Kesimpulan Uji potensi isolat lokal Aspergillus flavus sebagai penghasil aflatoksin

43

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Hasil seleksi menggunakan metode ELISA menunjukkan bahwa dari sepuluh isolat yang terdiri atas 55 sampel yang diuji, terdapat 7 isolat yang terdiri atas 38 sampel yang mampu menghasilkan aflatoksin dengan isolat S.26 sebagai sampel yang paling banyak memproduksi AFB1 dengan jumlah terdeteksi sebesar 1212,3 ppb. Hasil analisis TLC menunjukkan bahwa isolat S.26 yang diperoleh dari media GAN termodifikasi n=5 tidak menghasilkan aflatoksin. Sementara itu hasil analisis TLC terhadap isolat S.26 dari media PDB secara konstan menunjukkan adanya produksi aflatoksin pada tiap ulangan n=5. Koloni pada media PDB memiliki ciri morfologis berwarna kuning kehijauan dan berubah menjadi hijau tua pada koloni yang sudah tua. Hal tersebut mengindikasikan bahwa koloni pada media PDB telah menghasilkan spora yang mengindikasikan adanya produksi aflatoksin. Hasil analisis TLC untuk sampel JCM dari media PDB menunjukkan bahwa semua ulangan menunjukkan produksi tertinggi pada hari ke-12 dengan rata-rata produksi aflatoksin sebesar 240 ppb dalam kisaran produksi 150-400 ppb. Sementara itu, sampel S.26 dari media PDB keempat ulangan menunjukkan produksi tertinggi pada hari 9-12 dengan kisaran produksi 200-500 ppb dan rataan konsentrasi aflatoksin sebesar 310 ppb. Hasil analisis HPLC berbeda dengan TLC. Hasil HPLC menunjukkan bahwa sampel isolat S.26 memiliki nilai produksi maksimum aflatoksin sebesar 935,8 ppb yang diperoleh pada hari ke-9, sedangkan sampel isolat JCM memiliki nilai produksi maksimum sebesar 847,69 ppb yang diperoleh pada hari ke-12. Kandungan aflatoksin sampel isolat lokal S.26 mengalami penurunan apabila dibandingkan dengan hasil seleksi yang diperoleh menggunakan teknik ELISA. Penurunan nilai produksi maksimum aflatoksin disebabkan oleh adanya pengaruh faktor kesalahan positif dalam analisis karena adanya reaksi silang pada uji ELISA. Aflatoksin yang terkandung dalam isolat lokal S.26 memiliki potensi untuk dijadikan kandidat standar dalam analisis aflatoksin namun masih harus melalui proses purifikasi lebih lanjut karena tingkat kemurnian yang diperoleh belum memenuhi persyaratan standar. Hal tersebut dapat dilihat dari masih banyaknya komponen non-aflatoksin B 1 pada kromatogram.

B. Saran