BAB III DESKRIPSI TARI LIMA SERANGKAI
3.1 Sejarah Tari
Tari Lima Serangkai diperkirakan tercipta sekitar tahun 1960, menurut Sempa Sitepu,dkk dalam bukunya Pilar Budaya Karo 1996:200. Menurut
narasumber Bpk. Malem Ukur Ginting dalam wawancara manyatakan bahwa tari Lima Serangkai sudah ada sejak masyarakat suku Karo mengetahui tari kira-kira
tahun 1956. Jadi dapat disimpulkan bahwa tari Lima Serangkai muncul sekitar tahun 1956-1960.
Tari Lima Serangkai merupakan salah satu tari yang berfungsi sebagai hiburan, seperti yang telah dikemukakan oleh salah satu pakar tari yaitu
Soedarsono yang menyatakan bahwa fungsi tari terbagi atas tiga yaitu: tari sebagai upacara, tari sebagai pertunjukan, dan tari sebagai hiburan Soedarsono, 1972:22.
Ada beberapa tari taradisi yang berfungsi sebagai hiburan selain tari Lima Seranngkai dari etnis Karo, seperti: tari Piso Surit, tari Terang Bulan, tari Ndikkar,
tari Gundala-gundala, tari Roti Manis, dan lain-lain Sempa Sitepu,dkk, 1996:200.
3.2 Tema Tari
Tema dalam tarian Lima Serangkai adalah unsur yang ada. Maksud unsur yang ada adalah merupakan kejadian atau pengalaman hidup yang sangat
sederhana misalnya cerita rakyat, kepahlawanan, legenda, binatang dan lain-lain.
Namun demikian tema dalam tari Lima Serangkai merupakan sesuatu yang lazim, karena tujuan dari tari adalah komunikasi antara karya seni dengan
masyarakat yang menikmatinya. Tari Lima Serangkai ini bertemakan pergaulan, pergaulan yang dimaksud adalah muda mudi Karo. Yakni pertemuan ramah tamah
sepasang insan manusia yang berkenalan secara adat Karo ertutur, kemudian secara tutur muda mudi ini dapat berteman dekat berpacaran dan akhirnya
mereka menjalin hubungan kasih hingga sampai kejenjang pernikahan.
3.3 Struktur Pertunjukan Tari
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia 1989:246, pengertian struktur mempunyai arti pola hubungan komponen atau bagian satu organisasi. Struktur
merupakan suatu sistem formal hubungan kerja yang membagi dan mengkoordinasikan tugas orang dan kelompok orang agar tujuan tercapai.
Sedangkan menurut Surayin 2001:574, dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia menyatakan bahwa struktur adalah cara sesuatu disusun atau dibangun yang
sesuai dengan pola tertentu. Dari pengertian diatas maka yang dimaksudkan dengan struktur dalam penelitian ini adalah susunan atau unsur-unsur dalam tari
Lima Serangkai pada masyarakat Karo. Untuk melakukan pertunjukan tari Lima Serangkai yang dipersiapkan
adalah 10 orang penari, yang terdiri dari 5 orang laki-laki dan 5 orang perempuan. Tari Lima Serangkai ditarikan oleh muda-mudi yang usia tidak dibatasi tetapi
belum menikah. Biasanya penari dalam satu kelompok merupakan siswa-siswi yang tergabung dalam satu sanggar tari. Tidak ada syarat khusus untuk menjadi
penari Lima Serangkai, siapa saja bisa asalkan ada kemauan untuk belajar dan berusaha. Sebelum melakukan pertunjukan, para penari telah berlatih untuk
melakukan keseragaman gerak tari. Selain melakukan latihan tari, para penari juga harus mempersiapkan
kostum tari. Kostum tari yang biasa digunakan para penari adalah kebaya, sarung, uis nipes dan tudung beka buluh yang telah dibentuk menjadi penutup kepala
untuk penari perempuan. Baju kemeja,celana panjang, sarung, beka buluh 2 buah 1 diletakkan dipundak dan 1 dipegang ditangan.
Pertunjukan tari Lima Serangkai sering ditampilkan dalam Gendang Guro- guro Aron dan acara Kerja Tahun. Gendang Guro-guro Aron dan acara Kerja
Tahun biasanya dilakukan di sebuah balai terbuka Jambur, dimana semua masyarakat kampung menonton penampilan tari. Dimasa sekarang ini tari Lima
Serangkai juga sudah diperlombakan. Dibeberapa tempat di Tanah Karo sering dilakukan festival-festival tari Lima Serangkai. Festival tersebut diselenggarakan
oleh instansi-instansi pemerintah ataupun swasta, sekolah-sekolah, maupun gereja.
3.4 Struktur Penyajian Tari 3.4.1 Tempat Penyajian Dan Waktu Pementasan