Pasal 425 KUHP Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Korupsi Pungutan Liar (Studi Kasus Pungutan Liar Di Jembatan Timbang Sibolangit Sumatera Utara)

Ada kesulitan dalam penerapan Pasal 12 e berasal dari Pasal 423 KUHP, yaitu ada bagian inti delik dehctsbestanddeel atau unsur memaksa, bagaimana jika pemberian itu diberikan dengan sukarela bukan karena terpaksa memberi dari para penyumbang. Hal yang jelas adalah perbuatan terdakwa itu perbuatan tercela dan merupakan pungutan liar, tetap bagaimana merumuskan dalam dakwaan tentang delik apa yang dilanggar sangatlah sukar.

3. Pasal 425 KUHP

Kejahatan-kejahatan yang diatur dalam Pasal 425 KUHP yakni menerima atau melakukan pemotongan terhadap suatu pembayaran seolah-olah merupakan utang kepada dirinya atau kepada pegawai negeri yang lain atau kepada sesuatu kas umum dan lain-lain, yang dilakukan oleh pegawai negeri dalam menjalankan tugas jabatannya, untuk dapat mengetahui dengan lebih jelas tentang unsur-unsur kejahatan ini, artinya serta syarat-syaratnya. Sekedar untuk mengingatkan kembali tentang perbuatan-perbuatan yang dilarang dalam pasal ini, berikut ini penulis hanya akan menuliskan kembali rumusannya yang telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia saja. Pasal 425 KUHP itu berbunyi : Karena bersalah telah melakukan pemerasan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya tujuh tahun : 1. Pegawai Negeri yang di dalam menjalankan tugas jabatannya meminta, menerima, atau melakukan pemotongan terhadap suatu pembayaran seolah- olah merupakan utang kepada dirinya atau kepada pegawai negeri yang lain atau kepada sesuatu kas umum, sedang ia mengetahui bahwa utang seperti itu sebenarnya tidak ada; Universitas Sumatera Utara 2. Pegawai Negeri yang di dalam menjalankan tugas jabatannya meminta atau menerima jasa-jasa secara pribadi atau penyerahan-penyerahan seolah-olah orang berutang jasa atau penyerahan seperti itu, sedang ia mengetahui bahwa utang seperti itu sebenarnya tidak ada; 3. Pegawai Negeri yang di dalam menjalankan tugas jabatannya menguasai tanah-tanah negara yang di atasnya terdapat hak pakai bangsa Indonesia dengan merugikan orang yang berhak, seolah-olah yang ia lakukan itu sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku, sedang ia mengetahui bahwa dengan melakukan tindakan seperti itu sebenarnya ia telah bertindak secara bertentangan dengan peraturan-peraturan tersebut. Tindak pidana yang diatur dalam Pasal 425 KUHP di atas menurut ketentuan yang diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juga merupakan tindak pidana korupsi, yang sesuai dengan ketentuan pidana yang diatur dalam Pasal 12 huruf f, huruf g, dan huruf h dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 membuat pelakunya dapat dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama dua puluh tahun dan pidana denda paling sedikit dua ratus juta rupiah dan paling banyak satu miliar rupiah. Mengenai pengertian unsur pegawai negeri yang di dalam menjalankan tugas jabatannya seperti yang dimaksudkan dalam Pasal 425 angka 1-3 KUHP tersebut di atas itu, kiranya dapat diketahui dari penjelasan yang diberikan oleh Mahkamah Agung RI dalam putusan kasasinya tertanggal 23 Januari 1956 Nomor 25 K.Kr.1955 yang antara lain telah memutuskan : Salah satu unsur dari Pasal 425 angka 1 KUHP itu ialah menjalankan perbuatan itu di dalam jabatannya. Karena pembuatan daftar penerimaan uang dan pembayaran gaji dari orang-orang yang dimintai uang oleh terdakwa itu bukan merupakan tugas terdakwa sebagai seorang klerek pada Jawatan Pengajaran Daerah, akan tetapi merupakan tugas dari Kepala Sekolah Rakyat Universitas Sumatera Utara yang bersangkutan, sedang terdakwa hanya dimintai bantuannya, maka permintaan uang tersebut tidak dilakukan terdakwa dalam jabatannya. 108 Menurut putusan kasasi Mahkamah Agung RI di atas, sudah jelas bahwa yang dapat dikenakan ketentuan-ketentuan pidana yang diatur dalam Pasal 425 KUHP, hanyalah para pegawai negeri yang wewenang menurut jabatan mereka ada hubungannya secara langsung dengan perbuatan-perbuatan yang dilarang dalam Pasal 425 KUHP tersebut. Misalnya seorang kepala cabang dari suatu bank yang meminta, menerima atau memotong sebagian dari suatu pembayaran kredit atas nama orang lain, seorang kepala daerah yang meminta, menerima atau melakukan pemotongan terhadap suatu pembayaran biaya pemborongan suatu bangunan, seorang direktur rumah sakit pemerintah yang meminta, menerima atau memotong sebagian dari pembayaran obat-obatan, bahan makanan dan lain-lain, seorang kepala lembaga pemasyarakatan yang meminta, menerima, atau memotong sebagian dari uang pembayaran bahan makanan untuk keperluan lembaga pemasyarakatan yang dipimpinnya dan sebagainya. Tindak pidana melanggar larangan yang diatur dalam Pasal 425 KUHP oleh seorang kepala desa yang meminta sejumlah uang dari penduduk desanya, oleh Mahkamah Agung RI telah dinyatakan terbukti dalam putusan kasasinya tertanggal 25 Desember 1957 Nomor 61 K.Kr.1957 yang mengatakan antara lain bahwa : Keberatan yang diajukan oleh penuntut kasasi bahwa perbuatannya meminta sejumlah uang dari beberapa orang penduduk desa itu merupakan pelaksanaan dari putusan musyawarah penduduk desa, tidak dapat dibenarkan karena putusan musyawarah tersebut ternyata tidak memenuhi syarat-syarat yang 108 Lamintang dan Samosir, Hukum Pidana Indonesia, Bandung: Tarsito, 1979, hal. 184. Universitas Sumatera Utara ditentukan dalam Pasal 6 IGO, hingga putusan tersebut adalah tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum. 109 Ketentuan pidana yang diatur dalam Pasal 425 angka 2 KUHP, undang- undang telah memakai secara umum kata-kata meminta atau menerima jasa-jasa pribadi dan meminta atau menerima penyerahan-penyerahan secara pribadi. Kata-kata secara pribadi di atas itu tidak perlu harus diartikan seolah-olah jasa atau pemberian yang diminta atau yang diterima itu harus diperuntukkan bagi pribadi pelaku sebdiri melainkan juga dapat diperuntukkan bagi pribadi orang lain, bagi sesuatu yayasan, bagi sesuatu lembaga, bagi sesuatu kegiatan kemasyarakatan atau kemanusiaan, bagi sesuatu organisasi politik tertentu dan lain-lain yakni dalam yayasan, lembaga, kegiatan atau organisasi politik mana pelaku mempunyai kepentingan pribadi. Perbuatan seorang pegawai negeri yang dalam menjalankan tugas jabatannya telah meminta orang lain untuk membantu mengembangkan organisasinya atau telah meminta orang lain menyerahkan sesuatu misalnya uang kepada organisasi politik, dalam organisasi mana ia mempunyai kepentingan, seolah-olah orang lain tersebut berutang jasa, misalnya karena telah diberinya kemudahan-kemudahan itu, merupakan tindak pidana melanggar larangan yang diatur dalam Pasal 425 angka 2 KUHP, yang sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 telah dinyatakan sebagai suatu tindak pidana korupsi, sehingga sesuai dengan ketentuan pidana yang diatur dalam Pasal 12 dari undang- 109 Ibid, hal. 262-263. Universitas Sumatera Utara undang yang sama, dapat membuat pegawai negeri tersebut dipidana dengan pidana penjara selama seumur hidup atau dua puluh tahun dan pidana denda paling sedikit dua ratus juta rupiah dan paling banyak satu miliar rupiah. Berdasarkan unsur dalam menjalankan tugas jabatannya yang rumusannya diatur dalam Pasal 425 angka 1 sampai dengan angka 3 KUHP, tidaklah perlu bahwa perbuatan yang dilarang itu telah dilakukan oleh seorang pegawai negeri pada waktu ia sedang berdinas di kantornya, melainkan juga dapat dilakukan di setiap tempat di mana ia menghendakinya. Permintaan atau penerimaan jasa-jasa secara pribadi atau penyerahan- penyerahan seperti yang dimaksudkan dalam Pasal 425 KUHP angka 2 KUHP itu juga dapat ia lakukan misalnya : di rumah tempat tinggalnya, di rumah tempat kediaman sementaranya, di hotel atau tempat penginapannya, bahkan juga di tempat- tempat umum secara terbuka seperti dalam dakwah mesjid, dalam khotbah di gereja, dalam memberi pelajaran di kelas, dalam pertemuan di kampus, di gedung pertemuan, di kantor kepala desa, camat, dan lain-lain. Karena permintaan jasa-jasa secara pribadi seolah-olah orang berutang jasa yang dilakukan oleh seorang pegawai negeri di dalam menjalankan tugas jabatannya seperti yang dimaksudkan di atas itu, misalnya meminta kepada para pensiunan untuk masuk dalam suatu organisasi politik tertentu seolah-olah mereka itu berutang jasa kepada organisasi politik tersebut sebagai pemberi uang pensiun, meminta kepada karyawan dari suatu perusahaan untuk memasuki suatu organisasi politik tertentu seolah-olah mereka itu dapat memperoleh upah karena adanya jasa-jasa organisasi politik tersebut yang telah Universitas Sumatera Utara memungkinkan perusahaan di mana mereka bekerja mendapatkan kemudahan- kemudahan dari pemerintah dan lain-lainnya, merupakan tindak pidana korupsi melanggar larangan-larangan yang diatur dalam Pasal 425 angka 2 KUHP jo. Pasal 12 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, maka menurut hemat penulis kiranya perlu dipikirkan oleh para pimpinan dari pegawai negeri melakukan perbuatan- perbuatan seperti yang antara lain telah penulis sebutkan di atas itu sesungguhnya merupakan perbuatan menggerakkan para pegawai negeri melakukan kejahatan- kejahatan seperti yang dimaksudkan dalam Pasal 55 ayat 1 angka 2 jo. Pasal 425 angka 2 KUHP jo. Pasal 12 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, yang membuat mereka juga dapat dipidana dengan pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama dua puluh tahun dan pidana denda paling sedikit dua ratus juta rupiah dan paling banyak satu miliar rupiah. C. Pengaturan Pungutan Liar Dalam Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 Jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Pungutan liar dalam konteks hukum yang berkembang, bukan merupakan persoalan baru. Menurut bahasa Inggris pungutan liar disebut extortion or illegal fees, yang maknanya obtains either money, property or services from a persons, entity, or institution, through coercion. Makna ini kemudian berkembang ke makna yang lebih dominan kepada pemerasan, dipahami sebagai bentuk lain dari korupsi. 110 110 Komisi Pemberantasan Korupsi, Memahami untuk Membasmi Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi, Jakarta: Penerbit Komisi Pemberantasan Korupsi, 2006, tanpa halaman. Universitas Sumatera Utara Beberapa tahun ini sudah banyak pejabat eksekutif, legislatif dan yudikatif yang tersangkut kasus korupsi, ternyata tak membuat jera aparat yang lain. Terbukti, kasus korupsi tetap saja marak, bahkan tak sedikit yang tertangkap tangan secara langsung oleh petugas KPK Komisi Pemberantasan Korupsi, Jaksa, maupun Polisi. 111 Anehnya, permainan kongkalikong yang merugikan negara milyaran hingga triliunan rupiah terus saja berlangsung dan menggurita. 112 Praktik pungutan liar juga semakin membudaya dan tak terkendali. Budaya ini sudah merasuk ke hampir semua instansi yang melayani urusan dan kepentingan publik. Baik instansi yang ada di tingkat pusat maupun di daerah. Para oknum di instansi itu sepertinya saling berlomba untuk mengeruk keuntungan pribadi dengan menyalahgunakan jabatan yang ada pada dirinya, baik yang dilakukan sendiri maupun secara berjamaah. Artinya, pungutan liar itu atas sepengetahuan atau bahkan atas perintah atasannya. Meski beberapa pimpinan instansi yang sering diketahui sebagai sarang berlangsungnya praktik pungutan liar diganti, ternyata tak menjamin instansi itu menjadi bersih. 113 Hampir semua instansi pelayanan publik menjadi sarang bercokolnya praktik pungutan liar meski cara yang dipakai oleh oknum petugas cukup beragam. Beberapa 111 Salah satu contoh kasus korupsi yang tertangkap tangan yaitu kasus pungutan liar yang dilakukan oleh oknum pegawai Dinas Perhubungan Deli Serdang di Jembatan Timbang Sibolangit Sumatera Utara. 112 Lihat Harian Sinar Indonesia Baru pada Hari Kamis 26 April 2012 halaman 1 lanjut halaman 15 dengan judul artikel ”Pengusulan Mata Anggaran Pempropsu Rawan Penyelewengan,” Medan, Sumatera Utara. 113 Korupsi menjadi sebuah tindakan yang melibatkan atasan dan bawahan, dimana ada saling menguntungkan satu sama lain. Atasan memberikan perintah dan mendelegasikan pekerjaan kepada bawahannya dan setiap hari bawahan harus memberikan setoran dari hasil pungutan liar kepada atasannya. Universitas Sumatera Utara diantaranya yang sering dikeluhkan masyarakat karena pelayanannya sering dikaitkan dengan pungutan liar antara lain Badan Pertanahan Negara BPN, Samsat, Balai Uji Kir Kendaraan, jembatan timbang Dishub, kepolisian, pengadilan, kejaksaan, lembaga pemasyarakatan lapas, kantor imigrasi, bea cukai, kantor pajak, PLN, Telkom, dan masih banyak lagi. Termasuk instansi di jajaran struktural pemerintahan yang mengurusi masalah retribusi, perizinan, pembuatan KTP, akte kelahiran, surat nikah, dan lain-lain. 114 Pada kantor-kantor tertentu ada pencantuman kata-kata bagus dengan papan yang digantung “Say No to Pungli”, tapi realitanya masih tetap berlangsung, anehnya lagi yang memungut pungutan liar justru oknum berseragam, dengan alasan yang kurang masuk akal. Negeri ini semakin tidak terkendali dengan masalah korupsi. Peraturan yang memuat ketentuan-ketentuan akan larangan hal tersebut sudah cukup lengkap, namun ketika dilaksanakan di lapangan, banyak oknum-oknum yg memanfaatkan celah-celah korupsi demi keuntungan pribadi. Sebenarnya “atasannya” tahu, namun mungkin pura-pura tidak tahu, sebab ia dapat “jatah” juga, sehingga korupsi berjamaah semakin banyak. 115 Sejatinya, pungutan tidak resmi, pungutan yang dipaksakan dengan memanfaatkan momentum dan menyalahgunakan jabatan yang tidak ada dasar 114 Berdasarkan hasil Laporan Tahunan KPK Tahun 2009-2011. Bahwa sebahagian besar Tindak Pidana Korupsi terjadi di sektor pelayanan publik, instansi penegak hukum, pengadaan barang dan jasa, maupun perbaikan infrastruktur. 115 Kalimat “Say No to Pungli” merupakan kalimat yang dipopulerkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono SBY bersama Mantan Kapolri Jenderal Pol Sutanto pada saat mengkampanyekan Gerakan anti Pungutan liar Punglidi Istana Merdeka pada Tahun 2005. Diakses melalui http:majalah.tempointeraktif.comidarsip20101025, pada Pukul 12.30 WIB Hari Rabu Tanggal 6 Juni 2012. Universitas Sumatera Utara hukumnya adalah tindak pidana korupsi. Termasuk pungutan yang tidak disertai dengan bukti kuitansi pembayaran, meminta komisi yang dianggap sebagai suatu kebiasaan maupun meminta ‘’uang pelicin’’ untuk mempercepat proses birokrasi, tetap tidak dibenarkan. Siapapun yang merasa dirugikan seharusnya berani melaporkan kepada yang berwajib meski pembuktiannya terkadang sulit. Selain itu, kita juga bisa mengadukan kepada Komisi Pelayanan Publik KPP 116 yang ada di tingkat provinsi. Kita masih berharap tumbuhnya motivasi yang kuat dari para aparat pelayan masyarakat dalam memperbaiki kinerjanya. Termasuk kesungguhan para pimpinan instansi pelayanan publik dalam memberantas praktik pungutan liar yang bisa merugikan negara dan masyarakat luas. Termasuk, memberikan sanksi yang tegas terhadap oknum pelaku pungutan liar. Lebih-lebih, kini mulai banyak lembaga pemberi penghargaan kepada instansi layanan publik yang kinerjanya bagus dan memiliki program inovasi yang semakin mempermudah masyarakat. 117 Adapun penjelasan beberapa pasal di dalam UU PTPK yang dapat mengakomodir perbuatan pungutan liar antara lain sebagai berikut: 116 Salah satu tugas KPP disebutkan dalam Perda Pelayanan Publik adalah memenuhi pengaduan, memeriksa dan menyelesaikan setiap sengketa pelayanan publik. Setidaknya ada 125 lembaga yang terkait dengan pelayanan publik. Lihat juga Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. 117 Penghargaan Pelayanan Publik diberikan kepada instansi pemerintah yang memiliki prestasi terbaik dalam penilaian unit pelayanan public di daerahnya masing-masing, maupun tingkat nasional. Universitas Sumatera Utara

1. Pasal 12 Huruf e