EVALUASI DIRI PERILAKU PROFESIONAL DI IN

(1)

EVALUASI DIRI PERILAKU PROFESIONAL DI INSTITUSI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN GUNA BANGSA YOGYAKARTA

Tesis

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-2

Program Studi Ilmu Pendidikan Kedokteran

Diajukan oleh : Widuri

09/293121/PKU/10738

Kepada

PROGRAM MAGISTER ILMU PENDIDIKAN KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA 2013


(2)

(3)

(4)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin, segala puji hanya bagi Allah SWT. Sholawat dan salam bagi Nabi Muhammad SAW. Atas segala rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Evaluasi Diri Perilaku Profesional di Institusi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Guna Bangsa Yogyakarta”. Tesis ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh gelar Master in Medical Education di S2 Ilmu Pendidikan Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Terwujudnya tesis ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan dorongan berbagai pihak, maka sebagai ungkapan hormat dan penghargaan penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. dr. Gandes Retno Rahayu, M.Med.Ed, Ph.D sebagai Ketua Program Studi S2 Ilmu Pendidikan Kedokteran FK UGM.

2. Prof. Dr. Amitya Kumara, MS sebagai dosen pembimbing utama, atas segala bimbingan, arahan, saran dan motivasi yang telah diberikan kepada penulis.

3. dr. Tridjoko Hadianto, DTM&H, M.Kes sebagai dosen pembimbing pendamping yang telah memberikan bimbingan, arahan dan motivasi kepada penulis.

4. Prof. Soenarto, Prof. Harsono, Prof. Hardyanto, Prof. Soewadi, Prof. Laksono, dr. Titi Savitri, M.Med.Ed, Ph.D, dr. Ova Emilia, Sp.OG, M.Med.Ed, Ph.D, Dra. Yayi Suryo Purbandari, M.Si, Ph.D, dr. Mora Claramita, MHPE, dr. Tri Nur,Ph.D, dr. Siti Rohmah, M.Med.Ed, dr Yoyo Suhoyo, M.Med.Ed, dr. Widyandana, MHPE, dr. Anis, DEA sebagai staf pengajar S2 Ilmu Pendidikan Kedokteran FK UGM yang


(5)

telah memberikan ilmu serta semangat didalam menempuh pendidikan.

5. Keluarga terkasih, Bapak, Ibu, Suami dan Putraku yang selalu memberikan cinta, kasih, sayang, dukungan serta doa yang tidak terputus kepada penulis.

6. Mbak Tini, Mas Farid, Mbak Rita, Mbak Siska, Mbak Ratih, Pak Tono, Mas Lutfi, serta segenap karyawan Bagian Pendidikan Kedokteran FK UGM yang telah membantu kelancaran pembelajaran selama ini.

7. Mbak Lisa, yang telah bersedia meluangkan waktu untuk berdiskusi sebagai teman sejawat.

8. Teman-teman kuliah di S2 Ilmu Pendidikan Kedokteran : Mbak Nindya dan Bu Metha yang sudah kembali ke peradaban masing-masing, Mbak Yeti, Bu Rahma, Mbak Nunung mari lebih semangat lagi.

9. Teman-teman dosen di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Guna Bangsa Yogyakarta, atas bantuannya sebagai responden dalam penelitian ini nantinya.

10. Semua pihak yang telah membantu, yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan dari semua pihak. Semoga tesis ini dapat dilanjutkan untuk melakukan penelitian.

Yogyakarta, 4 Mei 2013


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul ... i

Halaman Pengesahan ... ii

Lembar Pernyataan ... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... vi

Daftar Lampiran ... xiii

Abstract... ix

Daftar Intisari... x  

Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

E. Keaslian Penelitian... 5

Bab II Tinjauan Pustaka A. Profesi... 7

B. Profesionalisme ... 8

C. Dosen... 19

D. Karyawan ... 19

E. Pimpinan ... 19

F. Mahasiswa ... 20

G. Landasan Teori ... 20

H. Kerangka Konsep ... 21

I. Pertanyaan Penelitian ... 21

Bab III Metode Penelitian A. Jenis dan Rancangan Penelitian... 22


(7)

B. Subyek Penelitian ... 22

C. Instrumen Penelitian ... 23

D. Cara Pengumpulan Data... 23

E. Variabel Penelitian ... 25

F. Definisi Operasional ... 25

G. Prosedur Penelitian... 26

H. Analisis Data ... 27

I. Keabsahan Data ... 29

J. Etika Penelitian ... 30

Bab IV Hasil dan Pembahasan A. Hasil Penelitian ... 32

1. Gambaran umum Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Guna Bangsa Yogyakarta ... 32

2. Karakteristik narasumber... 32

3. Perilaku profesional di institusi ... 32

B. Pembahasan ... 41

1. Perilaku profesional dosen ... 41

2. Perilaku profesional karyawan... 44

3. Perilaku profesional pimpinan ... 48

4. Perilaku profesional mahasiswa ... 52

C. Keterbatasan Penelitian ... 56

Bab V Kesimpulan dan Saran A. Kesimpulan ... 57

B. Saran ... 58


(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Lembar Penjelasan Kepada Calon Subyek... 67

Lampiran 2. Persetujuan Keikutsertaan dalam Penelitian... 70

Lampiran 3. Pedoman Focused Group Discussion (FGD)... 71

Lampiran 4. Blueprint Perilaku Profesional di Institusi ... 72

Lampiran 5. Pedoman Wawancara... 78

Lampiran 6. Karakteristik Narasumber... 86


(9)

SELF ASSESSMENT OF PROFESSIONAL BEHAVIOR AT INSTITUTION OF

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN GUNA BANGSA YOGYAKARTA

ABSTRACT   

Background: Education world has a very important role in improving the

quality of human resources, as it is the environment in which the process of the formation of professional behavior through a series of teaching and learning process. Professional behavior should be clearly seen as an aspect of personal identity and character developed over time. Based on this, the focus of professionalism began to shift from individual to the institution and stated that professionalism must be embedded in an educational institution with a complete integration of the culture of professionalism that involves the institution leader, staffs, lecturers, and students. The purpose of this study is to investigate the professional behavior of the institution of Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Guna Bangsa Yogyakarta.

Methods: This study is a descriptive qualitative research. Subjects were

the institutional leader, lecturers, staffs and students are determined by purposive sampling. Interview instruments include altruism, honor and integrity, caring and compassion, respect for others, responsibility and accountability, excellence and scholarship, and leadership. Participant at the data collection focused group discussion (FGD) is 10 persons and on interview data collection is 21 persons. Efforts to achieve the credibility of the informant are done by triangulation and discussions with colleagues. Research supervisor role as auditors, maintain dependency and certainty degree of this research.

Results: Participants considered that the lecturers, staffs, students and

institutional leader have done with the guidance of a good, high integrity, good communication, mutual respect, responsibility and provide exemplary. However, some behavioral components still require improvement such as the level of lecturers’ discipline, staffs’ job and responsibility distribution, student discipline and responsibility, and supervisor leadership patterns.

Conclusion: As there are still some components of professional behavior

that needs any improvement, requires institutions to increase self-understanding and awareness to professional behavior. Institutions need to consider any strategies to be taken to overcome any problems faced by the institution to achieve professional behavior.


(10)

EVALUASI DIRI PERILAKU PROFESIONAL DI INSTITUSI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN GUNA BANGSA YOGYAKARTA

INTISARI

Latar belakang: Dunia pendidikan mempunyai peranan yang sangat

penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia, karena merupakan lingkungan tempat berlangsungnya proses pembentukan perilaku profesional melalui serangkaian proses belajar mengajar. Perilaku profesional harus dilihat dengan jelas sebagai aspek identitas pribadi dan karakter yang berkembang sepanjang waktu. Berdasarkan hal tersebut, fokus profesionalisme mulai bergeser dari individu ke lembaga dan dinyatakan bahwa profesionalisme harus ditanamkan dalam institusi pendidikan dengan integrasi lengkap dari budaya profesionalisme yang melibatkan pimpinan, karyawan, dosen, dan mahasiswa. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perilaku profesional di institusi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Guna Bangsa Yogyakarta.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif. Subyek

penelitian adalah pimpinan, dosen, karyawan dan mahasiswa yang ditentukan dengan accidental sampling. Instrumen wawancara meliputi altruism, honor and integrity, caring and compassion, respect for others, responsibility and accountability, excellence and scholarship, dan leadership. Narasumber pada pengambilan data focused group discussion (FGD) sebanyak 10 orang dan pada pengambilan data wawancara sebanyak 21 orang. Upaya pencapaian kredibilitas dilakukan melakukan triangulasi informan dan diskusi dengan sejawat. Peran pembimbing penelitian sebagai auditor menjaga derajat kebergantungan dan kepastian penelitian.

Hasil: Narasumber menilai bahwa dosen, karyawan, mahasiswa dan

pimpinan telah melakukan bimbingan dengan baik, integritas tinggi, komunikasi baik, saling menghormati, tanggung jawab dan memberikan keteladanan. Akan tetapi, beberapa komponen perilaku masih membutuhkan perbaikan seperti tingkat kedisiplinan dosen, pembagian tugas karyawan, kedisiplinan dan tanggung jawab mahasiswa, dan pola kepemimpinan atasan.

Kesimpulan: Masih adanya beberapa komponen perilaku profesional

yang memerlukan perbaikan menuntut institusi untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran diri terhadap perilaku profesional. Institusi perlu memikirkan strategi yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh institusi untuk mewujudkan perilaku profesional.


(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kualitas manusia yang dibutuhkan oleh bangsa Indonesia pada masa yang akan datang adalah yang mampu menghadapi persaingan yang semakin ketat dengan bangsa lain di dunia. Kualitas manusia Indonesia tersebut dapat dihasilkan melalui penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.

Dunia pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia, karena merupakan lingkungan tempat berlangsungnya proses pembentukan profesi melalui serangkaian proses belajar mengajar.

Pendidikan profesional belum sejalan dengan tantangan, terutama karena terfragmentasi, ketinggalan jaman, dan kurikulum yang statis serta adanya masalah sistemik yaitu adanya ketidakcocokan kompetensi, kurangnya kerja tim, stratifikasi gender, teknis fokus tanpa pemahaman kontekstual yang luas, ketidakseimbangan kuantitatif dan kualitatif tenaga kerja profesional, dan kepemimpinan yang lemah untuk meningkatkan sistem kinerja (Frenk et. al, 2010).

Sosiologi cenderung menyoroti isu-isu kerja dan organisasinya yaitu dengan adanya kontrol kerja oleh individu yang sangat terampil dan khusus (misalnya profesional), kontrol oleh birokrasi (misalnya manajer) dan kontrol dari pasar bebas (misalnya konsumen). Hal tersebut memerlukan eksplorasi variabel struktural, seperti bentuk-bentuk organisasi yang berbeda, mekanisme pembayaran, atau inisiatif kebijakan, yang mungkin meningkatkan atau menghambat ekspresi profesionalisme ditingkat individu, organisasi atau social (Hafferty & Castellani, 2009).

Baru-baru ini, Royal College of Physicians of London’s Working Party on Medical Professionalism telah mendefinisikan profesionalisme medis


(12)

singkat sebagai seperangkat nilai-nilai, perilaku dan hubungan yang mendukung kepercayaan publik dengan berkomitmen untuk integrity, compassion, altruism, continuous improvement, excellence dan teamwork. Meskipun demikian, penting untuk menekankan bahwa masih ada ketidakpastian tentang apa sebenarnya yang dimaksud profesionalisme dan meskipun pendidik bidang medis mendefinisikan profesionalisme sebagai karakteristik atau perilaku, sosiolog banyak mendukung teori-teori yang menggabungkan dimensi politik, ekonomi dan sosial ke dalam pemahaman tentang alam dan fungsi profesionalisme. Selain itu, profesionalisme harus dilihat dengan jelas sebagai aspek identitas pribadi dan karakter yang berkembang sepanjang waktu. Berdasarkan hal tersebut, fokus profesionalisme mulai bergeser dari individu ke lembaga dan dinyatakan bahwa profesionalisme harus ditanamkan dalam institusi pendidikan dengan integrasi lengkap dari budaya profesionalisme yang melibatkan staf, dosen, dan mahasiswa (Passi et. al, 2010).

Quaintance, J. L, Arnold, L., and Thompson, G. S (2008) melakukan penelitian tentang perilaku profesional pada lingkungan klinik pada sejumlah mahasiswa dan anggota fakultas. Pada penelitian tersebut memperlihatkan bahwa mahasiswa pre klinik menilai perilaku profesional fakultas lebih tinggi dibandingkan yang dilakukan oleh mahasiswa klinik dan penilaian terhadap mengajar profesional fakultas lebih tinggi yang dilakukan oleh mahasiswa daripada oleh fakultas sendiri.

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Guna Bangsa Yogyakarta merupakan institusi pendidikan baru yang berlokasi di Jl. Ring Road Utara Condongcatur Depok Sleman Yogyakarta. Ijin pendirian berdasarkan pada Rekomendasi PPNI Pusat No.107/PP.PPNI/K/III/2009, Rekomendasi PPSDM DepKes RI No. HK.03.05/1/4/1275-1277-1670/2009 dan SK MENDIKNAS RI No. 70/D/O/2009. Saat ini STIKES Guna Bangsa Yogyakarta menyelenggarkan tiga program studi yang telah terakreditasi dari BAN-PT, yaitu S1 Ilmu Keperawatan, D3 Kebidanan dan D3 Analis Kesehatan.


(13)

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Guna Bangsa Yogyakarta didapatkan sebanyak 11,11% dosen kurang terlibat dalam penyelesaian masalah yang ada di STIKES Guna Bangsa, 83,33% dosen sangat senang menghabiskan sisa mengajar dengan mengembangkan materi pengajaran, 77,78% dosen senang dan bangga memilih bergabung dengan STIKES Guna Bangsa, 11,11% dosen kurang mendukung setiap kebijakan yang ditetapkan oleh STIKES Guna Bangsa, 27,78% dosen kurang menerima dengan senang hati tugas apapun yang diberikan, dan 77,78% dosen senang membantu teman kerja yang sedang kesusahan dalam meyelesaikan tugasnya.

Studi pendahuluan terhadap karyawan didapatkan 20% karyawan kurang terlibat dalam penyelesaian masalah yang ada di STIKES Guna Bangsa, 20% karyawan sangat senang menghabiskan sisa waktu kerja untuk mengerjakan yang lain, 86,67% karyawan senang dan bangga memilih bergabung dengan STIKES Guna Bangsa, 73,33% karyawan mendukung setiap kebijakan yang ditetapkan oleh STIKES Guna Bangsa, 66,67% karyawan menerima dengan senang hati tugas apapun yang diberikan, dan 66,67% karyawan senang membantu teman kerja yang sedang kesusahan dalam meyelesaikan tugasnya.

Studi pendahuluan terhadap pimpinan didapatkan 100% pimpinan sering menyelesaikan masalah yang ada di STIKES Guna Bangsa, 100% pimpinan senang menghabiskan sisa waktu dengan mengembangkan institusi, 100% pimpinan senang dan bangga memilih bergabung dengan STIKES Guna Bangsa, 50% pimpinan mendukung setiap kebijakan yang ditetapkan oleh yayasan Guna Bangsa, 50% karyawan menerima dengan senang hati tugas apapun yang diberikan, dan 50% pimpinan senang membantu bawahan yang sedang kesusahan dalam meyelesaikan tugasnya.

Studi pendahuluan terhadap mahasiswa didapatkan 60% mahasiswa kurang terlibat dalam kegiatan yang ada di STIKES Guna Bangsa, 20% mahasiswa kurang senang menghabiskan sisa waktu kuliah dengan


(14)

belajar, 55% mahasiswa senang dan bangga memilih bergabung dengan STIKES Guna Bangsa, 40% mahasiswa mendukung setiap kebijakan yang ditetapkan oleh STIKES Guna Bangsa, 55% mahasiswa menerima dengan senang hati tugas apapun yang diberikan dosen, dan 5% mahasiswa kurang senang membantu teman yang sedang kesusahan dalam meyelesaikan tugasnya.

Berdasarkan hasil tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan evaluasi diri perilaku profesional di institusi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Guna Bangsa Yogyakarta lebih mendalam.

B. Rumusan Permasalahan

Rumusan permasalahan pada penelitian adalah bagaimana perilaku profesional di institusi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Guna Bangsa Yogyakarta.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

Mengetahui perilaku profesional di institusi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Guna Bangsa Yogyakarta.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah:

Memperkaya penelitian kualitatif mengenai perilaku profesional institusi.

Manfaat praktis dari penelitian ini adalah:

1. Memberi masukan kepada institusi mengenai perilaku profesional di institusi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Guna Bangsa Yogyakarta. 2. Memberi masukan kepada institusi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan

Guna Bangsa Yogyakarta dalam upaya peningkatan kualitas perilaku profesional.


(15)

E. Keaslian Penelitian

Judul pada penelitian ini adalah “Evaluasi Diri Perilaku Profesional di Institusi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Guna Bangsa Yogyakarta” dengan jenis penelitian kualitatif. Sampel adalah pimpinan, dosen, karyawan dan mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Guna Bangsa Yogyakarta yang dipilih secara accidental sampling dan sesuai dengan kriteria inklusi.

Beberapa penelitian mengenai perilaku profesional anatara lain:

1. Jha, V. et. al (2007), dengan judul A systematic review of studies assessing and facilitating attitudes towards professionalism in medicine. Hasil penelitian ini adalah dari total 97 artikel yang direview, sikap profesionalisme yang terbanyak diukur adalah masalah etika, hubungan pasien-dokter, dan masalah budaya. Metode penelitian yang digunakan adalah review sistematis yang diperoleh dari database dari MEDLINE, EMBASE, Educational Resources Information Centre (ERIC), PsychINFO, Sociological Abstracts, Cumulative Index to Nursing and Allied Health Literature (CINAHL) and Topics in Medical Education (TIMELIT).

2. Ginsburg, S., Regehr, G., Mylopoulos, M (2009), dengan judul From behaviours to attributions : further concerns regarding the evaluation of professionalism. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa reliabilitas antar penilai dalam penilaian profesionalisme kurang, juga tidak adanya korelasi antara penilaian dosen dengan kerangka teori. Jenis penelitian mixed-methods, dengan sampel 10 dosen dan 40 mahasiswa. Data diperoleh dari penilaian respon profesionalisme mahasiswa dan interview terhadap dosen. Penelitian ini menggunakan grounded theory.

3. Roberts,C & Stark,P (2008), dengan judul Readiness for self-directed change in professional behaviours : factorial validation of the self-reflection and insight scale. Hasil penelitian ini adalah faktor validitas dari modifikasi The Self-Reflection and Insight Scale (SRIS)


(16)

menunjukkan semua item yang memuat secara signifikan pada faktor-faktor yang diharapkan dan cocok dengan data. setiap sub skala memiliki reliabilitas internal yang baik (> 0.8), ada hubungan kuat antara kebutuhan untuk refleksi dan keterlibatan dalam refleksi (r = 0.77). Insight yang terkait dengan kebutuhan untuk refleksi (0.22) dan usia (0.21), tapi tidak terlibat dalam proses refleksi (0.06). Metode penelitian yang digunakan adalah structural equation modeling yang dilakukan untuk menganalisis faktor konfirmasi SRIS.


(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Profesi 1. Definisi

Profesi berasal dari bahasa latin "Proffesio" yang mempunyai dua pengertian yaitu janji/ikrar dan pekerjaan. Arti profesi dapat dibuat dalam pengertian yang lebih luas menjadi kegiatan "apa saja" dan "siapa saja" untuk memperoleh nafkah yang dilakukan dengan suatu keahlian tertentu. Dalam arti sempit profesi berarti kegiatan yang dijalankan berdasarkan keahlian tertentu dan sekaligus dituntut daripadanya pelaksanaan norma-norma sosial dengan baik.

Profesi merupakan kelompok lapangan kerja yang khusus melaksanakan kegiatan yang memerlukan ketrampilan dan keahlian tinggi guna memenuhi kebutuhan yang rumit dari manusia. Meliputi pemakaian cara yang benar akan ketrampilan dan keahlian tinggi, hanya dapat dicapai dengan penguasaan pengetahuan dengan ruang lingkup yang luas, mencakup sifat manusia, kecenderungan sejarah dan lingkungan hidupnya serta adanya disiplin etika yang dikembangkan dan diterapkan oleh kelompok anggota yang menyandang profesi tersebut (Kururu, 2008).

Istilah profesi adalah suatu hal yang berkaitan dengan bidang tertentu atau jenis pekerjaan (occupation) yang sangat dipengaruhi oleh pendidikan dan keahlian, sehingga banyak orang yang bekerja tetapi belum tentu dikatakan memiliki profesi yang sesuai. Mempunyai keahlian saja yang diperoleh dari pendidikan kejuruan, juga belum cukup untuk menyatakan suatu pekerjaan dapat disebut profesi, tetapi perlu penguasaan teori sistematis yang mendasari praktek pelaksaan, dan penguasaan teknik intelektual yang merupakan hubungan antara teori dan penerapan dalam praktek (Kururu, 2008).


(18)

Orientasi utama profesi adalah untuk kepentingan masyarakat dengan menggunakan keahlian yang dimiliki. Akan tetapi tanpa disertai suatu kesadaran diri yang tinggi, profesi dapat dengan mudahnya disalahgunakan oleh seseorang.

2. Karakteristik Profesi

Karakteristik Profesi antara lain:

a. Sebuah profesi menyaratkan pelatihan ekstensif sebelum memasuki sebuah profesi;

b. Pelatihan tersebut meliputi komponen intelektual yang signifikan; c. Tenaga yang terlatih mampu memberikan jasa yang penting

kepada masyarakat;

d. Adanya proses lisensi atau sertifikat; e. Adanya organisasi;

f. Otonomi dalam pekerjaannya.

B. Profesionalisme 1. Profesional

Profesional dinyatakan sebagai pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi (UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Bab 1 Pasal 1 ayat 4).

Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen tentang Prinsip Profesionalitas (Bab III pasal 7 ayat 1) menjelaskan bahwa profesi guru dan profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut:


(19)

b. Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia;

c. Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas;

d. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas; e. Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan; f. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi

kerja;

g. Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat;

h. Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan; dan

i. Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hay Group Management Consultans mengenai karakteristik pengajaran yang efektif dan standar karakteristik professional, ditemukan tiga faktor utama dosen dalam mengontrol kemajuan siswa secara signifikan yaitu ketrampilan mengajar, karakteristik profesional dan suasana kelas. Mereka juga menemukan bahwa ada 16 karakteristik yang berkontribusi terhadap efektifitas pengajaran. Karakteristik profesional ini kemudian dibedakan dalam lima kelompok, yaitu: (Green, 2004) a. Professionalism

1) Confidence

2) Respect for others 3) Creating trust

4) Challenge & support b. Thinking


(20)

2) Conceptual thinking

c. Planning and setting expectations 1) Drive for improvement

2) Initiative

3) Information seeking d. Leading

1) Managing pupils 2) Passion for learning

3) Holding people accountable 4) flexibility

e. Relating to others

1) Understanding others 2) Influencing

3) Team working

College for School Leadership (NCSL) menggambarkan sepuluh dimensi pengajaran dan kepemimpinan (Green, 2004): a) pengetahuan dan pemahaman, b) perencanaan dan pengaturan harapan, c) mengajar dan mengelola pembelajaran siswa, d) penilaian dan evaluasi, e) prestasi siswa, f) hubungan dengan orang tua dan masyarakat luas, g) mengelola kinerja sendiri dan pengembangan, h) mengelola dan mengembangkan staf dan orang lain, i) mengelola sumber daya dan, j) strategi kepemimpinan.

2. Profesionalisme

The Accreditation Council for Graduated Medical Education (ACGME) mendefinisikan profesionalisme sebagai salah satu dari beberapa kompetensi yang diharapkan peserta pelatihan medis untuk diperoleh selama pelatihan (Huddle, 2005). Sifat professional seseorang dapat dilihat dari sikap atau perilaku yang ditunjukkan oleh orang tersebut. Unsur-unsur profesionalisme yang spesifik antara lain:


(21)

altruism, duty, dan humanism; karakteristik dan sifat-sifat nonkognitif; peran dokter; hubungan pasien-dokter; sikap; kepribadian; dan pendidikan kesehatan (Arnold, 2002).

Pengembang penilaian profesionalisme dari Northeastern Ohio Universities College of Medicine menyusun ada delapan elemen profesionalisme, yaitu: a) reliability and responsibility, b) honesty and integrity, c) maturity, respect for others, d) critique, e) altruism, f) interpersonal skills, dan g) (absence of) impairment.

American Board of Internal Medicine mengidentifikasi elemen profesionalisme menjadi tujuh, yaitu: a) excellence, b) humanism, c) accountability, d) altruism, e) duty, f) honor and Integrity dan, g) respect for others.

3. Perilaku Profesional

Perilaku profesional mengacu pada perilaku yang dapat diamati yang mencerminkan nilai-nilai dan standar profesional. Perilaku profesional bagi para pendidik (educators) sering didefinisikan sebagai suatu proses yang melibatkan seorang individu dalam membuat keputusan etis atau moral tentang dilema yang terjadi sebagai bagian dari aktivitas pengajaran (Hewitt, 2006).

Perilaku profesional dibuktikan dengan kata-kata, perilaku, penampilan dan hal tersebut sangat penting dalam membangun dasar kepercayaan dengan orang lain. Dimensi perilaku profesional dapat dibedakan menjadi tiga yaitu menghadapi tugas atau pekerjaan (dealing with task/work), dengan orang lain (dealing with others) dan dengan diri sendiri (dealing with oneself) (Van Luijk, 2005).

Berdasarkan tiga dimensi tersebut, Maastricht/Groningen kemudian membedakan elemen perilaku profesional dengan cara yang berbeda yaitu mengelola tugas/kerja (manage taks/work), menghadapi orang lain (dealing with others) dan self-management.


(22)

Elemen perilaku profesional menurut University of Amsterdam (AMC) (2005) adalah:

a. Integritas dan menghormati (Integrity and respect) b. Mengumpulkan informasi (Gathering information) c. Memberikan informasi (Giving information)

d. Menghadapi emosi (Dealing with emotions) e. Komunikasi (Structuring communication)

f. Wawasan menjadi suatu standar, nilai-nilai dan prasangka (Insight into one’s standards, values and prejudices)

g. Interaksi dengan kolega (Adequate interaction with colleagues) h. Kesiapan untuk menilai diri sendiri dan menanggapi umpan balik

(Awareness of limintations/ readiness to assess oneself and respond to feedback)

i. Menunjukkan dedikasi, rasa tanggung jawab dan komitmen (Demonstrate dedication, sense of responsibility and commitment)

University of Kansas School of Medicine (2001) telah menyusun "Profesionalism Initiative", dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran akan profesionalisme dalam medis secara keseluruhan. Mereka menggunakan bagian dari "Project Professionalism" dari American Board of Internal Medicine dalam mendefinisikan komponen profesional, yaitu:

a. Altruism

Altruism merupakan inti dari profesionalisme, yaitu dengan mendahulukan kepentingan orang lain dibanding kepentingan pribadi.

b. Accountability

Tenaga yang profesional dapat bertanggungjawab kepada pasien, kolega dan masyarakat secara keseluruhan untuk kepentingan kesehatan masyarakat dan kemajuan ilmu pengetahuan. Mereka


(23)

bertanggung jawab kepada profesi menghormati prinsip-prinsip etika.

c. Excellence

Excellence adalah upaya bersungguh-sungguh melebihi harapan dan membuat komitmen untuk belajar seumur hidup.

d. Duty

Merupakan penerimaan komitmen untuk melayani. komitmen ini tersedia dan responsif bila diperlukan, menerima ketidaknyamanan untuk memenuhi kebutuhan pasien, memberikan perawatan terbaik, berperan aktif dalam mengajar dan organisasi profesional, dan menerapkan keterampilan dan keahlian untuk kesejahteraan masyarakat .

e. Honor and integrity

Merupakan konsisten dalam memperhatikan standar tertinggi perilaku dan penolakan untuk melanggar kode pribadi dan profesional. Mereka menyiratkan untuk bersikap adil dan jujur, menjaga kata dan memenuhi komitmen. Mereka juga membutuhkan pengakuan dari kemungkinan konflik kepentingan dan menghindari hubungan yang memungkinkan keuntungan pribadi untuk menggantikan kepentingan profesi.

f. Respect for others

Menghormati orang lain termasuk untuk belajar seumur hidup adalah hal penting untuk menjamin kualitas pelayanan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

g. Challenges to professionalism.

Masalah yang diidentifikasi dalam tantangan profesionalisme antara lain: penyalahgunaan kekuasaan; diskriminasi, bias, pelecehan; pelanggaran kerahasiaan; kesombongan; keserakahan; kekeliruan; kerusakan; keengganan untuk menarik perhatian pada orang cacat; kurangnya kesadaran; dan konflik kepentingan.


(24)

Menurut The Association of American Medical Colleges (AAMC) dan The National Board of Medical Examiners (NBME) (2002), perilaku profesional meliputi:

1. Altruism

1) Memberikan bantuan pada anggota tim yang sedang sibuk, 2) berkontribusi terhadap profesi, 3) tidak menggunakan altruism sebagai alasan untuk hal yang tidak penting atau merasionalkan suatu perilaku. Inti dari sikap altruism ini adalah sikap mengutamakan kepentingan orang lain.

2. Honor and integrity

1) Bersikap terbuka terhadap informasi, tidak menahan dan atau menggunakan informasi untuk kekuasaan; 2) mengakui kesalahan; 3) menggunakan informasi rahasia dengan bijaksana dan sesuai; 4) tidak menyalahgunakan sumber-sumber yang ada.

3. Caring and compassion

1) Memperlakukan pasien dengan baik sebagai individu, 2) menyampaikan berita buruk dengan ketulusan hati dan perasaan terharu, 3) menghadapi kesakitan, kematian, dan kesekaratan dengan professional terhadap pasien dan anggota keluarga, 4) mendukung keseimbangan aktivitas personal dan profesional untuk teman sejawat dan bawahan. Inti dari sikap caring and compassion ini adalah sensitivitas, toleransi, keterbukaan dan komunikasi. 4. Respect for others

1) menghormati staf institusi dan para representative, 2) menhormati hak-hak pasien, 3) menerapkan toleransi dalam rentang perilaku dan kepercayaan, 4) tidak mengganggu jalannya diskusi. Inti dari respect for others adalah menghormati hak-hak pasien/orang lain, menghormati tenaga professional lain, dan membangun hubungan yang baik dengan mereka.


(25)

5. Responsibility and accountability

1) menunjukkan kesadaran akan keterbatasan diri dan mengidentifikasi kebutuhan yang berhubungan dengan pengembangan dan pendekatan-pendekatan untuk kemajuan, 2) peduli terhadap kesesuaian diri dan membawa diri dalam perilaku yang professional, 3) mengenali dan melaporkan perilaku yang kurang baik/kesalahan yang terjadi, 4) memberitahu orang lain ketika tidak mampu untuk memenuhi tanggung jawab dan mendapatkan pengganti, 5) mengambil tanggung jawab untuk andil yang sesuai dengan tim, 6)datang tepat waktu, 7) bertanggungjawab terhadap batasan waktu, 8) menjawab surat, e-mail, dan telepon segera.

6. Excellence and Scholarship

1) menguasai teknik dan teknologi pembelajaran, 2) melakukan self-critical dan mampu mengidentifikasi area sendiri untuk belajar, 3) memiliki fokus internal dan sesuai tujuan, 4) melakukan inisiatif dalam mengorganisir, berpartisipasi, dan berkolaborasi dalam peer study group.

7. Leadership

1) menjadi teladan bagi orang lain, 2) membantu mengatur dan membangun suatu kultur yang memfasilitasi profesionalisme, 3) tidak melakukan kepemimpinan yang bersifat merusak/memecah belah.

Prinsip etika yang dikonseptualisasikan sebagai pedoman umum, cita-cita atau harapan yang perlu diperhatikan bersama dengan kondisi lain yang relevan dalam desain dan analisis mengajar di universitas menurut Murray et al (1996) sebagai berikut:

a. Principle 1—Content Competence

Seorang pengajar mempertahankan materi pembelajaran yang berkualitas dan memastikan bahwa konten pembelajaran up to


(26)

date, akurat, representatif, dan sesuai dengan kondisi mahasiswa. Prinsip ini berarti bahwa pengajar bertanggung jawab untuk menjaga atau memperoleh kompetensi tidak hanya di bidang personal interest tetapi di semua bidang yang relevan dengan tujuan pendidikan.

b. Principle 2—Pedagogical Competence

Seorang pengajar yang kompeten pedagogis mengkomunikasikan tujuan dari pembelajaran kepada mahasiswa, menyadari metode atau strategi pembelajaran alternatif, dan memilih metode pengajaran yang berdasarkan bukti penelitian (termasuk penelitian pribadi), efektif dalam membantu mahasiswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Prinsip ini menyiratkan bahwa selain untuk mengetahui materi pembelajaran, pengajar memiliki pengetahuan dan keterampilan pedagogis yang memadai, termasuk mengkomunikasikan tujuan pembelajaran, pemilihan metode pembelajaran yang efektif, penyediaan praktek dan kesempatan umpan balik, dan mengakomodasi keragaman mahasiswa.

c. Principle 3—Dealing With Sensitive Topics

Mahasiswa akan cenderung menemukan topik yang sensitif atau tidak menyenangkan yang ditangani dengan cara yang terbuka, jujur, dan positif. Prinsip ini berarti bahwa pengajar mengakui dari awal bahwa suatu topik tertentu sensitif, dan menjelaskan mengapa perlu untuk memasukkannya dalam silabus.

d. Principle 4—Student Development

Tanggung jawab utama dari pengajar adalah untuk memberikan kontribusi bagi pengembangan intelektual mahasiswa, setidaknya dalam konteks wilayah keahlian pengajar sendiri, dan untuk menghindari tindakan seperti eksploitasi dan diskriminasi yang mengurangi pengembangan mahasiswa. Menurut prinsip ini, tanggung jawab pengajar yang paling mendasar adalah untuk


(27)

merancang instruksi yang memfasilitasi pembelajaran dan mendorong pemikiran otonomi dan mandiri mahasiswa, menghargai mahasiswa dengan hormat dan bermartabat, dan untuk menghindari tindakan-tindakan yang mengurangi pengembangan mahasiswa.

e. Principle 5—Dual Relationships with Students

Untuk menghindari konflik kepentingan, seorang pengajar tidak masuk ke dual-realtionship dengan mahasiswa yang cenderung mengurangi pengembangan mahasiswa atau mengakibatkan favoritisme aktual kepada pengajar. Prinsip ini berarti bahwa tanggung jawab pengajar untuk menjaga hubungan dengan mahasiswa terfokus pada tujuan pedagogis dan persyaratan akademik.

f. Principle 6—Confidentiality

Tingkatan mahasiswa, catatan kehadiran, dan komunikasi pribadi diperlakukan sebagai hal yang rahasia, dan disampaikan hanya dengan persetujuan mahasiswa, atau untuk tujuan akademik, atau jika ada alasan yang kuat untuk menyampaikan informasi tersebut akan bermanfaat bagi mahasiswa atau akan mencegah merugikan orang lain. Prinsip ini menunjukkan bahwa mahasiswa mempunyai hak sama dalam kerahasiaan dalam hubungan mereka dengan pengajar seperti yang ada dalam hubungan pengacara-klien atau dokter-pasien. Pelanggaran kerahasiaan dalam hubungan pengajar-mahasiswa dapat menyebabkan mahasiswa tidak percaya kepada pengajar dan menunjukkan penurunan motivasi akademik.

g. Principle 7—Respect for Colleagues

Seorang pengajar menghormati martabat dirinya atau rekan-rekannya dan bekerja sama dengan rekan-rekan untuk kepentingan pembinaan pengembangan mahasiswa. Prinsip ini berarti bahwa


(28)

dalam interaksi antara rekan sejawat sehubungan dengan pengajaran, perhatian utama adalah pengembangan mahasiswa.

h. Principle 8—Valid Assessment of Students

Mengingat pentingnya penilaian kinerja mahasiswa dalam pengajaran dan dalam kehidupan mahasiswa dan karir, instruktur bertanggung jawab untuk mengambil langkah-langkah yang memadai untuk memastikan bahwa penilaian mahasiswa terbuka, adil, dan kongruen dengan tujuan pembelajaran. Prinsip ini berarti bahwa pengajar menyadari keuntungan dan kerugian dari alternative metode penilaian dan berbasis pada pengetahuan, pengajar memilih teknik penilaian yang konsisten dengan tujuan pembelajaran sehingga dapat diandalkan dan valid.

i. Principle 9—Respect for Institution

Dalam kepentingan pengembangan mahasiswa, pengajar menyadari dan menghormati tujuan pendidikan, kebijakan, dan standar dari lembaga di mana ia mengajar. Prinsip ini menyiratkan bahwa seorang pengajar berbagi tanggung jawab bersama untuk bekerja demi kebaikan institusi secara keseluruhan, untuk menegakkan tujuan dan standar pendidikan institusi, dan untuk mematuhi kebijakan institusi dan peraturan yang berkaitan dengan pendidikan mahasiswa.

Menurut West and Shanafelt (2007), ada dua faktor yang berkontribusi dalam mempengaruhi perilaku profesional dalam pendidikan kesehatan, yaitu:

a. Faktor personal (pribadi)

Perilaku profesional dapat dipengaruhi oleh faktor personal (pribadi) termasuk distress pengalaman selama pembelajaran, karakteristik individu dan kepribadian, dan ketrampilan interpersonal.


(29)

b. Faktor lingkungan

Selain faktor personal (pribadi), sejumlah organisasi, lingkungan, dan faktor-faktor sosial budaya sangat mempengaruhi profesionalisme individu. Faktor-faktor ini termasuk institutional culture, kurikulum formal dan informal, dan karakteristik lingkungan praktek seperti beban kerja, pengaturan praktek, kekhawatiran melakukan kesalahan.

C. Dosen

Menurut UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Bab 1 Pasal 1 ayat 2, dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.

Dosen mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan tinggi yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Kedudukan dosen sebagai tenaga profesional berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran dosen sebagai agen pembelajaran, pengembang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, serta pengabdi kepada masyarakat berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.

D. Karyawan

Menurut Hasibuan (2007) Karyawan adalah setiap orang yang bekerja dengan menjual tenaganya (fisik dan pikiran) kepada suatu perusahaan dan memperoleh balas jasa yang sesuai dengan perjanjian. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002), karyawan adalah orang yang bekerja pada suatu lembaga (kantor, perusahaan, dan sebagainya) dengan mendapat gaji (upah); pegawai; pekerja.


(30)

E. Pimpinan

Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan, khususnya kecakapan dan kelebihan di satu bidang, sehingga dia mampu mempengaruhi orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu untuk pencapaian satu atau beberapa tujuan. Sedangkan menurut Robbins (2002) kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok untuk mencapai tujuan.

F. Mahasiswa

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002), mahasiswa adalah orang yang telah terdaftar di perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta. Jadi, secara istilah dapat dikatakan bahwa mahasiswa adalah orang-orang yang memiliki kecerdasan intelektual dan moral yang dapat digunakan atau diterapkan dalam kehidupan sosial. Menurut Kenniston sebagaimana disitasi oleh Rahmawati (2006) mengatakan bahwa mahasiswa adalah suatu periode yang terjadi hanya pada individu yang memasuki post secondary education dan sebelum masuk ke dalam dunia kerja yang menetap.

G. Landasan Teori

Perilaku profesional mengacu pada perilaku yang dapat diamati yang mencerminkan nilai-nilai dan standar profesional. Perilaku profesional dibuktikan dengan kata-kata, perilaku, penampilan dan hal tersebut sangat penting dalam membangun dasar kepercayaan dengan orang lain.

Menurut The Association of American Medical Colleges (AAMC) dan The National Board of Medical Examiners (NBME) (2002), perilaku profesional meliputi altruism, honor and integrity, caring and compassion, respect for others, responsibility and accountability, excellence and scholarship, dan leadership.


(31)

H. Kerangka Konsep

Wawancara FGD

1. Altruism

2. Honor and integrity 3. Caring and

compassion 4. Respect for others 5. Responsibility and

accountability 6. Excellence and

scholarship 7. Leadership. Perilaku

profesional di institusi STIKES Guna Bangsa Yogyakarta : 1. Dosen 2. Karyawan 3. Pimpinan 4. Mahasiswa

Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku profesional

: yang diteliti

I. Pertanyaan Penelitian

Bagaimana perilaku profesional di institusi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Guna Bangsa Yogyakarta?


(32)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci (Satori dan Komariah, 2010). Teknik pengumpulan data dilakukan secara induktif (penarikan kesimpulan berdasarkan keadaan–keadaan yang khusus untuk diperlakukan secara umum). Hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi. Penelitian deskriptif menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya (Riduwan, 2004).

B. Subyek Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Guna Bangsa Yogyakarta dengan populasi penelitian adalah seluruh pimpinan, dosen, karyawan dan mahasiswa. Jumlah pimpinan adalah tiga orang, dosen sebanyak 21 orang, karyawan sebanyak 41 orang, dan mahasiswa sebanyak 870 orang.

Sampel penelitian ditetapkan dengan cara accidental sampling, merupakan teknik penentuan sampel berdasarkan faktor spontanitas (Riduwan, 2004). Pemilihan sampel berdasarkan pada kriteria inklusi, yaitu narasumber bertugas pada saat penelitian dilakukan dan bersifat netral. Sampel pada penelitian kualitatif dapat berkisar antara n = 1 sampai n = 40 atau lebih (McMillan dan Schumacher, 2001).

Pada pengumpulan data pertama yaitu FGD terdiri dari 10 orang narasumber, yaitu 1 orang pimpinan, 3 orang dosen dari 3 program studi, 3 orang karyawan dari departemen yang berbeda, dan 3 orang mahasiswa dari 3 program studi dan dianggap sudah mewakili setiap komponen. Narasumber yang sesuai dengan kriteria inklusi pada


(33)

masing-masing program studi dan departemen dipilih secara accidental pada saat akan dilaksanakan kegiatan FGD. Sedangkan pada pengumpulan data selanjutnya dengan metode wawancara, narasumber yang sesuai dengan kriteria inklusi diambil secara accidental dari setiap komponen sampai didapatkan data yang jenuh. Narasumber yang diambil pada saat wawancara berjumlah 21 orang, yaitu 1 orang pimpinan, 4 orang dosen, 4 orang karyawan, dan 12 mahasiswa.

C. Instrumen Penelitian

Pada penelitian kualitatif, peneliti merupakan instrumen kunci yaitu peneliti sebagai alat pengumpul data utama. Kekuatan peneliti sebagai instrumen peneliti meliputi empat hal yaitu (1) kekuatan akan pemahaman metodologi kualitatif dan wawasan bidang profesinya, (2) kekuatan dari sisi personality, (3) kekuatan dari sisi kemampuan hubungan sosial (human relation), dan (4) kekuatan dari sisi ketrampilan berkomunikasi (Satori dan Komariah, 2010). Akan tetapi, untuk menghindari bias pada pengambilan data dibantu oleh seorang asisten dengan kualifikasi lulusan S1 Psikologi dan berpengalaman dalam penelitian.

Pada penelitian ini peneliti membuat pedoman FGD dan wawancara untuk menggali data yang lebih mendalam. Panduan FGD dan wawancara mengenai perilaku profesional meliputi altruism, honor and integrity, caring and compassion, respect for others, responsibility and accountability, excellence and scholarship, dan leadership (AAMC and NBME, 2002). Konten pedoman FGD dan wawancara telah dikonsultasikan kepada pembimbing.

D. Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilaksanakan melalui Focused Group Discussion (FGD) dan wawancara dengan menggunakan penilaian umpan balik 360 derajat. Focused Group Discussion (FGD) adalah upaya menemukan makna sebuah isu oleh sekelompok orang lewat diskusi untuk


(34)

menghindari dari pemaknaan yang salah oleh seorang peneliti (Bungin, 2007). Focused Group Discussion (FGD) merupakan metode penelitian di mana peneliti memilih orang-orang yang dianggap mewakili dengan cara dikumpulkan dalam sebuah ruang diskusi yang dipimpin seorang fasilitator.

Pengambilan data pertama pada FGD melibatkan 10 orang narasumber yang dikumpulkan dalam satu ruang pertemuan dan difasilitasi oleh fasilitator. Sebelum dilakukan FGD, peneliti telah melakukan persamaan persepsi dengan asisten peneliti selaku fasilitator. Pada forum diskusi, fasilitator mengeksplorasi opini dan pandangan-pandangan narasumber tentang perilaku profesional institusi dan usulan perbaikannya. Seorang fasilitator harus mempunyai kemampuan dalam penguasaan teknik wawancara, menjaga agar aliran diskusi terus berjalan, dan mampu bertindak sebagai wasit atau bahkan sebagai pembela yang menentang apa yang dianggap baik (devil’s advocate) (Hariwijaya, 2007). Selama proses diskusi dilengkapi dengan alat perekam, sehingga membantu dalam analisis data. Narasumber mendapatkan souvenir, makan siang dan jaminan kerahasiaan atas pernyataan yang telah disampaikan.

Wawancara adalah suatu teknik pengumpulan data untuk mendapatkan informasi yang digali dari sumber data langsung melalui percakapan atau tanya jawab (Satori dan Komariah, 2010). Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara semi struktur. Pada wawancara semi struktur, peneliti membuat garis besar pokok-pokok pembicaraan tetapi dalam pelaksanaannya interviewer mengajukan pertanyaan secara bebas. Wawancara dilakukan oleh seorang interviewer secara bergantian dalam suatu ruangan. Sebelum dilakukan wawancara, peneliti melakukan persamaan persepsi dengan asisten peneliti selaku interviewer. Narasumber pada tahap wawancara berjumlah 21 orang dan data yang diperoleh dinilai sudah jenuh serta dianggap sudah cukup mewakili populasi.


(35)

Penilaian umpan balik 360 derajat adalah instrumen yang digunakan untuk mengukur perilaku seseorang berdasarkan evaluasi dari dua atau lebih sumber, seperti atasan, rekan kerja atau bawahan, bahkan melibatkan pihak luar seperti pelanggan (Beehr, dkk, 2001). Ada beberapa keuntungan dari sistem penilaian umpan balik 360 derajat, yaitu informasi yang diperoleh lebih akurat dan komprehensif, organisasi menjadi lebih datar dan lebih efisien, dan meningkatkan kepercayaan, kerjasama dan komunikasi antara partisipan dengan yang dinilai (Rynes, Gerhart & Park, 2005). Pelaksanaan penilaian umpan balik 360 derajat pada penelitian ini melibatkan pimpinan, dosen, karyawan dan mahasiswa.

E. Variabel Penelitian

Variabel penelitian pada dasarnya adalah sesuatu hal yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya. Penelitian ini hanya menggunakan satu variabel berupa variabel bebas, yaitu perilaku profesional di institusi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Guna Bangsa Yogyakarta.

F. Definisi Operasional

1. Profesional

Profesional merupakan pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.

2. Perilaku profesional

Perilaku profesional mengacu pada perilaku yang dapat diamati yang mencerminkan nilai-nilai dan standar profesional.

Komponen perilaku profesional institusi yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: altruism, honor and integrity, caring and


(36)

compassion, respect for others, responsibility and accountability, excellence and scholarship, dan leadership.

3. Dosen

Pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat yang mengajar di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Guna Bangsa Yogyakarta dan bertanggung jawab langsung kepada Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Guna Bangsa Yogyakarta.

4. Pimpinan

Pimpinan dalam hal ini adalah Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Guna Bangsa Yogyakarta dan Pembantu Ketua, yaitu pimpinan Tinggi Ilmu Kesehatan Guna Bangsa Yogyakarta yang berada dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada Yayasan Pendidikan dan Kebudayaan Guna Bangsa Yogyakarta.

5. Karyawan

Karyawan adalah tenaga kerja yang diterima dan diperkerjakan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Guna Bangsa Yogyakarta dan ditetapkan dengan perjanjian kerja oleh Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Guna Bangsa Yogyakarta.

6. Mahasiswa

Mahasiswa adalah peserta didik yang terdaftar di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Guna Bangsa Yogyakarta dan merupakan bagian dari civitas akademika Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Guna Bangsa Yogyakarta.

G. Prosedur Penelitian

1. Tahap Persiapan

Tahap persiapan dilaksanakan pada bulan Oktober 2012. Tahap persiapan diawali dengan menetapkan tema dan judul penelitian


(37)

dengan melakukan konsultasi dengan dosen pembimbing, mengurus perijinan studi pendahuluan, menyusun proposal penelitian dan seminar proposal penelitian.

2. Tahap Pelaksanaan

Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2012, didahului dengan mengurus perijinan penelitian.

a. Pemilihan sampel dengan menggunakan accidental sampling. b. Pengumpulan data awal dengan menggunakan teknik Focused

Group Discussion (FGD) yang dilakukan oleh fasilitator. c. Analisis data hasil Focused Group Discussion (FGD).

d. Pengumpulan data dengan menggunakan teknik wawancara semi struktur dilakukan oleh seorang interviewer. Wawancara dilakukan dengan metode umpan balik 360 derajad.

e. Analisis data hasil wawancara.

f. Peer review terhadap hasil analisis data wawancara dan Focused Group Discussion (FGD).

g. Audit hasil analisis data dan peer review oleh pembimbing penelitian.

3. Tahap Pelaporan

Setelah semua data terkumpul dan dianalisis, selanjutnya peneliti melakukan penulisan laporan penelitian dengan membuat narasi dan seminar hasil.

H. Analisis Data

Analisis data mengungkapkan bagaimana strategi peneliti dalam mereduksi data yang diperoleh menjadi informasi yang memiliki makna tetapi lebih ringkas. Cara analisis data dalam penelitian kualitatif adalah dengan melakukan koding. Koding merupakan proses kreatif dengan memecah data menjadi unit yang lebih kecil (kode), memahami kode-kode tersebut, kemudian merangkum kembali kode-kode tersebut dalam bentuk kategori dan hubungan antar-kategori (Utarini, 2000). Kode dapat berupa


(38)

singkatan atau simbol yang mewakili sekelompok kata, frase, kalimat atau paragraf. Kode biasa dikembangkan dari permasalahan penelitian, hipotesis, konsep-konsep kunci, atau tema-tema yang penting (Miles & Huberman, 1994).

Dalam melakukan koding, peneliti sebelumnya mempersiapkan kelengkapan transkrip. Transkrip adalah catatan lengkap mengenai seluruh data yang diperoleh dari informan (Utarini, 2000). Transkrip yang digunakan pada penelitian ini adalah hasil FGD dan wawancara.

Pada penelitian ini, koding dilakukan oleh peneliti dan seorang asisten secara mandiri dan terpisah untuk menghindari adanya subjektifitas. Koding dilakukan dengan menggunakan bantuan program Atlas.ti. Pada tahap pertama, dilakukan open coding dengan memberi kode-kode yang sesuai dengan data yang terdapat pada transkrip. Kode-kode yang dihasilkan selanjutnya dikelompokkan ke dalam kategori. Koding dilakukan baris per baris. Setelah melakukan open coding, tahap selanjutnya adalah mencari hubungan antar kategori-kategori tersebut yang bertujuan untuk menghasilkan theoretical codes. Tahap terakhir proses analisis adalah dengan menetapkan kategori utama (main category) yaitu kategori yang berkaitan dengan sebanyak mungkin kategori yang telah dihasilkan sebelumnya (Utarini, 2000).

Setelah koding selesai, peneliti dan asisten bertemu untuk membahas perbedaan pandangan dan membuat kesepakatan tentang hasil koding. Perbedaan pandangan yang ditemukan antara lain, peneliti memberikan kode “keteladanan dosen” pada satu quotasi tetapi asisten peneliti memberikan kode “komunikasi dosen”. Setelah diskusi, diambil kesepakatan menggunakan kode “keteladanan dosen” yang diambil. Pada quotasi lain, peneliti memberikan kode “bimbingan terhadap mahasiswa” dan asisten peneliti memberikan kode “diskriminasi terhadap mahasiswa”. Setelah berdiskusi, diambil kesepakatan menggunakan kode “diskriminasi terhadap mahasiswa”.


(39)

I. Keabsahan Data

Penelitian kualitatif dinyatakan absah apabila memiliki derajat keterpercayaan (credibility), keteralihan (transferability), kebergantungan (dependability), dan kepastian (confirmability).

Keterpercayaan (credibility) oleh Satori dan Komariah (2010) dinyatakan sebagai ukuran kebenaran data yang diperoleh, dimana terdapat kecocokan konsep peneliti dengan hasil penelitian. Peningkatan keterpercayaan penelitian kualitatif dapat dilakukan dengan melakukan perpanjangan pengamatan (prolonged engagement), peningkatan ketekunan/kegigihan (persistent observation), triangulasi, analisis kasus negatif (negative case analysis), diskusi dengan teman sejawat (peer review), dan member check (Satoridan Komariah, 2010).

Upaya pencapaian kredibilitas yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :

1. Triangulasi

Triangulasi adalah pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan waktu. Berbagai teknik triangulasi yang dapat dilakukan yaitu triangulasi dari sumber/informan, triangulasi dari sumber pengumpulan data, dan triangulasi waktu (Satori dan Komariah, 2010).

Proses triangulasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah triangulasi sumber/informan untuk menggali data lebih mendalam yaitu dengan menggunakan penilaian umpan balik 360 derajat. Dalam penelitian ini, peneliti mengumpulkan data dari pimpinan, dosen, karyawan dan mahasiswa.

2. Diskusi dengan teman sejawat (peer review)

Moleong (2007) mengungkapkan bahwa diskusi dengan teman sejawat akan menghasilkan: (a) pandangan kritis terhadap hasil penelitian, (b) temuan teori substantive, (c) membantu mengembangkan langkah berikutnya, (d) pandangan lain sebagai pembanding. Pada penelitian ini, peneliti melakukan peer review


(40)

dengan seorang sejawat, LM, yang merupakan seorang dosen suatu institusi pendidikan, lulusan Magister Pendidikan Kedokteran FK UGM, dan mengambil tema tesis “integritas akademik mahasiswa” sehingga dianggap mempunyai pemahaman yang sama mengenai perilaku profesional. Peneliti mendiskusikan hasil analisa data dan interpretasi dengan teman sejawat. Sejawat memberikan masukan mengenai data-data yang masih dilewatkan dan interpretasi data-data yang kurang sesuai.

Keteralihan (transferability) suatu penelitian didapatkan apabila orang lain dapat memahami hasil penelitian kualitatif sehingga ada kemungkinan untuk menerapkan hasil penelitian tersebut di tempat lain (Satori dan Komariah, 2010). Suatu penelitian dinyatakan reliabilitas (dependability) apabila orang lain dapat mengulangi proses penelitian tersebut (Satori dan Komariah, 2010). Pengujian ini dilakukan dengan mengaudit keseluruhan proses penelitian. Audit dilakukan oleh independen atau pembimbing untuk mengaudit keseluruhan aktivitas peneliti dalam melakukan penelitian.

Objektivitas (confirmability) didapatkan apabila hasil penelitian telah disepakati oleh banyak orang (Satori dan Komariah, 2010). Uji objektivitas hampir sama dengan uji reliabilitas, sehingga pengujiannya dapat dilakukan secara bersamaan. Uji objektivitas menguji hasil penelitian dikaitkan dengan proses yang dilakukan.

J. Etika Penelitian

Penelitian ini telah mematuhi prosedur yang berlaku, yaitu dengan melakukan :

1. Perijinan kepada bagian Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M) Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Guna Bangsa Yogyakarta.

2. Pengisian surat kesediaan sebagai narasumber setelah dijelaskan mengenai tujuan, manfaat, dan prosedur penelitian.


(41)

3. Permohonan ethical clearance dari Komisi Etik Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.


(42)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran umum Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Guna Bangsa Yogyakarta

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Guna Bangsa Yogyakarta merupakan lembaga pendidikan tinggi bidang kesehatan yang diselenggarakan oleh Yayasan Guna Bangsa Yogyakarta. Saat ini STIKES Guna Bangsa Yogyakarta menyelenggarkan tiga program studi yang telah terakreditasi dari BAN-PT, yaitu S1 Ilmu Keperawatan, D3 Kebidanan dan D3 Analis Kesehatan.

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Guna Bangsa Yogyakarta dipimpin oleh seorang Ketua yang dibantu oleh Pembantu Ketua 1 (Puket 1) Bidang Akademik dan Pembantu Ketua 2 (Puket 2) Bidang Non Akademik. Jumlah dosen sebanyak 21 orang yang sebagian besar masih S1 dan jumlah karyawan sebanyak 41 orang. Jumlah mahasiswa tiga program studi sebanyak 870 orang.

2. Karakteristik narasumber penelitian

Keseluruhan narasumber yang terlibat dalam penelitian ini berjumlah 31 orang, terdiri dari 2 orang pimpinan, 7 orang dosen, 7 orang karyawan, dan 15 orang mahasiswa. Empat belas narasumber dengan jenis kelamin laki-laki dan 17 lainnya berjenis kelamin perempuan. Narasumber pada kegiatan FGD sejumlah 10 orang dan 21 orang dalam kegiatan wawancara.

3. Perilaku profesional di institusi

Berikut ini adalah pemaparan hasil penelitian berdasarkan hasil koding yang telah dilakukan.


(43)

a. Perilaku profesional dosen

Berdasarkan pernyataan narasumber, perilaku altruism terlihat dari pengembangan dan bimbingan mahasiswa yang dilakukan dosen (n=15). Akan tetapi, ada narasumber yang menyatakan bahwa dosen dianggap diskriminatif terhadap mahasiswa dalam memberikan bimbingan (n=1).

“…..kalau mahasiswa ada masalah dosen mau memberi pengarahan.” (Narasumber 13N)

“…..tapi ada beberapa dosen lebih mengutamakan anak yang lebih pintar atau anak itu anak yang lebih disukai.” (Narasumber 12N)

Pada perilaku honor and integrity, dosen dinilai telah menyampaikan informasi kepada mahasiswa melalui berbagai media informasi (n=9), mau menerima saran dan kritik dari orang lain (n=8), dan kemampuan menempatkan diri dan berperan dalam pencapaian visi misi institusi (n=3).

“Berusaha semaksimal mungkin dan berpedoman bahwa stikes bisa menciptakan tenaga kerja yang professional sesuai visi dan misi.” (Narasumber 28N)

Perilaku caring and compassion terlihat dari komunikasi dosen yang baik dengan orang lain (n=7), “Baik, cukup dekat, komunikasi dengan mahasiswa (Narasumber 25N)”. Akan tetapi 1 orang narasumber mengatakan komunikasi dosen masih kurang karena masih ada mis komunikasi.

“Kalau mungkin dari segi saya disitu masih antara etika hubungan dosen satu dengan karyawan kurang terjaga, istilahnya kurang kompak. Ini masalah kebijakan prodi. Jadi banyak mis com. Tapi kalau sekarang sudah mulai ada pembenahan.” (Narasumber 14N)

Penerapan respect for others tercermin dari sikap saling menghormati dan menghargai dalam membina hubungan dengan orang lain (n=14).


(44)

“Jadi kita saling menghormati satu sama lain. Jadi misal ada di rapat walaupun senior-junior kita saling menghargai dan pada satu hal saat ujian sama rata baik yang senior maupun junior.” (Narasumber 31N)

Dalam penerapan responsibility and accountability, sebagian dosen masih dianggap kurang disiplin terhadap waktu (n=5) dan kurang disiplin terhadap jadwal perkuliahan (n=4).

“Yang saya keluhkan seringnya ada perubahan jadwal mendadak sehingga harus menjadwal ulang.” (Narasumber 2N) Pada perilaku excellence and scholarship, sebagian besar narasumber menyatakan bahwa dosen sudah berusaha untuk memberikan materi yang up to date sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (n=21), sudah menerapkan metode pembelajaran yang mengarah ke student centered learning (SCL) (n=15), dan menjelaskan silabus pada awal perkuliahan (n=18).

“Semua dosen up to date, kalau kita memasuki masa ajaran baru pasti akan dirapatkan dulu dari prodi kemudian apa aja sih materi matakuliah yang belum masuk semester kemarin yang harus dikoreksi dan diapakan. Jadi ada koreksi setiap tahun ajaran.” (Narasumber 24N)

“Pembelajaran di laboratorium, terus ada PBL dan ISS-IT dimana mahasiswa langsung mencari sumber sendiri, itu lebih mengajarkan mahasiswa lebih mandiri. Materinya lebih mudah diingat dari pada pembelajaran yang dilakukan dosen ke mahasiswa.” (Narasumber 22N)

Sikap leadership dosen tercermin dari hal-hal yang dapat diteladani dari dosen terutama dalam hal mengajar dan komunikasi (n=1), “…yang dapat diteladani dari cara mengajar, berbicara….(Narasumber 12N)”.


(45)

b. Perilaku profesional karyawan

Pada perilaku altruism karyawan, menurut narasumber terlihat dalam sikap saling berkolaborasi, saling membantu, dan bekerjasama dalam tim (n=5).

“Saling membantu siapa yang membutuhkan bantuan ya kira-kira dibantu, kerjasama baik.” (Narasumber 25N)

Pada honor and integrity, karyawan dalam pemberian informasi dinilai masih kurang karena ada beberapa informasi yang disampaikan tidak tepat (n=1). Integritas karyawan terhadap institusi dinilai baik oleh narasumber (n=4).

“Harap info, pelayanan, dan fasilitas perkuliahan dijelaskan apa adany.” (Narasumber 22N)

Narasumber menilai bahwa sikap caring and compassion karyawan terlihat dari sifat kekeluargaan diantara mereka, hal ini dapat dilihat dari cara mereka menyelesaikan masalah, menjenguk teman yang sakit dan sebagainya (n=10). Akan tetapi, untuk komunikasi antar karyawan masih kurang karena kadang masih terjadi mis komunikasi sehingga menimbulkan permasalahan (n=1). “Sudah menganggap seperti keluarga jadi sangat dekat kalau ada masalah diselesaikan bareng-bareng.” (Narasumber 27N) Respect for others terlihat dari sikap saling menghormati satu dengan yang lain (n=2) , “Bisa saling menghormati (Narasumber 28N)”.

Responsibility and accountability karyawan dinilai dari sikap tanggung jawab terhadap tugas-tugas yang diembannya (n=4). Akan tetapi, ada narasumber yang menilai tanggung jawab karyawan masih kurang terutama untuk bagian kebersihan (n=5).

“Karyawan yang harus membersihkan perpustakaan yang sudah menjadi tanggung jawabnya tetapi selama ini dibersihkan ketika ada teguran dari atasan atau diminta petugas perpustakaan sehingga tanggung jawab terhadap amanat kurang.” (Narasumber 1N)


(46)

Mayoritas narasumber berpendapat bahwa sebagian besar karyawan yang bertugas sangat disiplin terhadap waktu (n=17).

“Sudah bagus, karena saya lihat dari segi karyawan masuk misalnya jam 08.00 tapi jam 08.00 kurang sudah masuk.” (Narasumber 27N)

Pada komponen excellence and scholarship, karyawan dinilai cukup kompeten terhadap bidang atau bagian yang menjadi tanggung jawabnya masing-masing (n=12).

“Menurut saya sesuai. Dibagian security fokus dibagian security. Di bagian keuangan fokus di bagian keuangan. Pustakawan, mereka itu bekerja di perpustakaan. Jadi mereka bekerja sesuai dengan ilmu, pendidikan mereka.” (Narasumber 30N)

Akan tetapi, ada narasumber yang menilai bahwa job description karyawan kurang jelas karena masih ada tumpang tindih pekerjaan dan tanggung jawab, misalnya OB membantu menjadi driver (n=5).

“Masih ada tumpang tindih tanggung jawab karena ada unit meng-handle 2 tugas dalam waktu yang berbarengan sehingga akan susah.” (Narasumber 5N)

Penerapan leadership tergambar dari hal yang dapat diteladani dari karyawan yaitu sikap bersahabat dan ramah (n=4).

“……disini ketika saya masuk senyum, sapa, dan ramah. Bahwasannya karyawan disini semua senyum, sopan, ramah, tidak ada karyawan atau apapun yang bersikap kurang acuh.” (Narasumber 23N)

c. Perilaku profesional pimpinan

Penerapan altruism pimpinan dinilai dari adanya pemberikan perhatian dan bimbingan kepada bawahan (n=3), dan pemberikan dukungan terhadap program ataupun kegiatan yang dilaksanakan oleh bawahan (n=8).

“……….Biasanya memberikan dukungan atau support kalau mengadakan acara butuh dana langsung diberikan.” (Narasumber 23N)


(47)

Sikap honor and integrity terlihat dari adanya penyusunan program kerja bersama program studi dan departemen terkait setiap awal tahun (n=8). Pimpinan juga dinilai memberikan kepercayaan kepada bawahan untuk melaksanakan tugas sesuai dengan wewenangnya (n=2).

“Kepercayaan diberikan dengan memberikan suatu tanggung jawab kegiatan akademik, kepanitiaan, ketua, pengurus yang lain.” (Narasumber 17N)

Caring and compassion pimpinan tercermin dari rasa peduli terhadap bawahan (n=3). Akan tetapi, menurut narasumber untuk masalah komunikasi pimpinan dinilai masih kurang sehingga kadang menimbulkan mis komunikasi (n=1).

“Mungkin dalam pemberian perintah kadang sering terjadi mis karena tidak adanya ketegasan karena tidak ada hitam di atas putihnya karena kalau secara verbal kadang terjadi mis.” (Narasumber 5N)

Dalam penerapan respect for others, pimpinan menghargai keputusan yang diambil oleh bawahan (n=7) dan memberikan penghargaan terhadap hasil kerja bawahannya (n=2).

“Semacam rewardnya, tidak bentuk materi tapi bentuk penghargaan sikap, ucapan, saya kira itu.” (Narasumber 17N) Responsibility and accountability pimpinan dinilai cukup disiplin terhadap waktu (n=1) dan bertanggung jawab terhadap bawahannya (n=5), “Kalau untuk tanggung jawab mereka sudah cukup disiplin waktu kerja (Narasumber 3N).” Akan tetapi, yang dikeluhkan oleh beberapa narasumber adalah keberadaan pimpinan yang jarang ada sehingga ketika ada masalah tidak bisa langsung disampaikan kepada pimpinan (n=4).

“…..jarang di sini kita tahu hanya sekilas waktu even-even kalau seperti biasa gak ada.” (Narasumber 16N).

Excellence and scholarship pimpinan terlihat dari penyelesaian masalah yang melibatkan bawahan melalui rapat atau musyawarah (n=7). Akan tetapi, menurut narasumber beberapa keputusan yang


(48)

diambil oleh pimpinan dinilai kurang tepat karena terlalu memaksakan kepada bawahan (n=4).

“Biasanya diadakan rapat, diselesaikan bersama dan evaluasi. Biasanya semua perwakilan dipanggil.” (Narasumber 25N). Menurut narasumber leadership yang diterapkan pimpinan di institusi cenderung otoriter meskipun sering dilakukan rapat bersama (n=1), “Bentuk kepemimpinan otoriter, demokrasi kurang (Narasumber 14N).”

d. Perilaku profesional mahasiswa

Pada perilaku altruism, sebagian besar mahasiswa masih egois apabila ada tugas kelompok yaitu seringkali melimpahkan tanggung jawab tugas kepada satu atau dua orang temannya yang dianggap mampu dan pintar dalam kelompok tersebut (n=5).

“………..kadang tugas kelompok yang ngerjain 1 orang soalnya mereka masih egois gitu.” (Narasumber 16N)

Kehidupan berorganisasi mahasiswa juga dinilai masih kurang (n=3).

“……organisasi mahasiswa ini terkadang dinilai gak penting katanya, males mending tidur dikost, yang mau ikut hanya sebagian tidak semua mau ikut.” (Narasumber 13N).

Pada perilaku honor and integrity, mahasiswa dinilai cukup baik dalam menerima informasi yang disampaikan kepada mereka (n=4).

“Menurut saya sikap mahasiswa terhadap info yang diterima itu mereka menjalankan. Apabila terkait materi, jadi itu disimak baik-baik, misal kewajiban mengikuti kuliah pakar. Biasanya mahasiswa itu menjalankan dengan baik.” (Narasumber 30N) Akan tetapi, dalam mengerjakan tugas-tugas mahasiswa masih banyak yang hanya copy paste dari internet tanpa diedit terlebih dahulu (n=3). Ketika mengerjakan ujian juga kadang masih suka tengak-tengok menyontek temannya (n=3).


(49)

“Mahasiswa masih sering copy paste dari internet saat menyusun tugas, kadang sudah diperingatkan tapi masih diulangi. Jadi tidak tahu apakah memang tidak paham atau karena memang malas.” (Narasumber 24N)

Caring and compassion terlihat dari komunikasi yang baik antara mahasiswa, ini terlihat dari adanya jaringan mahasiswa yang mereka bentuk untuk memperlancar penyampaian informasi internal mahasiswa (n=7).

“Komunikasi baik, kebetulan ini antar teman biasanya jika ada yang tidak masuk kelas itu yang dilakukan dengan menelpon mahasiswa tersebut. Jangan sampai tidak ada yang masuk.” (Narasumber 30N)

Narasumber menjelaskan bahwa mahasiswa memiliki kepedulian terhadap orang lain. Misalnya ketika ada mahasiswa yang tidak masuk karena sakit, maka temannya menjenguk dan bersedia meminjamkan buku catatan atau mengajarinya (n=4).

“……..ditandai dengan peduli sesama, misal sharing, biasa kalau ada masalah bilang ke teman-teman contohnya tentang perkuliahan, peduli sama teman, karena kita peduli kita kasih info.” (Narasumber 20N).

Perilaku respect for others mahasiswa terlihat dari sikap saling menghormati antara mahasiswa satu dengan yang lain dan saling menghargai dengan cara menerima budaya masing-masing mahasiswa (n=9).

“……..iya karena disini campuran, ada timur, jawa dll jadi disini kita harus bisa menerima berbagai adat.” (Narasumber 11N) Akan tetapi, menurut salah satu narasumber bahwa mahasiswa kurang menghargai dosen yang belum pernah mengajar dikelas mereka.

“……….karena dosen masih muda-muda kurang manghargai dan penghormatannya kurang. Kalau dosen belum pernah atau tidak mengajar di kelas mereka merasa tidak kenal.” (Narasumber 5N).

Responsibility and accountability mahasiswa terhadap tugas dinilai cukup baik (n=3), tetapi ada narasumber yang menilai


(50)

tanggung jawab mahasiswa masih kurang (n=4). Menurut narasumber untuk kedisiplinan mahasiswa dinilai masih kurang, baik kedisiplinan terhadap waktu (n=4), dan kedisiplinan terhadap peraturan (n=3).

“………..ada yang perlu dibenahi yaitu dalam hal ketepatan waktu. Misal jadwal jam 15.00 WIB tapi masih mengulur waktu, masuknya nanti saja.” (Narasumber 1N)

Dalam hal excellence and scholarship, sebagian besar mahasiswa melakukan pengembangan diri dengan mengikuti seminar-seminar dan browsing materi melalui internet (n=4). Mahasiswa dinilai cukup kompeten terutama untuk skill (n=6). Akan tetapi, ada beberapa mahasiswa yang kemampuannya dinilai masih kurang sehingga membutuhkan bimbingan yang lebih baik teori maupun skill (n=3).

“Mereka punya cara-cara sendiri, misal ada beberapa anak yang browsing untuk materi A kadang-kadang mereka browsing tentang itu baca-baca lagi……..” (Narasumber 11N)

Mahasiswa dinilai mempunyai kepedulian terhadap masa depan mereka. Hal tersebut dapat dilihat dari upaya mahasiswa untuk meningkatkan belajar mereka (n=3).

“Cukup peduli karena sebagian anak tahu kayak gitu akan mempengaruhi nasibnya sendiri yaitu mau wisuda kapan. Jadi ada beberapa anak yang gak peduli akhirnya belajar, minta tolong teman-teman dalam pengambilan data dan materi-materi.” (Narasumber 11N)

Menurut narasumber sebagian besar leadership mahasiswa belum terlihat (n=5).

“Belum mampu menerapkan kepemimpinan dengan baik tetapi saya melihat sudah ada peningkatan……….” (Narasumber 31N)


(51)

B. Pembahasan

Penelitian ini memperlihatkan gambaran perilaku profesional di institusi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Guna Bangsa Yogyakarta. Komponen perilaku profesional menurut AAMC and NBME (2002), meliputi altruism, honor and integrity, caring and compassion, respect for others, responsibility and accountability, excellence and scholarship, dan leadership.

1. Perilaku profesional dosen

Perilaku altruism dilakukan dosen dengan melakukan bimbingan dan pengarahan kepada mahasiswa. Bimbingan yang dilakukan oleh dosen bertujuan untuk memberikan kontribusi bagi pengembangan intelektual mahasiswa (Murray, 1996). Akan tetapi, dalam pelaksanaannya dosen dinilai masih diskriminatif terhadap mahasiswa, karena adanya kecenderungan yang mendapatkan bimbingan lebih banyak adalah anak-anak yang pintar. Hal ini tidak sesuai dengan UCLA (2013) yang menjelaskan bahwa perlakuan diskriminasi terhadap mahasiswa atas dasar politik, atau karena alasan ras, agama, jenis kelamin, orientasi seksual, etnis asal, asal negara, keturunan, status perkawinan, kondisi medis tidak boleh dilakukan. Karena sikap diskriminasi tersebut akan mengurangi pengembangan mahasiswa (Murray, 1996). Sehingga diharapkan dosen menghindari tanda-tanda pilih kasih terhadap siswa dan memberikan perlakuan yang sama dan konsisten terhadap siswa (UCLA, 2013).

Perilaku honor and integrity dosen diterapkan dengan berusaha mewujudkan pencapaian visi misi institusi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Murray (1996), bahwa seorang pengajar berbagi tanggung jawab bersama untuk bekerja demi kebaikan institusi secara keseluruhan, untuk menegakkan tujuan pendidikan dan standar dari institusi, dan untuk mematuhi kebijakan institusi dan peraturan yang berkaitan dengan pendidikan mahasiswa. Integritas dilakukan oleh


(52)

dosen untuk mengembangkan dan memajukan kualitas pendidikan (Kurniawan, 2012). Menurut Murphy sebagaimana disitasi oleh Grace (2008), bahwa ada dua hal yang yang mempengaruhi integritas dosen. Pertama adalah faktor individu, yang di dalamnya terdapat nilai, sikap, dan keyakinan yang dimiliki seseorang. Kedua adalah situasi, yang di dalamnya terdapat norma, kesempatan, dan budaya, termasuk di dalamnya budaya organisasi.

Caring and compassion diwujudkan dengan melakukan komunikasi yang baik terutama terhadap mahasiswa. Hal tersebut dilakukan untuk memberikan dukungan dalam meningkatkan pengembangan kemampuan mahasiswa. Karena adanya dukungan yang baik, akan berefek positif terhadap peningkatan kemampuan mahasiswa (Hill IV, G.W and Zinsmeister, D.D, 2011). Komunikasi yang spesifik dan jelas dengan semua siswa tentang tugas, harapan, dan standar juga merupakan salah satu tindakan pencegahan yang sangat penting untuk menghindari kesalahpahaman (UCLA, 2013).

Pada komponen respect for others, dosen menunjukkan sikap saling menghormati dan menghargai. Menghormati orang lain adalah hal penting untuk menjamin kualitas pelayanan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (University of Kansas School of Medicine, 2001). Sikap saling menghormati dan menghargai dosen dengan kolega juga untuk mencegah terjadinya iklim kerja atau persaingan kerja yang tidak sehat (Kurniawan, 2013).

Penerapan responsibility and accountability dosen dinilai kurang terutama terhadap disiplin waktu mengajar dan jadwal mengajar yang telah ditentukan oleh bagian akademik. Seperti yang dijelaskan UCLA (2013) bahwa salah satu perilaku dosen yang tidak dapat diterima adalah kegagalan untuk memenuhi tanggung jawab pengajaran, termasuk kegagalan yang signifikan untuk mematuhi aturan tanpa alasan yang sah dalam pelaksanaan program untuk memenuhi kelas, menjaga jam kantor, atau untuk mengadakan evaluasi sesuai jadwal.


(53)

Kurang disiplin termasuk perilaku lack of conscientiousness, yaitu suatu kegagalan dalam memenuhi tanggung jawab dan tidak sesuai dengan esensi profesionalisme (University of Kansas School of Medicine, 2001). Kemungkinan hal tersebut disebabkan karena kurangnya kesadaran disiplin dosen, lingkungan yang kurang mendukung, dan kurangnya reward yang diterima. Hal ini senada dengan pernyataan Wijaya, A. E (2012), bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi kedisiplinan dosen adalah kurangnya motivasi dosen, reward yang kecil, dan tidak adanya punishment.

Sikap excellence and scholarship tercermin dari penyampaian materi-materi dosen yang sudah up to date. Hal ini sesuai dengan Murray (1996), yang menjelaskan bahwa seorang pengajar harus mampu mempertahankan materi pembelajaran yang berkualitas dan memastikan bahwa konten pembelajaran up to date, akurat, representatif, dan sesuai dengan kondisi mahasiswa. Hal tersebut diperkuat oleh pendapat Hill IV, G.W and Zinsmeister, D.D (2011) yang menyatakan bahwa ketika mengajar apapun seorang dosen harus memiliki pengetahuan tentang materi yang diperlukan mahasiswa dan meng-up to date informasi yang relevan dengan tujuan pembelajaran.

Selain itu, dosen juga telah berusaha menerapkan berbagai metode pembelajaran yang digunakan dengan mengarah pada student centered learning (SCL) dengan tujuan untuk lebih meningkatkan pemahaman mahasiswa. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Davis, (2009); Donovan, Bransford, & Pellegrino (2000); Walvoord & Anderson (2009) yang memberikan informasi database tentang bagaimana siswa belajar dan efektivitas berbagai teknik pedagogis dalam 25 tahun terakhir. Menurut Hill IV, G.W and Zinsmeister, D.D, (2011), dosen menggunakan sumber ini untuk menerapkan praktek-praktek pengajaran yang memungkinkan mereka untuk meningkatkan pembelajaran mahasiswa.


(54)

Dosen juga menjelaskan silabus pada awal perkuliahan yang meliputi penjelasan jadwal, kontrak belajar dan referensi yang dibutuhkan. Menurut Murray (1996), penjelasan silabus oleh dosen bertujuan untuk memberikan gambaran kepada mahasiswa tentang matakuliah yang diambil dan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.

Penerapan leadership dosen dapat dilihat dari sikap keteladanan atau role model yang ditunjukkan oleh seorang dosen. Akan tetapi, dari hasil penelitian hal tersebut belum banyak terlihat. Kemungkinan hal tersebut bisa dipengaruhi oleh faktor internal maupun faktor eksternal. Sesuai yang dikemukakan oleh West and Shanafelt (2007), bahwa ada dua faktor yang berkontribusi dalam mempengaruhi perilaku profesional seseorang, yaitu faktor personal (pribadi) dan faktor lingkungan. Faktor pribadi (personal) meliputi distress pengalaman selama pembelajaran, karakteristik individu dan kepribadian, dan ketrampilan interpersonal. Sedangkan faktor lingkungan meliputi institutional culture, kurikulum formal dan informal, dan karakteristik lingkungan seperti beban kerja, pengaturan kerja, dan kekhawatiran melakukan kesalahan. Menurut Passi et. al (2010) ada tiga karakteristik role model dosen yaitu kompetensi klinis, keterampilan mengajar dan kualitas pribadi.

2. Perilaku profesional karyawan

Pada komponen altruism, karyawan memperlihatkan adanya perilaku saling berkolaborasi, saling membantu, dan kerjasama dalam tim. Menurut Veithzal Rivai (2004) sebagaimana disitasi oleh Zulaikha (2012), salah satu aspek yang berpengaruh dalam kinerja karyawan adalah hubungan interpersonal, yaitu antara lain untuk bekerjasama dengan orang lain, memotivasi karyawan/rekan, dan melakukan negosiasi. Karena hubungan interpersonal yang baik akan meningkatkan produktifitas atau kualitas kerja. Sesuai dengan pendapat Putri, E (2010), bahwa hubungan interpersonal dalam


(55)

sebuah organisasi merupakan kunci sukses sebuah organisasi. Bila hubungan itu dapat dibangun, kerjasama tim dapat terjalin dengan baik, dan hasilnya dapat mencapai keberhasilan tujuan organisasi atau perusahaan.

Penerapan honor and integrity dapat dilihat dari integritas karyawan terhadap institusi. Integritas merupakan suatu misi atau tujuan bersama untuk mampu tumbuh dan berkembang. Dengan adanya integritas tersebut, diharapkan akan muncul tujuan bersama yang pada akhirnya bisa tercapai hal yang dicita-citakan (Ahira, 2013). Akan tetapi, menurut narasumber masih ada beberapa informasi yang disampaikan oleh karyawan tidak tepat atau sesuai, padahal integritas menyiratkan untuk bersikap adil dan jujur, menjaga kata dan memenuhi komitmen (University of Kansas School of Medicine, 2001).

Kemungkinan hal tersebut dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan karyawan atau kurangnya sikap kejujuran karyawan. Menurut Hasibuan (2002), salah satu aspek penting dalam penilaian kinerja karyawan adalah kejujuran. Kejujuran adalah ketulusan hati seorang tenaga kerja dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan serta mampu untuk tidak menyalahgunakan wewenang yang telah diberikan kepadanya. Integritas karyawan juga dipengaruhi oleh faktor eksternal, yaitu adanya reward dan pusnisment, misalnya promosi, pemberian sertifikat/ penghargaan, pemotongan upah, dan teguran tertulis. Pemberian reward akan memenuhi harga diri seseorang, sedangkan punishment yang diberikan akan mengurangi atau menghilangkan perilaku yang tidak diinginkan sehingga keduanya akan membentuk perilaku integritas (Victoria, Y., 2008).

Prinsip caring and compassion karyawan dinilai kurang dalam hal komunikasi dengan teman kolega. Padahal sebagian besar pekerjaan karyawan melibatkan bekerja dalam tim. Sehingga menyebabkan seorang karyawan profesional harus memiliki kemampuan berkomunikasi yang sangat baik. Sesuai dengan AMC (2005), bahwa


(1)

PEDOMAN WAWANCARA

1. Fokus wawancara

: Perilaku Profesional Pimpinan

2.

Narasumber

: Pimpinan, Dosen, Karyawan dan Mahasiswa

3. Waktu wawancara

: Tanggal………...Jam………

4. Jalannya wawancara : Wawancara semi struktur

No Kategori Pertanyaan Usulan Peningkatan

1 Altruism 1. Apakah pimpinan memperhatikan bawahan?

2. Apakah pimpinan berusaha memberikan dukungan dan

penghargaan kepada bawahan?

2 Honor and integrity

1. Bagaimana sikap pimpinan terhadap informasi yang anda terima?

3 Caring and compassion

1. Apakah pimpinan terbuka dengan orang lain mengenai

permasalahan yang terjadi?

2. Bagaimana komunikasi pimpinan dengan

bawahan?

3. Apakah pimpinan peduli terhadap teman-temannya?

4 Respect for others

1. Bagaiman cara pimpinan menghargai orang lain?

2. Bagaimana cara pimpinan menghormati orang lain?

5 Responsibility 1. Bagaimana tanggung

w.ppp. 4 

84


(2)

and

accountability

pimpinan terhadap bawahan?

2. Apakah pimpinan tepat waktu masuk kantor? 6 Excellence and

scholarship

1. Bagaimana cara pimpinan

menyelesaikan suatu permasalahan yang dihadapi institusi? 7 leadership 1. Bagaimana bentuk

kepemimpinan yang diterapkan?

2. Bagaimana cara pimpinan

menyelesaikan suatu permasalahan yang dihadapi institusi?


(3)

Lampiran 6. Karakteristik Narasumber

Tabel 1. Karakteristik narasumber kegiatan FGD

No Narasumber Jenis Kelamin Keterangan

1 1N Laki-laki Karyawan

2 2N Laki-laki Karyawan

3 3N Laki-laki Dosen

4 4N Perempuan Dosen

5 5N Perempuan Dosen

6 6N Laki-laki Karyawan

7 7N Perempuan Mahasiswa

8 8N Perempuan Mahasiswa

9 9N Perempuan Mahasiswa

10 10N Laki-laki Pimpinan

Tabel 2. Karakteristik narasumber kegiatan wawancara

No Narasumber Jenis Kelamin Keterangan

1 11N Perempuan Mahasiswa

2 12N Perempuan Mahasiswa

3 13N Laki-laki Mahasiswa

4 14N Perempuan Dosen

5 15N Perempuan Mahasiswa

6 16N Perempuan Mahasiswa

7 17N Perempuan Pimpinan

8 18N Perempuan Mahasiswa

9 19N Laki-laki Mahasiswa

10 20N Perempuan Mahasiswa

11 21N Perempuan Dosen

12 22N Laki-laki Mahasiswa

13 23N Laki-laki Mahasiswa

14 24N Perempuan Dosen

15 25N Laki-laki  Karyawan

86


(4)

16 26N Laki-laki  Karyawan

17 27N Laki-laki  Karyawan

18 28N Laki-laki  Karyawan

19 29N Perempuan Mahasiswa

20 30N Laki-laki Mahasiswa


(5)

Lampiran 7. Pemaparan Hasil Penelitian

No Main Categories and Theoritical Codes Dosen Karya

wan

Pimpin an

Mahasis wa 1 Altruism

Pengembangan dan bimbingan mahasiswa Bersikap diskriminatif terhadap mahasiswa Kolaborasi, membantu, dan kerjasama dalam tim

Memberikan bimbingan kepada bawahan Memberikan dukungan kepada bawahan Egois dalam tim

Kurang berorganisasi 15 1 5 3 8 5 3 2 Honor and Integrity

Menyampaikan informasi secara terbuka Menerima saran dan kritik

Menempatkan diri dalam pencapaian visi misi Menyampaikan informasi kurang tepat Integritas baik

Menyusun program kerja

Memberikan kepercayaan kepada bawahan Menerima informasi dengan baik

Melakukan plagiarism Melakukan cheating 9 8 3 1 4 8 2 4 3 3 3 Caring and Compassion

Komunikasi baik Komunikasi kurang Bersifat kekeluargaan Memberikan kepedulian

7

1 1

10

1 3

7

4 4 Respect for Others

Menghormati dan menghargai orang lain Kurang menghormati dan menghargai orang lain

Menghargai keputusan bawahan Memberikan penghargaan

14 2

7 2

9 1

5 Responsibility and Accountability Disiplin waktu

Kurang disiplin waktu

Kurang disiplin terhadap jadwal mengajar Tanggung jawab baik

Tanggung jawab kurang Sering tidak ada ditempat

5 4 17 4 5 1 5 4 4 3 4 6 Excellence and Scholarship

Memberikan materi yang up to date Metode pembelajaran SCL

Menjelaskan silabus Kompeten dalam bidangnya

Menyelesaikan masalah dengan rapat bersama

Keputusan yang diambil kurang sesuai

Mengembangkan diri dengan mengikuti seminar dll

Kemampuan skill cukup baik Kemampuan teori dan skill kurang

21 15 18 12 7 4 4 6 3 88  


(6)

7 Leadership

Memberikan keteladanan Otoriter

Jiwa kepemimpinan kurang

1 4

1