Imobilisasi Bakteri Menggunakan Alginat dan Polyurethane Foam PUF

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Imobilisasi Bakteri Menggunakan Alginat dan Polyurethane Foam PUF

Imobilisasi dilakukan dengan metode ekstruksi menggunakan syringe 23G x 1¼ menghasilkan kapsul alginat dengan diameter 2,042 ± 0,14 untuk Pseudomonas aeruginosa dan 2,164 ± 0,18 untuk Pseudomonas aeruginosa Strain M111, warna kapsul putih pucat dan bentuk bulat hingga oval untuk masing-masing kapsul dari kedua isolat Tabel 1. Perbedaan bentuk dan diamater dari kapsul alginat hasil imobilisasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya konsentrasi dari alginat, konsentrasi dari suspensi awal yang digunakan dan jarak antara jarum suntik dengan larutan CaCl 2 Hal tersebut sesuai dengan yang disampaikan oleh Cheetham et al. 1979 jbahwa karakteristik fisik dari alginat bergantung pada beberapa faktor. Diantaranya adalah konsentrasi alginat dan suspensi awal sel bakteri. Konsentrasi alginat dapat mempengaruhi karakter, seperti kekuatan mekanik, retensi sel, porositas, diameter kapsul, dan kompresibilitas. Selain itu, Sandoval 2010, Smidsrod dan Braek 1996 dan Castilla et al. 2010 juga menyatakan bahwa ukuran dan bentuk dari kapsul alginat bergantung pada konsentrasi Na-alginat, viskositas, diameter jarum suntuk yang digunakan dan jarak antara jarum suntik dengan larutan CaCl . 2 Table 1. Karakteristik morfologi kapsul alginat dan Polyurethana Foam PUF pada saat proses ekstruksi dilakukan. No. Isolat Bakteri Karakter Bahan Penyalut Alginat PUF

1. P. aeruginosa

Diameter: 2,042 ± 0,14 Warna: Putih Pucat Bentuk: Bulat, Oval Dimensi: 0,5 cm x 0,5 cm x 0,5 cm Warna: Kuning Brntuk: Kubus, Berpori 2. P. aeruginosa Strain M 111 Diamater: 2,164 ± 0,18 Warna : Putih Pucat Bentuk: Bulat, Oval Dimensi: 0,5 cm x 0,5 cm x 0,5 cm Warna: Kuning Bentuk: Kubus, Berpori Morfologi polyurethane foam dari kedua isolat menunjukkan tidak adanya perbedaan yang begitu terlihat. Masing-masing PUF dari kedua isolat memiliki 20 Universitas Sumatera Utara ukuran dan morfologi yang cenderung sama. Pada pengamatan permukaan PUF dengan magnifikasi sebesar 10 X terlihat adanya pori-pori yang sangat banyak dan saling terhubung dengan bagian dalam dari PUF itu sendiri. PUF merupakan salah satu golongan plastik yang membentuk struktur seperti busa sehingga memiliki banyak pori Gambar 4. Gambar 4. Mikrograf bahan penyalut menggunakan mikroskop stereo pencahayaan atas. a Kapsul alginat untuk isolat Pseudomonas aeruginosa, b Kapsul alginat untuk isolat Pseudomonas aeruginosa Strain M 111, c Polyurethane Foam untuk isolat Pseudomonas aeruginosa dan d Polyurethane Foam untuk isolat Pseudomonas aeruginosa Strain M 111 Hasil pengamatan mikrokopis menggunakan Scanning Electron Microscope SEM permukaan dalam dan luar dari kapsul alginat dan PUF Gambar 5. Permukaan dari kapsul alginat dengan magnifikasi 7500 X terlihat alginat terlihat kasar dan bergelombang Gambar 5a dan 5e. Struktur berbentuk tonjolan yang tidak teratur yang disebut protrusion pr ditemukan pada bagian permukaan dan tersebar di beberapa bagian kapsul alginat. Struktur tersebut dikenali sebagai koloni bakteri yang membentuk struktur biofilm. Penampakan a b 2 mm 2 mm c d 1 cm 1 cm 21 Universitas Sumatera Utara a po Gambar 5. Mikrograf SEM pada tampak permukaan dan bagian dalam bahan penyalut. a permukaan luar kapsul alginat bakteri P. aeruginosa pr = protrusion, b permukaan dalam kapsul alginat bateri P. aeruginosa ba = bakteri, c permukaan luar PUF bakteri P.aeruginosa, permukaan dalam PUF P. aeruginosa ba = bakteri, d permukaan luar kapsul alginat bakteri P. aeruginosa Strain M111 pr = protrusion, e permukaan dalam kapsul alginat bateri bakteri P. aeruginosa Strain M111 ba = bakteri, g permukaan luar PUF bakteri bakteri P. aeruginosa Strain M111 ba = bakteri dan f permukaan dalam PUF bakteri bakteri P. aeruginosa Strain M111 ba = bakteri. X 7,500 17.6um pr X 3,500 37.7um ba X 3,500 37,7 um ba X 3,500 37,7 um ba X 10,000 13,2 um pr X 5000 26,4 um ba X 3,500 37,7um ba X 5000 26,4 um ba a b c d e f g h Universitas Sumatera Utara protrusion pada permukaan alginat juga diperlihatkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Rosa et al. 1988, struktur seperti pada Gambar 5a dan 5e dinamakan dengan protrusion yang merupakan kumpulan dari sel bakteri yang melekatkan diri satu sama lain pada permukaan kapsul dengan membentuk struktur biofilm. Bakteri yang terimobilisasi di bagian permukaan luar cenderung lebih sulit untuk bertahan dibandingkan dengan yang berada di bagian dalam kapsul, sehingga bakteri membentuk biofilm agar dapat memaksimalkan kondisi lingkungan agar mendukung pertumbuhan dari bakteri tersebut. Bagian dalam dari kapsul alginat Gambar 5b dan 5f memperlihatkan bahwa bakteri dibalut oleh alginat. Sel-sel bakteri tersebar secara merata pada bagian dalam kapsul alginat tersebut. Kapsul alginat mampu memberikan porositas yang tinggi sehingga komunikasi dan aliran nutrisi antara sel bakteri terjalin dengan baik. Riley et al. 1999 menyatakan bahwa kemampuan difusi dari nutrien dan gas, ditentukan oleh area pori pada bahan penyalut, berperan penting pada viabilitas dari bakteri yang terimobilisasi pada bahan penyalut. Untuk bagian permukaan dari PUF Gambar 5c dan 5g terbilang sangat halus dan rata. Terlihat bahwa bakteri P. aeruginosa mampu melekatkan diri pada permukaan PUF, dikarenakan bakteri membentuk struktur biofilm. Struktur biofilm dapat terlihat menyatukan satu sel bakteri dengan bakteri lainnya, dan koloni bakteri dengan substrat perlekatannya. Dunne et al. 2001 menyatakan bahwa bakteri Pseudomonas aeruginosa mampu menghasilkan eksopolisakarida bagian dari EPS. Dalam beberapa kasus, bakteri mampu menghasilkan EPS yang digunakan untuk menangkap nutrisi. Chen dan Stewart, 2002 menyimpulkan bahwa EPS bertanggung jawab pada interaksi adhesi dan kohesi sehingga memiliki peran penting dalam menjaga integritas struktural dari biofilm P. aeruginosa sehingga dapat melekat dengan baik di permukaan PUF. Memperlihatkan PUF yang mengandung bakteri P. aeruginosa Strain M 111. Sel bakteri P. aeruginosa Strain M111 terpisah satu dengan yang lainnya, namun dapat melekat di PUF Gambar 5. Kemampuan dari perlekatan bakteri tersebut dikarenakan adanya pili tipe IV pada P. aeruginosa Strain M111. Pili tipe IV diketahui dapat mebantu perlekatan bakteri pada satu substrat dan 23 Universitas Sumatera Utara merupakan komponen dari Extracelular Polymeric Substance EPS. Bakteri P. aeruginosa mampu menghasilkan EPS dan membentuk biofilm sedangkan bakteri P. aeruginosa Strain M111 cenderung tidak menghasilkan struktur biofilm. Menurut Wei and Luyan 2013, bakteri Pseudomonas memiliki pili tipe IV yang mampu membantu pergerakan bakteri tersebut dan kemampuannya dalam melekatkan diri pada satu substrat. Jumlah bakteri yang berada pada bagian dalam mengindikasikan bahwa suspensi yang digunakan pada proses imobilisasi mampu masuk hingga ke bagian dalam PUF, karena PUF memiliki pori-pori yang sangat banyak mulai dari bagian permukaan hingga bagian dalam. Jumlah bakteri yang berada di permukaan dari PUF lebih banyak dibandingkan pada bagian dalam dikarenakan proses imobilisasi yang kurang maksimal. Bakteri P. aeruginosa memiliki kemampuan berikatan pada suatu permukaan dengan menghasilkan eksopolisakarida Drenkard, 2003; Dunne, 2001. Wei danLuyan 2013 menyatakan bahwa P. aeruginosa membentuk biofilm sebagai substansi pelindung pertumbuhan yang memungkinkan mikroorganisme untuk bertahan hidup di lingkungan yang dapat merusak dan mencegah pembenihan sel untuk memasuki relung baru di bawah kondisi yang diinginkan. Biofilm dapat terbentuk pada berbagai permukaan dan yang lazim berada di alam. Penelitian yang dilakukan oleh Yamaguchi et al. 1999 menunjukkan bahwa tingginya jumlah bakteri F92 imobil ditentukan oleh hidrofobisitas permukaan PUF atau jumlah akumulasi dari sel yang dialirkan. Hal tersebut telah menyiratkan bahwa adanya hubungan langsung antara hidropobisitas permukaan sel dan adesi inisial yang bersifat irreversible pada permukaan bahan penyalut, berpengaruh pada efektifitas dari imobilisasi menggunakan PUF Obuekwe Al- Muttawa, 2001. Morfologi struktur ekstraseluler Gambar 5c dan 5g pada penelitian ini mirip dengan yang telah diidentifikasi sebagai eksopolisakarida oleh Obuekwe and Al-Muttawa 2001. Eksopolisakarida yang bertanggung jawab dalam pembentukan subtansiyang digunakan untuk menstabilkan sel. Adanya struktur 24 Universitas Sumatera Utara ekstraseluler pada suatu bakteri dapat diinduksi oleh perletakan ke permukaan PUF Vandevivere Kirchman, 1993. Kemampuan alginat dalam memerangkap sel bakteri lebih baik dibandingkan dengan PUF, hal ini dibuktikan oleh data Gambar 6 yang memperlihatkan efektifitas imobilisasi lebih tinggi ditunjukkan oleh kapsul alginat dengan rata-rata efektifitas sebesar 95,105, dimana bakteri P. aeruginosa sebesar 92,24 dan P. aeruginosa Strain M111 97,97. Berbeda dengan PUFdengan rata-rata lebih rendah yaitu 90,55. Untuk bakteri P. aeruginosa lebih efektif diimobilisasi dengan menggunakan PUF 93,24 dibandingkan pada kapsul alginat 92,24. Keberhasilan proses imobilisasi dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, pada kapsul alginat dapat terjadi pembilasan wash out sel bakteri pada saat proses ekstruksi dilakukan sehingga jumlah bakteri yang berhasil terimobilisasi lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah bakteri sebelum dilakukannya imobilisasi. Begitu pula dengan polyurethane foam PUF, pada PUF kesempatan sel bakteri mengalami pembilasan wash out lebih besar dikarenakan teknik imobilisasi ini mengandalkan kemampuan sel bakteri untuk melekat pada permukaan PUF dan masuk melalui pori-pori yang ada. Konsentrasi alginat 3 merupakan konsentrasi yang tepat untuk digunakan dalam proses imobilisasi. Rosa et al. 1988 menyatakan bahwa Gambar 6. Efektifitas imobilisasi bakteri menggunakan bahan penyalut alginat dan polyurethane foam 20 40 60 80 100 Kapsul Alginat Polyurethane Foam 92,24 93,24 97,97 87,86 Ef ekt if itas I mo b ilis as i Jenis Bahan Penyalut Pseudomonas aeruginosa Pseudomonas aeruginosa Strain M 111 Universitas Sumatera Utara konsentrasi alginat sebesar 3 tidak mengakibatkan terjadinya kebocoran sel, menyediakan porositas tinggi dan pengikatan sel yang besar.

4.2. Viabilitas Bakteri Terimobilisasi