b Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai
bahan hukum primer, seperti buku-buku hukum, jurnal hukum, karya tulis hukum atau pendapat pakar hukum.
c Bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, ensiklopedia dan internet.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik Pengumpulan Data dilakukan melalui studi kepustakaan dan wawancara. Studi kepustakaan dengan cara menginventarisasi, menelusuri,
mempelajari, dan mencatat teori hukum, konsep hukum, asas hukum, norma-norma hukum yang menjadi obyek penelitian. Data penunjang dilakukan dengan metode
wawancara. Wawancara dengan cara menggunakan interview guide pedoman wawancara untuk memperoleh data. Terhadap data lapangan primer dikumpulkan
dengan teknik wawancara tidak terarah non-directive interview
59
atau tidak terstruktur free flowing interview yaitu dengan mengadakan komunikasi langsung
kepada informan dari unsur penegak hukum, dengan menggunakan pedoman wawancara interview guide
59
Cirinya yang utama adalah bahwa seluruh wawancara tidak didasarkan pada daftar pertanyaan yang telah disusun lebih dahulu. Pewawancara tidak memberikan pengarahan yang tajam,
tetapi diserahkan pada yang diwawancarai untuk memberikan penjelasan menurut kemauannya sendiri, Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, , Jakarta: Ghalia Indonesia,
1994, hlm. 59-60.
guna mencari jawaban atas pelaksanaan penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi pungutan liar. Data yang diperoleh dapat
Universitas Sumatera Utara
dijadikan alat analisis terhadap masalah penelitian. Para informan dalam penelitian adalah jaksa yang berkaitan langsung ataupun tidak langsung dengan kasus pungutan
liar di Jembatan Timbang Sibolangit Sumatera Utara serta beberapa jaksa yang pernah memiliki pengalaman dalam penegakan hukum kasus korupsi lainnya.
4. Metode Analisis Data
Data yang sudah terkumpul kemudian diolah melalui tahap pemeriksaan editing, penandaan coding, penyusunan reconstructing, secara sistematisasi
berdasarkan pokok bahasan dan sub pokok bahasan yang diidentifikasi dari rumusan masalah.
Data yang diperoleh peneliti akan diolah dan dianalisis secara kualitatif yakni pemilihan teori-teori, asas-asas, norma-norma, doktrin, dan pasal-pasal di dalam
undang-undang yang relevan dengan permasalahan. Kemudian membuat sistematika dari data-data tersebut sehingga akan menghasilkan klasifikasi tertentu sesuai dengan
permasalahan yang dibahas. Data yang dianalisis secara kualitatif akan dikemukakan dalam bentuk uraian secara sistematis pula dengan menjelaskan hubungan antara
berbagai jenis data, selanjutnya semua data diseleksi dan diolah kemudian dinyatakan secara deduktif, untuk sampai pada kesimpulan, sehingga pokok permasalahan yang
ditelaah dalam penelitian ini akan dapat dijawab.
60
60
Amirudin dan Zainal Asikin, Op. Cit, hal. 168.
Universitas Sumatera Utara
BAB II PENGATURAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI
PUNGUTAN LIAR DI INDONESIA
A. Sejarah Pungutan Liar di Indonesia
Tingginya tingkat ketidakpastian pelayanan sebagai akibat adanya prosedur pelayanan yang panjang dan melelahkan menjadi penyebab dari semakin banyaknya
masyarakat yang menyerah ketika berhadapan dengan pelayanan publik yang korupsi. Hal ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan masyarakat cenderung
semakin toleran terhadap praktik pungutan liar dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
61
Pada awalnya, tindakan kolutif dari masyarakat lebih banyak karena keterpaksaan, yaitu sebagai bentuk respons mereka terhadap kerumitan, pemaksaan
dan ketidak pastian pelayanan publik. Namun, apabila pada perkembangannya masyarakat pengguna layanan justru banyak yang merasa lega ketika melakukan hal
itu, atau bahkan mengharapkannya karena beranggapan hal itu dapat mempercepat urusannya, dan tidak menganggapnya sebagai praktik negatif yang merugikan berarti
masyarakat kita telah ikut melembagakan praktik pungutan liar.
62
Pada masa Undang-Undang No. 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dikeluarkan Instruksi Presiden No. 9 tahun 1977 tentang Operasi
Penertiban 1977-1981, dengan tugas membersihkan pungutan liar, penertiban uang
61
BPKP, Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Korupsi pada Pengelolaan Pelayanan Masyarakat, Jakarta: Tim Pengkajian SPKN RI , 2002, hal. 6.
62
Berdasarkan hasil penelitian dan data Governance and Decentralization Survei pada tahun 2002 yang menunjukan sebahagian besar masyarakat pengguna pelayanan publik di Indonesia merasa
senang dan lega jika mereka dimintai membayar pungutan liar pada saat mengurus pelayanan publik. Dalam Agus Dwiyanto, Reformasi Tata Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Yogyakarta: Pusat Studi
Kependudukan dan Kebijakan UGM, 2003, hal. 99.
Universitas Sumatera Utara
siluman, penertiban aparat pemda dan departemen. Untuk memperlancar dan mengefektifkan pelaksanaan penertiban ini ditugaskan kepada Menteri Negara
Penertiban Aparatur Negara, untuk mengkoordinir pelaksanaannya dan Pangkopkamtib untuk membantu DepartemenLembaga pelaksanaanya secara
operasional.
63
Pemberantasan pungutan liar yang dipimpin oleh Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban Pangkopkamtib yaitu Laksamana Sudomo. Jabatan
Pangkopkamtib pada masa orde-baru merupakan institusi super body bidang politik, hukum dan keamanan. Militer, dan seluruh institusi penegak hukum di bawah kendali
Pangkopkamtib. Pungutan liar di jembatan timbang dijadikan simbol pemberantasan pungutan liar. Karena “kebiasaan” di jembatan timbang, telah terjadi puluhan tahun.
Begitu pula dengan institusi perizinan juga dituding sebagai sarang pungutan liar.
64
Prioritas penindakan Operasi Tertib adalah pungutan liar dalam segala bentuknya. Khususnya pungutan liar yang menyangkut kepentingan masyarakat luas,
seperti pungutan liar di jembatan timbang, pungutan liar oleh penegak hukum di semua instansi hakim, jaksa, polisi, per-caloan kreta apipesawatkapal laut,
pungutan liar pada pengurusan Ijin Mendirikan Bangunan IMB dan lain sebagainya.
65
63
Wijayanto,dkk, Korupsi Mengorupsi Indonesia: Sebab, Akibat, dan Prospek Pemberantasan, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2010. hal. 672.
64
Ibid,.
65
Lihat juga mengenai Program Global Melawan Korupsi Dalam Singgih, Op. Cit. Hal. 118.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1977 Tentang Operasi Tertib bertujuan untuk menghilangkan praktek-praktek yang dilakukan
oleh oknum-oknum dalam aparatur Pemerintah yang tidak berdasarkan peraturan seperti pungutan liar dalam berbagai bentuknya dan untuk memperbaiki serta meningkatkan
dayaguna dan hasil-guna aparatur Pemerintah, diperlukan adanya langkah-langkah penertiban secara menyeluruh dan terus menerus di dalam tubuh aparatur Pemerintah.
Pada awalnya Operasi Tertib dibentuk untuk pembersihan pungutan liar di jalan-jalan, penertiban uang siluman di pelabuhan, baik pungutan tidak resmi maupun
resmi, tetapi tidak sah menurut hukum. Namun, pada tahun 1977 sasaran penertibannya diperluas, beralih dari jalan-jalan ke aparat departemen dan daerah.
Terbentuknya Operasi Tertib adalah juga pengakuan bahwa masih banyak yang tidak tertib dalam administrasi pemerintahan sehingga menciptakan pungutan liar. Adanya
Operasi Tertib di lain pihak juga menyajikan harapan kepada masyarakat yang tahu bahwa tidak bersihnya aparatur negara sudah pada titik yang menimbulkan putus
asa.
66
Dengan undang-undang dan lembaga-lembaga penegak hukum yang seharusnya menindak koruptor, pemerintah tetap merasa perlu mengerahkan
Kopkamtib dan Laksusda Pelaksana Khusus Kopkamtib Daerah yaitu Kodam untuk melaksanakan Operasi Tertib memberantas korupsi, manipulasi dan pungutan liar.
Operasi Tertib bergerak dengan jaringan Satgas Intel Kopkamtib. Di setiap provinsi
66
Sudarta, 40 Tahun Oom Pasikom, Jakarta: Penerbit Buku Kompas, hal. 62.
Universitas Sumatera Utara
dan inspektorat jenderal departemen ditempatkan inspektur Operasi Tertib untuk mendinamisir pengawasan.
67
Meskipun Operasi Tertib pada saat itu telah menyelamatkan uang negara sebesar Rp.200 milyar dan menindak 6.000 pegawai selama tahun 1977-1981, dan
setiap selambatnya tiga bulan melaporkan kepada Presiden tentang penertiban di departemen dan jawatan pemerintah, Ketua BPK Umar Wirahadikusumah
menyatakan bahwa tidak ada satu pun departemen yang bersih dari korupsi. Sebulan kemudian, November 1981, Wakil Presiden Adam Malik menimpali bahwa
korupsi sudah epidemik.
68
Memangkas biaya pungutan liar juga bertujuan untuk meringankan beban pengusaha, dan mengalihkan biaya tersebut untuk kepentingan buruh. Pemerintah tak
perlu menempuh kebijakan populis yang seolah membela tapi sebenarnya dalam jangka panjang merugikan buruh.
69
67
Ibid,.
Berhasil tidaknya Operasi Tertib ini juga tergantung dari aparatur negara. Ada kesan bahwa atasan itu cenderung melindungi
bawahan. Satu dan lain hal disebabkan karena pungutan liar memang terjadi dari atas
68
http:www.tempo.coreadnews dalam artikel Operasi Tertib Pungutan Liar, diakses pada tanggal 19 Juli 2012.
69
Citra layanan publik di Indonesia, dari dahulu hingga kini, lebih dominan sisi gelapnya ketimbang sisi terangnya, selain mekanisme birokrasi yang bertele-tele ditambah dengan petugas
birokrasi yang tidak profesional. Sudah tidak asing kalau layanan publik di Indonesia dicitrakan sebagai salah satu sumber korupsi dan sangat beralasan kalau World Bank, dalam World Development
Report 2004, memberikan stigma bahwa layanan publik di Indonesia sulit diakses oleh orang miskin, dan menjadi pemicu ekonomi biaya tinggi high cost economy yang pada akhirnya membebani kinerja
ekonomi makro, alias membebani publik masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
sampai ke bawah. Bahkan tidak mustahil merupakan jaringan kerjasama dari atas ke bawah.
70
Beberapa contoh tentang bentuk penyelewengan tersebut antara lain:
71
a. Pungutan atas gajipensiun Pegawai Negeri oleh oknum instansi yang
bersangkutan; b.
Pungutan atas pengangkatan Pegawai Negeri oleh instansi yang bersangkutan; c.
Pungutan atas biaya-biaya perjalanan pegawai oknum instansi yang bersangkutan;
d. Pungutan oleh oknum-oknum instansi atas pembelian Departemen atau instansi,
sehingga meningkatkan harga di luar kewajaran dalam hal tender misalnya; e.
Pungutan atas pemberian izin-izin seperti izin usaha, izin dagang, izin bangunan, izin kerja, paspor dan sebagainya oleh oknum instansi yang bersangkutan dalam
hal melakukan pelayanan kepada masyarkat dan hal-hal semacam ini terjadi di hampir setiap instansi yang mengeluarkan, perizinan-perizinan tersebut;
f. Pungutan-pungutan oleh oknum-oknum KPN atas penguangan SKO untuk
belanja rutin maupun belanja pembangunan; g.
Pungutan-pungutan yang terjadi dalam pemasukan barang, khususnya di Bea Cukai;
70
Tugas atasan memang harus melindungi bawahan. Tapi kalau bawahan sudah menyelewengkan kekuasaannya, atasan harus berani melakukan penindakan. Terpenting dalam hal
ini, sebelum melakukan pembersihan atasan harus bersih terlebih dulu. Ini prinsipil. Kalau atasannya sendiri tak bersih dengan sendirinya merasa ragu-ragu melakukan pembersihan. Dengan begitu
kepemimpinan jadi tidak tegas.
71
Berdasarkan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1977 Tentang Operasi Tertib.
Universitas Sumatera Utara
h. Pungutan-pungutan yang terjadi dalam hal penyetoran pajak, sehingga besarnya
pajak yang masuk ke Negara relatif kecil dibandingkan yang masuk ke oknum petugas pajak yang bersangkutan;
i. Pungutan-pungutan resmi yang tidak didasarkan atas peraturan perundang-
undangan yang sah baik di Departemen maupun di Pemerintah Daerah; dan j.
Pungutan-pungutan yang berhubungan dengan pemberian kredit oleh perbankan yang biasanya disebut uang hangus.
Pimpinan Instansi bersangkutan yang diawasi memberikan bantuan pada pelaksanaan pengawasan baik yang dilakukan oleh Inspektur Jenderal atau Instansi
Pengawasan lainnya, seperti Direktorat Jenderal Pengawasan Keuangan Departemen Keuangan. Pengawasan yang dilakukan oleh atasan ataupun Instansi pengawas
hendaknya tidak hanya berdasarkan formalitas saja yaitu kelengkapan laporan saja tapi harus lebih dipentingkan adanya pengawasan materiil dengan memeriksa keadaan
sesungguhnya. Apabila dalam pelaksanaan pengawasan tersebut ternyata terdapat bukti- bukti adanya pelanggaran hukum pidana, maka harus segera dilaporkan kepada alat-alat
penegak hukum yang berwenang polisi atau jaksa.
72
Peningkatan pelaksanaan pengawasan dan penertiban di lingkungan DepartemenLembaga dan di lingkungan aparatur Pemerintah Daerah telah
dilaksanakan dengan dilancarkannya Operasi Tertib terhadap penyalahgunaan
72
Pengawasan merupakan bagian dari seluruh kegiatan pemerintahan, justru untuk menjamin tercapainya tujuan kebijaksanaan yang telah digariskan dan sasaran yang telah ditetapkan. Karena itu
pengawasan bukan ditujukan untuk mencari-cari kesalahan atau mencari siapa yang salah. Tujuan utama pengawasan ialah untuk memahami apa yang salah, demi perbaikan di masa datang. Lihat
Sujamto, Aspek-Aspek Pengawasan di Indonesia, Jakarta: PT. Sinar Grafika, 1989, hal. 86.
Universitas Sumatera Utara
jabatan, komersialisasi jabatan, korupsi, pemborosan-pemborosan, pungutan liar dan perbuatan tercela lain. Operasi Tertib dimaksudkan untuk
mendinamisasikan fungsi aparatur pengawasan Pemerintah dalam peningkatan tertib organisasi, kepegawaian, keuangan dan ketatalaksanaan dalam ling-
kungan DepartemenLembaga dan Pemerintah Daerah.
73
Selain Operasi Tertib yang dilaksanakan secara fungsional dan secara operasional oleh atasan langsung kepada bawahan dalam beberapa tahun
berikutnya, dilaksanakan pula penertiban-penertiban yang dilakukan secara khusus, seperti Operasi Bersih dan Berwibawa Sihwa I dan Operasi Tunas.
Pada tahun ketiga Repelita III telah dilaksanakan operasi penertiban yang diberi nama Operasi Bersih dan Berwibawa sebagai operasi untuk menangani
adanya penyimpangan dalam pengangkatan pegawai honorer daerah dan pengangkatan lurah dan perangkat kelurahan menjadi pegawai negeri.
74
Desakan publik yang kuat bagi pemerintahan baru untuk memberantas korupsi telah melahirkan Undang-Undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi menggantikan Undang-Undang No. 3 tahun 1971, karena Undang- Undang No. 3 tahun 1971 dipandang oleh berbagai kalangan mempunyai banyak
kelemahan, sehingga banyak koruptor yang lolos dari jerat hukum.
75
73
Timothy Lindsey, Corruption in Asia: Rethinking the Governance Paradigm, Sydney: The
federation press,2002, hal. 134.
74
Ibid,.
75
Aziz Syamsuddin, Tindak Pidana Khusus, Jakarta: Sinar Grafika, 2011, hal. 140.
Universitas Sumatera Utara
Pada tahun 2004, Pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi, terdapat 12 dua belas
instruksi kepada para pimpinan birokrasi. Diantaranya adalah instruksi untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada publik, baik dalam bentuk jasa ataupun
perizinan melalui transparansi dan standardisasi pelayanan yang meliputi persayaratan-persyaratan, target waktu penyelesaian, dan tarif biaya yang harus
dibayar oleh masyarakat untuk mendapatkan pelayanan tersebut sesuai peraturan perundang-undangan dan menghapuskan pungutan-pungutan liar.
76
Dalam Instruksi Presiden tersebut, Presiden antara lain secara khusus menginstruksikan kepada Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara untuk
menyiapkan rumusan kebijakan dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan publik. Presiden juga menginstruksikan kepada Gubernur dan BupatiWalikota agar
meningkatkan pelayanan publik dan meniadakan pungutan liar dalam pelaksanaannya.
Inpres itu sendiri hanyalah instruksi yang bersifat umum dan bukan bersifat teknis. Oleh karena itu, Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 perlu diterjemahkan
masing-masing pimpinan birokrasi dengan mengeluarkan rumusan-rumusan kebijakan-kebijakan yang bersifat teknis atau aplikatif dalam pelayanan publik,
sehingga pelayanan yang diberikan aparat birokrasi sesuai dengan harapan inpres
76
Lihat juga Romli Atmasasmita, Sekitar Masalah Korupsi Aspek Nasional dan Aspek Internasional, Bandung: Mandar Maju, 2004, hal. 6.
Universitas Sumatera Utara
tersebut, yakni pelayanan berkualitas dan bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme KKN.
77
Sektor pelayanan publik yang dikelola pemerintah, baik departemen, lembaga pemerintah non departemen, maupun pemerintah daerah, seperti pelayanan pajak,
perizinan, investasi, pembuatan KTP, SIM, STNK, IMB, transportasi, akta, sertifikat tanah, listrik, air, telepon dan sebagainya merupakan sektor yang rentan terjadinya
pungutan liar, karena berkaitan langsung dengan kepentingan masyarakat.
78
Di sektor pelayanan publik terjadi hubungan antar domain, yakni pemerintah atau birokrasi
sebagai penyelenggara pemerintahan, sektor usaha, dan masyarakat umum.
79
Pada hakikatnya korupsi
80
seperti tawar menawar biaya, pungutan liar, kolusi, penjualan pengaruh, nepotisme, kuitansi fiktif, manipulasi laporan keuangan,
transfer komisi, mark up, pemerasan, penyuapan sogok yang disamarkan sebagai hibah, hadiah atau uang terimakasih dan cara-cara lain yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan yang kesemuanya menimbulkan ekonomi biaya tinggi high cost economy.
81
Pada tahun 2012, Pemerintah meluncurkan Instruksi Presiden Inpres nomor 17 tahun 2011 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2012.
77
www.bappenas.go.idget-file-servernode6882
78
http:arsip.gatra.com2004-06-25artikel.php?id=39966, diakses pada Pukul 16.50 WIB tanggal 20 Juli 2012.
79
http3A2F2Fitjen-depdagri.go.id2Farticle-23-pelayanan-publik-good-governance- amp-aaupb-dalam
diskresi.htmlei=3_YHUKvhOsXLrQeJkYnzAgusg=AFQjCNECzFUxfeZns- hfQi3n-tDo2Dx8kw, diakses pada tanggal 19 juli 2012.
80
Soedjono Dirdjosisworo, Fungsi Perundang-undangan Pidana Dalam Penanggulangan Korupsi di Indonesia, Bandung: Sinar Baru, 1984, hal. 50.
81
http:protespublik.comantara-pungutan-liar-dan-baku-tumbuk-di-pelabuhan-merak
Universitas Sumatera Utara
Inpres tersebut melakukan lanjutan dari Inpres nomor 9 tahun 2011 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2011 yang diluncurkan pada Mei
2011 lalu.
82
Wakil Presiden Boediono mengatakan, pencegahan dan pemberantasan korupsi akan selalu menjadi permasalahan yang menjadi prioritas. Hal yang dibahas
adalah yang sudah dilakukan dilihat dari segi penataan dari berbagai tata kerja, maupun dari segi prosedur dan lain-lain. Beberapa hal menonjol yang mulai
diterapkan pada tahun 2011, disebutkan, seperti diterapkannya sistem yang transparan di lembaga-lembaga kepolisian dan kejaksaan. Termasuk juga berbagai macam
perbaikan yang berlangsung di Kemkumham. Tapi, yang menonjol adalah sistem whistle blower dan justice collaborator.
83
Instruksi Presiden No.17 tahun 2011 terdiri dari 13 fokus dan 106 rencana aksi yang terdiri atas 82 aksi bidang pencegahan, 6 aksi bidang penegakan hukum, 5
aksi bidang penyusunan peraturan perundang-undangan, 7 aksi bidang kerja sama internasional dan penyelamatan aset, 4 aksi bidang pendidikan dan penyebaran
budaya antikorupsi, serta 2 aksi bidang pelaporan. UKP4 yang akan memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan Inpres tersebut.
84
Pada Bulan Januari 2012, Menteri Hukum dan HAM mengukuhkan sebanyak 293 satuan kerja sebagai wilayah bebas korupsi. Beliau menjamin
82
dengan
http:www.ukp.go.idprofilpengawasan-pembangunan-nasional37-inpres-92011- pencegahan-dan-pemberantasan-korupsi, diakses pada tanggal 13 Juli 2012.
83
http:www.presidenri.go.idindex.phpuuinstruksi-presiden, pada tanggal 15 Juli 2012.
84
Berdasarkan isi dan lampiran dalam Instruksi Presiden No.17 tahun 2011.
Universitas Sumatera Utara
pengukuhan ini, di 239 satuan kerja itu tidak lagi terdapat pungutan liar, suap, atau praktik korupsi lainnya. 293 satuan kerja tersebut, di antaranya adalah, 10 kantor
wilayah, 65 lembaga permasyarakatan dan 58 rumah tahanan negara.
85
Instruksi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono SBY untuk membersihkan instansi-instansi pemerintah dari sarang korupsi dan pungutan liar, sebagaimana
tertuang dalam Instruksi Presiden Nomor 17 Tahun 2011 tentang Aksi Pencegahan
dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2012, juga menyentuh kantor Badan Pertanahan Negara BPN. BPN ditargetkan bisa menyelenggarakan pelayanan pertanahan yang
cepat, non diskriminatif, transparan dan akuntabel, serta bebas pungutan liar, setidaknya pada akhir 2012 mendatang. Presiden juga meminta Kepala BPN agar
meningkatkan perlindungan whistle blower, dengan menyusun mekanisme SOP perlindungan bagi aparatpetugas di Kantor PertanahanBPN, dan mendorong
pengungkapan penyimpangan dan penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan aparat Kantor Pertanahan BPN.
86
Ombudsman dan Indonesia Corruption Watch ICW juga membuka 42 pos pengaduan pengutan liar dalam Penerimaan Siswa Baru tahun 20122013, hingga
Oktober 2012. Laporan itu menyusul temuan berbagai modus pungutan liar di sejumlah sekolah mulai tingkat Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Pertama.
87
85
http:www.setkab.go.idhalberita-720.html, diakses pada tanggal 13 Juli 2012.
86
http:www.setkab.go.idindex.php?pg=detailartikelp=3442, pada tanggal 20Juli 2012.
87
http:www.tempo.coreadnews20120705079415059Praktek-Pungutan-Liar-Sekolah- Dilaporkan-ke-Kejati, diakses pada tanggal 19 Juli 2012.
Universitas Sumatera Utara
Ombudsman membuka tujuh pos pengaduan:
88
1. Jawa Barat di Jalan PHH Mustofa, Gedung Dapensos.
2. Yogyakarta-Jawa Tengah di Jalan Wolter Monginsidi No 20, Yogyakarta.
3. Sumatera Utara-Aceh di Jalan Majapahit No 2, Medan.
4. Sulawesi Utara-Gorontalo di Jalan Babe Palar No 57, Tanjung Batu, Manado.
5. Jawa Timur di Jalan Embong Kemiri No 23, Surabaya.
6. Kalimantan Selatan di Jalan Brigjen H Hasan Basry, Komplek Kejaksaan,
Banjarmasin. 7.
Nusa Tenggara Tiur-NusaTenggara Barat di Jalan Veteran No 4 Pasir Panjang, Kupang.
ICW memiliki 6 pos pengaduan:
89
1. Kantor ICW di Kalibata.
2. Serikat Guru Tangerang, Perumahan Citra Raya, Jalan Irama 8 Blok 1, Cikupa.
3. Garut Governance Watch, Jalan Pajajaran Gang Sagaranten No 157, Garut.
4. Lembaga Pendidikan Rakyat Anti Korupsi di Jalan Melati VI No 3, Makassar.
5. Kantor Pattiro Semarang di Jalan Wonodri Joho I No 986 G.
6. Sumba Barat di Jl A Yani No 145.
88
http:www.ombudsman.go.idindex.php?option=com_contentview=articleid=83:ombud sman-dan-icw-terima-50-pengaduan-pungutan-pendaftaran-siswa-barucatid=44:artikelItemid=74.
Berdasarkan data di posko bersama ini ditemukan 112 kasus di 108 sekolah diberbagai jenjang. Diantara kasus tersebut, kasus yang banyak terjadi adalah pungutan pada saat PSB 60 kasus,
kekacauan proses PSB 18 kasus, pungutan daftar ulang 10 kasus, pungutan sekolah 10 kasus, penahanan ijazah 8 kasus, jual beli bangku 3 kasus dan intervensi proses PSB 1 kasus., diakses
pada tanggal 19 juli 2012.
89
http:antikorupsi.org, diakses pada tanggal 19 juli 2012.
Universitas Sumatera Utara
Pungutan yang diberlakukan pihak sekolah antara lain untuk keperluan seragam, operasional, bangunan, buku, dana koordinasi, internet, koperasi, amal
jariyah, formulir pendaftaran, perpisahan guru, praktek, SPP, administrasi rapor, ekstrakurikuler, sumbangan pengembangan institusi, uang pangkal dan pungutan liar
lainnya. Selain pungutan liar, masyarakat juga menyampaikan keluhan terhadap proses
penerimaan siswa baru yang tidak tersosialisasi dengan baik. Mereka mengeluhkan kurangnya informasi tentang persyaratan dan jangka waktu pelaksanaan PSB. Selain
itu, mereka juga mengeluhkan mengenai PSB Online yang tidak transparan, proses seleksi diskriminatif, adanya titipan anak pejabat.
90
Pada saat ini, paradigma mempersulit harus berhadapan dengan Komisi Pelayanan Publik KPP yang telah didirikan di berbagai daerah. Sehingga
masyarakat pengguna layanan P2T maupun perizinan lain yang kecewa dapat mengajukan pengaduan. Terdapat standar waktu dan harga serta kepatutan dalam
segala urusan publik.
91
Berkurangnya ruang untuk menyalahgunakan kekuasaan serta mempersulit birokrasi akan mengurangi pungutan liar. Dengan memperbesar kemungkinan atau
90
Ibid,. Ombudsman RI Perwakilan daerah akan memanggil kepala sekolah, kepala dinas dan kepala daerah terkait dengan maraknya pelanggaran prosedur PSB tahun ajaran 20122013. Pungutan
dalam PSB dilarang apalagi bagi sekolah yang menerima dana BOS. Berdasarkan pasal 52 H PP No. 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan yang berbunyi “pungutan sekolah tidak dikaitkan
dengan persyaratan akademik untuk penerimaan peserta didik, penilaian hasil belajar peserta didik, danatau kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan” Artinya, pungutan sekolah tidak boleh
dilakukan pada saat penerimaan siswa baru.
91
Lihat juga mengenai birokrasi pelayanan publik dalam Lijan Poltak Sinambela, Reformasi Pelayanan Publik: Teori, Kebijakan dan Implermentasi, Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2006, hal 35.
Universitas Sumatera Utara
bahkan jaminan terbongkarnya praktik pungutan liar berjamaah tentu akan menurunkan keinginan untuk melakukan korupsi. Apalagi ketika mekanisme
pengawasan dalam birokrasi menjadi semakin efektif dengan mekanisme pengawasan yang bersifat menyeluruh, terbuka, partsisipatif. Mekanisme pengawasan seperti ini
akan membuat semua aparatur dalam birokrasi khususnya pelayanan publik akan semakin sulit untuk melakukan pungutan liar.
92
B. Pengaturan Pungutan Liar Dalam KUHP
Pungutan liar merupakan perbuatan yang dilakukan oleh seseorang atau Pegawai Negeri atau Pejabat Negara dengan cara meminta pembayaran sejumlah
uang yang tidak sesuai atau tidak berdasarkan peraturan yang berkaitan dengan pembayaran tersebut. Hal ini sering disamakan dengan perbuatan pemerasan.
Meskipun menurut pendapat Penulis, pemerasan merupakan perbuatan awal, yang pada akhirnya bersama serangkaian perbuatan yang lain menghasilkan pungutan
liar.
93
Pasal 12 huruf e menunjuk pada Pasal 423, Pasal 12 huruf f, rumusannya mengambil dari Pasal 425 ayat 1. Termasuk pada golongan ini adalah perbuatan
92
Agus Dwiyanto, Mengembalikan Kepercayaan Publik Melalui Reformasi Publik, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2011, hal. 235.
93
Berdasarkan catatan dari Dokumen Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Upaya Pemberantasan Korupsi, pungutan liar merupakan pungutan tidak resmi, permintaan, penerimaan
segala pembayaran, hadiah atau keuntungan lainnya, secara langsung atau tidak langsung, oleh pejabat publik atau wakil yang dipilih dari suatu negara dari perusahaan swasta atau publik termasuk
perusahaan transnasional atau individu dari negara lain yang dikaitkan dengan maksud untuk melakukan atau tidak melakukan suatu tugas yang berkaitan dengan suatu transaksi komersial
internasional. Lihat juga Singgih, Op. cit, hal. 96.
Universitas Sumatera Utara
yang kerap dilakukan yaitu perbuatan pungutan liar yang dilakukan oleh seorang pegawai negeri. Sedangkan pasal 368 merupakan perbuatan pemerasan yang
dilakukan dalam kasus-kasus premanisme atau yang lebih sering dikenal dengan “pemalakan”. Perbuatan pidana yang berkaitan dengan premanisme merupakan
perbuatan-perbuatan yang lebih sederhana pembuktiannya dibandingkan dengan kasus korupsi. Perbuatan premanisme yang berkaitan dengan Pasal 368 tidak
memiliki unsur penyalahgunaan wewenang sehingga menjadikan Pasal 368 tidak dikonversi ke dalam UU PTPK. Adapun penjelasan beberapa Pasal di dalam KUHP
yang dapat mengakomodir perbuatan pungutan liar adalah sebagai berikut:
1. Pasal 368 KUHP
Pasal 368 KUHP tindak pidana pemerasan dirumuskan dengan rumusan sebagai berikut :
Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa orang lain dengan kekerasan atau ancaman
kekerasan, untuk memberikan sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagian adalah milik orang lain, atau supaya memberikan hutang maupun menghapus piutang,
diancam, karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
Beberapa penjelasan unsur-unsur adalah sebagai berikut :
a. untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain
Pengertian menguntungkan diri sendiri atau orang lain adalah menambah baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain dari kekayaan semula. Menambah
kekayaan disini tidak perlu benar-benar telah terjadi, tetapi cukup apabila dapat dibuktikan, bahwa maksud pelaku adalah untuk menguntungkan diri sendiri atau
Universitas Sumatera Utara
orang lain. Sedangkan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain sebagai tujuan terdekat. Adanya penyerahan sesuatu dari korban kepada pembuat merupakan
suatu keharusan dalam delik ini. Keuntungan yang diperoleh haruslah secara langsung, artinya mtidak diperlukan tahap-tahap tertentu untuk mencapainya.
b. melawan hukum
Melawan hukum di sini merupakan tujuan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Jadi, si pembuat harus mengetahui bahwa menguntungkan diri sendiri
atau orang lain dilakukan secara melawan hukum. Maksud di sini merupakan sesuatu yang subyektif.
c. memaksa orang lain dengan kekerasan atau ancaman kekerasan
Pengertian memaksa dimaksudkan adalah melakukan tekanan pada orang, sehingga orang itu melakukan sesuatu yang berlawanan dengan kehendaknya sendiri.
Menurut Van Bemmelen, bila ada seorang pemiutang memaksa dengan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan seorang untuk membayarnya, yang memang dia
berutang dan harus membayarnya, maka bukan perbuatan yang diatur dalam Pasal 368 KUHP.
d. memberikan atau menyerahkan sesuatu barang.
Berkaitan dengan unsur itu, maka persoalan-persoalan yang muncul adalah kapan dikatakan ada penyerahan suatu barang. Penyerahan suatu barang dianggap
telah ada apabila barang yang diminta oleh pemeras tersebut telah dilepaskan dari kekuasaan orang yang diperas, tanpa melihat apakah barang tersebut sudah benar -
benar dikuasai oleh orang yang memeras atau belum. Pemerasan dianggap telah
Universitas Sumatera Utara
terjadi, apabila orang yang diperas itu telah menyerahkan barangbenda yang
Delik dalam pasal 468 KUHP erat hubungannya dengan delik pencurian dengan kekerasan atau perampokan dalam Pasal 365 KUHP. Karena keduanya
mengenai pengambilan barang orang lain. Perbedaannya ialah pada delik pemerasan ada semacam “kerjasama” antara yang meminta dan diminta, yang menyerahkan
barang itu dengan terpaksa dengan ancaman, sedangkan pada delik pencurian dengan kekerasan tidaklah demikian.
dimaksudkan si pemeras sebagai akibat pemerasan terhadap dirinya. Penyerahan barang tersebut tidak harus dilakukan sendiri oleh orang yang diperas kepada
pemeras. Penyerahan barang tersebut dapat saja terjadi dan dilakukan oleh orang lain selain dari orang yang diperas.
94
e. supaya memberi hutang
Berkaitan dengan pengertian memberi hutang dalam rumusan pasal ini perlu kiranya mendapatkan pemahaman yanag benar. Memberi hutang di sini mempunyai
pengertian, bahwa si pemeras memaksa orang yang diperas untuk membuat suatu perikatan atau suatu perjanjian yang menyebabkan orang yang diperas harus
membayar sejumlah uang tertentu. Jadi, yang dimaksud dengan memberi hutang dalam hal ini bukanlah berarti dimaksudkan untuk mendapatkan uang pinjaman dari
orang yang diperas, tetapi untuk membuat suatu perikatan yang
94
Andi Hamzah, Delik-Delik Tertentu di Dalam KUHP, Jakarta: PT. Warsif Watampone, 2010, hal. 87.
berakibat timbulnya
Universitas Sumatera Utara
kewajiban bagi orang yang diperas untuk membayar sejumlah uang kepada pemeras atau orang lain yang
f. Unsur untuk menghapus utang.
dikehendaki.
Menghapuskan piutang yang dimaksudkan adalah menghapus atau meniadakan perikatan yang
Pasal ini merupakan pasal yang digunakan oleh aparat penegak hukum untuk menjerat kasus-kasus premanisme maupun kejahatan yang dilakukan oleh “debt
collector”. sudah ada dari orang yang diperas kepada pemeras atau
orang tertentu yang dikehendaki oleh pemeras. Penghapusan utang misalnya dengan paksaan seorang menandatangani kuitansi lunas padahal sebenarnya utang tersebut
belum dibayar. Hal itu depat dilakukan dengan acaman maupun kekerasan.
95
2. Pasal 423 KUHP