pada inconsistency terpercaya 0,09, hal ini berarti bahwa pemanfaatan komoditas ikan unggulan nantinya mampu memberikan peluang yang besar untuk
pengembangannya ke depan. Kriteria yang mempunyai rasio kepentingan kelima adalah sarana dan prasarana dengan nilai 0,116 pada inconsistency terpercaya
0,09. Ketersediaan sarana dan prasarana akan memberikan kelancaran dalam upaya pemanfaatan dan pengembangan komoditas ikan unggulan perikanan
tangkap di Kabupaten Nias. Peluang pasar lokal merupakan kriteria rasio kepentingan keenam dengan nilai 0,113 pada inconsistency terpercaya 0,09. Ini
berarti bahwa komoditas ikan unggulan perikanan tangkap di Kabupaten Nias mempunyai nilai permintaan tinggi dan peluang pasar yang sangat terbuka di
Kabupaten Nias itu sendiri. Kriteria tingkat produksi dan harga merupakan kriteria yang mempunyai rasio kepentingan ketujuh dengan nilai 0,094 pada
inconsistency terpercaya 0,09. Ini berarti bahwa komoditas ikan unggulan mempunyai produksi yang tinggi dan harganya juga dapat memberikan
keuntungan besar dalam kegiatan perekonomian di Kabupaten Nias. Dukungan dan peran pemerintah merupakan kriteria yang mempunyai rasio kepentingan
kedelapan dengan nilai 0,074 pada inconsistency terpercaya 0,09. Ini berarti diperlukan peran dan dukungan pemerintah dalam mendorong dan mengfasilitasi
pemanfaatan dan pengembangan komoditas ikan unggulan tersebut. Peluang ekspor antara pulau merupakan kriteria dengan rasio kepentingan paling rendah
dalam kegiatan perikanan tangkap yaitu hanya 0,068 pada inconsistency terpercaya 0,09. Hal ini berarti peluang ekspor antara pulau tidak begitu
diutamakan mengingat permintaan pasar lokal dan tingkat konsumsi lokal yang tinggi terhadap komoditas ikan unggulan tersebut di Kabupaten Nias.
5.1.5.2 Perbandingan kepentingan
Kriteria terhadap
komoditas ikan
unggulan
Kriteria tingkat produksi dan harga Lampiran 17, ikan karang merupakan komoditas ikan unggulan yang mempunyai rasio kepentingan tertinggi dengan
nilai 0,483 pada inconsistency terpercaya 0,01. Ikan cakalangtongkol merupakan komoditas unggulan yang mempunyai rasio kepentingan kedua dengan nilai 0,353
pada inconsistency terpercaya 0,01 dan ikan yang mempunyai rasio kepentingan
terendah adalah ikan tuna dengan nilai 0,164 pada inconsistency terpercaya 0,01. Hal ini berarti bahwa ikan karang dilihat dari sisi produksinya tinggi karena
penangkapannya tidak tergantung musiman, mudah dijangkau oleh nelayan, dan sumberdayanya tersedia, sedangkan dari sisi harganya juga dapat memberikan
nilai keuntungan ekonomi bagi nelayan. Sedangkan untuk komoditas unggulan ikan pelagis yaitu cakalangtongkol bila dibandingkan dengan tuna, produksi
cakalangtongkol lebih tinggi bila dibandingkan dengan produksi ikan tuna tetapi dari sisi harga ikan tuna lebih tinggi harganya bila dibandingkan dengan ikan
cakalangtongkol walaupun dari sisi produksinya cukup rendah, hal ini disebabkan karena
fishing ground tuna cukup jauh untuk bisa dijangkau oleh nelayan mengingat sarana tangkap yang sangat terbatas.
Untuk pembandingan kriteria peluang pasar lokal pada Lampiran 18, menunjukkan bahwa ikan karang juga yang mempunyai rasio kepentingan
tertinggi dengan nilai 0,470 pada inconsistency terpercaya 0,09 disusul ikan cakalangtongkol dengan nilai rasio kepentingan 0,395 pada inconsistency
terpercaya 0,09 sedangkan yang terendah adalah ikan tuna dengan nilai rasio kepentingan 0,136 pada inconsistency terpercaya 0,09. Hal ini berarti bahwa
permintaan pasar lokal terhadap ikan karang tinggi mengingat juga produksinya juga yang tinggi.
Pada pembandingan kriteria peluang ekspor antara pulau Lampiran 19, menunjukkan juga bahwa ikan karang mempunyai rasio kepentingan tertinggi
dengan nilai 0,692 pada inconsistency terpercaya 0,02. Disusul dengan ikan cakalangtongkol dengan nilai rasio kepentingan 0,209 pada inconsistency
terpercaya 0,02 dan rasio kepentingan yang terendah adalah ikan tuna dengan nilai rasio kepentingannya 0,099 pada inconsistency terpercaya 0,02. Hal ini berarti
bahwa ikan karang selain mempunyai permintaan pasar lokal yang tinggi juga mempunyai peluang ekspor antara pulau terutama ke Sibolga yang merupakan
daerah perikanan tangkap yang cukup maju di wilayah pantai Barat Sumatera. Untuk pembandingan kriteria sarana dan prasarana penunjang pada
Lampiran 20 menunjukkan bahwa ikan karang mempunyai rasio kepentingan
tertinggi dengan nilai 0,508 pada inconsistency terpercaya 0,08. Cakalangtongkol merupakan rasio kepentingan yang kedua dengan nilai 0,394 pada inconsistency
terpercaya 0,08 dan yang merupakan rasio kepentingan terendah adalah ikan tuna dengan nilai 0,098 pada inconsistency terpercaya 0,08. Hal ini berarti bahwa akses
untuk pemanfaatan dan penangkapan ikan karang mendukung bila dilihat dari sarana dan prasarana penunjangnya yang cukup memadai. Untuk penangkapan
cakalangtongkol mapun tuna tentu membutuhkan sarana dan prasarana yang cukup lengkap disamping membutuhkan biaya yang cukup besar untuk
operasional penangkapannya. Pada Lampiran 21 menunjukkan bahwa kriteria keterkaitan ke depan dan
kebelakang, ikan karang merupakan komoditas yang memiliki rasio kepentingan tertinggi dengan nilai 0,477 pada inconsistency terpercaya 0,02, tuna merupakan
komoditas yang memiliki rasio kepentingan kedua dengan nilai 0,364 pada
inconsistency terpercaya 0,02 sedangkan yang terendah adalah komoditas cakalangtongkol yang memiliki kepentingan rasio kepentingan terendah 0,159
pada inconsistency terpercaya 0,02. Hal ini disebabkan karena ikan karang maupun tuna merupakan komoditas yang bisa melibatkan segala sumberdaya
yang ada untuk pengembangan kegiatan perikanan tangkap, baik industri hulu maupun hilir akan muncul dan mengambil bagian dalam suatu kegiatan bisnis
perikanan sehingga akan berdampak pada peningkatan ekonomi di Kabupaten Nias.
Pada kriteria skala pengembangan sebagaimana pada ditujukan Lampiran 22, menunjukkan bahwa rasio kepentingan ikan karang juga merupakan yang
tertinggi dengan nilai 0,483 pada inconsistency terpercaya 0,01. Komoditas cakalangtongkol merupakan yang kedua dengan rasio kepentingan 0,383 pada
inconsistency terpercaya 0,01 dan yang terendah adalah komoditas ikan tuna dengan rasio kepentingan 0,135 pada inconsistency terpercaya 0,01. Hal ini berarti
bahwa peluang pengembangan ke depan untuk skala yang besar terhadap ikan karang terutama dan ikan cakalangtongkol cukup terbuka melihat kedua
komoditas ini mempunyai rata-rata produksi yang tinggi dan daerah fishing groundnya tidak begitu sulit untuk didapatkan sedangkan komoditas ikan tuna
dalam skala pengembangan sebenarnya sangat terbuka, hanya penangkapan ikan tuna ini memerlukan fasilitas tangkap dan biaya operasional yang besar mengingat
daerah fishing groundnya sangat jauh dimana berada di wilayah perairan
samudera yang terbuka. Untuk kriteria dukungan dan peran pemerintah terhadap ketiga jenis
komoditas unggulan itu seperti pada Lampiran 23 menunjukkan bahwa ikan cakalangtongkol mempunyai rasio kepentingan tertinggi dengan nilai 0,621 pada
inconsistency terpercaya 0,02, sedangkan ikan karang merupakan yang kedua dengan rasio kepentingan 0,222 pada inconsistency terpercaya 0,01 dan yang
terendah adalah ikan tuna dengan rasio kepentingan 0,156 pada inconsistency terpercaya 0,01. Hal ini menunjukkan bahwa dukungan dan peran pemerintah
terhadap ikan cakalangtongkol sangat besar mengingat komoditas ini merupakan jenis ikan pelagis besar yang penangkapannya tidak berdampak pada pengrusakan
lingkungan yang dapat menggagu keberadaannya di suatu perairan, disamping juga potensi jenis ikan ini besar bila dimanfaatkan secara optimal. Sedangkan
dukungan dan peran pemerintah terhadap penangkapan ikan karang memang ada, hanya
saat ini
pemerintah daerah
sedang mengsosialisasikan
tentang penyelematan ekosistem terumbu karang mengingat ekosistem tersebut sedikit
terancam akibat penangkapan ikan karang oleh nelayan yang menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan maupun penggunanaan potasracun ataupun
bom, yang umumnya dilakukan oleh nelayan dari luar daerah terutama nelayan dari Sibolga dan sebagian kecil dari nelayan lokal. Dukungan dan peran
pemerintah terhadap komoditas ikan tuna sedikit ada tetapi karena faktor fishing groundnya yang jauh, tentunya memerlukan akses biaya yang besar sehingga
pemerintah daerah kurang sedikit berinisiatif dalam mendorong stakeholder untuk pemanfaatan komoditas tersebut.
Pada kriteria penyerapan tenaga kerja komoditas ikan cakalangtongkol merupakan komoditas yang memiliki rasio kepentingan tertinggi dengan nilai
0,551 pada inconsistency terpercaya 0,01, sedangkan ikan karang merupakan komoditas yang kedua dengan rasio kepentingan 0,303 pada inconsistency
terpercaya 0,01 dan terendah adalah komoditas ikan tuna dengan nilai rasio
kepentingannya 0,146
pada inconsistency
terpercaya 0,01
sebagaimana diperlihatkan pada Lampiran 24. Ini menunjukkan bahwa usaha penangkapan
cakalangtongkol mempunyai peluang penyerapan tenaga kerja yang tinggi
mengingat potensi komoditas ini juga tinggi disamping permintaan pasar yang semakin meningkat, sehingga apabila dimanfaatkan dalam usaha besar akan
memberikan juga pengaruh yang besar dalam penyerapan tenaga kerja. Alasan penyerapan tenaga kerja pada pemanfaatan ikan karang merupakan yang kedua
disebabkan karena pemanfaatan komoditas ini jika dimanfaatkan secara terus menerus
kedepan akan
mengancam kelestarian
ekosistemnya, makanya
pemerintah daerah dalam hal ini tidak begitu mendorong untuk penangkapan ikan karang karena ekosistemnya yang semakin lama sifatnya semakin merusak
lingkungan akibat dari penangkapan yang tidak bertanggung jawab. Sedangkan ikan tuna merupakan komoditas yang penyerapan tenaga kerjanya terendah, hal
ini disebabkan karena usaha penangkapan ikan tuna ini memerlukan biaya yang besar sehingga belum banyak pihak pengusaha tangkap maupun investor untuk
berinvestasi pada usaha penangkapan tuna ini walaupun dilihat dari potensinya cukup besar untuk dimanfaatkan.
Kriteria ketersediaan teknologi pada Lampiran 25 menunjukkan bahwa ikan karang memiliki rasio kepentingan tertinggi dengan nilai 0,433 pada inconsistency
terpercaya 0,01. Ikan cakalangtongkol merupakan yang kedua dengan rasio kepentingan 0,407 pada inconsistency terpercaya 0,09, dan ikan tuna merupakan
yang terendah dengan rasio kepentingan 0,159 pada inconsistency terpercaya 0,01. Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan teknologi untuk usaha penangkapan
ikan karang tersedia. Beberapa pengusaha tangkap maupun nelayan saat ini sudah mampu mengadopsi teknologi seperti fish finder, radio komunikasi, dan sonar
untuk pengoperasian penangkapan ikan karang. Begitu juga dengan usaha penangkapan ikan cakalangtongkol dimana teknologi penangkapannya juga
tersedia bahkan beberapa pengusaha tangkap maupun nelayan sudah mampu untuk berinvestasi pada usaha perikanan ini dengan modal yang cukup besar.
Sedangkan ketersediaan untuk usaha penangkapan tuna masih kurang dimana pengusaha
tangkap maupun
nelayan tidak
berani berinvestasi
karena membutuhkan biaya yang cukup besar.
5.1.5.3 Prioritas