33 Pada Tabel 12, kemurnian tertinggi metil ester palmitat dalam biodiesel HF diperoleh
dari kondisi proses fraksinasi suhu 235
o
Uji Tukey digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antar respon dari komponen FAME yang dihasilkan oleh semua biodiesel HF Lampiran 11A. Uji ini
menghasilkan informasi bahwa produksi metil ester palmitat C C dan waktu proses 12 jam. Proses ini mampu
menghasilkan rataan kemurnian 80,17 . Hal ini berarti dalam 100 ml biodiesel terdapat 80,17 gram fraksi metil ester palmitat. Nilai kandungan metil ester palmitat ini cukup tinggi
dibandingkan dengan biodiesel awal sebesar 29,64 bb. Tingginya kemurnian metil ester palmitat pada biodiesel HF 235-12 mengindikasikan bahwa proses ini merupakan proses terbaik
dibandingkan perlakukan yang lain.
16
berbeda nyata dengan komponen lain dalam biodiesel HF dan tersebar dalam semua satuan percobaan. Komponen metil
ester palmitat memiliki jumlah signifikan paling tinggi dibandingkan komponen lain. Namun, produksi metil ester C
16
C18: 2 CIS 9,12 C18: 1 CIS
C18: 0 C16: 0
C14: 0 90
80 70
60 50
40 30
20 10
Komponen FAME J
u m
la h
b v
masih memiliki titik out layer atau berada diantara rentang titik minimum dan maksimum yaitu pada HF1, 225-10 dengan jumlah metil ester terendah 55,02
bv. Gambar 24 berikut ini adalah boxplot uji Tukey biodiesel HF.
Gambar 24. Boxplot uji Tukey biodiesel HF Menurut Matheson 1996, biodiesel yang kaya akan kandungan metil ester C
16
sangat baik untuk pembuatan surfaktan. Hal ini terlihat dari surfaktan yang dihasilkan karena
memperlihatkan karakteristik dispersi yang baik, sifat detergensi yang tinggi, dan tidak adanya fosfat serta bersifat mudah didegradasi. Ballestra 2008 menyatakan bahwa surfaktan MES C
16
tahan terhadap air dengan tingkat kesadahan yang tinggi dibandingkan dengan jenis surfaktan anionik lainnya. Selain itu, kemampuan performance surfaktan MES C
16
4.2.3.2 Komposisi FAME Biodiesel Sisa Fraksinasi
dapat dilihat dari nilai IFT interfacial tension atau tegangan antar muka. Tegangan antar muka setara dengan usaha
yang dibutuhkan untuk meningkatkan area permukaan sebagai respon adanya tekanan antara dua larutan yang berbeda polaritasnya yaitu tekanan internal suatu larutan dengan kerja tekanan
larutan lain. Dengan adanya surfaktan, dua senyawa yang berbeda polaritasnya akan menyatu karena tegangan antar muka telah menurun. Nilai tegangan antar muka untuk MES dengan bahan
baku metil ester olein yang telah dilakukan oleh Susi 2010 adalah sebesar 0,02803 dynecm.
Biodiesel sisa fraksinasi merupakan produk samping pada penelitian ini. Biodiesel SF masih memiliki nilai tambah dan bukan merupakan limbah dari proses fraksinasi. Fraksi kedua
proses fraksinasi ini banyak didominasi oleh komponen berat metil ester yang tidak menguap saat
34 proses berlangsung. Komponen berat yang mendominasi biodiesel SF adalah fraksi metil ester
oleat. Tabel 13 berikut ini menampilkan hasil analisis GC biodiesel SF. Tabel 13. Hasil analisis komponen FAME biodiesel SF
Kondisi Proses Komponen FAME
Metil Ester C Metil Ester C
16:0
Lainnya C
18:1 18:0
, C
18:2
225-10 12,05
53,63 27,97
225-12 6,47
57,56 31,89
230-10 8,31
58,51 27,99
230-12 5,23
56,36 35,59
235-10 7,17
61,80 29,76
235-12 3,70
57,70 30,41
Pada Tabel 13, dapat diketahui bahwa metil ester oleat C
18:1
secara dominan berada pada biodiesel SF. Kemurnian tertinggi yang mampu dicapai adalah 60,80 bv metil ester
oleat pada proses fraksinasi suhu 235
o
C dan lama waktu proses 10 jam. Selain metil ester oleat, pada biodiesel SF ini terdeteksi 3 komponen lain yaitu metil ester palmitat C
16:0
, metil ester stearat C
18:0
, dan metil ester linoleat C
18:2
Biodiesel SF diuji pembeda dengan menggunakan uji Tukey untuk mengetahui pembeda antar respon dari komponen FAME Lampiran 11B. Hasil analisis ini memberikan
informasi bahwa komponen metil ester oleat secara signifikan. Data persebaran nilai komponen FAME dapat disajikan pada Gambar 25.
. Nilai konsentrasi metil ester oleat ini cukup tinggi dibandingkan dengan biodisel awal sebesar 29,89 bb. Kondisi terbaik yang dicapai untuk
pemisahan metil ester oleat merupakan rataan dari dua kali ulangan dengan nilai SF1, 235-10 sebesar 62,29 bv dan SF2, 235-10 sebesar 61,31 bv.
C18: 2 CIS 9,12 C18: 1 CIS
C18: 0 C16: 0
70 60
50 40
30 20
10
Komponen FAME J
u m
la h
b v
Gambar 25. Boxplot uji Tukey biodiesel SF Pada Gambar 25, terlihat bahwa sebaran metil ester oleat secara merata terdapat pada
masing-masing satuan percobaan dan tidak memiliki titik out layer. Komponen metil ester oleat baik digunakan untuk bahan bakar pengganti solar. Gerpen 2004 menyebutkan bahwa bahan
baku biodiesel dengan kandungan asam lemak C
18:1
, C
18:2
, C
18:3
menurunkan cloud point sehingga dapat diaplikasikan di negara empat musim. Faktor penting lain dalam penggunaan
biodeisel sebagai bahan bakar adalah nilai kinematik viskosistas. Metil ester oleat memiliki angka viskositas kinematik lebih besar yaitu 4,45 mm
2
s dibandingkan dengan metil ester palmitat
35 sebesar 4,32 mm
2
Apabila dilihat dari parameter lain, metil ester oleat cukup baik untuk aplikasi sebagai bahan bakar. Klopfenstein dan Walker 1983 menyebutkan bahwa energi pembakaran metil ester
oleat terbilang cukup tinggi yaitu 38,9 MJkg sementara standar minimum yang dibutuhkan adalah 35 MJkg. Berkaitan dengan angka setana, metil ester oleat memiliki angka setana cukup
baik yaitu 55 dibandingkan dengan standar SNI mengharuskan minumum angka setana 51. Angaka setana ini mengambarkan ukuran keterlambatan antara pemasukan bahan bakar fuel
injection dengan pembakaran fuel ignition dimana angka setana yang semakin tinggi
menunjukan waktu yang lebih singkat antara fuel injection dengan fuel ignition. s Worgetter et al. 1998. Biodiesel SF dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar
campuran biodiesel yang rendah akan komponen tidak jenuh Freedman dan Bagby 1989.
4.2.4 Pengaruh Proses Fraksinasi Terhadap Sifat Fisiko Kimia Biodiesel