Uji Normalitas Uji Asumsi Klasik

27

3.8.1 Metode Analisis Deskriptif

Metode analisis statistika deskriptif merupakan suatu metode analisis dimana data yang dikumpulkan, diklasifikasikan, dianalisis, dan diinterpretasikan secara objektif sehingga memberikan informasi dan gambaran mengenai topik yang dibahas.

3.8.2 Uji Asumsi Klasik

Penulis menggunakan bantuan program software SPSS Statistical Package for Social Solution dalam penelitian ini. Sebelum melakukan analisis regresi, dilakukan pengujian asumsi klasik untuk mendapatkan perkiraan yang efisien atau tidak. Adapun syarat asumsi klasik yang harus dipenuhi model regresi berganda sebelum data tersebut dianalisis adalah sebagai berikut:

1. Uji Normalitas

Tujuan uji normalitas adalah ingin mengetahui apakah dalam model regresi variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Pengujian ini diperlukan karena untuk melakukan uji t dan uji F diasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Jika asumsi ini dilanggar atau tidak dipenuhi maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil Erlina, 2011:100. Data yang baik adalah data yang mempunyai pola seperti distribusi normal, yakni distribusi data tersebut tidak menceng ke kiri atau menceng ke kanan Situmorang dan Lufti, 2012:100. Uji dilakukan dengan beberapa pendekatan, yaitu: 28

a. Pendekatan Histogram

Untuk menguji asumsi klasik data dapat dilihat dengan kurva normal, yaitu kurva yang memiliki ciri khusus, salah satu diantaranya adalah bahwa: mean, mode, dan median pada tempat yang sama. Jika ketiga tendensi sentral tersebut tidak terletak pada satu tempat, berarti kurva tersebut miring ke kiri atau ke kanan. Ukuran kemiringan puncak kurva ke kiri atau ke kanan tersebut dikenal dengan nama “kemiringan kurva” atau “kemencengan kurva” skewness. Kemencengan suatu kurva distribusi data dapat bertanda positif kearah kanan atau bertanda negatif kearah kiri Situmorang dan Lufti, 2012:101. b. Pendekatan Grafik PP plot akan membentuk plot antara nilai-nilai teoritis sumbu x melawan nilai-nilai yang didapat dari sampel sumbu y. Apabila plot dari keduanya berbentuk linier dapat didekati oleh garis lurus, maka hal ini merupakan indikasi bahwa residual menyebar normal. Bila pola-pola titik yang terletak selain di ujung-ujung plot masih berbentuk linier, meskipun ujung-ujung plot agak menyimpang dari garis lurus, kita dapat mengatakan bahwa sebaran data dalam hal ini residual, adalah normal Situmorang Lufti, 2012:103. c. Pendekatan Kolmogorov-Smirnov Alat uji ini digunakan untuk memastikan apakah data sepanjang garis diagonal berdistribusi normal. Hipotesisnya sebagai berikut: H = data residual berdistribusi normal H a = data residual tidak berdistribusi normal 29 Dengan menggunakan tingkat signifikan α 5. Jika nilai Asymp.Sig 2 tailed taraf nyata α, maka H diterima artinya data residual berdistribui normal. Sebaliknya, jika nilai A sym.Sig 2 tailed taraf nyata α, maka H diterima, artinya data residual tidak berdistribusi normal.

2. Uji Multikolinearitas

Uji ini bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi di antara variabel independen. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Ada dua uji multikolinearitas yang sering digunakan yaitu sebagai berikut Erlina, 2011:103: 1. VIF Variance Inflating Factor VIF adalah suatu estimasi berapa besar multikolinearitas meningkatkan varian pada suatu koefisien estimasi sebuah variabel independenpenjelas. VIF yang tinggi menunjukkan bahwa multikolinearitas telah menaikkan sedikit varian pada koefisien estimasi, akibatnya menurunkan tingkat t. Semakin tinggi nilai VIF suatu variable tertentu, maka akan semakin tinggi varian koefisien estimasi pada variabel tersebut dengan asumsi varian error term adalah konstan. Dengan demikian, semakin tinggi VIF, semakin berat dampak pada multikolinearitas. Pada umumnya jika nilai VIF lebih besar dari 10, maka terjadi multikolineritas yang cukup berat diantara variabel independen. 2. Korelasi diantara Variabel Independen Disamping VIF, cara lain yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya gejala multikolinearitas suatu model adalah dengan melihat koefisien korelasi sederhana antara variabel-variabel independenpenjelas. Apabila r adalah tinggi 30 nilai absolutnya, maka ada dua variabel penjelas tertentu berkorelasi dan masalah multikolinearitas ada dalam persamaan tersebut. Koefisien korelasi yang tinggi ini menunjukkan terjadi gejala multikolinearitas yang berat. Korelasi antar dua variabel penjelas dikatakan memiliki hubungan yang tinggi, beberapa peneliti secara arbiter menentukan 0,8. Dengan demikian, suatu model terdapat gejala multikolinearitas, jika korelasi diantara variabel independen lebih besar dari 0,8.

3. Uji Heteroskedastisitas

Salah satu asumsi yang penting dari model regresi linear adalah varian residual bersifat homokedastisitas atau bersifat konstan. Umumnya heterokedastisitas sering terjadi pada model yang menggunakan data cross section silang waktu daripada time series runtut waktu. Hal ini bukan berarti model yang menggunakan data runtut waktu bebas dari heterokedasitas. Pengujian gejala heterokedastisitas bertujuan untuk melihat apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variabel dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homokedastisitas, dan jika berbeda disebut heterokedastisitas. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heterokedastisitas Erlina, 2011:105.

4. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam suatu model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan 31 pengganggu pada periode sebelumnya. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang tahun yang berkaitan satu dengan yang lainnya. Masalah ini timbul karena residual kesalahan pengganggu tidak bebas dari observasi ke observasi lainnya Situmorang dan Lufti, 2012:120. Uji autokorelasi ini menggunakan Durbin-Watson DW Test. Tabel 3.3 Kriteria Pengambilan Keputusan Hipotesis Nol Keputusan Jika Tidak ada autokorelasi positif Tolak 0 d dl Tidak ada autokorelasi positif No decision dl d du Tidak ada autokorelasi negative Tolak 4-dl d 4 Tidak ada autokorelasi negative No decision 4-du d 4-dl Tidak ada autokorelasi positif atau negatif Terima du d 4-du Sumber: Situmorang dan Lutfi 2012 : 126

3.8.3 Metode Analisis Regresi Linear Berganda

Dokumen yang terkait

Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Real Estate Dan Properti Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

4 102 103

Analisis Pengaruh Faktor-Faktor Fundamental Terhadap Harga Saham Perusahaan Real Estate Dan Property Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

3 50 111

Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Real Estate Dan Properti Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia 2008-2011

0 43 88

PENGARUH PROFITABILITAS DAN SUKU BUNGA TERHADAP HARGA SAHAM PERUSAHAAN PROPERTI DAN REAL ESTATE YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA.

0 2 32

Pengaruh Leverage, Profitabilitas dan Keputusan Investasi Terhadap Harga Saham di Perusahaan Properti dan Real Estate yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2015.

0 0 32

Pengaruh ROA, PER, dan DPR terhadap Harga Saham Perusahaan Properti dan Real Estate di Bursa Efek Indonesia.

1 3 20

PENGARUH VARIABEL MAKRO EKONOMI DAN HARGA KOMODITAS TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM PERUSAHAAN PROPERTI DAN REAL ESTATE DI BURSA EFEK INDONESIA.

0 0 127

Pengaruh Profitabilitas, Leverage Dan Makro Ekonomi Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Properti Dan Real Estate Di Bursa Efek Indonesia

0 0 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pasar Modal 2.1.1 Pengertian Pasar Modal - Pengaruh Profitabilitas, Leverage Dan Makro Ekonomi Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Properti Dan Real Estate Di Bursa Efek Indonesia

0 0 14

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Profitabilitas, Leverage Dan Makro Ekonomi Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Properti Dan Real Estate Di Bursa Efek Indonesia

0 0 7