangga yang berpengaruh nyata terhadap pengelolaan sampah yaitu 1 jumlah sampah, 2 yang menangani sampah di rumah sebelum di buang, 3 39 pengetahuan tentang 3R, 4 pemilahan, 5 pelaksanaan reduce, 6 pelaksanaan reuse dan 7 kesediaan melakukan recycle. Ibu rumah tangga merupakan pihak yang paling berperan dalam pengelolaan sampah di rumah sebelum dibuang. Aspek terlemah dalam kapasitas organisasi adalah aspek pelayanan. Faktor kunci dalam pengembangan kelembagaan pada pengelolaan sampah kota berbasis partisipasi masyarakat adalah sosialisasi 3R, pemahaman 3R, peran ibu rumah tangga, kegiatan usaha kompos, pemasaran kompos, kegiatan usaha daur ulang, dan pemasaran produk daur ulang. Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan Kholil 2005 membuktikan bahwa penanganan sampah kota tidak dapat didasarkan pada pendekatan cost recovery, waste to product yang bertujuan untuk mencari keuntungan peningkatan PAD, atau untuk tujuan menciptakan lapangan kerja baru; akan tetapi didasarkan pada pendekatan waste to clean dan clean to product, yaitu pendekatan dengan tujuan utama menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan kota. Salah satu faktor kunci yang menentukan keberhasilan penanganan sampah kota adalah keterlibatan masyarakat, khususnya para ibu rumah tangga yang menjadi sumber utama penghasil sampah. Hasil penelitian ini menunjukkan kebijakan penanganan sampah kota harus berlandaskan pada prinsip transparansi, akuntabilitas, dan profesionalisme perlu restruktunisasi anggaran kebersihan kota dengan membentuk BLU Kebersihan Badan Layanan Umum Kebersihan, dan restrukturisasi lembaga penanganan sampah kota dengan membentuk Komisi Penanganan Sampah Kota, yang anggotanya terdiri dari tokoh formal, tokoh agama, tokoh masyarakat, para ahli, LSM, pengusaha dan penegak hukum. 40

III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan mulai bulan Maret 2007 sampai Desember 2009. Penelitian dilakukan di Kota Bandung berkaitan dengan pengembangan kebijakan pemerintah Kota Bandung dalam hal pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah yang berkaitan dengan pengendalian sampah rumah tangga.

3.2 Tahapan Penelitian

Langkah-langkah analisis data dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Penelaahan seluruh data Langkah ini melihat keseluruhan data, menginventarisasi data yang ada, baik data primer maupun data sekunder. Data primer dikumpulkan dari catatan lapangan, hasil wawancara dari berbagai kalangan, sesuai dengan fokus pertanyaan masing-masing. Kemudian dicek keabsahan dan kriteria kelengkapan data itu dari beberapa catatan yang ada. Data sekunder yang dikumpulkan berupa dokumen penting dari berbagai instansi terkait. Dilengkapi juga dengan foto, gambar, peta wilayah, dan dokumen lain yang erat kaitannya dengan masalah yang diteliti. 2. Reduksi Data Setelah data ditelaah secara keseluruhan, dibaca dan dipelajari, maka langkah berikutnya adalah reduksi data yakni membuat abstraksi, membuat rangkuman inti, poin-poin penting. Bisa berupa pola pikir atau skema secara sistematik dengan alur tertentu. Hal ini amat membantu menggiring peneliti pada fokus kajian yang telah dirumuskan. 3. Menyusun dalam satuan. Setelah melakukan reduksi data maka langkah berikutnya adalah menyusun karakteristik dan indikator-indikator yang dipertanyakan dalam penelitian. Karakteristik dan indikator ini kemudian disatukan menjadi satuan konsep. Lincoln dan Guba 1985 menamakan sebagai satuan informasi yang berfungsi