Perilaku profesional pimpinan Pembahasan
disitasi oleh Hasyim 2013 antara lain adalah memiliki social skill yaitu mempunyai keahlian di bidang sosial, meningkatkan kepercayaan
dengan bawahan, memberi motivasi, senang jika bawahan maju, ramah, dan luwes dalam pergaulan. Elton Mayo 1930 sebagaimana
disitasi oleh Nursalam 2011 menekankan bahwa jika pimpinan memberikan perhatian penuh kepada pegawai, maka hasil produksi
akan meningkat dengan tidak mengabaikan kondisi lingkungan kerja. Teori tersebut dikenal dengan hawthorne effect, dimana seseorang
akan merespon kejadian dan terus belajar manakala mereka merasa terus diperhatikan dan didukung oleh pimpinan.
Ciri yang lain adalah memiliki communication skill, yaitu mempunyai kecakapan untuk berkomunikasi. Karena dengan
komunikasi yang baik akan menciptakan lingkungan kerja yang kondusif.
Penelitian yang dilakukan oleh Wisudawati 2005 mengemukakan, bahwa terdapat pengaruh positif antara komunikasi
intern terhadap semangat kerja pegawai. Sehinggan atasan hendaknya selalu menciptakan suasana harmonis dengan bawahan
dengan cara selalu berkomunikasi dengan bawahan mengenai pekerjaan.
Sikap respect for others pimpinan dilihat dari penghargaan pimpinan kepada bawahan terhadap keputusan yang diambil dan
memberikan penghargaan terhadap hasil kerja bawahannya. Menurut Syafrizal 2013, yang termasuk ciri-ciri seorang pimpinan yang
profesional antara lain memberikan penghargaan pada setiap karyawan yang berprestasi kompensasi termasuk peluang pendidikan,
pelatihan lanjutan dan promosi karir, dan persuasi pada karyawan yang kurang berprestasi untuk menjadi yang terbaik melalui konsultasi
dan bimbingan serta pendidikan dan pelatihan secara berkesinambungan. Sedangkan salah satu ciri seorang pemimpin
menurut Gerry R Terry sebagaimana disitasi oleh Hasyim 2013 adalah memiliki human relationship, yaitu mempunyai pengetahuan
49
tentang hubungan manusia. Hubungan yang baik antara pimpinan dan bawahan akan menciptakan iklim kerja yang kondusif. Seperti
pendapat Dharma 1984 sebagaimana disitasi oleh USU 2011, pemimpin dituntut untuk membina hubungan baik dan menyenangkan
dengan bawahan dalam usaha mencapai tujuan organisasi. Penelitian yang dilakukan oleh Situmorang 2006 mengemukakan, bahwa
semangat kerja karyawan dipengaruhi secara positif oleh kondisi kerja, hubungan atasan bawahan dan atau sesama pegawai, organisasi
tempat bekerja, dan pemenuhan kebutuhan pegawai. Responsibility and accountability pimpinan terlihat dari tanggung
jawab terhadap bawahan dan disiplin waktu. Akan tetapi yang banyak dikeluhkan adalah jarangnya pimpinan utama di institusi karena
banyaknya tugas dan aktivitas yang dilaksanakan diluar institusi. Padahal keberadaan pimpinan sangat diperlukan untuk meningkatkan
koordinasi antara pimpinan dengan bawahan. Menurut Effendie, R. 2008, keberadaan seorang pemimpin sangat dibutuhkan untuk
mengkoordinir segala aktifitas organisasi untuk mencapai tujuan. Pemimpin mempunyai tanggung jawab baik secara fisik maupun
spiritual terhadap keberhasilan aktivitas kerja dari yang dipimpin, sehingga menjadi pemimpin itu tidak mudah dan tidak akan setiap
orang mempunyai kesamaan di dalam menjalankan kepemimpinannya Sofa, 2009.
Excellence and scholarship pimpinan terlihat dari kemampuan thinking, dimana pimpinan dinilai untuk melakukan penyelesaian
masalah melalui musyawarah atau rapat bersama. Akan tetapi, beberapa keputusan atau kebijakan yang diambil masih dinilai kurang
tepat karena dinilai terlalu memaksakan kepada bawahan. Mayo 1930 sebagaimana disitasi oleh Nursalam 2011 menemukan bahwa
lingkungan kelompok dan sosial baik formal maupun informal merupakan suatu faktor dalam menentukan produktivitas perusahaan
50
dan memungkinkan semua pegawai ikut berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.
Hal tersebut kemungkinan terjadi karena terlalu mengoptimalkan perannya sebagai pengambil keputusan. Adapun menurut Gordon
1996, peran sebagai pengambil keputusan tersebut terdiri dari empat peran yaitu entrepreneur mendesain perubahan dan pengembangan
dalam organisasi, disturbance handler mampu mengatasi masalah terutama ketika organisasi sedang dalam keadaan menurun,
resources allocator mengawasi alokasi sumber daya manusia, materi, uang dan waktu dengan melakukan penjadwalan, memprogram tugas-
tugas bawahan, dan mengesahkan setiap keputusan, serta negotiator melakukan perundingan dan tawar menawar.
Sikap Leadership pimpinan dinilai otoriter. Karena sebagian besar keputusan ataupun kebijakan yang diambil didasarkan pada kehendak
pimpinan. Sehingga kadang keputusan atau kebijakan yang diambil dirasa cukup menyulitkan bawahan. Chris Argyris 1964 mendukung
teori dari McGregor 1981 dan Mayo 1930 sebagaimana disitasi oleh Nursalam 2011 menyatakan bahwa pimpinan yang terlalu dominan
menyebabkan pegawai tidak termotivasi dan cenderung pasif. Menurut penelitian Effendie, R. 2008, diperoleh hasil bahwa faktor
kepemimpinan sangat dominan pengaruhnya terhadap peningkatan kinerja pegawai. Sehingga direkomendasikan bagi seorang pimpinan
hendaknya dapat lebih mengoptimalkan lagi kemampuannya dalam memimpin, karena kepemimpinan berpengaruh sangat besar untuk
peningkatan kinerja, dan terus memotivasi bawahannya dalam bekerja, karena motivasi dari pimpinan berdampak positif dalam peningkatan
kinerja bawahan. Berdasarkan hal tersebut, diharapkan pimpinan dapat menerapkan
demokrasi dalam pengambilan keputusan. Menurut Gillies 1996 sebagaimana disitasi oleh Nursalam 2011, kepemimpinan demokratis
merupakan kepemimpinan yang menghargai sifat dan kemampuan
51
setiap staf. Menggunakan kekuasaan posisi dan pribadinya untuk mendorong ide staf, memotivasi kelompok untuk menentukan tujuan
sendiri. Informasi diberikan seluas-luasnya dan terbuka. Sedangkan demokrasi menurut McGregor 1960 sebagaimana disitasi oleh
Nursalam 2011, merupakan kondisi adanya peran serta dari bawahan dalam pengambilan sebuah keputusan yang dilakukan
dengan cara musyawarah.