Hasil dari pola XRD sampel HC1 sampai HC5 Gambar 7-8 tidak berbeda nyata,
puncak tertinggi
dari semua
sampel merupakan milik HAp. Hal ini berarti dalam
semua sampel telah terbentuk apatit. Pada hasil XRD puncak tertinggi sampel HC1 pada
sudut 2θ = 31.819
o
Gambar 7a, HC2 pada sudut 2θ = 31.819
o
Gambar 7b, HC3 pada sudut 2θ = 31.873
o
Gambar 7c HC4 pada sudut 2θ = 31.771
o
Gambar 8a dan HC5 pada sudut 2θ = 31.819
o
Gambar 8b. Setelah kitosan ditambahkan pada HAp, intensitas
puncaknya menjadi sangat rendah sehingga puncaknya tidak terlihat pada hasil XRD. Hal
ini disebabkan struktur kitosan yang lebih amorf dibandingkan HAp. HAp telah mengisi
kitosan dan kitosan telah menyebar seragam pada sampel
. Walaupun puncak kitosan tidak muncul, tapi pada hasil XRD sampel HC4 dan HC5
terlihat bahwa pola yang terbentuk semakin tidak teratur atau amorf. Hal ini disebabkan
oleh penambahan kitosan yang semakin banyak.
Tabel 2 menunjukkan hasil perhitungan ukuran kristal. Ukuran kristal dihitung dengan
menggunakan persamaan Scherrer pada bidang 002 Lampiran 6. Ukuran kristal
sampel berkisar 21-25 nm. Ukuran kristal berbanding terbalik dengan nilai FWHM.
Semakin besar ukuran kristal maka nilai FWHM akan semakin kecil. Berdasarkan hasil
perhitungan ukuran kristal sampel hamper mendekati ukuran kristal tulang. Ukuran
kristal tulang yang memiliki interval 19-23 nm.
7
Ukuran kristal dihitung pada bidang 002 karena karakteristik HAp muncul pada bidang
tersebut.
4
Ukuran kristal pada sampel tidak terdapat
perbedaan yang
signifikan. Penambahan kitosan tidak mempengaruhi
ukuran sampel HAp karena kitosan bersifat amorf.
Tabel 3
menunjukkan hasil
perhitungan parameter kisi sampel. Parameter kisi dihitung dengan menggunakan jarak antar
bidang pada geometri kristal heksagonal. Perhitungan parameter kisi dapat dilihat pada
Lampiran 7 dan 8. Hasil perhitungan parameter kisi menunjukkan bahwa fasa yang
terbentuk adalah HAp. Nilai parameter kisi kristal senyawa HAp yang diperoleh
dibandingkan dengan data JCPDS yaitu a adalah 9,418 Å dan c adalah 6,884 Å. Nilai
akurasi yang diperoleh mencapai 99. Dengan adanya penambahan kitosan, nilai c
dan a dapat berubah. Hal ini dikarenakan kitosan memilik gugus CO yang akan
menggantikan gugus CO
3
OH milik HAp.
4.4 Analisis hasil FTIR
Spektroskopi FTIR mengidentifikasi gugus fungsi yang terbentuk pada sampel.
Gugus fungsi yang teridentifikasi pada HAp diantaranya adalah gugus fosfat PO
4
, gugus karbonat CO
3
, dan gugus hidroksil OH, sedangkan gugus N-H, C-H dan C-O
merupakan karakteristik dari kitosan. Hanya dua sampel yang dikarakterisasi dengan FTIR
yaitu sampel HC1 dan HC4. Kedua sampel tersebut cukup untuk mewakili keseluruhan
sampel. Hasil karakterisasi sampel dapat dilihat pada Gambar 9.
Tabel 2 Ukuran Kristal Sampel KODE SAMPEL
Bidang h k l
βθ
O O
cos θ rad
D nm HC1 90:10
0 0 2 25.956
0.325 0.974
0.006 25.084
HC2 80:20 0 0 2
25.872 0.325
0.975 0.006
25.079
HC3 70:30 0 0 2
25.918 0.325
0.974 0.006
25.082
HC4 60:40 0 0 2
25.733 0.326
0.974 0.006
24.995
HC5 50:50 0 0 2
25.863 0.379
0.974 0.007
21.506
Tabel 3 Parameter Kisi Sampel Kode
Sampel Parameter Kisi
a Å Accuracy
c Å Accuracy
HC1
9.433 99.84
6.879 99.93
HC2 9,357
99.35 6,827
99.18
HC3 9,446
99.71 6,896
99.83
HC4 9,360
99.39 6,854
99.57
HC5 9,396
99.77 6,859
99.64
Spektrum IR pada sampel tersebut menunjukkan adanya pita transmitansi fosfat
υ
1
, υ
3
, dan υ
4
, dan pita transmitansi hidroksil. Munculnya gugus tersebut menandakan bahwa
pada sampel telah terbentuk HAp. Pita transmitansi gugus fosfat ν
3
dan ν
4
berada di daerah 900
–1200 cm
-1
dan 550 –650 cm
-1
. Pada sampel
HC1 memperlihatkan
pola karakteristik FTIR gugus PO
4
v
4
dengan puncak pada bilangan gelombang sekitar 570
cm
-1
dan 601 cm
-1
. Gugus PO
4
v
3
muncul pada puncak yang memiliki bilangan
gelombang sekitar 1033 cm
-1
dan 1056 cm
-1
. Untuk pita serapan kecil, gugus PO
4
v
1
muncul pada puncak dengan panjang gelombang sekitar 972 cm
-1
. Pada Sampel HC4 gugus PO
4
v
4
berada pada pada puncak dengan panjang gelombang sekitar 570 cm
-1
dan 601 cm
-1
. Gugus PO
4
v
3
pada panjang gelombang sekitar 1064 cm
-1
, sedangkan gugus PO
4
v
1
muncul pada puncak dengan panjang gelombang sekitar 979 cm
-1
. Gugus hidroksil OH pada sampel HC1 muncul pada
puncak dengan panjang gelombang sekitar 1681 cm
-1
dan 3571 cm
-1
, sedangkan pada sampel HC4 muncul pada puncak dengan
CO
3
, pada sampel HC1 muncul pada puncak dengan panjang gelombang sekitar 894 cm
-1
dan 910 cm
-1
, sedangkan pada sampel HC4 muncul pada puncak dengan panjang
gelombang sekitar 887 cm
-1
dan 902 cm
-1
. Keberadaan
kitosan pada
sampel ditunjukkan dengan munculnya gugus CO, CH
dan NH. Pada sampel HC1, gugus NH dan CH muncul pada puncak dengan panjang
gelombang sekitar 1458 cm
-1
, 1566 cm
-1
, dan 2962 cm
-1
. Pada sampel CH4 gugus CO, NH dan CH muncul pada puncak dengan panjang
gelombang sekitar 1437 cm
-1
, 1573 cm
-1
, dan 2972 cm
-1
. Pada sampel HC1, gugus NH overlap
dengan OH di panjang gelombang sekitar 3570, sedangkan pada sampel HC4,
gugus NH overlap dengan OH di panjang gelombang sekitar 3600. Secara keseluruhan,
gusus fungsi yang terlihat pada kedua sampel kurang lebih sama hanya berbeda pada nilai
transmisinya saja.
4.5 Analisis morfologi dengan Mikroskop
Optik Stereo
Pengamatan morfologi dilakukan dengan Mikroskop Optik Stereo. Hasil pengamatan ini
ditampilkan pada Gambar 10 sampai 14.
Gambar 9 Hasil FTIR sampel a HC1 dan b HC4
. 0,2
0,4 0,6
0,8 1
400 900
1400 1900
2400 2900
3400 3900
Tr an
sm itan
si
Bilangan Gelombang cm
-1
PO
4
-V
3
PO
4
-V
4
NH NH
CH OH
CH OH
NH NH
PO
4
-V
3
PO
4
-V
1
PO
4
-V
4
CO
CO
a
b