Prioritas strategi pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Nias

izin operasional kapal penangkapan ikan ; dan strategi W – T yaitu; Melakukan kerjasama dalam pengelolaan sumberdaya perikanan antara Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Nias dengan Dinas Kelautan dan perikanan Kota madya Sibolga.

5.1.8.1 Prioritas strategi pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Nias

Pada hasil analisis sebelumnya, untuk mendapatkan prioritas strategi maka dilakukan penilaian bobot masing-masing faktor strategi internal dan eksternal. Penilaian faktor internal kekuatan dan kelemahan menggunakan matriks IFE internal factor evaluation pada Lampiran 48 dan penilaian faktor eksternal peluang dan ancaman menggunakan matriks EFE external factor evaluatioan pada Lampiran 49. Skor pengaruh setiap komponen faktor SWOT terhadap faktor kunci internal untuk komponen faktor kekuatan dan kelemahan berkisar dari 20,00 sampai 57,16. Sedangkan skor pengaruh setiap komponen faktor SWOT terhadap faktor kunci eksternal untuk komponen faktor peluang dan ancaman berkisar dari 34,62 sampai 100,00. Diantara 6 strategi yang teridentifikasi Lampiran 50, strategi 5 melakukan pelatihan teknik dan manajemen untuk meningkatkan kualitas SDM di Kabupaten Nias dengan nilai WAS 442,87 diperkirakan akan mempunyai pengaruhdampak terbesar terhadap keberhasilan pengembangan perikanan tangkap Kabupaten Nias. Urutan prioritas strategi selanjutnya adalah strategi 1 mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya ikan pelagis besar dan ikan karang yang lestari dan berkelanjutan dengan nilai WAS 386,94, strategi 2 pembangunan sarana prasarana dan peningkatan armada penangkapan secara terencana dengan nilai WAS 326,8, strategi 3 peningkatan penyuluhan oleh dinas terkait tentang daerah yang strategi operasional penangkapan fishing ground sesuai dengan alat tangkap yang digunakan dengan nilai WAS 286,08, strategi 6 melakukan kerjasama dalam pengelolaan sumber daya perikanan antara Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Nias dengan Dinas Kelautan dan perikanan Kotamadya Sibolga serta Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Nangroe Aceh Darussalam dengan nilai WAS 223,86, dan terakhir adalah strategi 4 peningkatan kerja sama dan koordinasi antara Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Nias dengan angkatan laut Sibolga dalam hal pengawasan dan penertiban izin operasional kapal penangkapan ikan dengan nilai WAS 137,32.

5.2 Pembahasan

Keadaan perikanan tangkap di Kabupaten Nias mempunyai perhatian yang unik untuk dikaji dan diperhatikan. Daerah penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan di Kabupaten Nias dibagi atas 3 kategori, yaitu 1 daerah penangkapan ikan yang tidak jauh dari pantai menggunakan perahu tanpa motor, 2 daerah penangkapan ikan ≤ 3 mil dari pantai dengan menggunakan perahu bermotor 0,5 GT. Kedua kategori ini, nelayan menggunakan waktu operasi penangkapan paling lama 1 hari saja di laut karena keterbatasan kapasitas kapal dan perbekalan. Umumnya alat tangkap yang digunakan adalah pancing ulur sekitar 97,1 dari jumlah unit dan jaring insang bermata kecil 3 inci sekitar 95,5 dari jumlah unit, dan 3 daerah penangkapan ikan ≥ 12 mil dari pantai menggunakan perahu bermotor ≤ 5 GT dengan waktu operasi penangkapan berlangsung selama selama 2–5 hari di laut baik di perairan Nias, perairan antara Nias dengan Sibolga hingga ke perairan pulau-pulau banyak Provinsi Nangroe Aceh Darussalam. Umumnya alat tangkap yang digunakan adalah pancing ulur sekitar 2,9 dari jumlah unit dan jaring insang bermata besar 5,5 inci sekitar 4,5 dari jumlah unit. Unit-unit penangkapan ikan yang digunakan oleh nelayan Kabupaten Nias masih didominasi unit penangkapan skala kecil teknologi sederhana, unit penangkapan yang menggunakan teknologi maju fish finder, global position system GPS, dan radio SSB masih sedikit. Hal ini juga sejalan dengan apa yang dinyatakan dalam Hermawan et al. 2006 menyatakan bahwa ditinjau dari pengusahaannya, perikanan tangkap nasional masih didominasi oleh perikanan tangkap skala kecil dengan berbagai karakteristiknya sehingga menyebabkan rendahnya produktivitas nelayan. Monintja 1987 mengemukakan bahwa faktor yang menyebabkan rendahnya produktivitas nelayan adalah jenis dan tingkat teknologi penangkapan ikan yang dimiliki oleh para nelayan.