15 akan digunakan untuk menghasilkan standar murni. Aflatoksin termasuk toksin yang stabil
dalam pengaruh panas sehingga sangat sulit untuk dihancurkan apabila sudah terbentuk Lee et al
. 2004. Reddy et al. 2010 menyatakan bahwa kontaminasi mikotoksin merupakan hal yang tidak bisa dihindarkan. Praktek agronomi dan produksi saat ini tidak memungkinkan pencegahan
total terhadap keberadaan kontaminasi mikotoksin selama penanaman, panen, penyimpanan, maupun selama proses produksi. Omaye 2004 menyatakan bahwa terdapat hubungan langsung
antara konsumsi makanan yang mengandung aflatoksin dan kanker hati dimana laki-laki lebih berpeluang untuk terserang. Insiden kontaminasi aflatoksin sangat tinggi di India dan Afrika
dimana masyarakat terpaksa mengkonsumsi biji-bijian berkapang untuk bertahan hidup. Sementara itu, dekontaminasi mikotoksin baik melalui penggunaan perlakuan panas
maupun bahan kimia membutuhkan peralatan dan biaya yang tidak sedikit disertai kemungkinan penurunan nilai gizi dari produk yang terkontaminasi. Oleh karena itu, aplikasi Good
Agricultural Practices GAP dan Good Manufacturing Practices GMP menjadi sangat penting
dalam berbagai upaya pencegahan kontaminasi aflatoksin.
C. Kultivasi Kapang Pada Medium Cair
Mikroorganisme membutuhkan nutrisi sebagai sumber energi dan kondisi lingkungan tertentu untuk proses pertumbuhan dan reproduksi. Secara alamiah mikroba akan beradaptasi
pada lingkungan yang paling sesuai untuk kebutuhan mikroba tersebut. Pada laboratorium, kebutuhan akan lingkungan hidup yang sesuai untuk mikroba harus dapat dipenuhi oleh medium
kultur Nazari 2010. Medium sintetis untuk kultur mikroba umumnya digunakan untuk berbagai tujuan mulai dari identifikasi mikroorganisme yang belum diketahui hingga produksi mikroba
dalam jumlah besar untuk kepentingan bioteknologi. Aspergillus
sp. penghasil aflatoksin merupakan salah satu kapang yang telah diteliti sejak lama dalam kondisi laboratorium. Berbagai media, baik media crude, semisintetis, maupun
media sintetis telah digunakan untuk membiakan Aspergillus sp. Media yang umum digunakan bisa berupa media padat seperti SDA Sucrose Dextrose Agar, PKA Palm Kernel Agar, PDA
Potato Dextrose Agar, dan media crude dari jagung, kacang, maupun beras. Media cair yang umum digunakan antara lain media sintetis PDB Potato Dextrose Broth maupun media cair
sintetis kompleks yang secara spesifik mampu meningkatkan produksi aflatoksin seperti media GAN Glucose Ammonium Nitrate, AM glucose-ammonium sulfate, SH high salt, SL
synthetic low salt, Czapek-dox medium, YES Yeast Extract Sucrose, dan SLS Sucrose Low Salt
Davis et al. 1966; Maggon et al. 1969; Reddy et al. 1971; Saxena et al. 1988; Nazari 2010. Media sintetis kompleks umumnya mengalami modifikasi dalam komposisinya untuk
mempelajari aspek korelasi antara komposisi media dan pertumbuhan mikroba yang dibiakan serta menemukan komposisi medium yang paling tepat untuk suatu jenis mikroba tertentu yang
ditumbuhkan. Pemilihan media untuk kultivasi strain Aspergillus flavus lokal yang digunakan akan
mempengaruhi pertumbuhan kapang dan produksi aflatoksin yang dihasilkan. Berbagai media sintetis maupun semisintetis menunjukkan adanya produksi aflatoksin yang tinggi terutama
media YES Yeast Extract Sucrose dan GAN Glucose Ammonium Nitrate Davis et al. 1966; Reddy et al. 1971.
16 Davis
et al. 1966 melaporkan tentang adanya produksi aflatoksin B1 dan G1 yang
tinggi pada medium YES Yeast Extract Sucrose yang mengandung 20 sukrosa dan 2 ekstrak yeast.. Hasil percobaan Davis et al. 1966 dapat dilihat pada Tabel 7 di bawah.
Tabel 7 .
Produksi aflatoksin dari Aspergillus flavus pada medium YES
a
Periode Inkubasi hari
Kandungan Aflatoksin
ppb Berat miselia
kering g100 mL
B1 G1
2 0,9 1000 1000
3 2,1 4000 10000
5 3,8 20000 53000
7 3,5 20000 53000
12 4,2 20000 53000
15 3,8 18000 48000
18 4,1 16000 42000
a
sumber: Davis et al. 1966
Sementara itu, Maggon et al. 1969 melakukan penelitian produksi aflatoksin pada beberapa strain Aspergillus flavus menggunaan medium GAN. Medium GAN Glucose
Ammonium Nitrate merupakan medium stasioner sintetis yang mampu menunjukkan hasil
produksi aflatoksin yang tinggi pada beberapa strain Aspergillus flavus Brian et al. 1961. Meskipun demikian medium GAN memberikan hasil yang rendah pada beberapa strain tertentu
Maggon et al. 1969. Hasil percobaan Moggan et al. 1969 dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 . Produksi
a
aflatoksin B
b
pada medium GAN
c
Strain Kandungan Aflatoksin ppb
Medium GAN Medium GAN+ 2
medium groundnut
DUKR 79 A 8300
18100 DUKR 79 C
9300 21300
DUKR 79 D 15100
28700 DUKR 79 E
1300 DUKR 79 F
6800 DUKR 79 G
10900 15000
DUKR 79 K 500
a
Produksi aflatoksin merupakan nilai rata-rata dari dua set percobaan yang diukur setelah inkubasi selama 7 hari dengan suhu 25
˚C pH awal=7,00
b
Nilai aflatoksin merupakan nilai total dari aflatoksin B1 dan B2
17
c
Sumber: Moggan et al. 1969
Nazari 2010 menyatakan bahwa banyak media sintentis telah tersedia secara komersial termasuk media yang telah ditambahkan komponen khusus sehingga dapat
meningkatkan pertumbuhan mikroba yang diinginkan atau menghambat pertumbuhan mikroba kompetitor
Media sintetis yang umum digunakan untuk pertumbuhan fungi seperti PDB juga menunjukkan hasil positif dalam memproduksi aflatoksin meskipun jumlahnya pada umumnya
tidak tinggi Reddy et al. 1971; Kusumaningtyas 2007. Media sintetis kompleks dan media dengan ekstrak crude telah direkomendasikan untuk produksi aflatoksin dalam jumlah tinggi dari
Aspergillus Reddy et al. 1971. Meskipun media sintetis dapat menunjukkan produksi aflatoksin
yang tinggi pada suatu strain, perubahan strain maupun komposisi media dapat secara signifikan berpengaruh terhadap produksi aflatoksin.
D. Analisis Aflatoksin