1. kerja sama lembaga penegak hukum dengan lembaga pemerintah atau komisi
independen, seperti Kejaksaan dengan BPK, BI, PPATK, BPKP, Komisi Ombudsman Nasional, BIN, komisi Kejaksaan.
2. kerja sama lembaga penegak hukum dengan lembaga penegak hukum lainnya,
seperti Kejaksaan dengan KPK, Kepolisian, dan Kehakiman. 3.
kerja sama lainnya lebih bersifat koordinasi, misalnya dalam hal penyelesaian kasus bank bermasalah. Hal ini menuntut koordinasi antara lembaga penyidik
dan Bank Indonesia. Penegakan hukum terhadap pungutan liar memerlukan peningkatan
komunikasi dengan lembaga-lembaga yang telah terikat kerja sama dengan cara mengembangkan petunjuk teknis
163
sebagai penjabaran nota kesepahaman, penunjukan liaison officer
164
guna memperlancar komunikasi, penyelenggaraan pertemuan berkala untuk mencapai maksud dan sasaran diselenggarakan kerjasama.
B. Mekanisme Perlindungan Saksi yang Belum Jelas
Mekanisme perlindungan saksi yang belum jelas mengakibatkan seseorang yang dianggap mengetahui bahwa ada pungutan liar atau penyelewengan tidak
163
Petunjuk teknis dibuat oleh masing-masing institusi penegak hukum berdasarkan nota kesepahaman yang terlebih dahulu dibuat dengan instansi lainnya.
164
Liaison officer adalah orang yang ditunjuk oleh intansi atau badan tertentu dan bertanggungjawab untuk melakukan dan mengatur komunikasi dan hubungan antar instansi
pemerintah dengan lembaga penegak hukum.
Universitas Sumatera Utara
bersedia untuk dijadikan saksi atau memberikan kesaksian. Hal ini merupakan hambatan dalam penegakan hukum secara umum di Indonesia.
165
Hambatan pelaksanaan perlindungan saksi dan korban dalam Undang-Undang
No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban antara lain: 1.
Tidak adanya pengertian mengenai pelapor, whistleblower dan justice collaborator saksi pelaku yang bekerja sama;
2. Tidak adanya jaminan perlindungan dan reward atau penghargaan terhadap
whistleblower dan justice collaborator; 3.
Tidak adanya pengaturan mengenai perlindungan terhadap saksi ahli; 4.
Ketentuan kelembagaan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban LPSK yang masih lemah mengenai kesekretariatan, organisasi, dan struktur organisasi LPSK;
5. Tidak adanya pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan pembentukan LPSK di
daerah; 6.
Keberadaan LPSK dan UU 132006 masih belum dipahami dan diketahui aparat penegak hukum di daerah;
7. Jaminan hukum pemberian bantuan, restitusi, dan kompensasi yang saat ini
belum cukup kuat karena hukum acaranya masih diatur dalam Pasal 184 ayat 1 huruf a KUHAP telah menempatkan pentingnya kedudukan saksi sebagai alat
bukti yang utama dalam perkara pidana, oleh karena keutamaan peranan saksi di dalam perkara pidana sangat wajar kedudukan saksi dan korban haruslah
165
Syaiful Bakhri, Op. Cit, hal. 114.
Universitas Sumatera Utara
dilindungi. Dengan lahirnya UU No.13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban dan dibentuknya pula Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban
LPSK adalah jelas dimaksudkan untuk itu. Masih banyaknya kasus pungutan liar yang tidak pernah tersentuh proses
hukum untuk disidangkan karena tidak ada satupun saksi maupun korban yang berani mengungkapkannya, sementara bukti lain yang didapat penyidik amatlah kurang
memadai. Ancaman penganiayaan, penculikan korban, saksi atau anggota keluarganya hingga pembunuhan menjadi alasan utama yang membuat nyali mereka
menciut untuk terlibat dalam memberikan kesaksian.
166
Dalam kenyataan selama ini, banyak dari saksi dan korban yang mendapat ancaman atau intimidasi dalam proses penyidikan maupun persidangan, atau saksi
atau keluarganya baik dalam ancaman bentuk fisik, maupun psikis. Bahkan tidak jarang pula para saksi yang mencoba berani akan memberikan keterangan di
persidangan terancam dihilangkan nyawanya oleh pelaku atau suruhannya.
167
Kondisi ini tentu akan memicu ketakutan luar biasa baik bagi saksi korban maupun bagi saksi lainnya, akibatnya penyidik seringkali kesulitan untuk
mengungkap kejahatan yang terjadi untuk meneruskan proses hukumnya sampai ke Pengadilan.
168
166
Ilias Chatzis dkk, Praktik Terbaik Perlindungan Saksi dalam Proses Pidana yang Melibatkan Kejahatan Terorganisir, Jakarta: Lembaga Perlindungan Saksi dan KorbanLPSK,
2010, hal. 38.
167
Hasil wawancara dengan informan Jaksa BS yang bertugas di Bidang Intelijen Kejaksaan Negeri Medan.
168
Quentin Dempster, Whistleblower Para Pengungkap Fakta, Jakarta: ELSAM, 2006, hal. 237-238.
Universitas Sumatera Utara
Perlindungan atas mereka yang melaporkan perlawanan terhadap korupsi dapat dilakukan dengan mendorong perkembangan institusi, hukum, praktek yang
dapat menjamin masyarakat untuk bertanggung jawab dengan melaporkan terjadinya tanpa rasa takut akan pembalasan, kapan dan dimanapun terjadinya, serta memastikan
bahwa media massa bebas memainkan perannya yang sangat penting dalam menjaga individu dan institusi yang bersangkutan untuk menerima laporannya.
169
C.
Keterbatasan Dana Dalam Melakukan Penanganan Perkara.
Sedikitnya pembiayaan terhadap suatu kegiatan penanganan perkara merupakan suatu persoalan lama dalam proses penegakan hukum di Indonesia. Itulah
sebabnya terkadang masing-masing institusi akan mencari biaya operasionalnya sendiri untuk menyelesaikan persoalan dana tersebut. Kejaksaan sebagai salah satu
institusi negara yang tidak luput dari masalah pembiayaan penanganan perkara.
170
Kurangnya dana yang diberikan pemerintah untuk program pemberantasan korupsi.
171
169
Singgih, Dunia pun Memerangi Korupsi, Lippo Karawaci Tangerang: Pusat Studi Hukum Bisnis, Fakultas Hukum Pelita Harapan, 2002, hal. 79.
Hal ini mengindikasikan rendahnya komitmen pemerintah terhadap upaya pemberantasan korupsi dan bahwa selama ini pemberantasan korupsi belum menjadi
170
Hasil wawancara dengan Informan Jaksa BS di Bidang Intelijen Kejaksaan Negeri Medan. Dana yang dicairkan oleh Institusi biasanya tidak sebanding dengan dana yang dikeluarkan dalam
tahap penyelidikan maupun penyidikan tindak pidana korupsi. Hal ini menjadi kendala masing-masing jaksa dalam penanganan perkara.
171
http:www.jurnas.comnews43445Polri_Kejagung_Minta_Anggaran_Penindakan_Korup si_Ditambah7NasionalHukum, diakses pada Pukul 12.30 WIB tanggal 23 April 2012.
Universitas Sumatera Utara
prioritas utama kebijakan pemerintah, yang mencerminkan masih lemahnya political will pemerintah bagi upaya pemberantasan korupsi.
172
Penyelenggaraan kegiatan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi memerlukan biaya yang besar. Pada tahap-tahap tersebut diperlukan
dana mobilitas. Ketika penyidik merasa dana operasional begitu besar dan tidak seimbang dengan dana yang dicairkan oleh institusi untuk membantu
penyelenggaraan kegiatan tersebut. Maka hal ini dapat menjadi hambatan bagi penyidik dalam melakukan penegakan hukum.
173
Minimnya bantuan luar negeri juga merupakan cerminan rendahnya tingkat kepercayaan negara-negara donor terhadap komitmen dan keseriusan pemerintah di
dalam melakukan pemberantasan korupsi.
174
Upaya pemenuhan biaya operasional penanganan korupsi mulai dari tahap penyelidikan hingga persidangan yang dilakukan oleh para penydik maupun
pengendali penanganan perkara memerlukan kreativitas dalam rangka mencari rendahnya kepercayaan negara-negara
lain terhadap indonesia menandakan bahwa masih sedikitnya pengungkapan kasus korupsi yang dilakukan oleh pemerintah. Pengungkapan kasus korupsi ini seringkali
tidak diimbangi dengan penanganan yang serius, sehingga dalam proses peradilannya penanganan kasus-kasus tersebut seringkali tidak memenuhi rasa keadilan
masyarakat.
172
http:nasional.kompas.comread2011123022064532Kabareskrim.Dana.Penghambat.Pe nanganan.Korupsi diakses pada Pukul 13.30 WIB tanggal 23 Mei 2012.
173
Yudi Kristina, Menuju Kejaksaan Progresif, Op. Cit, hal. 156-158.
174
UNODC United Nations Office on Drugs and Crime pada Kantor PBB Untuk Masalah Obat-Obatan Terlarang dan Tindak Kejahatan mengemukakan hal tersebut sebagai kendala atau
“berita buruk” bad news bagi upaya pemberantasan korupsi di dunia, termasuk di Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
sumber dana sendiri.
175
Inilah yang disebut oleh Satjipto Rahardjo disebut sebagai “menjalankan kehidupannya sendiri”.
176
Menurut pendapat Penulis sudah semestinya Pemerintah sangat memperhatikan permasalahan tersebut, sehingga dalam proses
penegakan hukum, aparat penegaknya dapat secara bersih melakukan penanganan perkara karena memang dalam penanganan korupsi “dibutuhkan sapu yang bersih
untuk membersihkan rumah yang kotor.”
D. Kurangnya Personil