xlv5 perebusan bertujuan mempertahankan mutu udang yang diinginkan, perbaikan
terhadap cita rasa dan tekstur, nilai gizi dan daya cerna. Pada waktu proses perebusan berlangsung, terjadi pengurangan kadar air pada daging udang
ronggeng. Bersamaan dengan keluarnya air dari udang, komponen zat gizi lain juga berkurang yaitu protein, lemak, vitamin dan mineral. Hal inilah yang
menyebabkan terjadinya penurunan nilai rendemen pada daging, cangkang dan jeroan pada udang ronggeng rebus. Menurut Aitken dan Connel 1979, total berat
yang hilang selama pemasakan berlangsung dapat berkisar antara 20-30. Faktor-faktor yang menyebabkan udang kehilangan berat selama proses
pemasakan perebusan berlangsung adalah lama perebusan, suhu yang diterapkan, luas permukaan udang yang dimasak, jenis udang, penambahan garam
dan tingkat kerusakan fisik pada daging udang sebelum udang dimasak Aitken
dan Connel 1979. Kehilangan berat pada udang ronggeng juga dipengaruhi oleh
ukuran sampel dan struktur protein pada udang tersebut selama perebusan berlangsung. Selain itu, lamanya post mortem pada udang juga mempengaruhi
penurunan nilai rendemen pada udang yang direbus Lassen 1965 diacu dalam Harikedua 1992.
Daging udang ronggeng belum banyak dimanfaatkan sebagai bahan pangan oleh masyarakat, hanya merupakan hasil tangkapan sampingan yang
dikonsumsi sebagian kecil masyarakat. Namun, udang ronggeng banyak dimanfaatkan sebagai komoditi ekspor ke negara bagian Asia yaitu, Jepang,
Singapura, dan Hongkong. Bagian cangkang udang ronggeng yang mencapai 40- 50 dapat dimanfaatkan secara optimal sebagai bahan baku pembuatan kitin dan
kitosan Okuzumi dan Fujii 2000, dan digunakan sebagai hiasan ataupun pernak- pernik yang bernilai seni. Selain itu, rendemen sisa yaitu air perebusan dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan flavor yaitu flavor yang dihasilkan dari limbah kulit dan kepala udang sehingga prinsip zero waste dapat diterapkan.
4.3. Tingkat Kesegaran Udang Ronggeng
Pengamatan mutu udang ronggeng dilakukan secara organoleptik oleh 30 orang panelis semi terlatih menggunakan score sheet menurut SNI 01-2346-2006
dengan mengamati penampakan, tekstur dan bau. Nilai organoleptik kesegaran udang ronggeng dapat dilihat pada Lampiran 5. Pengamatan mutu organoleptik
xlvi5 mempunyai peranan dan makna yang sangat besar dalam penilaian mutu produk
pangan, baik sebagai bahan mentah industri maupun produk pangan olahan Soekarto 1990. Pengamatan mutu kesegaran udang ronggeng ditentukan dengan
analisis statistika pendugaan parameter bagi nilai tengah dan simpangan baku dengan rumus P x – 1,96. s
√n ≤ x + 1,96. s √n . Berdasarkan analisis statistika, dihasilkan nilai organoleptik udang ronggeng adalah P 7,16
≤ μ ≤ 7,63. Interval nilai organoleptik udang ronggeng segar adalah 7,16–7,63 dan
untuk penulisan nilai akhir organoleptik udang segar diambil nilai terkecil adalah 7,16 dan dibulatkan menjadi 7,0. Menurut SNI 01-2346-2006, nilai organoleptik
berkisar antara 7-9 menyatakan bahwa udang ronggeng masih dalam kondisi segar.
Adapun ciri-ciri udang ronggeng dalam keadaan segar adalah penampakan utuh, cangkang masih kelihatan bercahaya dan sedikit bening, antar ruas toraks
dan abdomen masih kokoh, kulit agak keras, kulit tidak mudah lepas dari daging, dan tidak terdapat noda hitam pada kulit, serta sambungan kepala dan toraks
masih kuat. Udang ronggeng yang masih segar akan memperlihatkan tekstur daging kompak dan padat, namun kurang elastis, serta menunjukkan bau segar
spesifik jenis netral dan tidak menimbulkan bau indol. Cara penanganan di laut dapat menentukan mutu kesegaran udang
ronggeng, karena selama penanganan di laut mutu udang ditentukan oleh beberapa faktor yaitu faktor biologis karakteristik fisik udang yang mudah busuk, faktor
lingkungan suhu air laut, daerah penangkapan fishing ground, teknik penangkapan serta jenis alat tangkap yang digunakan. Handling di atas geladak
dan penyimpanan di dalam palka akan mempengaruhi mutu udang, termasuk kemungkinan cacat fisik pada udang tersebut Purwaningsih 2000.
Prinsip penanganan udang segar di darat dilakukan dengan menerapkan rantai dingin atau suhu rendah seperti pemakaian es, pendinginan dalam ruang
pendingin, atau dengan air yang didinginkan, menerapkan sanitasi dan higiene yang berlaku, serta memperhatikan faktor waktu. Oleh karena itu, setiap tempat
yang berhubungan langsung dengan penanganan udang harus dilengkapi dengan sarana dan prasarana agar udang tetap segar seperti air bersih, es, wadah
penanganan dan penyimpanan. Selain itu, pelayanan pembongkaran hasil
xlvii5 tangkapan harus dilaksanakan dengan segera untuk kemudian diangkat ke tempat
pelelangan ikan TPI dan jarak antara pelabuhan dengan tempat pelelangan diusahakan sedekat mungkin untuk mencegah terjadinya losses yang lebih besar
Junianto 2003.
4.4. Tingkat Kesukaan Udang Ronggeng Rebus