Keaslian Penelitian Kerangka Teori dan Landasan Konsepsional 1. Kerangka Teori

2. Secara praktis penelitian ini bermanfaat bagi kalangan aparat penegak hukum khususnya penegakan terhadap tindak pidana korupsi pungutan liar, agar dapat lebih mengetahui dan memahami tentang peranan aparat penegak hukum sebagai institusi yang diharapkan berada pada garda terdepan dalam penanggulangan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan oleh peneliti diketahui bahwa judul penelitian tentang “Penegakan Hukum terhadap Tindak Pidana Korupsi Kasus Pungutan Liar studi kasus pungutan liar di jembatan timbang Sibolangit Deli Serdang Sumatera Utara ” belum pernah dilakukan dalam pendekatan dan perumusan masalah yang sama, walaupun ada beberapa topik penelitian tentang tindak pidana korupsi tapi jelas berbeda. Guna menghindari terjadinya duplikasi penelitian terhadap masalah yang sama, maka sebelumnya peneliti telah melakukan penelusuran di perpustakaan Universitas Sumatera Utara, dan di Perpustakaan Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum USU. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah. Penulis khusus memusatkan penelitian pada proses penanganan perkara tindak pidana korupsi pungutan liar berdasarkan Kasus Pungutan Liar di Jembatan Timbang Sibolangit Deli Serdang Sumatera Utara. Selanjutnya penelitian ini adalah asli karena sesuai dengan asas-asas keilmuan, yaitu jujur, rasional, objektif dan terbuka, sehingga penelitian ini dapat Universitas Sumatera Utara dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah dan terbuka untuk kritikan- kritikan yang sifatnya membangun sehubungan dengan topik dan permasalahan dalam penelitian ini.

F. Kerangka Teori dan Landasan Konsepsional 1. Kerangka Teori

Sistem peradilan pidana merupakan istilah yang digunakan sebagai padanan Criminal Justice System. Dalam Black Law Dictionary, Criminal Law Justice System didefinisikan sebagai ”the network of courts and tribunals which deal with criminal law and its enforcement”. 19 Sistem Peradilan Pidana dalam geraknya akan selalu mengalami interaksi, interkoneksi dan interpendensi interface dengan lingkungannya dalam peringkat- peringkat, masyarakat, ekonomi, politik, pendidikan, dan teknologi serta subsistem- subsistem dari sistem peradilan pidana itu sendiri subsystems of criminal justice system, salah satu indikator keterpaduan sistem peradilan pidana adalah Pengertian itu lebih banyak menekankan pada suatu pemahaman mengenai jaringan di dalam lembaga peradilan. Selain itu, pengertian itu juga menekankan pada fungsi dari jaringan tersebut untuk menegakkan hukum pidana. Jadi, tekanannya bukan semata-mata pada adanya penegakan hukum oleh peradilan pidana, melainkan lebih jauh lagi dalam melaksanakan fungsi penegakan hukum tersebut, peradilan menjalankannya dengan membangun suatu jaringan. 19 Henry Campbell Black, Black’s Law Dictionary, St Paul: West Publishing Co,1990, hal. 374. Universitas Sumatera Utara “sinkronisasi” pelaksanaan penegakan hukum. Selanjutnya sistem peradilan pidana harus dilihat sebagai sistem terbuka open system sebab pengaruh lingkungan seringkali berpengaruh terhadap keberhasilan sistem tersebut mencapai tujuannya. 20 Definisi yang lain seperti dikemukakan Remington dan Ohlin sebagaimana dikutip oleh Romli Atmasasmita, bahwa criminal justice system dapat diartikan sebagai pemakaian pendekatan sistem terhadap mekanisme administrasi peradilan pidana, dan peradilan pidana sebagai suatu sistem merupakan hasil interaksi antara peraturan perundang-undangan, praktik administrasi dan sikap atau tingkah laku sosial. Pengertian sistem itu sendiri mengandung implikasi suatu proses interaksi yang dipersiapkan secara rasional dan dengan cara efisien untuk memberikan hasil tertentu dengan segala keterbatasannya. 21 Terkait dengan pengertian di atas, oleh Hagan seperti dikutip Romli Atmasasmita, membedakan pengertian antara criminal justice system dan criminal justice process. Menurut Hagan, criminal justice process adalah setiap tahap dari suatu putusan yang dihadapkan seorang tersangka kedalam proses yang membawanya kepada penentuan pidana baginya. Criminal justice system adalah interkoneksi antara Pengertian tersebut memberi pemahaman bahwa sistem peradilan pidana merupakan proses interaksi secara terpadu antara peraturan perundang-undangan pidana, praktik administrasi yang dijalankan lembaga peradilan pidana dan pelaksananya. 20 Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponogoro 1995, hal. 7. 21 Romli Atmasasmita, Sistim Peradilan Pidana, Perspektif Eksistensialisme dan Abolisionisme, Bandung: Bina cipta, 1996, hal. 14 Universitas Sumatera Utara keputusan dari setiap instansi yang terlibat dalam proses peradilan pidana. 22 Proses peradilan pidana itu adalah suatu sistem dengan kepolisian, kejaksaan, pengadilan, serta pemasyarakatan sebagai sub-subsistem. Pelanggar hukum berasal dari masyarakat dan akan kembali pula ke masyarakat, baik sebagai warga taat pada hukum non residivis, maupun mereka yang kemudian akan mengulangi kembali perbuatannya residivis. Peradilan pidana sebagai ”proses” menurut pengertian Hagan, didalamnya terdapat pentahapan penanganan oleh komponen-komponen terkait yang masing-masing memberikan suatu keputusan hingga ada penentuan status hukum bagi tersangkaterdakwa. Sedangkan peradilan pidana sebagai ”sistem” didalamnya terdapat keterkaitan hubungan keputusan yang dibuat setiap komponen terkait dalam prosesnya ke arah suatu tujuan. 23 Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana menganut sistem yang disebut Integrated Criminal Justice System. 24 Sistem tersebut setiap tahap dari pada proses penyelesaian perkara berkait erat dan saling mendukung satu sama lain. 25 22 Ibid. Tahap dalam proses penyelesaian yang dimaksud adalah suatu proses bekerjanya lembaga-lembaga yang terdiri dari Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan 23 Mardjono Reksodiputro, Survei Dan Riset Untuk Sistem Peradilan Pidana Yang Lebih Rasional, Kriminologi Dan Sistem Peradilan Pidana Kumpulan Karangan Kedua, Jakarta : Universitas Indonesia, 1997, hal 99. 24 Sistem Peradilan Pidana Criminal Justice System adalah sistem dalam masyarakat untuk menanggulangi masalah kejahatan. Menanggulangi maksudnya disini yaitu usaha untuk menanggulangi kejahatan. penegakan hukum pidana khususnya di bidang penyelidikan, penyidikan, penuntutan, maupun pelaksanaan putusan. 25 Harun M. Husein, Surat Dakwaan, Teknik Penyusunan, Fungsi, dan Permasalahannya Jakarta : Rineka Cipta, 2005, hal. 39. Universitas Sumatera Utara Lembaga Pemasyarakatan. Penanganan suatu perkara pidana yang terjadi, seorang tersangka akan diperiksa melalui tahap-tahap; penyidikan oleh Polisi, Penuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum, Sidang Pengadilan oleh Hakim, dan Pembinaan oleh Lembaga Pemasyarakatan. 26 Keempat subsistem peradilan pidana yaitu subsistem penyidikan, subsistem penuntutan, subsistem pengadilan dan subsistem pelaksanaan putusan sebagaimana tersebut di atas, merupakan suatu kesatuan sistem penegakan hukum pidana yang integral atau yang sering dikenal dengan istilah Sistem Peradilan Pidana Terpadu Integrated Criminal Justice System. 27 Kejaksaan sebagai bagian dari subsistem dari sistem peradilan pidana, dalam penanganan tindak pidana korupsi memiliki kekhususan yaitu tidak hanya sebagai lembaga penuntutan tetapi juga sebagai lembaga penyidik. Bagaimana struktur organisasi, bagaimana bekerjanya masing-masing struktur organisasi kejaksaan, tidak diatur secara detail dalam Undang-Undang No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI tetapi diatur dalam peraturan yang lain baik berupa Keputusan Presiden maupun peraturan internal Kejaksaan yaitu Keputusan Jaksa Agung dan Surat Edaran Jaksa Agung. 28 26 Hukum acara yang berlaku di peradilan pidana Indonesia secara umum diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana KUHAP. 27 Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana Tentang Sistem Peradilan Pidana Terpadu, Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponogoro, 2006, hal. 19. 28 Yudi Kristina, Menuju Kejaksaan Progresif : Studi tentang Penyelidikan, Penyidikan, dan Penuntutan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta : Masyarakat Transparansi Indonesia, 2009, hal. 40. Universitas Sumatera Utara Penegakan hukum 29 adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Ditinjau dari sudut subjeknya, penegakan hukum itu dapat dilakukan oleh subjek yang luas dan dapat pula diartikan sebagai upaya penegakan hukum oleh subjek dalam arti yang terbatas atau sempit. Pengertian, proses penegakan hukum secara luas, melibatkan semua subjek hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan normatif atau melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan hukum yang berlaku, berarti dia menjalankan atau menegakkan aturan hukum. Sedangkan pengertian penegakan hukum secara sempit, dari segi subjeknya itu, penegakan hukum itu hanya diartikan sebagai upaya aparatur penegakan hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan bahwa suatu aturan hukum berjalan sebagaimana seharusnya. Dalam memastikan tegaknya hukum itu, apabila diperlukan, aparatur penegak hukum itu diperkenankan untuk menggunakan daya paksa. 30 29 Pengertian penegakan hukum pidana meliputi dua hal; yaitu, penegakan hukum pidana in abstracto dan penegakan hukum pidana in concreto. Penegakan hukum pidana in abstracto dikonsepsikan sebagai suatu upaya untuk menanggulangi kejahatan melalui pembentukan aturan aturan hukum pidana yang melarang suatu aktivitas tertentu. Penegakan hukum dalam konteks ini masih berupa rumusan-rumusan aturan-aturan tertentu pasal yang merupakan panduan bagi masyarakat untuk tidak melakukan tindakan-tindakan yang dilarang oleh aturan itu. Singkatnya, penegakan hukum pidana in abstracto ini masih belum ditegakkan secara langsung oleh aparat penegak hukum. Hal ini berbeda halnya dengan penegakan hukum pidana in concreto yang merupakan tindakan konkret aparat penegak hukum untuk menegakkan aturan-aturan hukum pidana yang masih abstrak tersebut. Aparat penegak hukum yang terlibat langsung dengan penegakan hukum pidana in concreto ini meliputi polisi, jaksa, hakim dan petugas pemasyarakatan. 30 Jimly Asshiddiqie, Makalah “Penegakan Hukum”, diakses melalui website www.jimly.com pada tanggal 6 Maret Pukul 17.30 WIB. Universitas Sumatera Utara Penegakan hukum pada dasarnya melibatkan seluruh warga negara Indonesia, dimana dalam pelaksanaannya dilakukan oleh penegak hukum. Penegakan hukum tersebut dilakukan oleh aparat yang berwenang. Aparat negara yang berwenang dalam pemeriksaan perkara pidana adalah aparat Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan. Polisi, Jaksa dan Hakim merupakan tiga unsur penegak hukum yang masing-masing mempunyai tugas, wewenang dan kewajiban yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Unsur aparat penegak hukum dalam menjalankan tugasnya tersebut merupakan subsistem dari sistem peradilan pidana. Dalam rangka penegakan hukum ini, masing-masing subsistem tersebut mempunyai peranan yang berbeda-beda sesuai dengan bidangnya serta sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, akan tetapi secara bersama-sama mempunyai kesamaan dalam tujuan pokoknya yaitu menanggulangi kejahatan dan pemasyarakatan kembali para narapidana. Bekerjanya masing-masing subsistem tersebut harus sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang mengaturnya. 31 Menurut Marwan Effendy, penegakan hukum sebagai landasan tegaknya supremasi hukum, tidak saja menghendaki komitmen ketaatan seluruh komponen bangsa terhadap hukum mewajibkan aparat penegak hukum untuk dapat menegakkannya secara konsisten dan konsekuen, tetapi menghendaki juga suatu 31 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta: Rajawali, 1983, hal. 5. Universitas Sumatera Utara pengaturan hukum yang mencerminkan suatu kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan hukum merupakan cita hukum bangsa. 32 Menurut Satjipto Raharjo, Secara konsepsional efektivitas penegakan hukum sekurang-kurangnya dipengaruhi oleh lima faktor utama, yaitu : 33 a. sumber daya peraturan perundang-undangan; b. sumber daya manusia penegak hukum; c. sumber daya fisik sarana dan prasarana penegakan hukum; d. sumber daya keuangan; dan e. sumber daya pendukung lainnya berupa kesadaran hukum masyarakat dan pra kondisi yang dipersiapkan untuk mengefektifkan penegakan hukum. Secara teoretis, terdapat tiga tujuan hukum, yaitu keadilan, kepastian, dan kemanfaatan. Keadilan dapat dikatakan sebagai tujuan utama yang bersifat universal. 34 Keadilan adalah perekat tatanan kehidupan bermasyarakat yang beradab. Hukum diciptakan agar agar setiap individu anggota masyarakat dan penyelenggara negara melakukan sesuatu tidakan yang diperlukan untuk menjaga ikatan sosial dan mencapai tujuan kehidupan bersama atau sebaliknya agar tidak melakukan suatu tindakan yang dapat merusak tatanan keadilan. Apabila tindakan yang diperintahkan tidak dilakukan atau suatu larangan dilanggar, maka tatanan sosial akan terganggu 32 Marwan Effendy, Pemberantasan Korupsi dan Good Governance, Jakarta: Timpani, 2010, hal. 3. 33 Satjipto Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologi, Jakarta : Sinar Baru, 1983, hlm.18. 34 Mohammad Mahfud MD, Makalah “Penegakan Hukum dan Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik”, hal. 2-3. Universitas Sumatera Utara karena terciderainya keadilan. Upaya untuk mengembalikan tertib kehidupan bermasyarakat, keadilan harus ditegakkan. Setiap pelanggaran akan mendapatkan sanksi sesuai dengan tingkat pelanggaran itu sendiri. Keadilan memang merupakan konsepsi yang abstrak. Namun di dalam konsep keadilan terkandung makna perlindungan hak, persamaan derajat dan kedudukan di hadapan hukum, serta asas proporsionalitas antara kepentingan individu dan kepentingan sosial. Sifat abstrak dari keadilan adalah karena keadilan tidak selalu dapat dilahirkan dari rasionalitas, tetapi juga ditentukan oleh atmosfir sosial yang dipengaruhi oleh tata nilai dan norma lain dalam masyarakat. Oleh karena itu keadilan juga memiliki sifat dinamis yang kadang-kadang tidak dapat diwadahi dalam hukum positif. Kepastian hukum sebagai salah satu tujuan hukum dapat dikatakan sebagai bagian dari upaya mewujudkan keadilan. Bentuk nyata dari kepastian hukum adalah pelaksanaan atau penegakan hukum terhadap suatu tindakan tanpa memandang siapa yang melakukan. Dengan adanya kepastian hukum setiap orang dapat memperkirakakan apa yang akan dialami jika melakukan tindakan hukum tertentu. Kepastian diperlukan untuk mewujudkan prinsip persamaan dihadapan hukum tanpa diskriminasi. 35 Penerapan keadilan dan kepastian hukum dapat saja terjadi gesekan. Kepastian hukum yang menghendaki persamaan di hadapan hukum tentu lebih cenderung menghendaki hukum yang statis. Aturan hukum harus dilaksanakan untuk 35 Ibid, hal. 4. Universitas Sumatera Utara semua kasus yang terjadi, sedangkan keadilan 36 Di sisi lain, hukum juga dapat digunakan untuk memperoleh atau mencapai manfaat tertentu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hukum menegakkan keadilan dapat digunakan sebagai instrumen yang mengarahkan perilaku warga negara dan pelaksanaan penyelenggaraan negara untuk mencapai kondisi tertentu sebagai tujuan bersama. Hukum difungsikan as a tool of social engineering. memiliki sifat dinamis harus selalu melihat konteks peristiwa dan masyarakat di mana peristiwa itu terjadi. 37 Menurut Lawrence M. Friedman, Pemberantasan korupsi dapat berjalan, manakala terdapat 3 tiga unsur yang merupakan sistem hukum sudah berfungsi. Menurut konteks hukum nasional, hukum tentu harus bermanfaat bagi pencapaian tujuan nasional, yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan mewujudkan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. 36 Aristoteles membagi keadilan menjadi jenis keadilan distributif dan keadilan korektif. Yang pertama berlaku dalam hukum publik, yang kedua dalam hukum perdata dan pidana. Keadilan distributif dan korektif sama-sama rentan terhadap problema kesamaan atau kesetaraan dan hanya bisa dipahami dalam kerangkanya. Dalam wilayah keadilan distributif, hal yang penting ialah bahwa imbalan yang sama-rata diberikan atas pencapaian yang sama rata. Pada yang kedua, yang menjadi persoalan ialah bahwa ketidaksetaraan yang disebabkan oleh, misalnya, pelanggaran kesepakatan, dikoreksi dan dihilangkan. 37 Bahwa hukum sebagai alat untuk mengubah secara sadar masyarakat atau hukum sebagai alat rekayasa sosial. Oleh karena itu, dalam upaya menggunakan hukum sebagai alat rekayasa sosial diupayakan pengoptimalan efektifitas hukumpun menjadi salah satu topik bahasan sosiologi hukum. Lihat juga Achmad Ali, dalam bukunya “Sosiologi Hukum: Kajian Empiris Terhadap Pengadilan”, Jakarta : Badan Penerbit Iblam, 2004, hal. 98. Universitas Sumatera Utara Tiga unsur hukum tersebut adalah struktur hukum, substansi hukum dan budaya hukum. 38 Struktur hukum yang mencakup aturan-aturan hukum, baik tertulis maupun yang tidak tertulis, termasuk peraturan-peraturan pengadilan. Sistem hukum terus berubah, namun bagian-bagian sistem itu berubah dalam kecepatan yang berbeda, dan setiap bagian berubah tidak secepat bagian tertentu lainnya. Ada pola jangka panjang yang berkesinambungan. Contohnya struktur kekuasaan pengadilan di Indonesia yang terdiri dari Pengadilan Tingkat I, Pengadilan Banding dan Pengadilan Tingkat Kasasi, jumlah hakim serta integrated justice system. Selain itu, juga dikenal adanya Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, Peradilan Tata Usaha Negara dan Peradilan Pajak. Inilah struktur sistem hukum, kerangka atau rangkanya, bagian yang tetap bertahan, bagian yang memberi semacam bentuk dan batasan terhadap keseluruhan sistem. 39 Substansi hukum merupakan peraturan, norma, dan tipe prilaku nyata manusia yang berada di dalam sistem tersebut. Substansi juga berarti “hasil” yang dciptakan oleh orang yang berada dalam sistem hukum itu, keputusan yang mereka keluarkan, berupa aturan baru yang mereka susun. Penekannya di sini terletak pada hukum hukum yang hidup Living law , bukan hanya pada aturan dalam kitab hukum law in books. 38 Satjipto Rahardjo, Hukum Progresif “Sebuah Sintesa Hukum Indonesia”, Yogyakarta: Genta Publishing,2009, hal. 35-38. 39 Ade Maman Suherman, Pengantar perbandingan sistem hukum, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004, hal. 11-12. Universitas Sumatera Utara Kultur hukum, yang mencakup opini-opini, kebiasaan-kebiasaan, cara berfikir dan cara bertindak, baik dari para penegak hukum maupun dari warga masyarakat biasa. Budaya hukum masyarakat yang tinggi, adalah masyarakat yang tidak cenderung melanggar hukum 40

2. Landasan Konsepsional a Penegakan Hukum.