dalam mengikat kation, yang merupakan dasar untuk pembentukan gel. Pembentukan gel tidak bergantung kepada suhu Smidsrød, 1973. Pengikatan
kalsium oleh agen pengkelat seperti beberapa kation dapat terjadi sebagai akibat dari struktur G-blok, yang disebut sebagai model egg-box Grant et al. 1973.
Ba
2+
dapat mengganti beberapa ion kalsium, juga berkontribusi terhadap peningkatan stabilitas mekanik dan pembentukan pada alginat. Alginat juga
membentuk kompleks yang kuat dengan polikation Thu et al. 1996. Kompleks ini tidak dapat larut dengan kalsium pengkelat, dan dengan demikian dapat
digunakan baik untuk menstabilkan gel dan untuk mengurangi porositas gel. Secara umum, pori-pori dari gel alginat terbilang besar, protein besar Mw 3 x
10
5
Da akan berdifusi keluar dari manik-manik alginat tergantung pada ukuran molekul Tanaka et al. 1984.
4.3. Aktifitas Biosurfaktan
Aktifitas biosurfaktan yang ditunjukkan oleh nilai indeks emulsi antara sel bebas bakteri, bakteri yang diimobiliasi dengan alginat dan PUF memiliki perbedaan.
Bakteri P. aeruginosa memiliki indeks lebih tinggi pada perlakukan dengan sel bebas, sedangkan P.aeruginosa strain M 111 memiliki indeks lebih tinggi pada
perlakuan PUF. Perbedaan jenis bakteri mempengaruhi aktifitas dari biosurfaktan. Jenis bahan penyalut juga memberikan pengaruh yang berbeda pada jenis bakteri
yang berbeda untuk aktifitas biosurfaktan yang dimilikinya. Diketahui bahwa pada bakteri P. aeruginosa menghasilkan Indeks Emulsi
IE lebih tinggi pada perlakuan sel bebas 46,38, sedangkan pada bakteri P. aeruginosa Strain M111 lebih tinggi pada PUF sebesar 31,88 . IE terendah dari
bakteri P. aeruginosa yang diimobilisasi dengan PUF sebesar 3,97 , sedangkan bakteri P. aeruginosa Strain M111 sebesar 14,04 pada perlakuan sel bebas.
Data selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 9. Kemampuan bakteri dalam menyerap hidrokarbon berkaitan dengan
kemampuannya dalam menghasilkan biosurfaktan. Biosurfaktan biasa dihasilkan oleh bakteri ketika ditumbuhkan pada satu media yang megandung cairan dengan
sifat polar dan non-polar Hisatzuka et al. 1971;. Ito Inoue, 1982; Kippeli Finnerty, 1980; Rapp et al. 1979. Beberapa penelitian mengenai P. aeruginosa
penghasil biosurfaktan telah dilakukan. Hasil menunjukkan bahwa biosurfaktan 29
Universitas Sumatera Utara
yang dihasilkan berbeda kuantitasnya bila ditumbuhkan pada sumber nutrisi yang berbeda Duvnjak et al. 1983; Abouseoud et al. 2008; Jeong et al. 2004; Heyd et
al. 2011. Menurut Duvnjak et al. 1983 biosurfaktan yang dihasilkan masing- masing mikroba berbeda bergantung pada jenis mikroba dan nutrien yang
dikonsumsinya. Demikian pula untuk jenis mikroba yang sama, jumlah surfaktan yang dihasilkan berbeda berdasarkan nutrien yang dikonsumsinya.
Onwosi danOdibo 2012 melakukan penelitian mengenai produksi biosurfaktan dalam beberapa jenis sumber karbon seperti D-mannito, sukorsa,
xylosa, sorbitol, raffinosa, laktosa, mannosa, maltosa, dulcita, glukosa, groundnut oil, gliserol, parafin, diesel, kerosin dan minyak kelapa, mendapatkan hasil bahwa
biosurfaktan dihasilkan dalam konsentrasi tertinggi pada substrat sukrosa. Abouseoud et al. 2008, menggunakan minyak zaitun sebagai sumber
nutrisi bagi bakteri untuk menghasilkan biosurfaktan. Jeong et al. 2004 Pseudomonas aeruginosa BYK-2diimobilisasi dengan bahan penyalut PVA dan
dioptimalkan untuk produksi berkelanjutan rhamnolipid. Heyd et al. 2011 menggunakan Pseudomonas aeruginosa DSM 2874 terimobilisasi kapsul alginat
magnetik dengan gliserol sebagai sumber karbon.
Gambar 9. Aktifitas biosurfaktan selama 15 hari masa inkubasi
5 10
15 20
25 30
35 40
45 50
Sel Bebas Kontrol + Kapsul Alginat
Polyurethane Foam
46,38
10,52 3,97
14,04 20,94
31,88
Inde ks
E m
ul si
Jenis Bahan Penyalut Pseudomonas aeruginosa
Pseudomonas aeruginosa Strain M 111
Universitas Sumatera Utara
4.4. Pertumbuhan Bakteri Pada Media Uji BHB + 4 Pestisida Berbahan Aktif Karbofuran