Respon penurunan suhu rendah terhadap aktivitas lobster air tawar

4.2 Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan bertujuan untuk mengetahui respon penurunan suhu rendah terhadap aktivitas lobster air tawar dan menentukan suhu pembiusan lobster air tawar secara bertahap. Hasil penelitian tahap ini akan digunakan pada penelitian utama.

4.2.1 Respon penurunan suhu rendah terhadap aktivitas lobster air tawar

Lobster air tawar dipuasakan terlebih dahulu selama 24 jam sebelum diimotilisasi. Pemuasaan dilakukan agar organ pencernaan lobster bebas dari kotoran. Proses pembiusan dilakukan dengan metode penurunan suhu secara bertahap hingga lobster mengalami kondisi pingsan imotil. Respon aktivitas lobster air tawar selama proses pembiusan secara bertahap dengan suhu rendah ditampilkan pada Tabel 6. Tabel 6 Respon aktivitas lobster air tawar pada berbagai penurunan suhu Suhu o C Waktu menit Aktivitas lobster air tawar Kriteria 26-22 0-4 Kondisi normal, kaki jalan dan kaki renang bergerak aktif, tubuh tegak dan lincah, sangat responsif. Normal 21-19 4-6 Aktivitas lobster mulai berkurang, kaki jalan dan kaki renang bergerak perlahan, ekor mulai menekuk ke dalam, respon terhadap rangsangan kuat. Adaptasi 18-16 6-10 Lobster cenderung diam, kaki jalan dan kaki renang diam, tubuh tegak, gerakan semakin lambat dan tenang, ketika disentuh respon masih ada. Tenang 15-13 10-18 Lobster mulai limbung, gerakan dan respon terhadap rangsangan masih ada, kaki jalan diam, tubuh masih tegak. Disorientasi 12-10 18-30 Lobster kehilangan keseimbangan, diam, ketika dibalik seluruh lobster tidak dapat tegak kembali, gerakan kaki renang dan kaki jalan lemah, respon lemah. Imotil I 9-7 30-45 Lobster tergeletak, posisi tubuh roboh total dan terbalik, hampir tidak ada gerakan, kaki jalan dan kaki renang sangat lemah kaku, ekor melipat ke arah abdomen, ketika diangkat tubuh lobster melayang, respon tidak ada. Imotil II Hasil pengamatan respon lobster air tawar terhadap penurunan suhu rendah menunjukkan perubahan pada aktivitas tingkah lakunya. Pada suhu awal pembiusan ±26 °C atau suhu ruang, lobster berada dalam kondisi normal, tubuh tegak, sangat lincah dan responsif terhadap rangsangan serta kaki jalan dan kaki renang masih bergerak aktif. Pembiusan secara bertahap selama ±4 menit menyebabkan suhu media pembiusan semakin rendah hingga mencapai suhu 22 °C. Semua lobster yang diimotilisasi pada suhu ini terlihat masih berdiri kokoh namun aktivitasnya sudah mulai berkurang. Aktivitas lobster ketika memasuki suhu 21 o C terlihat semakin lambat dan tenang, dimana kaki jalan dan kaki renang bergerak perlahan. Perubahan yang mencolok terlihat pada bagian ekor lobster abdomen yang mulai menekuk ke dalam. Hal tersebut menandakan bahwa sebagian lobster mulai beradaptasi dan telah merespon kondisi perubahan suhu lingkungan yang semakin rendah. Kondisi ini terus berlangsung selama ±2 menit hingga suhu pembiusan mencapai 19 o C. Lobster memasuki fase tenang pada suhu 18 o C, aktivitasnya cenderung diam dan gerakan tubuh semakin lambat pada lama pembiusan 6-10 menit dengan kisaran suhu 18-16 o C. Ketika diberikan rangsangan sentuhan lobster masih memberikan respon. Kaki jalan dan kaki renang terlihat diam akan tetapi seluruh lobster masih dalam kondisi tegak. Lobster mulai kehilangan orientasi ditunjukkan oleh kondisi lobster yang mulai limbung ketika memasuki suhu 15 o C, sebagian besar lobster masih dapat tegak kembali ketika posisi tubuhnya dibalik. Respon terhadap rangsangan masih ada. Hal tersebut terus berlangsung pada kisaran suhu 15-13 o C. Gerakan dan respon terhadap rangsangan lobster mulai melemah ketika suhu pembiusan mulai mencapai 13 o C, meskipun seluruh lobster yang dibius belum menunjukkan tanda- tanda pingsan. Lobster mulai memasuki fase imotil I pada kissaran suhu 12-10 o C. Hal ini ditunjukkan oleh hilangnya keseimbangan lobster serta lemahnya respon terhadap rangsangan sentuhan yang diberikan. Kaki jalan dan kaki renang lobster dalam keadaan lemah tetapi masih menunjukkan adanya gerakan. Ketika posisi tubuh dibalik seluruh lobster tidak dapat tegak kembali. Lobster menunjukkan tanda-tanda pingsan ketika suhu media memasuki kisaran suhu 9-7 o C. Sebagian lobster telah roboh kemudian pingsan, gerakan kaki jalan dan kaki renang sangat lemah kaku. Kisaran suhu 9-7 o C yang dipertahankan selama 30 menit mengakibatkan seluruh lobster telah pingsan. Lobster telah tergeletak di dasar media dalam keadaan roboh, kaki jalan dan kaki renang kaku dan ketika diangkat tubuh lobster melayang. Lobster yang telah pingsan tidak memberikan perlawanan ketika dikemas. Nitibaskara et al. 2006 menyatakan bahwa fase imotil I pada krustasea ditunjukkan dengan kondisi kehilangan keseimbangan, kaki jalan dan kaki renang bergerak aktif dan respon lemah ketika diganggu. Fase imotil II ditunjukkan dengan kondisi yang tenang ketika diangkat dari dalam air atau memberikan perlawanan lemah, kaki jalan dan kaki renang bergerak lemah, kehilangan keseimbangan dan akhirnya roboh. Penurunan suhu secara bertahap mengakibatkan gerakan lobster yang semula aktif pada suhu normal secara perlahan-lahan direduksi menjadi tenang seiring dengan penurunan suhu yang diberikan. Tidak tampak adanya fase panik pada lobster air tawar yang biasanya ditunjukkan dengan gerakan meloncat-loncat ke belakang secara tidak beraturan. Kondisi yang sama juga ditunjukkan oleh lobster hijau pasir Panulirus homarus yang diimotilisasi secara bertahap pada suhu 12 o C, yaitu adanya penurunan fase gerakan dari gerakan yang aktif normal menjadi lebih tenang tanpa adanya gerakan panik Wibowo et al. 1994. Proses aklimatisasi dari metode penurunan suhu secara bertahap pada dasarnya juga dipengaruhi oleh bobot dan ukuran lobster air tawar yang digunakan. Semakin besar bobot dan ukuran lobster yang digunakan maka semakin besar nilai toleransi terhadap perubahan suhu. Hasil pengamatan aktivitas lobster pada berbagai suhu di atas menunjukkan bahwa lobster yang dipingsankan dengan penurunan suhu secara bertahap akan mengalami gangguan keseimbangan. Terganggunya keseimbangan pada lobter disebabkan oleh kurangnya oksigen dalam darah. Laju konsumsi oksigen pada hewan air akan menurun seiring dengan menurunnya suhu media Berka 1986. Penurunan konsumsi oksigen pada lobster akan mengakibatkan jumlah oksigen yang terikat dalam darah semakin rendah. Kondisi ini akan mengakibatkan suplai oksigen ke jaringan syaraf juga berkurang sehingga menyebabkan berkurangnya aktivitas fisiologi dan lobster menjadi tenang Suryaningrum et al. 2008; Ikasari et al. 2008. Kekurangan oksigen yang lebih lanjut menyebabkan lobster menjadi pingsan dan akhirnya roboh. Hasil penelitian aktivitas lobster air tawar pada berbagai suhu juga menunjukkan kisaran suhu kritis bagi lobster air tawar, yaitu suhu 15-13 o C disorientasi, 12-10 o C imotil I dan 9-7 o C imotil II. Wibowo et al. 2005 menyatakan bahwa suhu kritis pembiusan lobster air tawar berkisar antara 17, 15 dan 12 o C. Suhu kritis yang didapatkan pada penelitian ini terlihat memiliki kisaran yang lebih rendah dibandingkan hasil penelitian Wibowo et al. 2005 dan Ikasari et al. 2008. Hal ini disebabkan adanya perbedaan ukuran lobster yang digunakan pada percobaan. Lobster yang digunakan pada penelitian ini memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan yang digunakan pada penelitian Wibowo et al. 2005 dan Ikasari et al. 2008, sehingga memiliki ketahanan yang lebih tinggi terhadap perubahan suhu yang terjadi.

4.2.2 Penentuan suhu pembiusan terbaik