senyawa mineral yang membantu sel-sel pembentuk tulang melakukan mineralisasi.
Dalam penelitian
ini dilakukan
pengamatan pada pengaruh penambahan kitosan pada HAp. Variasi perbandingan HAp
dengan kitosan dilakukan untuk mendapatkan komposisi
komposit yang
optimum. Perbandingan yang digunakan yaitu 90:10,
80:20, 70:30, 60:40 dan 50:50. HAp dan Kitosan dicampurkan dengan magnetic stirrer
dan ultrasonik. Hal ini bertujuan agar terjadi pencampuran yang homogen diantara HAp
dan Kitosan. Pengamatan fasa dilakukan dengn XRD dan FTIR. Untuk pengamatan
struktur digunakan mikroskop optik stereo dengan perbesaran 16x, sedangkan untuk uji
keras hardness digunakan uji shore A. Hasil XRD menunjukkan penurunkan intensitas
kristal dan pelebaran kurva difraksi. Kitosan dengan struktur amorf yang menyebabkan
penurunan dan pelebaran kurva tersebut hal ini
juga membuat puncak kitosan pada 2θ=20
o
tidak terlihat pada pola XRD. Pengamatan FTIR dilakukan untuk mendukung hasil pola
XRD.
4.3 Analisis Difraksi Sinar-X
Analisis XRD
dilakukan untuk
mengetahui fasa apa saja yang terkandung di dalam sampel, menghitung parameter kisi
kristal dan ukuran kristal sampel. Pola yang didapat dibandingkan dengan data JCPDS
HAp,
βTCP, AKA A, dan AKA B, sedangkan untuk acuan pola XRD kitosan Gambar 6
menggunakan hasil penelitian Dewi dengan puncak 2θ=20
o
.
7
Kitosan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kitosan komersial.
Pola XRD yang ditunjukkan Gambar 6 menunjukkan bahwa kitosan memiliki struktur
campuran kristal dan amorf.
Gambar 6 Pola XRD kitosan murni
7
Gambar 8 Hasil XRD sample a HC1
b HC2 c HC3
Gambar 7 Hasil XRD sample a HC4
b HC5
a a
b
c b
Keterangan gambar: HAp TCP AKA A AKA B
Hasil dari pola XRD sampel HC1 sampai HC5 Gambar 7-8 tidak berbeda nyata,
puncak tertinggi
dari semua
sampel merupakan milik HAp. Hal ini berarti dalam
semua sampel telah terbentuk apatit. Pada hasil XRD puncak tertinggi sampel HC1 pada
sudut 2θ = 31.819
o
Gambar 7a, HC2 pada sudut 2θ = 31.819
o
Gambar 7b, HC3 pada sudut 2θ = 31.873
o
Gambar 7c HC4 pada sudut 2θ = 31.771
o
Gambar 8a dan HC5 pada sudut 2θ = 31.819
o
Gambar 8b. Setelah kitosan ditambahkan pada HAp, intensitas
puncaknya menjadi sangat rendah sehingga puncaknya tidak terlihat pada hasil XRD. Hal
ini disebabkan struktur kitosan yang lebih amorf dibandingkan HAp. HAp telah mengisi
kitosan dan kitosan telah menyebar seragam pada sampel
. Walaupun puncak kitosan tidak muncul, tapi pada hasil XRD sampel HC4 dan HC5
terlihat bahwa pola yang terbentuk semakin tidak teratur atau amorf. Hal ini disebabkan
oleh penambahan kitosan yang semakin banyak.
Tabel 2 menunjukkan hasil perhitungan ukuran kristal. Ukuran kristal dihitung dengan
menggunakan persamaan Scherrer pada bidang 002 Lampiran 6. Ukuran kristal
sampel berkisar 21-25 nm. Ukuran kristal berbanding terbalik dengan nilai FWHM.
Semakin besar ukuran kristal maka nilai FWHM akan semakin kecil. Berdasarkan hasil
perhitungan ukuran kristal sampel hamper mendekati ukuran kristal tulang. Ukuran
kristal tulang yang memiliki interval 19-23 nm.
7
Ukuran kristal dihitung pada bidang 002 karena karakteristik HAp muncul pada bidang
tersebut.
4
Ukuran kristal pada sampel tidak terdapat
perbedaan yang
signifikan. Penambahan kitosan tidak mempengaruhi
ukuran sampel HAp karena kitosan bersifat amorf.
Tabel 3
menunjukkan hasil
perhitungan parameter kisi sampel. Parameter kisi dihitung dengan menggunakan jarak antar
bidang pada geometri kristal heksagonal. Perhitungan parameter kisi dapat dilihat pada
Lampiran 7 dan 8. Hasil perhitungan parameter kisi menunjukkan bahwa fasa yang
terbentuk adalah HAp. Nilai parameter kisi kristal senyawa HAp yang diperoleh
dibandingkan dengan data JCPDS yaitu a adalah 9,418 Å dan c adalah 6,884 Å. Nilai
akurasi yang diperoleh mencapai 99. Dengan adanya penambahan kitosan, nilai c
dan a dapat berubah. Hal ini dikarenakan kitosan memilik gugus CO yang akan
menggantikan gugus CO
3
OH milik HAp.
4.4 Analisis hasil FTIR
Spektroskopi FTIR mengidentifikasi gugus fungsi yang terbentuk pada sampel.
Gugus fungsi yang teridentifikasi pada HAp diantaranya adalah gugus fosfat PO
4
, gugus karbonat CO
3
, dan gugus hidroksil OH, sedangkan gugus N-H, C-H dan C-O
merupakan karakteristik dari kitosan. Hanya dua sampel yang dikarakterisasi dengan FTIR
yaitu sampel HC1 dan HC4. Kedua sampel tersebut cukup untuk mewakili keseluruhan
sampel. Hasil karakterisasi sampel dapat dilihat pada Gambar 9.
Tabel 2 Ukuran Kristal Sampel KODE SAMPEL
Bidang h k l
βθ
O O
cos θ rad
D nm HC1 90:10
0 0 2 25.956
0.325 0.974
0.006 25.084
HC2 80:20 0 0 2
25.872 0.325
0.975 0.006
25.079
HC3 70:30 0 0 2
25.918 0.325
0.974 0.006
25.082
HC4 60:40 0 0 2
25.733 0.326
0.974 0.006
24.995
HC5 50:50 0 0 2
25.863 0.379
0.974 0.007
21.506
Tabel 3 Parameter Kisi Sampel Kode
Sampel Parameter Kisi
a Å Accuracy
c Å Accuracy
HC1
9.433 99.84
6.879 99.93
HC2 9,357
99.35 6,827
99.18
HC3 9,446
99.71 6,896
99.83
HC4 9,360
99.39 6,854
99.57
HC5 9,396
99.77 6,859
99.64