Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen Dalam Mengonsumsi Gula Putih Bermerek Di Kota Medan

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU KONSUMEN DALAM MENGONSUMSI GULA PUTIH BERMEREK DI KOTA

MEDAN

SKRIPSI

NUSANTRY SIRAIT 100304041 AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDA N 2015


(2)

ABSTRAK

NUSANTRY SIRAIT (100304041) dengan judul Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen dalam Mengonsumsi Gula Putih Bermerek di Kota Medan.Penelitian ini dibimbing oleh Ibu Ir. Iskandarini, MM, Ph. D dan Bapak Ir. M. Jufri, M.Si.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis perilaku konsumen dalam mengonsumsi gula putih bermerek di daerah penelitian dan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi konsumen dalam mengonsumsi gula putih bermerek.

Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis deskriptif dan metode analisis regresi linier berganda. Penentuan daerah penelitian secara purposive. Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember tahun 2014.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variable budaya, sosial, pribadi dan psikologis secara serempak berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan konsumen dalam mengonsumsi gula putih bermerek Gulaku. Sedangkan secara parsial variable pribadi dan psikologis mempunyai pengaruh paling besar terhadap keputusan konsumen dalam mengonsumsi gula putih bermerek Gulaku.


(3)

RIWAYAT HIDUP

NUSANTRY SIRAIT lahir di Medan pada tanggal 14 Mei 1991 anak dari Bapak Sudirman Sirait, BE dan Ibu Nurmaida Sitorus. Penulis merupakan anak ketiga dari enam bersaudara.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut :

1. Tahun 1998 masuk Sekolah Dasar Santo Antonius VI Medan tamat tahun 2004.

2. Tahun 2004 masuk Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Medan tahun 2007. 3. Tahun 2007 masuk Sekolah Menengah Atas Negeri 14 Medan tamat tahun

2010.

4. Tahun 2010 menempuh pendidikan di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan melalui jalur UMB (Ujian Masuk Bersama).

5. Bulan Juli-Agustus 2014 mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Kelurahan Kampung Lama, Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan kasih setiaNya serta kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Adapun judul ini adalah Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen dalam Mengonsumsi Gula Putih Bermerek di Kota Medan. Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Penulis pada kesempatan ini mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Ir. Iskandarini, MM, Ph. D selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Ir. M. Jufri, M.Si sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak membimbing dan memberikan masukan sehingga penulis bias menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

2. Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS selaku Ketua Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

3. Seluruh dosen dan Staf Pengajar Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian USU yang selama ini telah membekali ilmu pengetahuan kepada penulis.

4. Seluruh pegawai di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara khususnya pegawai Program Studi Agribisnis yang telah membantu seluruh proses administrasi.


(5)

Segala hormat dan terima kasih khusus penulis ucapkan kepada Ayahanda Sudirman Sirait, BE dan Ibunda Nurmaida Sitorus atas kasih sayang, motivasi, dan dukungan baik secara materi maupun doa yang diberikan kepada penulis dan juga kepada kakak Okvita Marisi Bulan Sirait, SP dan Maria Meynawati Sirait, Amd., adik Donda, Frans, dan Sergio yang telah memberikan semangat kepada penulis.

Terima kasih juga penulis ucapkan kepada sahabat terkasih Mardiana, Marlina, Elicya, dan Rut yang selalu ada di waktu susah, sedih, dan senang. Kepada teman terkasih Mitrand Okinata Simbolon, SP atas doa dan semangat yang tak henti-hentinya diberikan kepada penulis. Serta kepada teman-teman angkatan 2010 di Program Studi Agribisnis (Dela, Ezra, Janri, Melky, Jona, Johanes, Irwan, Voldo, Edberg, Roy, Andy) dan teman-teman lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna sehingga penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk kebaikan semoga dapat berguna bagi pembaca dan khususnya bagi penulis pribadi.

Medan, Februari 2015


(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Kegunaan Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka ... 5

2.2 LandasanTeori ... 16

2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen dalam Mengonsumsi Gula Putih Bermerek ... 21

2.4 Penelitian Terdahulu ... 26

2.5 Kerangkan Pemikiran ... 27

2.6 Hipotesis Penelitian ... 28

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian... 29

3.2 Metode Penentuan Sampel ... 29

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 30

3.4 Metode Analisis Data ... 30

3.5 Definisi dan Batasan Operasional ... 34

3.5.1 Definisi Operasional ... 34

3.5.2 Batasan Operasional ... 35

BAB IV DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 4.1 Deskripsi Daerah Penelitian ... 36

4.2 Karakteristik Sampel Penelitian ... 40

4.2.1 Umur ... 40

4.2.2 Pekerjaan ... 41

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Perilaku Konsumen ... 42

5.2Analisis Data ... 53

5.2.1 Analisis Regresi Linear Berganda ... 53

5.2.2 Uji t ... 54

5.2.3 Uji F ... 58


(7)

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ... 60

6.2 Saran ... 60

6.2.1 Kepada Produsen ... 60

6.2.2 Kepada Pemerintah ... 60

6.2.3 Kepada Peneliti Selanjutnya ... 61

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Hal

1 Jumlah Penduduk Kota dan Jumlah Rumah Tangga di Sumatera Utara, 2013

29

2 Parameter Perilaku Konsumen 31

3 Penduduk Menurut Kelompok Ukmur dan Jenis Kelamin di Kota Medan, 2013

37 4 Distribusi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan,

2013

38

5 Sarana dan Prasarana, 2013 38

6 Distribusi Sampel Berdasarkan Umur 40

7 Distribusi Sampel Berdasarkan Pekerjaan 41

8 Parameter Perilaku Konsumen 42

9 Persentase Jawaban Responden Berdasarkan Pengaruh Kebiasaan

46 10 Persentase Jawaban Responden Berdasarkan Pengaruh

Kebutuhan Sehari-hari

47 11 Persentase Jawaban Responden Berdasarkan

Rekomendasi dari teman atau Keluarga

47 12 Persentase Jawaban Responden Berdasarkan Pengaruh

Kelas Sosial

48 13 Persentase Jawaban Responden Berdasarkan Pengaruh

Pendapatan

49 14 Persentase Jawaban Responden Sesuai dengan Gaya

Hidup Modern

50 15 Persentase Jawaban Responden Sesuai dengan Gaya

Hidup Praktis

50 16 Persentase Jawaban Responden Berdasarkan Pengaruh

Gengsi

51 17 Persentase Jawaban Responden Berdasarkan Pengaruh

Lebih Menyukai Gulaku

52 18 Persentase Jawaban Responden Berdasarkan Harga

walaupun Relatif Mahal

53


(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Hal

1 Tipe-Tipe Perilaku Konsumen 19


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Lampiran

1 Karakteristik Konsumen 1

2 Perilaku Konsumen 2

3 Data Sampel Budaya (X1) 3

4 Data Sampel Sosial (X2) 4

5 Data Sampel Pribadi (X3) 5

6 Data Sampel Psikologis (X4) 6

7 Data Sampel Keputusan Konsumen (Y) 7


(11)

ABSTRAK

NUSANTRY SIRAIT (100304041) dengan judul Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen dalam Mengonsumsi Gula Putih Bermerek di Kota Medan.Penelitian ini dibimbing oleh Ibu Ir. Iskandarini, MM, Ph. D dan Bapak Ir. M. Jufri, M.Si.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis perilaku konsumen dalam mengonsumsi gula putih bermerek di daerah penelitian dan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi konsumen dalam mengonsumsi gula putih bermerek.

Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis deskriptif dan metode analisis regresi linier berganda. Penentuan daerah penelitian secara purposive. Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember tahun 2014.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variable budaya, sosial, pribadi dan psikologis secara serempak berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan konsumen dalam mengonsumsi gula putih bermerek Gulaku. Sedangkan secara parsial variable pribadi dan psikologis mempunyai pengaruh paling besar terhadap keputusan konsumen dalam mengonsumsi gula putih bermerek Gulaku.


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gula merupakan komoditi penting bagi masyarakat Indonesia bahkan bagi masyarakat dunia. Manfaat gula sebagai sumber kalori bagi masyarakat selain dari beras, jagung, dan umbi-umbian menjadikan gula sebagai salah satu bahan makanan pokok. Kebutuhan akan gula dari setiap negara tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan pokok, tetapi juga karena gula merupakan bahan pemanis utama yang digunakan sebagai bahan baku pada industri makanan dan minuman. Peranan gula semakin penting disebabkan oleh belum tersedianya bahan pemanis buatan yang mampu menggantikan keberadaan gula pasir. Kondisi geografis Indonesia yang cukup berpotensi untuk menghasilkan tanaman tebu menjadikan

Indonesia sebagai negara yang berpotensi sebagai produsen gula terbesar di dunia (Mubyarto dan Daryanti. 1991).

Kebijakan pemerintah dalam meregulasi industri pergulaan tidak mengembalikan posisi Indonesia seperti pada masa-masa keemasannya. Produksi total dan produktivitas industri gula yang terus menurun yang tidak seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan gula mengakibatkan ekspor gula berhenti sama sekali pada tahun 1966. Sejak 1967 Indonesia menjadi negara importir gula dengan impor gula sebesar 33 ribu ton dan terus meningkat hingga melebihi 160 ribu ton pada tahun 1972. Indonesia menjadi negara importir gula hingga saat ini. Ketergantungan impor yang tinggi terjadi karena inefisiensi pada industri gula yang menjadi kendala utama belum bisa teratasi meskipun berbagai upaya telah ditempuh dan bahkan beban cukai telah dihapuskan seluruhnya pada


(13)

tahun 1995 di mana cukai seluruhnya ditanggung oleh pemerintah atau pemerintah tidak mengenakan cukai lagi (Sapuan, 1998).

Ada banyak faktor yang menyebabkan Indonesia menjadi negara pengimpor gula. Salah satu faktor utamanya adalah ketidakmampuan industri gula dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan dan permintaan gula masyarakat yang terus meningkat. Hal ini dikarenakan meningkatnya jumlah penduduk dan pendapatan per kapita masyarakat setiap tahunnya. Produktivitas dan efisiensi industri gula di Indonesia yang semakin rendah dapat dilihat dari penurunan jumlah produksi gula yang dihasilkan petani dan pabrik gula yang ada di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh rendahnya efisiensi manajemen dari setiap pabrik gula. Kondisi menurunnya produksi gula nasional yang berbanding terbalik dengan konsumsi gula nasional yang terus meningkat, mengakibatkan Indonesia menjadi negara pengimpor gula untuk memenuhi seluruh permintaan gula nasional setiap tahunnya.

Upaya mencapai swasembada gula telah dilakukan pemerintah melalui berbagai kebijakan untuk mengatasi segala permasalahan yang dihadapi industri gula. Mulai dari penerapan Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) untuk mendorong peningkatan produksi, rehabilitasi, dan perluasan kapasitas pabrik gula di Jawa, pembangunan pabrik-pabrik gula baru di luar Jawa dan stabilisasi harga gula di dalam negeri (Maria, 2009).

Terobosan baru pada industri gula pasir masih dilakukan layaknya produk komoditas, sehingga yang terjadi hanya kegiatan penjualan. Pemberian brand

pada gula pasir diharapkan menjadi salah satu cara yang tepat digunakan untuk menghadapi persaingan dengan gula impor dan juga untuk bisa masuk pada ritel


(14)

modern. Dengan adanya brand nilai jual diharapkan bisa ditingkatkan dan lebih mempunyai daya saing terhadap gula impor.

Pemberian merek pada gula pasir menjadi salah satu cara dari produsen gula nasional untuk tetap bertahan menghadapi serangan dari gula pasir impor dan untuk bisa masuk pada ritel modern. Pada ritel modern seperti minimarket, supermarket, dan hipermarket kehadiran produk-produk bermerek menjadi menjadi satu-satunya pilihan karena amat kecil kemungkinan para pengelola pasar modern menjual gula secara ketengan. Apalagi menurut pihak manajemen sasaran prouk Gulaku adalah kalangan menengah ke atas yang menginginkan gula pasir yang berkualitas dan higienis, sehingga saat ini Gulaku lebih banyak dijual pada ritel modern.

Dalam lingkungan yang kompetitif, setiap produk harus memiliki ciri khas untuk membedakan produk tersebut dengan produk sejenis di samping untuk menarik pelanggan baru, suatu produk harus mampu mempertahankan loyalitas dari pelanggan yang sudah ada. Salah satu cara untuk mencapai tujuan tersebut adalah denagn memberikan kepuasaan kepada konsumen melalui peningkatan kinerja mutu dari produk tersebut. Produk ebrmutu hanya dapat dirasakan oleh konsumen sebagai pengguna terakhir.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan berikut:

1. Bagaimana perilaku konsumen terhadap konsumsi gula putih bermerek ? 2. Apa-apa saja faktor yang mempengaruhi konsumen dalam mengonsumsi gula


(15)

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan berikut:

1. Untuk menganalisis perilaku konsumen dalam mengonsumsi gula putih bermerek

2. Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi konsumen dalam mengonsumsi gula putih bermerek.

1.4 Kegunaan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dipaparkan di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi para pembaca yang memiliki ketertarikan terhadap perilaku konsumen gula putih bermerek.

2. Sebagai referensi bagi pihak-pihak yang berkaitan dengan perilaku konsumen. 3. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan di Fakultas


(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

sPEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Definisi Gula

Gula adalah bentuk dari karbohidrat dengan rumus umum Cm(H2O)n, yang dikelompokan ke dalam tiga golongan yakni : monosaccharida, oligosaccharida

dan polysaccharida. Dari ketiga golongan tersebut, monosaccharida merupakan karbohidrat yang paling sederhana di mana fruktosa merupakan salah satu pemanis dari golongan ini. Sedangkan oligosaccharida merupakan kondensasi dari beberapa monosaccharida yang dapat dipecah menjadi dua (disacharida) dan seterusnya. Salah satu bagian dari disacharida adalah sukrosa, bahan yang paling banyak digunakan dalam pembuatan gula pasir (Hafsah, 2002).

Gula dapat dibuat dari tebu, bit atau aren dengan pemrosesan pemurnian. 2.1.2 Gula Tebu

Gula ini dihasilkan dari tebu yang dihancurkan dan diperas, sarinya dikumpulkan dan disaring, cairan yang terbentuk kemudian ditambahkan bahan tambahan, (biasanya digunakan kalsium oksida) untuk menghilangkan ketidak kemurnian, campuran tersebut kemudian dimurnikan dengan belerang oksida. Campuran yang terbentuk kemudian dididihkan, endapan dan sampah yang mengambang kemudian dapat dipisahkan. Setelah cukup murni, cairan didinginkan dan dikristalkan (biasanya sambil diaduk) untuk memproduksi gula yang dapat dituang ke cetakan. Sebuah mesin sentrifugal juga dapat digunakan pada proses kristalisasi.


(17)

2.1.3 Gula Bit

Gula ini dihasilkan dari bit. Bit dicuci terlebih dahulu, kemudian di potong potong dan gulanya kemudian di ekstraksi dengan air panas pada sebuah diffuse. Pemurnian kemudian ditangani dengan menambahkan larutan kalsium oksida. dan karbon dioksida. Setelah penyaringan campuran yang terbentuk lalu dididihkan hingga kandungan air yang tersisa hanya tinggal 30 persen saja. Gula kemudian diekstraksi dengan kristalisasi terkontrol. Kristal gula pertama-tama dipisahkan dengan mesin sentrifugal dan cairan yang tersisa digunakan untuk tambahan pada proses kristalisasi selanjutnya. Ampas yang tersisa (dimana sudah tidak bisa lagi diambil gula darinya) digunakan untuk makanan ternak dan dengan itu terbentuklah gula putih yang kemudian disaring ke dalam tingkat kualitas tertentu untuk kemudian dijual.

2.1.4 Gula Merah (Gula Jawa)

Istilah gula merah biasanya diasosiasikan dengan segala jenis gula yang dibuat dari nira, yaitu cairan yang dikeluarkan dari bunga pohon dari keluarga palma, seperti kelapa, aren, dan siwalan. Secara umum cara pengambilan cairan ini sebagai berikut.

1. Bunga (mayang) yang belum mekar diikat kuat (kadang-kadang dipres dengan dua batang kayu) pada bagian pangkalnya sehingga proses pemekaran bunga menjadi terhambat. Sari makanan yang seharusnya dipakai untuk pemekaran bunga menumpuk menjadi cairan gula. Mayang membengkak.

2. Setelah proses pembengkakan berhenti, batang mayang diiris-iris untuk mengeluarkan cairan gula secara bertahap. Cairan biasanya ditampung dengan timba yang terbuat dari daun palma tersebut.


(18)

3. Cairan yang ditampung diambil secara bertahap, biasanya 2-3 kali. Cairan ini kemudian dipanaskan dengan api sampai kental. Setelah benarbenar kental, cairan dituangkan ke mangkok-mangkok yang terbuat dari daun palma dan siap dipasarkan. Gula merah sebagian dipakai sebagai bahan baku kecap manis. 2.1.5 Sejarah Industri Gula Indonesia

Industri gula di Indonesia dimulai pada ke -17 ketika VOC mengusahakan kira-kira seratus perkebunan gula di sekitar Batavia. Ketika VOC dibubarkan pada akhir abad ke-18, pemerintah hindia Belanda melanjutkannya bersamaan dengan hal-hal lain yang serupa, untuk meningkatkan penanaman tebu dan mengekspor gula dalam rangka cultuur stelsel. Dengan stelsel ini para petani diharuskan untuk menanam tebu atau tanaman perdagangan lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah di atas tanah mereka. Hasil panen diserahkan kepada pemerintah sebagai pembayaran pajak in natura. Pemerintah memiliki dan menyelenggarakan pabrik gula dan dapat pula memerintahkan kerja paksa kepada pendudukan desa untuk menjalankan pabrik. Setelah agrarische Wet tahun 1870, secara berangsur-angsur pemerintah menarik diri industri gula yang berarti terbukanya kesempatan bagi capital swasta Belanda .Paksaan untuk menanam jenis-jenis tanaman perdagangan di atas tanah milik petani diganti dengan paksaan jenis lain dalam bentuk keharusan menyewakan tanah kepada perusahaan-perusahaan perkebunan. Perusahaan-perusahaan tersebut juga berhak memperoleh tenaga kerja paksaan dari petani.

Walaupun sekitar tahun 1870 “tanah kosong” sudah sangat sedikit yang bisa disewa untuk jangka panjang dari pemerintah dan ada undang-undang pemindahaan milik tanah ke tangan asing yang ketat yang melarang penjualan


(19)

tanah kepada pihak bukan Indonesia, tetapi perusahaan-perusahaan itu dengan bantuaan pemerintah bisa memperoleh tanah yang cukup luas untuk menanam tebu melalui sistem sewa-menyewa yang banyak lika likunya. Ketika kerja paksa telah dihapus, keharusan menyewakan tanah untuk tebu masih diteruskan, kemudian diganti dengan sistem tanam tebu bebas sejak tahun 1870 yaitu dengan dikeluarkannya undang-undang agraria. Antara tahun 1830 sampai 1870 produksi gula terus meningkat dari produksi 40.500 ton menjadi 405.000 ton setahun. Perkembangan terjadi dalam periode itu, baik dalam areal penanaman ataupun yang lebih penting lagi dalam produktivitas per hektar, yang menimbulkan peningkatan produksi yang optimal sehingga pada tahun 1895 mencapai 1.458.000 ton. Perkembangan demikian itu dimungkinkan oleh penanaman dan pemeliharaan tebu yang intensif dan oleh peralatan serta mesin-mesin yang efisien. Untuk hal yang terakhir itu, karena membutuhkan modal yang sangat besar, baru bisa dilaksanakan setelah banyak perusahaan-perusahaan perkebunan kecil, sebagai akibat jatuhnya harga gula sekitar tahun 1880 terpaksa menjual perusahaan besar seperti HVA dan CMV yang mengusai kapital-kapital raksasa.

Perusahaan-perusahaan besar inilah yang berjasa menciptakan jaringanjaringan irigasi, jalan kereta api dan lembaga-lembaga penelitian yang memberikan perkembangan besar terhadap efisiensi industri gula. Hasil gula per hektar yang tinggi bisa dicapai berkat sistem penanaman yang efisien karena ada sistem irigasi yang baik, penggunaan tanah paling subur di setiap daerah dan last but not least

dengan menggunakan stek tebu yang paling unggul dikembangkan oleh lembaga penelitian yang dibiayai dan diselenggarakan oleh pabrik-pabrik gula.


(20)

Dalam masa pendudukan Jepang areal penanaman tebu berkurang separuh dari keadaan sebelum perang. Jepang tidak mendorong penanaman tebu dan kebanyakan tanah-tanahnya dialihkan untuk penanaman padi dan tanaman-tanaman makanan lainnya. Pada masa awal kemerdekaan, banyak pabrik gula yang dibumihanguskan oleh pemuda dan tentara dalam perang melawan Belanda.

Setelah perang, berbagai usaha telah dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang bersangkutan untuk merehabilitasi industri gula akan tetapi tidak begitu berhasil. Masyarakat yang membutuhkan lebih banyaknya kesulitan dalam memperoleh tanah untuk menanam tebu, kemudian tebu rakyat sebagai tanaman perdagangan mulai memegang peranan yang lebih penting terutama di Jawa.

Pada tahun 1928 terdapat 178 pabrik gula yang diusahakan perkebunanperkebunan di Jawa dengan luas areal tebu yang dipanen kira-kira 200.000 hektar dan menghasilkan hampir tiga juta ton gula dimana hampir setengahnya diekspor. Akan tetapi pada masa depresi sekitar awal tahun tiga puluhan, industri gula hampir hancur. Luas areal penanaman merosot dari 200.000 hektar pada tahun 1931 menjadi hanya 30.000 hektar pada tahun 1935 dengan total produksi yang anjlok dari 3.000.000 ton menjadi hanya 500.000 ton saja. Pada tahun 1936 pabrik gula menyusut menjadi 35 pabrik. Kebutuhan gula dalam negeri makin lama makin bnayak yang dipenuhi oleh gula rakyat baik Jawa maupun luar Jawa. Namun pada tahun 1937 industri gula pulih kembali.

Pada tahun 1957 sebagai akibat semakin gentingnya hubungan antara Indonesia dengan Belanda mengenai Irian Barat pabrik-pabrik gula diambil alih oleh Perusahaan Pemerintah (PN). Pemimpin-pemimpin pabrik gula Belanda meninggalkan Indonesia, pabrik-pabrik tersebut dan pengusahaannya sepenuhnya


(21)

ada di tangan bangsa Indonesia. Ganti rugi dibayarkan kepada pemihak-pemihak Belanda sesuai dengan hasil persetujuan antara pemerintah Indonesia dan Belanda pada tahun 1963. Tahun 1967 industri gula mengalami kerugian lebih dari lima milyar rupiah dan pada tahun 1968 harus meminta bantuan tambahan sebesar empat setengah milyar untuk membayar sewa tanah tahun 1969.

Sejak tahun 1975, pabrik gula telah dinyatakan secara resmi sebagai usaha pemroses dan pengolah tebu sehingga menjadi gula pasir. Selain itu pabrik gula juga berfungsi sebagai pembimbing petani yang bekerja sama dengannya untuk mendapatkan tebu dengan jumlah dan kualitas yang diharapkan. Sebagai imbalan atas pemrosesan tebu menjadi gula pasir, pihak pabrik mendapat “ongkos giling” yang dinyatakan dalam persen dari hasil. Sistem pembagian ini ditetapkan oleh pemerintah. Adanya prinsip dasar yang digunakan dalam proses pembagian adalah semakin tinggi rendemen tebu yang digilingkan, semakin banyak bagian petani. Meskipun beberapa kali telah dilakukan peninjauan, ketentuan bagi hasil ini tidak banyak berubah. Ketentuan bagi hasil yang tercantum dalam SK mentan No.03/SK/Mentan/BIMAS/VI/87 menjelaskan bahwa :

1. Petani tebu akan mendapatkan 62 persen gula yang dihasilkan dari tebu yang berendemen sampai dengan 8 persen, apabila rendemen melebihi 8 persen maka petani akan mendapatkan tambahan hasil.

2. Petani tebu akan mendapatkan bagian tetes sebanyak 4,5 kg untuk setiap kuintal tebu yang diinginkan. Seiring dengan semakin kurangnya pasokan tebu dan menurunnya produksi gula maka banyak pabrik gula yang ditutup. Sampai sekarang ini jumlah pabrik gula di Jawa maupun di luar Jawa sekitar 12 pabrik gula. Pada umumnya pabrik-pabrik yang ada beroperasi di bawah kapasitas giling. Sebagian besar PG mempunyai kapasitas giling yang kecil (kurang dari


(22)

3000 TCD = Ton Cane Day) hal ini disebabkan oleh mesin yang telah berumur lebih dari 75 tahun serta tidak mendapat perawatan yang memadai sehingga mengakibatkan biaya produksi per kg gula tinggi.

Setelah mengalami berbagai perubahan pasang surut, industri gula Indonesia sekarang hanya didukung oleh 58 pabrik gula yang aktif. yaitu 42 PG yang dikelola BUMN dan 16 PG yang dikelola oleh swasta (DGI, 2005).

2.1.6 Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.)

Tanaman tebu atau dengan nama latin Sacharum Officinarum adalah pohon tanaman yang hidup di daerah tropika dan sub tropika yaitu di antara 390 LU dan yaitu di antara 350 LS dengan suhu rata-rata 210C. Tebu dapat ditanam dari dataran rendah sampai pegunungan dengan ketinggian 1000 m di atas permukaan laut.

Di dalam masa pertumbuhannya tanaman tebu membutuhkan cukup air, sedangkan pada waktu masak diperlukan keadaan kering. Apabila terlalu banyak hujan menyebabkan rendemen gula menjadi rendah. Tanah yang cocok untuk bertanam tebu adalah tanah yang subur berupa tanah lempung kapur yang dalam serta mempunyai pengairan dan pengaliran air yang baik. Penanaman tebu di Jawa pada umumnya bulan Mei, Juni dan Juli mengingat pada masa tersebut curah hujan yang mencukupi.

Gula yang ada pada batang tebu merupakan hasil kerja (sintesa) dari tanaman tebu itu sendiri yang hasilnya dari berbagai unsur yang berinteraksi yaitu unsur air, CO2 di udara dan sinar matahari. Ketiga unsur akan berinteraksi membentuk


(23)

sukrosa. Tebu mengandung berbagai komponen antara lain serabut, air dan sukrosa. Sebelum diolah, tebu digiling terlebih dahulu hingga dihasilkan nira. 2.1.7 Proses Pembuatan Gula Pasir

Menurut Nurizzati dalam Wahyuni (2007) proses produksi gula pasir melalui enam tahapan atau stasiun yaitu :

1. Stasiun penggilingan

Pada stasiun penggilingan tebu dimasukan ke dalam mesin penggilingan dari mesin akan dihasilkan nira perahan pertama dan ampas tebu. Nira perahan pertama lalu dimasukan ke gilingan II, III, dan IV. Pada gilingan IV ditambahkan air imbibisi untuk digunakan dalam mesin giling III, dan dari gilingan III ke gilingan II. Pemberian air imbibisi pada pemerahan tebu bertujuan untuk menekan kadar gula yang ada dalam ampas. Nira yang diperoleh dari mesin gilingan I dan II dinamakan nira mentah. Ampas yang dihasilkan digunakan sebagai bahan bakar pada ketel uap yang merupakan pusat penggerak dari mesin-mesin yang ada di dalam pabrik. Jadi tujuan stasiun pengilingan adalah memisahkan nira tebu dari sabut dan menekan kehilangan gula dalam ampas sekecil-kecilnya.

2. Stasiun pemurnian

Stasiun pemurnian bertujuan untuk memisahkan kotoran terlarut, kolodial, dan bukan gula dalam nira yang dihasilkan di stasiun penggilingan. Pada stasiun penggilingan dihasilkan nira yang mengandung gula dan kotoran. Nira tersebut berwarna hitam kecoklatan. Untuk menghilangkan kotoran tersebut digunakan kapur sebagai bahan pengendap. Nira mentah tersebut ditambahkan susu kapur., kemudian dipanaskan pada suhu 70-75○C yang merupakan pemanasan I (PPI). PP I dilakukan dengan tujuan membunuh mikroorganisme yang


(24)

terdapat di dalam wadah. Kemudian nira mentah ditambah belerang dan dipanaskan kembali (PP II) dengan suhu 100-105○C untuk menyempurnakan proses reaksi dan memperbaiki proses pengendapan. Nira mentah tersulfitir ini ditambah bahan pengendap seperti superflock sampai nira kotor dan nira jernih terpisah. Sehingga hasil dari tahap pemurnian ini adalah nira bersih dan nira kotor. Nira kotor kemudian dimasukkan dalam saringan hampa sampai didapatkan blotong dan nira tapisan. Blotong dimanfaatkan sebagai pupuk organik, sedangkan nira tapisan dimasukan lagi pada nira mentah tersulfitir guna mengalami proses lebih lanjut.

3. Stasiun penguapan

Stasiun penguapan bertujuan untuk menguapakan sebagian air yang terkandung dalam nira encer pada suhu 100-105○C sehingga didapatkan nira kental yang mempunyai konsentrasi tertentu dan uap nira penguapan dilakukan suatu evaporator.

4. Stasiun Kristalisasi

Kristalisasi merupakan proses mendapatkan kristal gula sebanyak-banyaknya secara mudah, sederhana dan ekonomis dari suatu larutan yang mengandung sakarosa. Nira kental mengalami proses kristalisasi pada tiga tingkat masakan yaitu masakan A, B dan C. Masakan A yaitu mengkristalkan sukrosa dari nira kental sampai ukuran tertentu dengan bibit gula C2. Masakan B yaitu mengkristalkan sukrosa dari stroop B dan Klare C dengan bibit fondant (bubuk gula). Masakan A dan B tidak mengalami pendinginan untuk kemudian dimasukan pada saringan berputar guna memisahkan gula dan tetes. Sedangkan masakan C didinginkan selama 24 jam untuk kemudian diamsukan pada saringan berputar guna memisahkan gul adan tetes. Dari masakan A dihasilakn


(25)

gula A dan tetes A, masakan B berupa gula B dan tetes B, serta masakan C berupa gula C dan tetes C. Proses kristalisasi juga menghasilkan uap nira. Uap nira ini ditambahkan dengan air injeksi (air pengembun) yang menghasilkan air jatuhan. Air jatuhan tersebut digunakan untuk mengairi lahan pertanian (tebu dan palawija). Air jatuhan ditambah air sungai kembali menjadi air injeksi. 5. Stasiun pemutaran

Stasiun pemutaran bertujuan untuk memisahkan kristal gula dari larutan induknya (molase) dengan menggunakan prinsip sentrifugal. Jika dilakuakan pemutaran dalam sentrifus. Terdapat perbedaan antar masakan. Kristal yang berasal dari masakan A, harkat kemurniaannya tinggi, dilapisi oleh larutan induk yang sangat tipis dan berwarna muda. Sebaliknya masakan C, kristalnya dilapisi oleh lapisan larutan induk yang tebaldan berwarna kecoklatan. Lapisan yang menempel pada kedua kristal ini tidak akan lepas walaupun tenaga sentrifugal diperbesar. Cara untuk mengurangi tebal tipisnya lapisan larutan induk yang menempel pada kristal adalah dengan pencucian setelah pemusingan kering.

6. Stasiun penyelesaian

Pada stasiun pemutaran gula sifatnya masih dianggap lembab atau kadar airnya tinggi sehingga perlu dikeringkan sebelum disimpan. Pengeringan yang dilakukan pada gula hampir sama dengan butiran lainnya. Perbedaanya adalah bahwa air yang diuapkan hanya terdapat pada permukaan kristal tergantung pada tebal tipisnya lapisan, cara pengolahan, dan komposisi kimia lapisan. Setelah kering, gula disaring untuk memisahkan gula halus, kasar dan normal. Gula normal mempunyai ukuran kristal antara 0,6 – 1,05 mm yang digunakan sebagai gula produk (gula yang diperdagangkan). Kristal halus dan kasar


(26)

dipisahkan dan dilebur untuk diolah kembali. Gula kemudian dikarungkan dan disimpan untuk dijual. Penyimpanan gula sebaiknya dilakukan sebagai berikut: (a). Gula harus dikarungkan dalam keadaan kering dengan suhu tidak boleh lebih dari 38○C, (b).Bagian bawah karung dilindungi oleh kertas tahan lembab, demikian pula bagian lapisan atas tumpukan karung berisis gula harus dilindungi oleh kertas lembab. Bahan baku untuk pengolahan gula putih yang paling umum digunakan adalah batang tanaman tebu (Saccharum officinarum

L) atau umbi tanaman bit gula (Beta vulgaris). Batang tanaman tebu yang masih segar hampir seluruhnya (99%) tersusun atas unsur karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O). Dari sejumlah itu, kira-kira 75% diantaranya dalam bentuk air (H2O), dan sisana dalam bentuk bahan kering. Untuk kepentingan

pengolahan gula, batang tanaman tebu dianggap tersusun atas nira tebu atau umbi tanaman bit gula tersebut sebanyak-banyaknya (Sudana, 2000).

Batang tanaman tebu merupakan sumber gula. Namun demikian, rendemen/persentase gula yang dihasilkan hanya berkisar 10-15%. Sisa pengolahan batang tebu adalah :

• Tetes tebu yang diperoleh dari tahap pemisahan kristal gula dan masih mengandung gula 50-60%, asam amino, dan mineral. Tetes tebu adalah bahan baku bumbu masak MSG, gula cair, dan arak.

• Putik dan tebu yang diperoleh dari penebangan digunakan untuk pakan ternak dalam bentuk silase, pelet, dan wafer.

• Ampas tebu merupakan hasil sampingan dari proses ekstrasi cairan tebu. Dimanfaatkan sebagai bahan bakar pabrik, bahan industri kertas, particle board, dan media untuk budidaya jamur atau dikompakkan untuk pupuk.


(27)

• Blotong yang merupakan hasil sampingan dari proses penjernihan. Bahan organik ini dipakai sebagai pupuk (Hafsah, 2002).

2.2 Landasan Teori 2.2.1 Konsumen

Istilah konsumen sering diartikan sebagai dua jenis konsumen, yakni: konsumen individu dan konsumen organisasi. Konsumen individu membeli barang dan jasa untuk digunakan sendiri. Dalam konteks barang dan jasa yang dibeli kemudian digunakan langsung oleh individu sering disebut sebagai “pemakai akhir” atau “konsumen akhir”. Konsumen organisasi terdiri dari organisasi bisnis, yayasan, lembaga sosial, kantor pemerintah, dan lembaga lainnya (Sumarwan, 2004). Reksoprayitno (2000), menyampaikan bahwa teori konsumen menjelaskan bagaimana reaksi konsumen dalam kesediaannya membeli suatu barang akan berubah jika jumlah pendapatan konsumen dan harga barang yang bersangkutan berubah. Fungsi utama barang dan jasa konsumsi adalah untuk memenuhi kebutuhan langsung pemakainya dengan terpenuhinya kebutuhan konsumen tersebut akan menimbulkan kepuasan bagi konsumen itu sendiri.

2.2.2 Perilaku Konsumen

Perilaku konsumen adalah proses dan aktivitas ketika seseorang berhubungan dengan pencarian, pemilihan, pembelian, penggunaan, serta pengevalusian produk dan jasa demi memenuhi kebutuhan dan keinginan. Namun ada pula yang mengartikan perilaku konsumen sebagai hal-hal yang mendasari untuk membuat keputusan pembelian sebagai contoh untuk barang berharga jual rendah maka proses pengambilan keputusan dilakukan dengan mudah sedangkan untuk barang


(28)

berharga jual tinggi maka proses pengambilan keputusan akan dilakukan dengan pertimbangan yang matang.

Perilaku konsumen menyangkut suatu proses keputusan sebelum pembelian serta tindakan dalam memperoleh, memakai, dan mengonsumsi suatu produk. Mengetahui perilaku konsumen meliputi perilaku yang dapat diamati seperti jumlah yang dibelanjakan, kapan, dengan siapa, oleh siapa, dan bagaimana barang yang sudah dibeli dikonsumsi (Mangkunegara, 2002).

Menurut Kotler dan Keller (2007) perilaku konsumen adalah perilaku dari konsumen akhir, individu, dan rumah tangga yang membeli barang dan jasa untuk konsumsi pribadi. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen adalah kebudayaan, sosial, pribadi, psikologis.

Teori perilaku konsumen merupakan deskripsi tentang bagaimana konsumen mengalokasikan pendapatan diantara barang dan jasa yang berbeda-beda untuk memaksimumkan kesejahteraan. Keputusan pembelian konsumen akan membantu kita memahami bagaimana perubahan pendapatan dan harga mempengaruhi permintaan barang dan jasa (Pyndick dan Rubinfield, 2001).

Minor dan Mowen (2002) menyatakan bahwa perilaku konsumen didefinisikan sebagai studi tentang unit pembelian dan proses pertukaran yang melibatkan perolehan, konsumsi, dan pembuangan barang, jasa, pengalaman, serta ide-ide. Perilaku kosumen merupakan tindakan suatu individu dalam membuat keputusan dalam membelanjakan sumber daya yang dimilikinya untuk memperoleh atau untuk mendapatkan barang dan jasa yang akan dikonsumsi nantinya. Dalam menganalisis perilaku konsumen tidak hanya menyangkut faktor- faktor yang


(29)

mempengaruhi pengambilan keputusan konsumen dalam berbelanja tetapi proses pengambilan keputusan yang disertai dengan kegiatan pembelian suatu barang atau jasa (Simamora, 2008).

Nitisusastro (2012) mengatakan perilaku konsumen dapat didefinisikan sebagai kegiatan-kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang-barang dan jasa-jasa, termasuk di dalamnya proses pengambilan keputusan pada persiapan dan menentukan kegiatan-kegiatan tertentu.

Dari pengertian di atas maka perilaku konsumen merupakan tindakan-tindakan dan hubungan sosial yang dilakukan oleh konsumen perorangan, kelompok maupun organisasi untuk menilai, memperoleh, dan menggunakan barang-barang serta jasa melalui proses pertukaran atau pembelian yang diawali dengan proses pengambilan keputusan yang menentukan tindakan-tindakan tersebut.

Pengambilan keputusan konsumen berbeda dengan menurut jenis keputusan pembelian. Asseal membedakan menjadi empat tipe perilaku pembelian konsumen berdasarkan tingkat keterlibatan pembelian tingkat perbedaan merek, seperti di ilustrasikan melalui gambar berikut ini :

Gambar 1. Tipe-Tipe Perilaku Konsumen

TINGGI RENDAH

P ERB ED AA N MEREK S ED IK IT B AN YA K Complex Buying Behavior Rissonance Reducing Buying Behavior Habitual Buying Behavior Variety seeking Buying Behavior


(30)

1. Perilaku membeli yang rumit ( Complex Buying Behavior)

Perilaku membeli yang rumit ini membutuhkan keterlibatan tinggi dalam pembelian. Perilaku ini menyingkapkan adanya perbedaan-perbedaan yang jelas di antara merek-merek yang ada. Perilaku ini terjadi ketika membeli barang-barang yang mahal, tidak sering dibeli, beresiko, dan dapat menunjukan jati diri dari sang pembeli. Contoh produk ini seperti mobil, pakaian, televisi, dan jam tangan.

2. Perilaku membeli untuk mengurangi ketidakcocokan (Dissonance Reducing Buying Behavior)

Perilaku membeli mempunyai keterlibatan yang tinggi dan konsumen menyadari hanya sedikit perbedaan antara berbagai merek. Perilaku membeli ini terjadi untuk pembelian produk mahal, tidak sering dilakukan dan membeli secara relatif cepat karena perbedaan antara merek tidak terlihat. Contoh produk ini seperti karpet, keramik, dan pipa.

3. Perilaku membeli karena kebiasaan (Habitual Buying Behavior)

Dalam hal ini, konsumen membeli suatu produk berdasarkan kebiasaan, bukan berdasarkan kesetiaan terhadap merek. Konsumen membeli produk tersebut terus menerus karena konsumen telah mengenal produk yang sedang dikonsumsi. Setelah membeli konsumen tidak pernah mengevaluasi mengapa mereka membeli produk tersebut. Hal ini dikarenakan konsumen tidak terlibat langsung terhadap produk. Perilaku ini biasa pada konsumen gula, garam, kopi, dan beras.

4. Perilaku membeli dengan keragaman ( Variety Seeking Buying Behavior)

Perilaku ini memiliki keterlibatan yang rendah namun terdapat perbedaan merek yang jelas. Konsumen berperilaku dengan tujuan mencari keragaman


(31)

bukan kepuasan. Jadi merek disini bukan menjadi suatu yang mutlak. Sebagai

market-leader, pemasar dapat melakukan strategi seperti menjaga agar jangan sampai kehabisan stok dan promosi-promosi yang dapat meningkatkan konsumen. Perilaku ini terjadi pada konsumen yang membeli produk yang beraneka ragam dan harga murah sehingga konsumen sering berganti-ganti membelinya (Simamora, 2008).

Keputusan pembelian dari pembeli sangat dipengaruhi oleh faktor kebudayaan, sosial, pribadi, dan psikologi dari pembeli. Sebagian besar adalah faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan oleh pemasar (Setiadi, 2003).

2.2.3 Proses Pengambilan Keputusan

Keputusan yang dibuat oleh konsumen sangat erat kaitannya dengan tingkat keterlibatan konsumen. Memahami tingkat keterlibatan konsumen terhadap produk berarti perusahaan mengidentifikasi hal-hal yang menyebabkan seseorang terlibat atau tidak dalam memilih suatu produk (Suryani, 2008).

Proses pembelian selalu dimulai dengan pengenalan kebutuhan, yaitu persepsi atas perbedaan antara keadaan yang diinginkan dan situasi aktual yang memadai untuk menggugah dan mengaktifkan proses keputusan. Konsumen yang telah mengenali kebutuhannya akan terlibat dalam pencarian informasi adalah tahap kedua dari proses pengambilan keputusan, didefinisikan sebagai aktivitas termotivasi dari pengetahuan yang tersimpan dalam ingatan atau perolehan informasi dari lingkungan.

Perilaku konsumen berusaha memahami bagaimana konsumen mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan produk dan jasa. Setiap konsumen melakukan berbagai macam keputusan tentang pencarian, pembelian,


(32)

penggunaan beragam produk, dan merek pada setiap periode tertentu. Berbagai macam keputusan mengenai aktivitas kehidupan seringkali harus dilakukan oleh setiap konsumen pada setiap hari.

Konsumen melakukan keputusan setiap hari atau setiap periode tanpa menyadari bahwa mereka mempelajari bagaimana konsumen mengambil keputusan dan memahami faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi dan terlibat dalam pengambilan keputusan tersebut (Sumarwan, 2004).

2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen Dalam Mengonsumsi Gula Putih Bermerek

Menurut Kotler dan Armstrong (2008), pembelian konsumen sangat dipengaruhi oleh karakteristik budaya, sosial, pribadi, dan psikologis. Biasanya pemasar tidak dapat mengendalikan faktor-faktor semacam itu, tetapi harus memperhitungkannya. Berikut adalah pengaruh dari keempat faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen:

1. Faktor Budaya

Menurut Sumarwan (2004) budaya adalah segala nilai, pemikiran, simbol yang mempengaruhi perilaku, sikap, kepercayaan dan kebiasaan seseorang dan masyarakat. Adapun unsur-unsur budaya antara lain:

a. Budaya

Budaya adalah penyebab keinginan dan perilaku seseorang yang paling dasar. Perilaku manusia dipelajari secara luas. Tumbuh di dalam suatu masyarakat, seorang anak mempelajari nilai-nilai dasar, persepsi, keinginan, dan perilaku dari keluarga dan institusi lainnya. Setiap kelompok atau masyarakat mempunyai budaya, dan pengaruh budaya pada perilaku pembelian bisa sangat bervariasi dari yang negara yang satu dengan negara yang lain.


(33)

b. Subbudaya

Subbuudaya merupakan bagian budaya yang lebih kecil atau kelompok orang yang berbagi sistem nilai berdasarkan pengalaman hidup dan situasi umum. Subbudaya meliputi kebangsaan, agama, kelompok ras, dan daerah geografis. c. Kelas Sosial

Kelas sosial merupakan pembagian masyarakat yang relatif permanen dan berjenjang dimana anggotanya berbagi nilai, minat, dan perilaku yang sama. Kelas sosial tidak hanya ditentukan oleh satu faktor, seperti pendapatan, tetapi diukur sebagai kombinasi dari pekerjaan, pendapatan, pendidikan, kekayaan dan variabel lain.

2. Faktor Sosial

Pengaruh keluarga yaitu keluarga memberikan pengaruh yang besar dalam perilaku pembelian.Para pelaku pasar telah memeriksa peran dan pengaruh suami, istri, dan anak dalam pembelian produk yang berbeda. Anak-anak sebagai contoh, memberikan pengaruh yang besar dalam keputusan yang melibatkan restoran fast food (Setiadi, 2003).

a. Kelompok acuan

Seorang individu atau sekelompok orang yang secara nyata mempengaruhi perilaku seseorang. Perilaku seseorang dipengaruhi oleh banyak kelompok kecil. Kelompok yang mempunyai pengaruh langsung dan tempat dimana seseorang menjadi anggotanya disebut keanggotaan. Sebaliknya, kelompok referensi bertindak sebagai titik perbandingan atau titik referensi langsung atau tidak langsung dalam membentuk sikap atau perilaku seseorang. Kelompok referensi memperkenalkan perilaku dan gaya hidup baru kepada seseorang, mempengaruhi


(34)

sikap dan konsep diri seseorang, dan menciptakan tekanan untuk menegaskan apa yang mungkin mempengaruhi pilihan produk dan merek seseorang.

b. Keluarga

Keluarga adalah organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam masyarakat dan para anggota keluarga menjadi kelompok acuan primer yang paling berpengaruh. Anggota keluarga bisa sangat mempengaruhi perilaku pembeli. Keluarga adalah organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam masyarakat, dan telah diteliti secara ekstensif. Pemasar tertarik pada peran suami, istri, serta anak-anak dalam pembelian barang dan jasa yang berbeda. c. Peran dan Status

Posisi seseorang dalam masing-masing kelompok dapat didefenisikan dalam peran dan status. Peran terdiri dari kegiatan yang diharapkan dilakukan seseorang sesuai dengan orang-orang yang disekitarnya. Masing-masing peran membawa status yang mencerminkan nilai umum yang diberikan kepadanya oleh masyarakat. Orang biasanya memilih produk sesuai dengan peran dan status mereka.

3. Faktor Pribadi

Keputusan pembelian juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi, antara lain sebagai berikut:

a. Usia

Memahami usia konsumen adalah penting, karena konsumen yang berbeda usia akan mengkonsumsi produk dan jasa yang berbeda. Perbedaan usia juga akan mengakibatkan perbedaan selera dan kesukaan terhadap merek. Dari sisi pemasaran, semua penduduk berapapun usianya adalah konsumen. Namun


(35)

pemasar perlu mengetahui dengan pasti apakah usia dijadikan dasar untuk segmentasi pasar produknya.

b. Pekerjaan

Pekerjaan seseorang mempengaruhi barang dan jasa yang mereka beli. Pemasar berusaha mengidentifikasikan kelompok pekerjaan yang mempunyai minat di atas rata-rata pada produk dan jasa mereka. Perusahaan bahkan dapat mengkhususkan diri membuat produk yang diperlukan oleh kelompok pekerjaan tertentu.

c. Kepribadian dan Konsep Diri

Kepribadian setiap orang berbeda-beda dalam mempengaruhi perilaku pembeliannya. Kepribadian mengacu kepada karakteristik psikologi unik yang menyebabkan respon relatif konsisten dan bertahan lama terhadap lingkungan orang itu sendiri, kepribadian biasanya digambarkan dalam karakteristik perilaku seperti kepercayaan diri, kemampuan bersosialisasi, otonomi, cara mempertahankan diri, kemampuan beradaptasi, dan sifat-sifat agresif. Kepribadian dapat digunakan untuk menganalisis perilaku konsumen untuk produk atau pilihan merek tertentu.

d. Situasi Ekonomi

Keadaan ekonomi seseorang akan mempengaruhi pilihan produk, contohnya rolex diposisikan konsumen kelas atas sedangkan timex dimaksudkan untuk konsumen menengah. Situasi ekonomi seseorang amat sangat mempengaruhi pemilihan produk dan keputusan pembelian pada suatu produk tertentu (Kotler, 1994). e. Gaya Hidup

Pola kehidupan seseorang yang diekspresikan dalam aktivitas, ketertarikan, dan opini orang tersebut. Orang-orang yang datang dari kebudayaan, kelas sosial, dan


(36)

pekerjaan yang sama mungkin saja mempunyai gaya hidup yang berbeda (Kotler, 1994).

4. Faktor Psikologi

Pilihan pembelian seseorang dipengaruhi oleh empat faktor psikologis utama yaitu:

a. Motivasi

Kebutuhan yang mendesak untuk mengarahkan seseorang untuk mencari kepuasan dari kebutuhan.Berdasarkan teori Maslow, seseorang dikendalikan oleh suatu kebutuhan pada suatu waktu. Kebutuhan manusia diatur menurut sebuah hierarki, dari yang paling mendesak sampai paling tidak mendesak (kebutuhan psikologikal, keamanan, sosial, harga diri, pengaktualisasian diri). Ketika kebutuhan yang paling mendesak itu sudah terpuaskan, kebutuhan tersebut berhenti menjadi motivator, dan orang tersebut akan kemudian mencoba untuk memuaskan kebutuhan paling penting berikutnya (Suryani, 2008).

b. Persepsi

Persepsi adalah proses dimana seseorang memilih, mengorganisasi, dan menerjemahkan informasi untuk membentuk sebuah gambaran yang berarti. Orang dapat membentuk berbagai macam persepsi yang berbeda dari rangsangan yang sama (Suryani, 2008).

c. Pembelajaran

Pembelajaran menggambarkan perubahan dalam perilaku seseorang yang timbul dari pengalaman. Pembelajaran terjadi melalui interaksi dorongan, rangsangan pertanda, respons, dan penguatan.


(37)

d. Keyakinan dan Sikap

Keyakinan adalah pemikiran deskriptif yang dimiliki seseorang tentang sesuatu. Keyakinan bisa didasarkan pada pengetahuan nyata, pendapat atau iman yang bisa membawa muatan emosi atau tidak. Keyakinan akan membentuk citra produk dan merek yang mempengaruhi perilaku pembelian. Sikap menggambarkan evaluasi, perasaan, dan tendensi yang relatif konsisten dari seseorang terhadap sebuah objek atau ide.

2.4 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen gula putih bermerek di Kota Medan yang menjadi rujukan adalah penelitian yang dilakukan oleh Putri (2002) dengan judul Analisis Faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Gula Pasir Curah dan Proses Keputusan Pembelian Konsumen Gula Pasir Curah di Kota Medan. Proses pengambilan keputusan konsumen dalam pembelian gula pasir curah meliputi pengenalan masalah/kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, proses pembelian dan perilaku pasca pembelian. Harga beli konsumen dan pendapatan tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah konsumsi gula pasir curah, sedangkan jumlah tanggungan berpengaruh nyata terhadap jumlah konsumsi gula pasir curah.

Penelitian lain yang menjadi rujukan adalah penelitian yang dilakukan oleh Imas (2008) dengan judul Analisis Tingkat Kepuasan dan Loyalitas Konsumen Terhadap Produk Gula Pasir Merek Gulaku di Kota Bogor. Yang mempengaruhi konsumen untuk membeli Gulaku biasanya dipengaruhi diri sendiri dengan melakukan keputusan pembelian secara terencana. Konsumen Gulaku sudah merasa puas terhadap gula pasir Gulaku hal ini harus terus dipertahankan oleh


(38)

SGC, salah satunya dengan menjaga ketersediaan dari produknya sehingga kemungkinan pelanggan pindah ke produk lain menjadi kecil.

2.5 Kerangka Pemikiran

Keputusan konsumen dalam membeli gula putih bermerek berhubungan dengan perilaku konsumen. Perilaku konsumen dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor budaya, sosial, pribadi, dan psikologis.

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Keterangan :

: menyatakan pengaruh

Gula putih Bermerek Perilaku

Konsumen Faktor

Budaya

Faktor Sosial

Faktor Pribadi

Faktor Psikologis


(39)

Hipotesis Penelitian :

Faktor budaya, faktor sosial, faktor pribadi, dan faktor psikologis berpengaruh nyata terhadap perilaku konsumen dalam mengonsumsi gula putih bermerek di Kota Medan.


(40)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian

Daerah penelitian ditentukan secara purposive atau sengaja berdasarkan pertimbangan tertentu. Penelitian ini dilakukan di kota Medan dengan pertimbangan kota Medan memiliki jumlah penduduk paling tinggi di Sumatera Utara. Badan Pusat Statistik Sumatera Utara menyebutkan bahwa jumlah penduduk Kota Medan pada tahun 2013 sebesar 2.122.804 jiwa. Dengan jumlah penduduk sebanyak ini diasumsikan konsumsi akan Gulaku juga tinggi.

Tabel 1. Jumlah Penduduk Kota dan Jumlah Rumah Tangga di Sumatera Utara, 2013

No. Kota Jumlah Penduduk

(Jiwa)

Jumlah Rumah Tangga (KK)

1. Sibolga 85.852 18.651

2. Tanjung Balai 157.175 34.035

3. P. Siantar 236.947 56.100

4. Tebing Tinggi 147.771 5.764

5. Medan 2.122.804 493.231

6. Binjai 250.252 58.349

7. Padang Sidempuan 198.809 45.148

8. Gunung Sitoli 128.337 26.549

Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, 2014

3.2 Metode Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik

accidental sampling. Teknik accidental sampling adalah teknik penarikan sampel secara kebetulan yaitu siapa saja yang kebetulan ditemui peneliti yang mengonsumsi gula putih bermerek di lokasi penelitian.


(41)

Namun berdasarkan pendapat ahli seperti yang dikemukakan oleh Gay dalam (Hasan, 2002), ukuran sampel minimum yang dapat diterima bisa dilihat berdasarkan pada desain atau metode penelitian yang digunakan.Jika desain penelitiannya deskriptif-korelasional, maka sampel minimum adalah 30 responden. Dalam penelitian ini jumlah sampel yang ditentukan oleh peneliti adalah sebesar 40 responden.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumber informasi dengan menggunakan instrument kuesioner dan wawancara dan kemudian diberikan scoring dengan menggunakan skala likert. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui pihak ketiga seperti, lokasi penelitian, internet dan instansi lain terkait.

3.4 Metode Analisis Data

Untuk identifikasi masalah (1) dianalisis dengan menggunakan metode analisis deskriptif dengan memperhatikan 10 (sepuluh) parameter dari perilaku konsumen. Berdasarkan parameter tersebut diperoleh skor tingkat keputusan, yaitu 10-50, yang selanjutnya akan diperoleh tingkat ketercapaian dalam bentuk persentase.


(42)

Parameter perilaku konsumen dapat dilihat pada Tabel 2 berikut :

No. Parameter Pernyataan Skor

1. Membeli gulaku untuk dikonsumsi karena telah menjadi budaya (hal yang biasa) di lingkungan

a. sangat setuju b. setuju c. netral d. tidak setuju e. sangat tidak setuju

5 4 3 2 1 2. Membeli gulaku untuk

dikonsumsi karena pengaruh kebutuhan sehari-hari

a. sangat setuju b. setuju c. netral d. tidak setuju e. sangat tidak setuju

5 4 3 2 1 3. Membeli gulaku untuk

dikonsumsi karena rekomendasi dari teman atau keluarga

a. sangat setuju b. setuju c. netral d. tidak setuju e. sangat tidak setuju

5 4 3 2 1 4. Membeli gulaku untuk

dikonsumsi karena sesuai dengan kelas sosial

a. sangat setuju b. setuju c. netral d. tidak setuju e. sangat tidak setuju

5 4 3 2 1 5. Membeli gulaku untuk

dikonsumsi karena mampu untuk membelinya (sesuai dengan pendapatan)

a. sangat setuju b. setuju c. netral d. tidak setuju e. sangat tidak setuju

5 4 3 2 1 6. Membeli gulaku untuk

dikonsumsi karena sesuai dengan gaya hidup yang modern

a. sangat setuju b. setuju c. netral d. tidak setuju e. sangat tidak setuju

5 4 3 2 1 7. Membeli gulaku untuk

dikonsumsi karena sesuai dengan gaya hidup yang praktis

a. sangat setuju b. setuju c. netral d. tidak setuju e. sangat tidak setuju

5 4 3 2 1 8. Membeli gulaku untuk

dikonsumsi karena pengaruh gengsi

a. sangat setuju b. setuju c. netral d. tidak setuju e. sangat tidak setuju

5 4 3 2 1 9. Membeli gulaku karena

lebih menyukainya dibanding dengan gula bermerek lainnya

a. sangat setuju b. setuju c. netral d. tidak setuju e. sangat tidak setuju

5 4 3 2 1 10. Membeli gulaku walaupun a. sangat setuju 5


(43)

harganya relatif lebih mahal dari gula putih merek lain

b. setuju c. netral d. tidak setuju e. sangat tidak setuju

4 3 2 15

Jumlah Skor 10 – 50

Adapun indikator parameter secara keseluruhan adalah sebagai berikut :  10 – 23 = rendah

 24 – 36 = sedang  37 – 50 = tinggi

Untuk identifikasi masalah (2) dianalisis dengan menggunakan metode analisis regresi berganda. Analisis regresi linear berganda digunakan oleh peneliti, bila peneliti bermaksud meramalkan bagaimana keadaan (naik turunnya) variabel dependen, bila dua atau lebih variabel independen diturunkan apabila jumlah variabel independenya minimal dua (Sugiyono, 2006).

Persamaan yang digunakan adalah:

Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + e Keterangan:

Y = Keputusan Konsumen

a = Konstanta

b1b2 b3b4 = Koefisien regresi X1 = Faktor Budaya

X2 = Faktor Sosial

X3 = Faktor Pribadi

X4 = Faktor Psikologis


(44)

Uji t

Uji t digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel bebas secara parsial berpengaruh signifikan atau tidak terhadap variabel terikat. Derajat kepercayaan yang digunakan adalah 0,05 (Firdaus, 2004).

Kriteria uji yang diajukan :

Jika t hitung > t tabel pada α= 5%, maka H0 ditolak dan H1 diterima. Jika t hitung < t tabel pada α= 5%, maka H0 diterima dan H1 ditolak. Uji F

Uji F digunakan untuk menguji pengaruh secara simultan variabel bebas terhadap variabel terikat. Jika variabel bebas memiliki pengaruh secara simultan terhadap variabel tergantung maka model persamaan regresi masuk dalam kriteria cocok atau fit. Derajat kepercayaan yang digunakan adalah 0,05 (Firdaus, 2004).

Kriteria uji yang diajukan :

Jika F hitung < F tabel pada α= 5%, maka H0 diterima dan H1 ditolak Jika F hitung > F tabel pada α= 5%, maka H0 ditolak dan H1 diterima

Koefisien Determinasi (R2)

Uji koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai R2 yang semakin mendekati 1, berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel independen (Sugiyono,2006).


(45)

3.5 Definisi dan Batasan Operasional

Untuk menghindari kesalahpahaman dalam menafsirkan penelitian ini, maka perlu dibuat beberapa definisi dan batasan opersional sebagai berikut:

3.5.1. Definisi Operasioanal

• Konsumen adalah individu yang membeli dan mengonsumsi suatu produk. • Preferensi adalah perilaku pemilihan konsumen terhadap suatu produk

tertentu.

• Perilaku konsumen adalah suatu sikap konsumen untuk mengambil keputusan membeli suatu produk tertentu atau tidak yang berdasarkan pengaruh faktor-faktor tertentu.

• Produk adalah barang atau jasa yang dibuat dan ditambah gunanya atau nilainya melalui proses produksi sehingga mendapatkan hasil akhir dari produksi tersebut. Dalam penelitian ini produk merupakan gula putih bermerek yang dikonsumsi oleh konsumen.

• Budaya adalah segala nilai, pemikiran, simbol yang mempengaruhi perilaku, sikap, kepercayaan dan kebiasaan seseorang dan masyarakat. Dengan indikator nilai dan kebiasaan yang dihitung dengan skala likert.

• Sosial adalah segala sesuatu yang dipakai sebagai acuan dalam berinteraksi antar manusia dalam konteks masyarakat atau komuniti. Dengan indikator kelompok acuan, keluarga, peran atau status sosial yang dihitung dengan skala likert.

• Pribadi adalah perbedaan karakteristik yang paling dalam pada diri manusia. Dengan indikator keadaan ekonomi, kepribadian, dan gaya hidup yang dihitung dengan skala likert.


(46)

• Psikologis adalah bagian dari pengaruh lingkungan tempat tinggal dan hidup pada waktu sekarang tanpa mengabaikan pengaruh dimasa lampau atau antisipasinya pada waktu yang akan datang. Dengan indikator motivasi, persepsi, pembelajaran, dan sikap yang dihitung dengan skala likert.

• Keputusan Konsumen yang dimaksud adalah keputusan konsumen dalam membeli suatu produk tertentu. Keputusan pembelian ini merupakan tahap dimana konsumen benar-benar membeli produk. Dengan indikator pembeliaan karena kebiasaan, pembelian kembali, dan pengambilan keputusan dilakukan secara sadar, rasional, obyektif dan terencana yang dihitung dengan skala likert.

3.5.2. Batasan Operasional

• Penelitian ini dilakukan di kota Medan. • Penelitian dilaksanakan pada tahun 2014.

• Sampel penelitian adalah konsumen yang tidak sengaja dijumpai oleh peneliti di daerah penelitian.


(47)

BAB IV

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN

KARAKTERISTIK SAMPEL

4.1. Deskripsi Daerah Penelitian 4.1.1 Geografis

Penelitian dilakukan di Kota Medan yang merupakan ibukota dari provinsi Sumatera Utara. Secara geografis kota Medan terletak antara 3º.27 - 3º.47 Lintang Utara dan 98º.35 - 98º.44 Bujur Timur, dengan ketinggian 2,5 – 37,5 meter di atas permukaan laut. Kota Medan mempunyai iklim tropis dengan suhu minimum berkisar antara 22,49º C – 23,97º C dan suhu maksimum berkisar antara 32,15º C – 34,21º C. Kelembapan udara di wilayah Medan rata-rata 76 – 81 %.Kota Medan berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang pada sebelah utara, selatan, barat dan timur.

Kota Medan merupakan salah satu dari 30 Daerah Tingkat I di Sumatera Utara dengan luas daerah sekitar 265,10 km².Kota ini merupakan pusat pemerintahan Daerah Tingkat I Sumatera Utara.Sebagian besar wilayah Kota Medan merupakan dataran rendah yang merupakan tempat pertemuan dua sungai penting, yaitu Sungai Babura dan Sungai Deli.


(48)

Tabel 3. Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kota Medan, 2013

Golongan Laki-Laki Perempuan

Jumlah Umur

(Tahun) Jiwa Jiwa

0 – 4 5 – 9 10 – 14

99.365 99.389 96.369 94.516 89.238 90.745 193.885 193.227 187.114 15 – 19

20 – 24 25 – 29 30 – 34 35 – 39 40 – 44 45 – 49 50 – 54

107.151 114.263 95.927 86.896 78.118 70.535 59.847 49.928 111.075 123.788 99.767 89.404 81.688 73.299 62.115 51.970 218.226 238.551 195.694 176.300 159.806 143.834 121.962 101.898 55 – 59

60 – 64 65 – 69 70 – 74 75+ 38.483 24.422 14.792 9.978 7.312 39.156 22.508 17.588 12.746 12.326 77.639 49.930 32.380 22.724 19.638

Total 1.047.875 1.074.929 2.122.804

Sumber: BPS, Medan Dalam Angka 2014

Dari Tabel 3 dapat diketahui bahwa penduduk Kota Medan pada tahun 2013 yang berjumlah 2.122.804 jiwa yang terdiri dari 1.047.875 jiwa laki-laki dan 1.074.929 jiwa perempuan. Dari data tersebut bisa dilihat bahwa jumlah penduduk perempuan lebih banyak daripada penduduk laki-laki. Tabel 3 juga menunjukkan jumlah usia non produktif (0 - 14 tahun) yang terdiri dari bayi, balita, anak-anak, dan remaja tahun adalah sebanyak 569.622 jiwa (26,90%). Jumlah usia produktif yaitu 15 – 54 tahun adalah sebanyak 1.355.771 orang (63,84%). Sedangkan usia manula > 55 adalah 199.311 orang (9,26%). Usia produktif adalah usia dimana orang memiliki nilai ekonomi yang tinggi sehingga dapat menghasilkan barang


(49)

dan jasa dengan efektif. Dari data dalam tabel 2 menunjukkan bahwa ketersediaan tenaga kerja di Kota Medan cukup besar.

b. Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

Penduduk Kota Medan menurut tingkat pendidikan terdiridari tamat SD, SLTP, SLTA, dan Perguruan Tinggi.Untuk melihat lebih jelas mengenai tingkat pendidikan Kota Medan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Distribusi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan, 2013 Tingkat Pendidikan Jumlah Presentase (%)

SD 266.756 31,7

SLTP 116.076 13,8

SLTA 125.639 15,0

Perguruan Tinggi 331.567 39,5

Jumlah 840.038 100

Sumber: BPS, Medan Dalam Angka 2014

Tabel 4 menunjukkan tingkat pendidikan paling besar jumlahnya adalah pada Perguruan Tinggi yaitu sebanyak 331.567 orang (39,5%). Kemudian diikuti oleh SD sebanyak 266.756 orang (31,7%), SLTA sebanyak 125.639 orang (15,0%).Sedangkan tingkat pendidikan yang paling sedikit jumlahnya adalah SLTP yaitu sebanyak 116.076 orang (13,8%).

4.1.4 Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana di Kota Medan terdiri dari sekolah, kesehatan, tempat peribadatan, transportasi, dan pasar.Kelima jenis sarana dan prasarana ini tersedia sangat baik.Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 5.


(50)

Tabel 5. Sarana dan Prasarana, 2013

Sarana dan Prasarana Jumlah (Unit) 1. Sekolah

a. SD 816

b. SMP 348

c. SMA 200

d. SMK 144

e. Perguruan Tinggi 33

2. Kesehatan

a. Puskesmas 39

b. Pustu 41

c. BPU 357

d. Rumah Bersalin 175

e. Rumah Sakit 75

d. Posyandu 1.406

3. Tempat Peribadatan

a. Mesjid/Musholla 1.740

b. Gereja 751

c. Kuil 34

d. Wihara 22

e. Klenteng 23

4. Panti Asuhan 33

5. Pasar

a. Pasar Tradisional 56

b. Pasar Modern 239

Sumber: BPS, Medan Dalam Angka 2014

Tabel 5 menunjukkan sarana dan prasarana di Kota Medan, dimana untuk sarana dan prasarana untuk sekolah terdiri dari SD sebanyak 816 unit, SMP sebanyak 348 unit, SMA 200 unit, SMK 144 unit, dan Perguruan Tinggi berjumlah 33 unit dengan berbagai strata. Status sekolah pun beragam mulai dari negeri, swasta, maupun sekolah luar negeri yang tersebar di setiap sudut dan pelosok Kota Medan dengan kualitas yang beragam.

Sarana kesehatan sangat diperlukan oleh penduduk terutama Kota Medan. Sarana kesehatan yang ada yaitu Puskesmas sebanyak 39 unit, Pustu 41 unit, BPU sebanyak 357 unit, Rumah Bersalin 175 unit, Rumah Sakit sebanyak 75 unit dan


(51)

Posyandu sebanyak1.406 unit yang tersebar di seluruh Kecamatan. Selain itu, sarana peribadatan sangat diperlukan oleh penduduk kota besar seperti Kota Medan. Sarana peribadatan yang ada adalah mesjid/musholla berjumlah 1.740 unit, gereja sebanyak 751 unit, kuil 34 unit, wihara 22 unit dan klenteng 33 unit.

Pasar tradisional maupun pasar modern banyak sekali terdapat di Kota Medan. Masyarakat dapat dengan mudah memilih untuk berbelanja di pasar tradisional maupun pasar modern. Pasar tradisional identik dengan bangunan-bangunan yang biasa saja sedangkan pasar swalayan identik dengan bangunan-bangunan yang besar dan megah.Pasar tradisional ada 56 unit dan pasar modern ada 239 unit yang tersebar di seluruh Kecamatan di Kota Medan.

4.2 Karakteristik Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah konsumen Gulaku yang melakukan kegiatan pembelian di pasar modern, kecamatan Medan Petisah. Karakteristik disini meliputi umur dan pekerjaan. Secara rinci, masing-masing karakteristik responden satu persatu dapat dilihat sebagai berikut:

4.2.1 Umur

Gambaran umur sampel di daerah penelitian dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 6. Distribusi Sampel Berdasarkan Kelompok Umur

No. Kelompok Umur (Tahun) Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

1. 20-24 1 2,5

2. 25-29 9 22,5

3 30-34 10 25,0

4. 35-39 10 25,0

5. 40-44 5 12,5

6. 45-49 2 5

7. ≥ 50 3 7,5

Jumlah 40 100,0


(52)

Dari Tabel 6 diatas dapat dilihat range umur konsumen yang terbesar berada pada kelompok umur 30-34 tahun dan 35-39 tahun dengan jumlah masing-masing sebesar 10 jiwa atau 25%dan yang terkecil pada kelompok umur 20-24 tahun dengan jumlah 1 jiwa atau 2,5 %.

4.3.2 Pekerjaan

Pekerjaan sangat erat hubungannya dengan kemampuan pembelian terhadap suatu barang baik dari segi kualitas maupaun manfaatnya.Adapun pekerjaan konsumen sampel di daerah penelitian Kota Medan bervariasi dari Mahasiswa sampai Wirausaha. Pekerjaan konsumen adalah sebagai berikut:

Tabel 7. Distribusi Sampel Berdasarkan Pekerjaan No Tingkat Pendidikan Besar Responden

(Jiwa)

Persentase (%)

1 Wirausaha 14 35,00 2 Pegawai Swasta 18 45,00 3 Mahasiswa 2 5,00 4 Lain-Lain 6 15,00

Jumlah 40 100

Sumber: Data diolah dari lampiran 1

Dari Tabel 7 dapat dilihat pekerjaan konsumen yang terbanyak berada pada tingkat Pegawai Swasta dengan jumlah 18 jiwa (35 %) dan yang terkecil tingkat Mahasiswa dengan jumlah 2 jiwa (5 %).


(53)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Perilaku Konsumen terhadap Konsumsi Gula Putih Bermerek

Telah dikemukakan sebelumnya, bahwa perilaku konsumen terhadap konsumsi gula putih bermerek Gulaku dipengaruhi oleh 10 (sepuluh) parameter. Untuk lebih jelasnya tingkat perilaku konsumen dapat dilihat pada Tabel 8 berikut ini.

Tabel 8. Perilaku Konsumen terhadap Konsumsi Gula Putih Bermerek Berdasarkan Parameter

No. Parameter Skor

diharapkan

Skor diperoleh

Ketercapaian (%)

1. Membeli gulaku untuk dikonsumsi karena telah menjadi budaya (hal yang biasa) di lingkungan

5 2,425 48,5

2. Membeli gulaku untuk dikonsumsi karena pengaruh kebutuhan sehari-hari

5 2,475 49,5

3. Membeli gulaku untuk dikonsumsi karena rekomendasi dari teman atau keluarga

5 2,7 54

4. Membeli gulaku untuk dikonsumsi karena sesuai dengan kelas sosial

5 3,025 60,5

5. Membeli gulaku untuk dikonsumsi karena

mampu untuk

membelinya (sesuai dengan pendapatan)

5 3,25 65,0

6. Membeli gulaku untuk dikonsumsi karena sesuai dengan gaya hidup yang modern

5 2,95 59,0

7. Membeli gulaku untuk dikonsumsi karena sesuai dengan gaya hidup yang praktis


(54)

8. Membeli gulaku untuk dikonsumsi karena pengaruh gengsi

5 2,875 57,5

9. Membeli gulaku karena lebih menyukainya dibanding dengan gula bermerek lainnya

5 2,3 46

10. Membeli gulaku walaupun harganya relatif lebih mahal dari gula putih merek lain

5 2,925 58,5

Total 50 27,95 Π = 55,9

Sumber : Data diolah dari lampiran 2

Dapat dijelaskan bahwa hanya 48,5% ketercapaian perilaku konsumen sampel yang menyatakan bahwa mereka membeli dan mengonsumsi gula putih bermerek Gulaku karena telah menjadi budaya (hal yang biasa) di lingkungan tempat tinggalnya, sedangkan 51,5% kebiasaan tidak mempengaruhi mereka dalam membeli dan mengonsumsi gula putih bermerek Gulaku.

Sebesar 49,5% ketercapaian perilaku konsumen sampel yang menyatakan bahwa mereka membeli dan mengonsumsi gula putih bermerek Gulaku karena pengaruh kebutuhan sehari-hari, sedangkan 50,5% tidak mempertimbangkan kebutuhan sehari-hari mereka untuk membeli dan mengonsumsi gula putih bermerek gulaku atau bisa saja dipengaruhi oleh faktor lain.

Sebesar 54,0% ketercapaian perilaku konsumen sampel yang menyatakan bahwa mereka membeli dan mengonsumsi gula putih bermerek Gulaku karena rekomendasi dari teman atau keluarga, sedangkan 46,0% mungkin karena kesadaran sendiri dalam membeli dan mengonsumsi gula putih bermerek Gulaku. Sebesar 60,5% ketercapaian perilaku konsumen sampel yang menyatakan bahwa mereka membeli dan mengonsumsi gula putih bermerek Gulaku karena sesuai


(55)

dengan kelas sosial, sedangkan 39,5% tidak mempertimbangkan kelas sosialnya atau bisa saja dipengaruhi oleh faktor yang lain.

Sebesar 65,0% ketercapaian perilaku konsumen sampel yang menyatakan bahwa mereka membeli dan mengonsumsi gula putih bermerek Gulaku karena mampu untuk membelinya (sesuai dengan pendapatan), sedangkan 35,0% tidak mempertimbangkan pendapatan mereka untuk membeli dan mengonsumsi gula putih bermerek Gulaku.

Sebesar 59,0% ketercapaian perilaku konsumen sampel yang menyatakan bahwa mereka membeli dan mengonsumsi gula putih bermerek Gulaku karena sesuai dengan gaya hidup yang modern, sedangkan 41,0% tidak mempertimbangkan gaya hidup modern untuk membeli dan mengonsumsi gula putih bermerek Gulaku.

Sebesar 60,5% ketercapaian perilaku konsumen sampel yang menyatakan bahwa mereka membeli dan mengonsumsi gula putih bermerek Gulaku karena sesuai dengan gaya hidup yang praktis, sedangkan 39,5% tidak mempertimbangkan gaya hidup praktis untuk membeli dan mengonsumsi gula putih bermerek Gulaku. Sebesar 57,5% ketercapaian perilaku konsumen sampel yang menyatakan bahwa mereka membeli dan mengonsumsi gula putih bermerek Gulaku karena pengaruh gengsi, sedangkan 42,5% membeli dan mengonsumsi gula putih bermerek Gulaku bukan karena pengaruh gengsi.

Sebesar 46,0% ketercapaian perilaku konsumen sampel yang menyatakan bahwa mereka membeli dan mengonsumsi gula putih bermerek Gulaku karena lebih menyukai gulaku dibanding dengan gula bermerek lainnya, sedangkan 54,0%


(56)

membeli dan mengonsumsi gulaku bukan karena lebih menyukaina dariapada gula putih merek lain.

Sebesar 58,5% ketercapaian perilaku konsumen sampel yang menyatakan bahwa mereka membeli dan mengonsumsi gula putih bermerek Gulaku walaupun harganya relatif lebih mahal dari gula putih merek lain, sedangkan 41,5% membeli dan mengonsumsi gulaku lebih mempertimbangkan harganya.

Setiap konsumen Gulaku berbeda-beda perilakunya dalan hal pilihan membeli dan mengonsumsi. Dalam penelitian ini ada 10 parameter yang diduga mempengaruhi perilaku konsumen. Kesepuluh parameter tersebut anatara lain membeli dan mengonsumsi gulaku karena telah menjadi budaya (hal yang biasa) di lingkungan tempat tinggalnya, pengaruh kebutuhan sehari-hari, rekomendasi dari teman atau keluarga, sesuai dengan kelas sosial, mampu untuk membelinya (sesuai dengan pendapatan), sesuai dengan gaya hidup yang modern, sesuai dengan gaya hidup yang praktis, pengaruh gengsi, lebih menyukai gulaku dibanding dengan gula bermerek lainnya, dan walaupun harganya relatif lebih mahal dari gula putih merek lain.

Berdasarkan hasil dari setiap penilaian konsumen terhadap ke-10 parameter yang telah ditanyakan, maka diperoleh nilai sebesar 27,95 atau setara dengan 55,9% artinya indikator parameter berada pada rentang 24 – 36 atau sedang. Pengertian sedang yang diamksud adalah produk Gulaku dikonsumsi oleh konsumen bukanlah menjadi keharusan, karena di mata konsumen semua gula asir itu sama. Jawaban responden dikelompokkan menjadi 5, yaitu sangat setuju, setuju, netral, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Sejauh mana parameter ini mempenagruhi


(57)

perilaku konsumen terhadap konsumsi gula putih bermerek Gulaku akan diuraikan lebih lengkapnya berikut ini.

1. Pengaruh Kebiasaan di Lingkungan Tempat Tinggal

Apakah konsumen sampel membeli dan mengonsumsi Gulaku karena merupakan kebiasaan di lingkungan tempat tinggal, hal ini dapat dilihat dalam jawaban konsumen pada Tabel 9 berikut ini.

Tabel 9. Persentase Jawaban Responden Berdasarkan Pengaruh Kebiasaan

Uraian

Jawaban

Jumlah Sangat

Setuju Setuju Netral

Tidak Setuju

Sangat Tidak Setuju Jumlah

(orang)

3 5 3 24 5 40

Persentase (%)

7,5 12,5 7,5 60,0 12,5 100

Sumber : Data diolah dari lampiran 2

Berdasarkan Tabel 9 tersebut dapat dijelaskan bahwa 7,5% responden sangat setuju membeli dan mengonsumsi gula putih merek Gulaku karena pengaruh kebiasaan lingkungan tempat tinggal, 12,5% responden setuju, 7,5% responden netral, 60,0% responden tidak setuju, dan 12,5% responden sangat tidak setuju. Dari hasil tersebut dapat diasumsikan bahwa sebagian besar konsumen mempertimbangkan kebiasaan di lingkungan tempat tinggal dalam membeli dan mengonsumsi Gulaku.

2. Pengaruh Kebutuhan Sehari-hari

Apakah konsumen sampel membeli dan mengonsumsi Gulaku karena pengaruh kebutuhan sehari-hari, hal ini dapat dilihat dalam jawaban konsumen pada Tabel 10 berikut ini.


(58)

Tabel 10. Persentase Jawaban Responden Berdasarkan Pengaruh Kebutuhan Sehari-hari Uraian Jawaban Jumlah Sangat

Setuju Setuju Netral

Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Jumlah (orang)

3 8 2 19 8 40

Persentase (%)

7,5 20,0 5,0 47,5 20,0 100

Sumber : Data diolah dari lampiran 2

Berdasarkan Tabel 10 dapat dijelaskan bahwa jawaban 7,5% responden sangat setuju membeli dan mengonsumsi Gulaku karena pengaruh kebutuhan sehari-hari, 20,0% responden setuju, 5,0% netral, 47,5% tidak setuju, dan 20,0% sangat tidak setuju. Dari hasil tersebut dapat diasumsikan bahwa sebagian besar konsumen mempertimbangkan kebutuhan sehari-hari dalam membeli dan mengonsumsi Gulaku.

3. Rekomendasi dari Teman atau Keluarga

Apakah konsumen sampel membeli dan mengonsumsi Gulaku karena rekomendasi dari teman atau keluarga, hal ini dapat dilihat dalam jawaban konsumen pada Tabel 11 berikut ini.

Tabel 11. Persentase Jawaban Responden Berdasarkan Rekomendasi dari Teman atau Keluarga

Uraian

Jawaban

Jumlah Sangat

Setuju Setuju Netral

Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Jumlah (orang)

2 9 4 25 - 40

Persentase (%)

5,0 22,5 10 62,5 - 100


(59)

Berdasarkan Tabel 11 dapat dijelaskan bahwa jawaban 5,0% responden sangat setuju membeli dan mengonsumsi Gulaku karena rekomendasi dari teman atau keluarga, 22,5% responden setuju, 10% netral, dan 62,5% tidak setuju. Dari hasil tersebut dapat diasumsikan bahwa konsumen tidak setuju jika membeli dan mengonsumsi Gulaku karena rekomendasi atau pengaruh dari teman atau keluarga.

4. Pengaruh Kelas Sosial

Apakah konsumen sampel membeli dan mengonsumsi Gulaku karena pengaruh dari kelas sosial, hal ini dapat dilihat dalam jawaban konsumen pada Tabel 12 berikut ini.

Tabel 12. Persentase Jawaban Responden Berdasarkan Pengaruh Kelas Sosial

Uraian

Jawaban

Jumlah Sangat

Setuju Setuju Netral

Tidak Setuju

Sangat Tidak Setuju Jumlah

(orang)

4 18 1 9 8 40

Persentase (%)

10,0 45,0 2,5 22,5 20,0 100

Sumber : Data diolah dari lampiran 2

Berdasarkan Tabel 12 dapat dijelaskan bahwa jawaban 10,0% responden sangat setuju membeli dan mengonsumsi Gulaku karena pengaruh kelas sosial, 45,0% responden setuju, 2,5% netral, 22,5% tidak setuju, dan 20,0% sangat tidak setuju. Dari hasil tersebut dapat diasumsikan bahwa sebagian besar konsumen sangat setuju membeli dan mengonsumsi Gulaku karena pengaruh kelas sosial.


(1)

37 3 1 2 2 4 2.4

38 3 2 2 3 2 2.4

39 3 2 2 3 2 2.4

40 4 2 3 3 3 3

Lampiran 5. Data Sampel Pribadi (X3)

No. X31 X32 X33 X34 X35 X3

1 5 2 2 2 4 3

2 3 2 1 1 3 2

3 4 4 4 4 4 4

4 4 3 3 4 4 3.6

5 3 2 2 2 3 2.4

6 4 3 3 4 4 3.6

7 3 1 1 1 3 1.8

8 4 4 4 4 4 4

9 4 4 4 4 4 4

10 4 3 3 4 4 3.6

11 2 4 5 5 4 4

12 3 3 4 4 4 3.6

13 4 3 3 4 4 3.6

14 4 4 4 4 4 4

15 3 2 2 2 3 2.4

16 3 1 1 1 3 1.8

17 5 2 2 2 4 3

18 3 4 4 4 3 3.6

19 4 4 5 5 2 4

20 4 4 4 4 4 4

21 2 2 2 3 3 2.4

22 2 1 1 1 3 1.6

23 2 2 2 2 4 2.4

24 3 2 2 2 3 2.4

25 3 4 3 4 4 3.6

26 4 3 3 4 4 3.6

27 3 3 4 4 4 3.6

28 2 3 3 2 2 2.4

29 3 3 3 2 4 3

30 2 2 2 2 4 2.4

31 2 2 2 2 4 2.4


(2)

33 2 2 1 1 4 2

34 4 4 4 4 4 4

35 3 2 2 2 3 2.4

36 4 5 4 5 2 4

37 4 1 1 3 3 2.4

38 5 2 2 2 4 3

39 4 4 4 4 4 4


(3)

Lampiran 6. Data Sampel Psikologis (X4)

No X41 X42 X43 X44 X45 X4

1 2 2 2 3 5 2.8

2 1 2 2 2 2 1.8

3 3 4 3 4 4 3.6

4 2 2 4 2 2 2.4

5 3 3 3 3 3 3

6 1 1 2 4 4 2.4

7 2 2 1 2 3 2

8 4 4 2 1 1 2.4

9 4 4 4 4 4 4

10 4 4 4 3 3 3.6

11 4 4 4 3 3 3.6

12 4 4 4 3 3 3.6

13 4 4 4 3 3 3.6

14 3 3 3 3 3 3

15 4 1 1 3 3 2.4

16 3 2 2 2 3 2.4

17 4 4 4 4 4 4

18 3 2 3 3 1 2.4

19 2 2 2 3 5 2.8

20 4 4 4 4 4 4

21 3 2 2 2 3 2.4

22 4 2 2 2 1 2.2

23 4 1 1 2 4 2.4

24 2 1 2 2 2 1.8

25 3 3 4 4 4 3.6

26 3 3 4 4 4 3.6

27 4 4 3 4 3 3.6

28 2 2 2 2 2 2

29 2 2 2 3 3 2.4

30 2 3 3 2 2 2.4

31 4 1 1 3 3 2.4

32 3 2 2 2 3 2.4

33 2 2 2 2 2 2

34 3 4 4 3 4 3.6

35 2 3 3 2 2 2.4

36 4 4 3 3 4 3.6

37 3 4 4 3 4 3.6

38 3 3 3 3 3 3

39 3 3 3 3 3 3


(4)

Lampiran 7. Data Sampel Keputusan Konsumen (Y)

No Y1 Y2 Y3 Y4 Y5 Y

1 4 4 4 4 4 4

2 3 4 1 4 3 3.5

3 4 4 4 4 4 3.5

4 1 4 3 1 3 3.2

5 3 3 4 2 3 2.7

6 3 4 4 4 4 3.4

7 3 3 2 5 3 3.5

8 3 4 4 5 2 3.4

9 4 4 4 4 4 3.8

10 1 5 5 5 2 3.8

11 4 4 4 4 4 3.8

12 4 3 3 4 4 3.8

13 4 4 4 4 4 3.8

14 4 3 5 3 3 3.8

15 3 2 2 2 3 3

16 4 1 1 3 3 2.4

17 5 5 4 4 2 3.2

18 2 2 2 2 4 3.2

19 2 5 5 4 4 3.2

20 4 4 4 4 4 4

21 3 2 2 3 2 3.2

22 2 2 1 2 4 2.3

23 4 4 3 3 4 2.9

24 1 4 2 2 2 2.9

25 3 5 4 5 3 3.1

26 4 4 4 4 4 4

27 4 3 4 4 3 3.8

28 2 4 2 2 2 3

29 3 3 4 2 3 2.7

30 2 3 3 2 2 2.7

31 4 1 4 1 2 2.4

32 1 4 3 1 3 2.4

33 2 2 2 2 2 2.2

34 4 4 4 4 4 3

35 2 2 2 3 3 3.2

36 4 4 2 5 5 3.2

37 4 4 2 4 4 3.8

38 3 4 3 2 3 3.3

39 4 4 4 4 4 3.5


(5)

Lampiran 8. Hasil Analisis Regresi Berganda

Variables Entered/Removed

Model

Variables Entered

Variables

Removed Method 1 Psikologis,

Sosial, Budaya, Pribadia

. Enter

a. All requested variables entered.

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .818a .669 .631 .4351

a. Predictors: (Constant), Psikologis, Sosial, Budaya, Pribadi b. Dependent Variable: Keputusan Konsumen

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 13.391 4 3.348 17.686 .000a

Residual 6.625 35 .189

Total 20.016 39

a. Predictors: (Constant), Psikologis, Sosial, Budaya, Pribadi b. Dependent Variable: Keputusan Konsumen


(6)

N

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) .316 .388 .813 .422

Budaya .143 .133 .144 1.069 .292 .523 1.912

Sosial .188 .141 .155 1.335 .190 .699 1.430

Pribadi .286 .123 .315 2.325 .026 .515 1.942

Psikologis .381 .166 .360 2.297 .028 .385 2.594