komitmen dan tujuan sistem dihubungkan dengan efisiensi Steer,1977, sedangkan kewenangan informal yang diperoleh melalui kekuasaan kemungkinan
mempunyai pengaruh negatif pada kesadaran biaya. Penilaian kinerja organisasi dalam hal ini pemerintahan daerah dapat
dilakukan dengan menelaah APBD. Saat ini dalam perencanaan, pelaksanaan serta pelaporan APBD menggunakan SIKD. Pemilihan dan keputusan penggunaan
rancangan sistem informasi keuangan daerah SIKD diharap dapat berguna bagi Kepala Daerah dan pimpinan SKPD dalam membuat keputusan dan pengendalian
keputusan dan selanjutnya diharapkan mempunyai dampak pada perilaku manajerial para pimpinan SKPD yaitu kepedulian terhadap biaya yang timbul atau
cost consciousness Syafruddin, 2006. Young dan Shields, 1994, mengatakan terdapat 7 tujuh hal yang patut
dipertimbangkan untuk menghasilkan cost consciousness, antara lain : 1 Pengetahuan jumlah alokasi dana operasional; 2 Pengetahuan membelanjakan
anggaran; 3 Pengetahuan sasaran dan batasan belanja; 4 Kemampuan mengelola biaya operasional; 5 Minimalisasi biaya; 6 Belanja berbasis harga; dan 7 Sadar
akan biaya yang terjadi.
2.1.5. Struktur Kewenangan
Struktur kewenangan organisasi dalam penelitian dapat dibedakan dalam dua bentuk, yaitu struktur kewenangan formal dan struktur kewenangan informal.
Struktur kewenangan formal didefenisikan sebagai suatu pilihan yang sengaja diambil
manajemen puncak untuk mendelegasikan tipe keputusan ke manajemen tingkat yang
lebih rendah. Struktur organisasi biasanya menunjukkan kewenangan formal terkait dengan sistem pertanggungjawaban, pengaruh dan pengendalian yang
didasarkan pada prinsip hirarki kewenangan. Dengan kata lain, kewenangan formal berhubungan dengan keputusan yang benar dan berhubungan dengan
posisi pimpinan dalam mengatur struktur hirarki Barnard, 1968. Pada dasarnya organisasi perusahaan bukan merupakan organisasi
demokratis, karena kekuasaan berada ditangan manajemen puncak tidak berasal dari manajer
yang ada dibawahnya dan karyawan Yohanes, 2002. Manajemen puncak biasanya tidak dipilih karyawan, namun dipilih oleh rapat umum pemegang saham
atau lembaga yang menjadi forum pemilik modal, dan oleh karena itu, wewenang berasal dari lembaga tersebut. Kewenangan kemudian didistribusikan
oleh manajemen puncak kepada manajer-manajer yang berada dibawahnya melalui mekanisme pendelegasian atau pelimpahan wewenang.
Pelimpahan wewenang adalah pemberian wewenang oleh pimpinan puncak kepada pimpinan yang lebih rendah untuk melaksanakan suatu pekerjaan
dengan kewenangan secara eksplisit dari pimpinan pemberi wewenang pada saat wewenang tersebut dilaksanakan Yohanes, 2002. Pelimpahan wewenang dalam
organisasi terkait erat dengan struktur organisasi. Struktur organisasi merupakan alat pengendalian organisasional yang menunjukkan tingkat pelimpahan
wewenang pimpinan puncak dalam pembuatan keputusan yang secara ekstrim dikelompokkan menjadi dua, yaitu sentralisasi dan desentralisasi Robins, 1996.
Struktur organisasi yang disertai dengan pelimpahan wewenang sentralisasi yang tinggi, menunjukkan bahwa semua keputusan yang penting akan
ditentukan oleh pimpinan manajemen puncak, sementara manajemen pada
tingkat menengah atau bawahnya hanya memiliki sedikit wewenang didalam pembuatan keputusan. Sedangkan tingkat pelimpahan wewenang desentralisasi
yang tinggi maka akan memberikan gambaran yang sebaliknya, yaitu pimpinan puncak mendelegasikan wewenang dan pertanggungjawaban kepada bawahannya,
dan bawahan tersebut diberi kekuasaan untuk membuat keputusan Riyadi,1994. Robbins 1998 mempertegas bahwa desentralisasi mengacu pada perluasan
pertanggungjawaban dalam pembuatan keputusan kepada orang pada seluruh tingkatan organisasi.
Pada pemerintahan daerah, kewenangan formal seseorang dapat dilihat dari jabatan struktural yang ditempatinya sebagai Kepala SKPD DinasKantor
Badan atau Kepala BagianSeksi dari SKPD yang berdasarkan surat keputusan dari Kepala Daerah. Kewenangan formal tersebut itu timbul karena adanya aturan
yang memungkinkan Kepala Daerah mendelegasikan sebagian atau seluruh haknya atas keputusan kepada pimpinan SKPD. Kewenangan informal bersumber
dari kekuasaan dan pengaruh dominasi koalisi Cyert dan March, 1963, kekuasaan didefenisikan sebagai kemampuan individu untuk mempengaruhi
keputusan dan aktivitas dalam cara-cara yang tidak terdapat sanksi oleh kewenangan formal Alexander dan Morlock, 2000. Keputusan yang tepat
diperoleh dari keputusan formal yang bersumber pada para bawahan. Sedangkan keputusan informal terletak pada kemampuan individu atau sekelompok
individu, para ahli, di mana mereka berada dalam divisi lembaga dan kemampuan mereka tersebut dapat mengendalikan sumber daya krisis perusahaan
Freidson, 1975; Preffer, 1992. Kewenangan informal bersumber dari kekuasaan individu atau koalisi
dimana hak pengambilan keputusan ini berbeda antara penunjukan resmi sebuah
keputusan dari pihak atasan kepada bawahan. Hak pengambilan keputusan tak resmi akan diterima secara nyata oleh keahlian seorang individu atau sekelompok
individu, dimana mereka berdiri di antara pembagian tenaga kerja dan kemampuan mereka untuk mengendalikan sumber daya kritis dari sebuah
perusahaan Freidson, 1975; Preffer, 1992. Pertama kali individu mencoba meningkatkan kekuasaan mereka secara pribadi, namun pendekatan tersebut
terbukti tidak efektif, maka pilihan lainnya yaitu dengan membentuk koalisi. Robbins, 1996. Umumnya, koalisi dibentuk karena adanya ketergantungan yang
besar antara tugas dan sumber daya. Mereka cendrung menjadi cukup besar untuk memperoleh kekuasaan yang diperlukan guna mencapai tujuan-tujuan mereka.
Pada pemerintahan daerah, kewenangan informal dapat dilihat pada seseorang yang memiliki jabatan struktural, tingkat senioritas yang lebih tinggi, keahlian
dalam bidang tertentu dan kedekatan dengan penguasa yang lebih tinggi kekuasaan mereka terletak pada kemampuan mereka untuk mengontrol
perumusan dan penentuan RASK dan DASK serta kemampuan mereka dalam memahami situasi dan kondisi detil yang ada dalam SKPD. Kewenangan informal
seringkali berperan dominan dalam manajemen keputusan dengan tidak mendapat sanksi apapun bila salah dalam mengambil tindakan tertentu dalam manajemen
keputusan. Govindarajan 1988 mengatakan terdapat 3 tiga yang harus diperhatikan
didalam menjalankan kewenangan formal, yaitu 1 Pertanggungjawaban biaya; 2 Pertanggungjawaban penuh dan 3 Pertanggungjawaban target anggaran dan
realisasinya. Sedangkan untuk kewenangan informal, Succi et al 1998 menyebutkan 5 lima pertimbangan penting, yaitu : 1 Ekspansi layanan; 2
Penentuan prioritas; 3 Alokasi fasilitas; 4 Agreement dan 5 Kebijakan dan prosedur.
2.1.6. Sistem Informasi Keuangan Daerah SIKD