Kurangnya Personil Hambatan-Hambatan Dalam Penegakan Hukum

sumber dana sendiri. 175 Inilah yang disebut oleh Satjipto Rahardjo disebut sebagai “menjalankan kehidupannya sendiri”. 176 Menurut pendapat Penulis sudah semestinya Pemerintah sangat memperhatikan permasalahan tersebut, sehingga dalam proses penegakan hukum, aparat penegaknya dapat secara bersih melakukan penanganan perkara karena memang dalam penanganan korupsi “dibutuhkan sapu yang bersih untuk membersihkan rumah yang kotor.”

D. Kurangnya Personil

Problematika yang paling sering dihadapi oleh Kejaksaan dalam penyelidikan maupun penyidikan kasus-kasus tindak pidana korupsi adalah masih kurangnya personil penyelidik maupun penyidik. 177 Seharusnya jumlah Penyelidik maupun penyidik haruslah sebanding dengan banyaknya jumlah kasus korupsi yang ditangani oleh instansi Penegak Hukum. Dimana dalam penelitian Penulis di Kejaksaan Tinggi Sumatera, Bidang pidana Khusus menangani jumlah kasus tindak pidana korupsi yang tidak sebanding dengan jumlah Jaksa Penyelidik dan Penyidik. Sehingga kerap kali Pihak Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara meminta bantuan Jaksa Penyidik di daerah sesuai dengan tempat kejadian perkara locus delicti. Hal ini dapat menyebabkan terhambatnya pengungkapan kasus-kasus korupsi di pusat maupun daerah. 175 Hasil wawancara dengan Informan Jaksa BS di Bidang Intelijen Kejaksaan Negeri Medan. 176 Satjipto Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum: Suatu Tinjauan Sosiologis, Bandung: BPHN Departemen Kehakiman, Sinar Baru, hal. 19. 177 Hasil wawancara dengan Informan Jaksa FH di Bidang Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara dan Informan RA yang merupakan Staf Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Demak, Jawa Tengah. Universitas Sumatera Utara Misalnya ketika diterimanya laporan pengaduan dari masyarakat atau LSM Lembaga Swadaya Masyarakat mengenai dugaan tindak pidana korupsi di Medan. Kejaksaan Tinggi dapat meminta bantuan personil Jaksa yang berdinas di daerah Kejaksaan negeri tersebut untuk melakukan penyelidikan maupun penyidikan. Namun apabila pada Kejaksaan Negeri dimana Jaksa tersebut juga sedang sibuk menangani kasus korupsi yang lain, hal ini dapat mengakibatkan terhambatnya penanganan kasus korupsi dari Kejaksaan Tinggi. 178 Sehingga dibutuhkan jumlah personil penyelidik dan penyidik yang seimbang dengan jumlah kasus korupsi yang sedang ditangani. Hal ini dapat ditanggulangi dengan proses rekrutmen sesuai kebutuhan atau dengan sistem mutasi bagi Jaksa- Jaksa yang di daerah terdapat sedikit kasus korupsi untuk pindah ke daerah-daerah yang lebih membutuhkan lebih banyak Jaksa dalam penanganan korupsi khususnya penyelidikan dan penyidikan. 178 Hasil wawancara dengan Informan RA yang merupakan Staf Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Demak, Jawa Tengah. Universitas Sumatera Utara

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN