oksigen  ke  jaringan  syaraf  juga  berkurang  sehingga  menyebabkan  berkurangnya aktivitas  fisiologi  dan  lobster  menjadi  tenang  Suryaningrum  et  al.  2008;
Ikasari  et  al.  2008.  Kekurangan  oksigen  yang  lebih  lanjut  menyebabkan  lobster menjadi  pingsan  dan  akhirnya  roboh.  Hasil  penelitian  aktivitas  lobster  air  tawar
pada  berbagai  suhu  juga  menunjukkan  kisaran  suhu  kritis  bagi  lobster  air  tawar, yaitu  suhu  15-13
o
C  disorientasi,  12-10
o
C  imotil  I  dan  9-7
o
C  imotil  II. Wibowo et al. 2005 menyatakan  bahwa suhu kritis pembiusan lobster air  tawar
berkisar antara 17, 15 dan 12
o
C. Suhu  kritis  yang  didapatkan  pada  penelitian  ini  terlihat  memiliki  kisaran
yang  lebih  rendah  dibandingkan  hasil  penelitian  Wibowo  et  al.  2005  dan Ikasari  et  al.  2008.  Hal  ini  disebabkan  adanya  perbedaan  ukuran  lobster  yang
digunakan pada percobaan. Lobster yang digunakan pada penelitian  ini  memiliki ukuran  yang  lebih  besar  dibandingkan  dengan  yang  digunakan  pada  penelitian
Wibowo et al. 2005 dan Ikasari et al. 2008, sehingga memiliki ketahanan yang lebih tinggi terhadap perubahan suhu yang terjadi.
4.2.2 Penentuan suhu pembiusan terbaik
Penentuan suhu pembiusan terbaik untuk lobster air tawar dilakukan dengan cara  mengetahui  pengaruh  suhu  pembiusan  yang  menyebabkan  fase  kritis
terhadap  tingkat  kelulusan  hidup  dan  kondisi  saat  pembugaran.  Suhu  pembiusan tersebut adalah 15-13
o
C disorientasi, 12-10
o
C imotil I dan 9-7
o
C imotil II. Hasil  pengamatan  pada  penentuan  suhu  pembiusan  terbaik  menunjukkan
bahwa  perlakuan  suhu  pembiusan  menghasilkan  kondisi  yang  berbeda  terhadap lobster  yang  diimotilisasi.  Pembiusan  secara  bertahap  dengan  suhu  15-13
o
C selama  30  menit  tidak  menyebabkan  lobster  tenang  dengan  gerakan  lamban  dan
posisi  tubuh  masih  tegak.  Keseimbangan  lobster  masih  baik  yang  ditunjukkan dengan kemampuan  lobster untuk kembali  ke posisi  semula ketika tubuh dibalik
dapat  tegak  kembali.  Ketika  lobster  diangkat  lobster  masih  menyentak-nyentak dan bahkan capitnya masih bisa menggigit. Kondisi ini  akan menghambat proses
pengemasan lobster, karena agak sulit untuk ditangani ketika lobster dikemas. Lobster  yang  dibius  pada  kisaran  suhu  12-10
o
C  terlihat  dalam  keadaan limbung dan  mulai kehilangan keseimbangan. Lobster masih bergerak lemah dan
hanya  sedikit  menunjukkan  respon  ketika  diberikan  rangsangan.  Pada  waktu dilakukan pengemasan, lobster masih meronta lemah.
Pembiusan  pada  suhu  9-7
o
C  menghasilkan  kondisi  lobster  yang  berbeda dibandingkan  dengan  lobster  yang  diimotilisasi  pada  suhu  15-13
o
C.  Ketika lobster  dibius  secara  bertahap  pada  media  air  hingga  suhu  9-7
o
C  menyebabkan sebagian  lobster  roboh.  Lobster  dalam  keadaan  diam  ketika  diangkat,  kaki  jalan
dan  kaki  renangnya  diam  serta  tidak  ada  respon  terhadap  rangsangan  yang diberikan  sehingga  memudahkan  penanganan  lobster  untuk  dikemas.  Hasil
pengamatan kelulusan  hidup dan kondisi  lobster setelah uji penyimpanan 12  jam dalam kemasan kering ditampilkan pada Tabel 7.
Tabel 7 Hasil penelitian pendahuluan penentuan suhu pembiusan terbaik Suhu
Pembiusan Kondisi lobster setelah penyimpanan
Posisi Kondisi
Respon Waktu dian
Survival rate 15-13
Berubah Sadar
Ada Meronta
100 12-10
Berubah Sadar
Lemah Meronta
Lemah 100
9-7 Tidak
Pingsan Tidak ada
Tidak meronta
100
Kondisi  lobster  yang  dibius  dengan  kisaran  suhu  15-13
o
C  setelah  uji penyimpanan  selama  12  jam  menunjukkan  posisi  lobster  dalam  kemasan  telah
berubah. Pembiusan dengan kisaran suhu  ini  menghasilkan  nilai kelulusan  hidup 100  setelah  12  jam  penyimpanan,  kondisi  lobster  yang  dikemas  telah  sadar
ketika kemasan dibongkar. Hal ini menandakan bahwa  suhu pembiusan 15-13
o
C masih belum cukup untuk menghasilkan kondisi imotil yang lama bagi lobster.
Kondisi  lobster  yang  dibius  dengan  kisaran  suhu  12-10
o
C  setelah  uji penyimpanan  selama  12  jam  terlihat  telah  berubah  posisinya  ketika  dilakukan
pembongkaran.  Lobster  telah  sadar  dengan  kondisi  lemah,  dan  ketika  diangkat hanya  meronta  lemah.  Lobster  kemudian  dibugarkan  dengan  memasukkan  ke
dalam  media  air  setinggi  karapak  selama  satu  jam.  Sebagian  lobster  langsung bergerak  secara  perlahan,  sedangkan  sebagian  lagi  diam  dalam  kondisi  lemah.
Setelah  proses  pembugaran  selama  1  jam,  terlihat  bahwa  seluruh  lobster  telah bugar sepenuhnya dengan kelulusan hidup sebesar 100.
Kondisi lobster yang dibius dengan kisaran suhu 9-7
o
C pada saat dilakukan pembongkaran  terlihat  berbeda  dibandingkan  dengan  lobster  yang  dibius  pada
suhu 15-13
o
C dan 12-10
o
C. Pada waktu kemasan dibongkar, lobster masih dalam kondisi imotil dan posisinya tidak berubah. Ketika dimasukkan dalam air, lobster
mulai  bergerak  dan  berjalan.  Aktivitas  lobster  normal  kembali  setelah  berada  di dalam air selama 1 jam.
Hasil percobaan  menunjukkan  bahwa  kisaran suhu pembiusan 9-7
o
C  lebih baik jika digunakan sebagai suhu pembiusan dibandingkan kisaran suhu 15-13
o
C dan  12-10
o
C  karena  menghasilkan  kondisi  imotil  yang  lebih  lama  selama  uji penyimpanan. Pada suhu 9-7 ºC  lobster telah pingsan dan dalam keadaan tenang
ketika diangkat dari air sehingga mudah ditangani untuk dikemas, sedangkan pada suhu 15-13 ºC dan suhu 12-10 ºC lobster masih belum pingsan sepenuhnya. Suhu
pembiusan  lobster  pada  kisaran  15-13
o
C  dan  12-10
o
C  bila  digunakan  untuk transportasi  sistem  kering  secara  statis  atau  penyimpanan  hidup  dapat  berisiko
pada tingginya  mortalitas, sehingga kisaran suhu  9-7
o
C digunakan sebagai suhu pembiusan lobster air tawar dalam penelitian utama.
4.3 Penelitian Utama