Pasal 423 KUHP Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Korupsi Pungutan Liar (Studi Kasus Pungutan Liar Di Jembatan Timbang Sibolangit Sumatera Utara)

kewajiban bagi orang yang diperas untuk membayar sejumlah uang kepada pemeras atau orang lain yang f. Unsur untuk menghapus utang. dikehendaki. Menghapuskan piutang yang dimaksudkan adalah menghapus atau meniadakan perikatan yang Pasal ini merupakan pasal yang digunakan oleh aparat penegak hukum untuk menjerat kasus-kasus premanisme maupun kejahatan yang dilakukan oleh “debt collector”. sudah ada dari orang yang diperas kepada pemeras atau orang tertentu yang dikehendaki oleh pemeras. Penghapusan utang misalnya dengan paksaan seorang menandatangani kuitansi lunas padahal sebenarnya utang tersebut belum dibayar. Hal itu depat dilakukan dengan acaman maupun kekerasan. 95

2. Pasal 423 KUHP

Kejahatan dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang secara melawan hukum, dengan menyalahgunakan kekuasaan memaksa orang lain 95 Diakses melalui www.kompolnas.go.id pada tanggal 30 Mei Tahun 2012, penggolongan preman sebagai target operasi berdasarkan Komisi Kepolisian Nasional: a. preman yang mengganggu ketenteraman dan ketertiban mabuk-mabukan, mengganggu lalu lintas, ribut-ribut dl tempat umum. b. preman yang memalak meminta dengan paksa di lokasi umum misalnya menjual majalah secara paksa, mengemis dengan gertakan, mendorong mobil mogok minta uang dengan paksa, memalak masyarakat perseorangan yang menaikkan dan menurunkan bahan bangunan dl pabrik industri komplek perumahan, parkir liar dengan meminta uang secara paksa, dan lain-lain sejenis. c. preman debt collector penagih utang dengan memaksa mengancam nasabah, menyita dengan paksa, menyandera. d. preman tanah menguasai menduduki lahan poperty secara illegal yang sedang dalam sengketa dengan memaksakan kehendak satu pihak. e. preman berkedok organisasi organisasi jasa keamanan, preman tender proyek dan organisasi massa anarkis. Universitas Sumatera Utara menyerahkan sesuatu, melakukan suatu pembayaran atau melakukan suatu pekerjaan untuk pribadi sendiri oleh seorang pegawai negeri seperti yang dimaksudkan dalam Pasal 423 KUHP itu, termasuk dalam golongan kejahatan jabatan. Pasal 423 KUHP itu berbunyi: Pegawai negeri yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa orang lain untuk menyerahkan sesuatu, melakukan suatu pembayaran, melakukan pemotongan terhadap suatu pembayaran atau melakukan suatu pekerjaan untuk pribadi sendiri, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya enam tahun. Menurut ketentuan yang diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, kejahatan yang diatur dalam Pasal 423 KUHP merupakan tindak pidana korupsi, sehingga sesuai dengan ketentuan pidana yang diatur dalam Pasal 12 huruf e dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, pelakunya dapat dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau dengan pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama dua puluh tahun dan pidana denda paling sedikit dua puluh juta rupiah dan paling banyak satu miliar rupiah. Tindak pidana yang diatur dalam Pasal 423 KUHP maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum di dalam rumusan Pasal 423 KUHP itu merupakan suatu bijkomend oogmerk 96 96 P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2006, hlm. 318. , sehingga oogmerk atau Universitas Sumatera Utara maksud tersebut tidak perlu telah terlaksana pada waktu seorang pelaku selesai melakukan perbuatan-perbuatan yang terlarang di dalam pasal ini. 97 Dari rumusan ketentuan pidana yang diatur dalam Pasal 423 KUHP di atas, dapat diketahui bahwa yang dilarang di dalam pasal ini ialah perbuatan-perbuatan dengan menyalahgunakan kekuasaan memaksa orang lain: a. untuk menyerahkan sesuatu; b. untuk melakukan suatu pembayaran; c. untuk menerima pemotongan yang dilakukan terhadap suatu pembayaran; d. untuk melakukan suatu pekerjaan untuk pribadi pelaku. Perbuatan-perbuatan dengan menyalahgunakan kekuasaan memaksa orang lain untuk menyerahkan sesuatu, melakukan suatu pembayaran, menerima pemotongan yang dilakukan terhadap suatu pembayaran dan melakukan suatu pekerjaan untuk pribadi pelaku itu merupakan tindak-tindak pidana materil, hingga orang baru dapat berbicara tentang selesai dilakukannya tindak-tindak pidana tersebut, jika akibat-akibat yang tidak dikehendaki oleh undang-undang karena perbuatan-perbuatan itu telah timbul atau telah terjadi. Karena tidak diberikannya kualifikasi oleh undang-undang mengenai tindak-tindak pidana yang diatur dalam Pasal 423 KUHP, maka timbullah kesulitan di dalam praktik mengenai sebutan apa yang harus diberikan pada tindak pidana tersebut. 97 P.A.F. Lamintang, Delik-Delik Khusus Kejahatan Jabatan Tertentu Sebagai Tindak Pidana Korupsi, Jakarta : Sinar Grafika, 2009, hal. 390. Universitas Sumatera Utara Sejak diperkenalkannya kata pungutan liar oleh seorang pejabat negara, tindak-tindak pidana yang dimaksudkan dalam Pasal 423 KUHP sehari-hari disebut sebagai pungutan liar. Pemakaian kata pungutan liar itu ternyata mempunyai akibat yang sifatnya merugikan bagi penegakan hukum di tanah air, karena orang kemudian mempunyai kesan bahwa menurut hukum itu seolah-olah terdapat gradasi mengenai perbuatan-perbuatan memungut uang dari rakyat yang dilarang oleh undang-undang, yakni dari tingkat yang seolah-olah tidak perlu dituntut menurut hukum pidana yang berlaku hingga tingkat yang seolah-olah harus dituntut menurut hukum pidana yang berlaku, sedang yang dewasa ini biasa disebut pungutan liar itu memang jarang membuat para pelakunya diajukan ke pengadilan untuk diadili, melainkan cukup dengan diambilnya tindakan-tindakan disipliner atau administratif terhadap mereka, padahal kita semua mengetahui bahwa yang disebut pungutan liar itu sebenarnya merupakan tindak pidana korupsi seperti yang antara lain diatur dalam Pasal 12 huruf e dan f Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Kebiasaan tidak mengajukan para pegawai negeri yang melanggar larangan- larangan yang diatur dalam Pasal 423 atau Pasal 425 KUHP Jo. Pasal 12 Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2001 ke pengadilan untuk diadili, dan semata-mata hanya mengenakan tindakan-tindakan administratif terhadap mereka itu perlu segera dihentikan, karena kebiasaan tersebut sebenarnya bertentangan dengan beberapa asas tertentu yang dianut oleh Undang-Undang Hukum Acara Pidana kita yang berlaku, masing-masing yakni: Universitas Sumatera Utara a. asas legalitas, yang menghendaki agar semua pelaku sesuatu tindak pidana itu tanpa kecuali harus dituntut menurut undang-undang pidana yang berlaku dan diajukan ke pengadilan untuk diadili; b. asas verbod van eigen richting atau asas larangan main hakim sendiri, yakni menyelesaikan akibat hukum dari suatu tindak pidana tidak melalui proses peradilan. 98 Maksud untuk tidak mengajukan tersangka ke pengadilan untuk diadili, maka maksud tersebut harus dilaksanakan sesuai dengan peraturan-peraturan perundangan yang berlaku. Menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, suatu perkara itu hanya dapat dikesampingkan untuk kepentingan umum, dan bukan untuk kepentingan tersangka korps atau organisasi tersangka. Perbuatan menyampingkan perkara itu tidak dapat dilakukan setiap orang dengan jabatan atau pangkat apa pun, karena menurut ketentuan yang diatur dalam Pasal 35 huruf c Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, LN Tahun 2004 No. 67, yang berwenang menyampingkan suatu perkara berdasarkan kepentingan umum itu hanyalah Jaksa Agung saja. 99 Mengenai pengertiannya sebagai uang, perbuatan dengan menyalahgunakan kekuasaan memaksa orang menyerahkan sesuatu itu sehari- hari dapat dilihat dalam bentuk pungutan di jalan-jalan raya, di pos- pos pemeriksaan, di instansi-instansi 98 P.A.F. Lamintang, KUHAP, hlm. 30-31. 99 P.A.F. Lamintang, Op. cit., him. 189 dan seterusnya. Universitas Sumatera Utara pemerintah, bahkan yang lebih tragis lagi adalah bahwa pungutan-pungutan seperti itu juga dilakukan oleh para pendidik baik terhadap sesama pendidik maupun terhadap anak-anak didik mereka. Akan tetapi, tidak setiap pungutan seperti yang dimaksudkan di atas itu merupakan pelanggaran terhadap larangan yang diatur dalam Pasal 423 KUHP jo. Pasal 12 Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2001, karena jika pungutan tersebut ternyata telah dilakukan karena pegawai negeri yang memungut pungutan itu telah melakukan sesuatu atau mengalpakan sesuatu di dalam menjalankan tugas jabatannya yang sifatnya bertentangan dengan kewajibannya, maka perbuatannya itu merupakan pelanggaran terhadap larangan-larangan yang diatur dalam Pasal 419 angka 2 KUHP jo. Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Perbuatan yang dilarang dalam Pasal 423 KUHP ialah dengan menyalahgunakan kekuasaan memaksa orang memaksa orang lain melakukan suatu pembayaran. Sebenarnya tidak seorang pun dapat dipaksa melakukan suatu pembayaran kecuali jika pemaksaan untuk melakukan pembayaran seperti itu dilakukan berdasarkan suatu peraturan undang-undang. Delik pemaksaan untuk memberikan barang, membayar uang, dan memberi tenaga, yang dinamai menurut istilah asli KUHP knevelarij, yang diterjemahkan oleh Engelbrecht 100 dengan kerakusan, oleh Moeljatno 101 100 Andi Hamzah, Op. Cit, hal. 94. dengan pemerasan, Soesilo 101 Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Yogyakarta: tanpa penerbit, 1976. Universitas Sumatera Utara dan Soenarto Soerodibroto 102 dengan permintaan memaksa, H. Husni 103 Ada dua pasal mengenai ini. Kedua ditarik menjadi delik korupsi, yaitu Pasal 423 dan 425 KUHP sekarang Pasal 12 e dan f Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 1999. Di dalam Ned. W.v.S. hanya ada satu pasal saja, yaitu artikel 366 yang sama dengan Pasal 425 KUHP. dengan pemerasan dalam jabatan, Kitab Oendang-oendang Hoekoem Hindia Belanda memakai istilah perbuatan aniaya”. Menurut pertimbangan panitia penyusunan W.v.S. untuk Indonesia pemerintah Belanda, Pasal 425 KUHP itu tidak memadai untuk masyarakat Indonesia karena di dalam pasal itu terdapat unsur pada waktu menjalankan jabatannya in de uit-oefening zijner bediening, sedangkan pejabat Indonesia sebagai kepala yang berpengaruh di dalam masyarakat sulit untuk menentukan dengan pasti kapan ia menjalankan jabatannya dan kapan tidak. Pejabat-pejabat Indonesia cenderung untuk melakukan praktik knevelarij atau extortion yang dalam tulisan ini dipakai istilah permintaan memaksa, sehingga disisipkanlah Pasal 423 KUHP ini. 104 102 Soesilo, KUHP Bogor: Politeia, tanpa tahun; dan Soenarto Soerodibioto, KUHP dilengkapi arrest-arrest Hoge Rand Jakarta: tanpa penerbit, 1979. Walaupun ada Pasal 421 KUHP, tetapi dipandang pidananya ringan, lagi pula terlalu mirip dengan delik pemerasan afpersing. 103 H. Husni, Kitab Himpunan Perundang-undangan Negara Republik Indonesia Jakarta: Departemen Penerangan Republik lndonesia,1960. 104 P.A.F. Lamintang, Delik-Delik Khusus Kejahatan Jabatan Tertentu Sebagai Tindak Pidana Korupsi, Bandung: Pionir Jaya, 1991, hal. 142-147. Universitas Sumatera Utara Menurut Lemaire, penciptaan Pasal 423 KUHP tersebut merupakan bentuk antara tussen figuiir} delik penyalahgunaan wewenang misbruik van gezag Pasal 421 KUHP, delik permintaan memaksa knevelarij Pasal 425 KUHP, dan delik pemerasan afpersing Pasal 368 KUHP. 105 Di dalam praktik kadang-kadang sulit untuk membedakan Pasal 423 KUHP ini dari Pasal 418 dan 419 KUHP penyuapan pasif karena apabila unsur paksaan extortion tidak ada, dan inisiatif muncul dari si pemberi barang atau uang, maka akan jatuh menjadi penyuapan. Di dalam praktik, terutama setelah ditariknya kedua pasal itu masuk ke dalam Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 423 KUHP memang lebih sering diterapkan daripada Pasal 425 KUHP. Hal itu terjadi karena lebih mudah membuktikan Pasal 423 KUHP, daripada Pasal 425 KUHP yang mengandung unsur pada waktu menjalankan jabatannya itu. 106 Batas antara Pasal 423 KUHP sekarang disadur menjadi Pasal 12 e Undang- Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi No. 31 Tahun 1999 jo. No. 20 Tahun 2001 muncul dalam perkara maritan Menteri Perikanan dan Kelautan Rokhmin Dahuri. 107 105 Ibid,. Dia didakwa primair Pasal 12 e berasal dari Pasal 423 KUHP yang biasa disebut delik knevelavarij atau pemerasan dalam jabatan dan subsidiair Pasal 11 berasal dari Pasal 418 KUHP yang biasa disebut penyuapan pasif menerima suap. 106 Firman Wijaya, Delik Penyalahgunaan Jabatan dan Suap Dalam Praktek, Jakarta: Penaku, 2011, hal. 32. 107 Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri, yang menjadi terpidana kasus korupsi pungutan dliar di Departemen Kelautan dan Perikanan. Diakses melalui http:nasional.kompas.comread2009112515353673includes, pada Pukul 10.20 WIB pada Tanggal 1 Maret 2012. Universitas Sumatera Utara Ada kesulitan dalam penerapan Pasal 12 e berasal dari Pasal 423 KUHP, yaitu ada bagian inti delik dehctsbestanddeel atau unsur memaksa, bagaimana jika pemberian itu diberikan dengan sukarela bukan karena terpaksa memberi dari para penyumbang. Hal yang jelas adalah perbuatan terdakwa itu perbuatan tercela dan merupakan pungutan liar, tetap bagaimana merumuskan dalam dakwaan tentang delik apa yang dilanggar sangatlah sukar.

3. Pasal 425 KUHP