2. Masalah Tuntutan Jaksa
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia yang dimaksud dengan Jaksa adalah Pejabat
Fungsional yang diberi wewenang oleh undang undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undang-undang. Jaksa adalah pelaksana Undang-Undang sehingga tuntutannya harus berdasarkan pada hukum
yang normatif yaitu hukum positif, sehingga penerapan ancaman pidana minimal dalam tuntutan jaksa harus sesuai dengan azas legalitas.
Dilatarbelakangi keinginan untuk lebih mengefektifkan upaya pencegahan terhadap delik-delik tertentu dan untuk memenuhi tuntutan masyarakat yang
menghendaki adanya standar minimal obyektif untuk delik-delik tertentu yang sangat dicela dan merugikan atau membahayakan masyarakat dan negara, maka lembaga
undang-undang kemudian menentukan, bahwa untuk delik-delik tertentu tersebut, disamping ada pidana maksimum khusu
Pengaturan tindak pidana korupsi dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengatur mengenai ancaman minimal dan maksimal. Hal ini
juga merupakan salah satu produk dari pembaharuan hukum pidana. Menurut Penulis dalam tuntutan, seharusnya Jaksa Penuntut Umum yang menggunakan Pasal 12 huruf
e dimana ancaman minimal yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Jo Undang-Undang nomor 31 Tahun 1999 adalah 4 empat tahun dan
snya, juga sekaligus ditentukan pidana minimum khususnya.
Universitas Sumatera Utara
maksimal 20 dua puluh tahun. Sedangkan Jaksa Penuntut Umum menggunakan Pasal 12 huruf e, menuntut masing-masing terdakwa selama 1 satu tahun.
Pertimbangan Jaksa mengenai membuat ancaman selama 1 satu tahun kepada para terdakwa disebabkan Jaksa mengacu pada Pasal 12 A yang isinya:
1 Ketentuan mengenai pidana penjara dan pidana denda sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11 dan Pasal 12 tidak berlaku bagi tindak pidana korupsi yang nilainya
kurang dari Rp 5.000.000,00 lima juta rupiah.
2 Bagi pelaku tindak pidana korupsi yang nilainya kurang dari Rp
5.000.000,00 lima juta rupiah sebagaimana dimaksud dalam ayat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tiga tahun dan pidana
denda paling banyak Rp 50.000.000,00 lima puluh juta rupiah.
Berdasarkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang mengacu kepada penjelasan
unsur-unsur pada Pasal 12 huruf e, bahwa para terdakwa melakukan tindak pidana korupsi yang nilainya kurang dari Rp. 5.000.000,- Hal ini berdasarkan uang sebesar
Rp. 150.000 yang diminta para terdakwa kepada Saksi Frengky Manurung. Menurut Penulis, sangatlah tidak tepat kalau dikatakan bahwa para terdakwa hanya melakukan
tindak pidana korupsi yang nilainya kurang dari Rp. 5.000.000,- lima juta rupiah. Pendapat Penulis memiliki beberapa alasan, yaitu:
a. bahwa pelaksanaan pengutipan denda kelebihan muatan di Unit Pelaksana
Penimbangan Kendaraan Bermotor UPPKB Sibolangit yang diperuntukkan bagi Pendapatan Asli Daerah PAD yang akan disetorkan ke Kas Daerah
Provinsi Sumatera Utara. Para terdakwa rutin melakukan pungutan liar sehingga mempengaruhi pemasukan kepada kas daerah. Uang pungutan liar
masuk ke kantong oknum pegawai dan keuangan daerah dirugikan.
Universitas Sumatera Utara
Banyaknya angkutan barang yang kelebihan muatan namun tidak dikenakan sanksi, sehingga jalan-jalan menjadi cepat rusak. maka hal ini tidak dapat
hanya dikatakan tindak pidana korupsi yang nilainya kurang dari Rp. 5.000.000,- lima juta rupiah.
b. para terdakwa melakukan pungutan liar tidak hanya sekali saja. Hal ini
berdasarkan fakta-fakta hukum yang ada di persidangan. Kesaksian Jhon Purba, Gosen Hutagalung, Libersius Saragih yang bekerja sehari-hari sebagai
supir truk yang sering melewati Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor UPPKB Sibolangit. Dimana setiap truk yang melewati jembatan
timbang tidak dilakukan penimbangan dan dipaksa membayar Rp. 150.000-Rp 300.000. Apabila tidak membayar maka truk harus berhenti dan muatannya
akan diancam diturunkan sebahagian ataupun keseluruhan. Berdasarkan Pasal 9 Perda No. 14 Tahun 2007, kelebihan muatan yang harusnya dikenakan
adalah sebesar Rp. 80.000-Rp100.000. c.
pada saat tertangkap tangan, Tim Penyelidik menemukan uang sebesar Rp. 16.474.000. Dimana dalam fakta persidangan, para terdakwa hanya
melaporkan Rp. 1.200.000 sebagai uang denda. Terdapat selisih sebesar Rp. 15.274.000 yang tidak para terdakwa laporkan, para terdakwa tidak
mengetahui uang sebesar Rp. 15.274.000 digunakan untuk apa dan uang dari mana. Padahal berdasarkan fakta hukum di persidangan uang itu merupakan
barang bukti yang diperoleh Tim Penyelidik Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara pada saat menangkap para terdakwa.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan pedoman kriteria tuntutan pidana yaitu SEJA RI No. SE- 002AJA022009 Tanggal 26 Februari 2009 menjadi landasan bagi semua unit
Kejaksaan dalam menjatuhkan tuntutan pidana dengan pertimbangan : a.
seoptimal mungkin memenuhi rasa keadilan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat.
b. mempunyai efek jera bagi para pelaku dan mampu menciptakan dampak
pencegahan. c.
menghindarkan terjadinya disparitas tuntutan pidana terhadap perkara sejenis. SEJA ini dikeluarkan karena adanya tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang
masih belum sesuai dengan harapan dan rasa keadilan di masyarakat. Selanjutnya mengenai prosedur, tata cara dan kebijakan lain terkait dengan tuntutan pidana agar
berpedoman pada SEJA No. SE-001JA41995 Tanggal 27 April 1995. Berkaitan dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum di atas, maka sudah
seharusnya Jaksa Penuntut umum dalam membuat tuntutannya harus mengacu kepada isi dari SEJA tersebut. Karena memang tuntutan yang baik bukan hanya memberikan
penghukuman, namun juga efek jera kepada para terdakwa.
3. Masalah Putusan Hakim