Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kulit Buah Pisang Raja (Musa X paradisiaca AAB) Dalam Sediaan Gel HPMC”.
UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK KULIT BUAH
PISANG RAJA (Musa X paradisiaca AAB)
DALAM SEDIAAN GEL HPMC
SKRIPSI
OLEH:
HATORANGAN SIHOTANG
NIM 101501146
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK KULIT BUAH
PISANG RAJA (Musa X paradisiaca AAB)
DALAM SEDIAAN GEL HPMC
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH:
HATORANGAN SIHOTANG
NIM 101501146
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(3)
PENGESAHAN SKRIPSI
UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK KULIT BUAH
PISANG RAJA (Musa X paradisiaca AAB)
DALAM SEDIAAN GEL HPMC
OLEH:HATORANGAN SIHOTANG NIM 101501146
Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Pada Tanggal: 12 Desember 2014
Disetujui Oleh:
Pembimbing I, Panitia penguji
Dra. Djendakita Purba, M.Si., Apt. Dr. Masfria, M.S., Apt. NIP 195107031977102001 NIP 195707231986012001
Pembimbing II, Dra. Djendakita Purba, M.Si., Apt. NIP 195107031977102001
Dra. Erly Sitompul, M.Si., Apt. Drs. Suryanto, M.Si., Apt. NIP 195006121980032001 NIP 196106191991031001
Dra. Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt. NIP 195304031983032001
Medan, Januari 2015 Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara a.n Dekan,
Wakil Dekan I,
Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt. NIP 195807101986012001
(4)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
limpahan berkat, rahmat kasih dan karuniaNya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Skripsi ini disusun untuk
melengkapi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas
Farmasi Universitas Sumatera Utara, dengan judul “Uji Aktivitas Antibakteri
Ekstrak Kulit Buah Pisang Raja (Musa X paradisiaca AAB) Dalam Sediaan Gel
HPMC”.
Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dra.
dan Dra
petunjuk serta saran-saran selama penelitian hingga selesainya skripsi ini. Bapak
Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi USU, yang
telah memberikan fasilitas sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan. Ibu
Dr. Masfria, M.S., Apt., Bapak Drs. Suryanto, M.Si., Apt., dan Ibu Dra. Aswita
Hafni Lubis, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik,
saran, dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU Medan serta Ibu Dra.
Masria Lasma Tambunan, M.Si., Apt., selaku penasehat akademik yang selalu
memberikan bimbingan kepada penulis selama masa perkuliahan.
Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tiada
terhingga kepada Ayahanda J. Sihotang dan Ibunda R. Sijabat, Kak Dosko, Bang
(5)
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih
jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis menerima kritik dan saran demi
kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan
manfaat bagi kita semua.
Medan, Januari 2015 Penulis
Hatorangan Sihotang NIM 101501146
(6)
UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK KULIT BUAH
PISANG RAJA (Musa X paradisiaca AAB)
DALAM SEDIAAN GEL HPMC
ABSTRAKKulit buah pisang raja (Musa X paradisiaca AAB) diketahui mempunyai aktivitas antibakteri terhadap mikroba. Kulit buah pisang raja mengandung flavonoid dan tanin yang berpotensi sebagai antibakteri. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak kulit buah pisang raja dan dapat membuat formula sediaan gel dengan ekstrak kulit buah pisang raja.
Penelitian ini meliputi karakterisasi dan skrining fitokimia simplisia, pembuatan ekstrak kulit buah pisang raja secara maserasi menggunakan etanol 80%, uji antibakteri ekstrak terhadap bakteri penyebab jerawat (Propionibacterium acne dan Staphylococcus epidermidis) dengan metode difusi agar menggunakan pencadang kertas, pembuatan gel dengan basis HPMC dengan konsentrasi ekstrak kulit buah pisang raja yang digunakan yaitu 20, 30 dan 40% serta evaluasi sediaan meliputi pemeriksaan stabilitas fisik, pemeriksaan homogenitas, pemeriksaan pH dan uji mikrobiologi sediaan.
Hasil karakterisasi simplisia kulit buah pisang raja, diperoleh kadar air 6,32%, kadar sari larut air 34,20%, kadar sari larut etanol 36,32%, kadar abu total 4,39% dan kadar abu tidak larut asam 0,84%. Hasil skrining fitokimia simplisia memberikan hasil positif terhadap flavonoid, glikosida, saponin, tanin dan steroid/triterpenoid. Hasil eksraksi kulit buah pisang raja diperoleh sebanyak 75,79 g ekstrak kental (rendemen 6,31%). Ekstrak kulit buah pisang raja memberikan batas daerah hambatan yang efektif pada kedua bakteri pada konsentrasi 20, 30 dan 40% dengan daerah hambatan berturut-turut adalah 14,83 mm, 16,10 mm dan 17, 70 mm untuk Propionibacterium acne dan 15,30 mm, 16,10 mm dan 17,26 mm untuk Staphylococcus epidermidis. Hasil evaluasi dapat diketahui bahwa sediaan stabil secara fisik selama 12 minggu penyimpanan dalam temperatur kamar, homogen, pH stabil dan memiliki aktivitas antibakteri. Sediaan gel konsentrasi 30% dan 40% memiliki daya hambat terhadap bakteri
Propionibacterium acne berturut-turut sebesar 14,06 mm dan 14,46 mm, dan terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis berturut-turut sebesar 14,18 mm dan 14,28 mm. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ekstrak kulit buah pisang raja dapat diformulasikan menjadi sediaan gel dan memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Propionibacterium acne dan Staphylococcus epidermidis.
Kata kunci : ekstrak kulit buah pisang raja, antibakteri, Propionibacterium acne, Staphylococcus epidermidis, gel.
(7)
ANTIBACTERIAL ACTIVITY OF PLANTAIN
(Musa X paradisiaca AAB) PEEL EXTRACT
IN THE HPMC GEL PREPARATION
ABSTRACTPlantain peel (Musa X paradisiaca AAB) have activity as antibacterial of some microbes. Plantain peel contains flavonoid and tannin that potentially act as antibacterial. The purpose of this study are to determine the antibacterial activity of plantain peel extract and make gel preparation with plantain peel extract.
This research included characterization and phytochemical screening simplicia, plantain peel extract obtained by maceration using 80% ethanol, antibacterial test of extract was perform to the bacteria that cause acne (Propionibacterium acne and Staphylococcus epidermidis) using agar diffusion method with paper disc, gel preparation was made of HPMC base with concentrations of plantain peel extract that used were 20, 30 and 40% and the evaluation of gel dosage form included physical stability, homogeneity, pH and microbiology test.
The results of the characterization plantain peel simplicia were the water value 6.32%, the water-soluble extract value 34.20%, the ethanol-soluble extract value 36.32%, the total ash value 4.39% and the acid insoluble ash value 0.84%. The results of phytochemical screening simplicia contains flavonoid, glycoside, saponin, tannin, and steroid/triterpene. The result of extraction plantain peel was obtained 75.79 g viscous extract (yield value 6.31%). Plantain peel extract showed effectiveness on both bacteria at concentration of 20, 30 and 40% with inhibitory area at 14.83 mm, 16.03 mm and 17.7 mm, respectively, for Propionibacterium acne and 15.30 mm, 16.10 mm and 17.26 mm, respectively, for Staphylococcus epidermidis. Results of the evaluation of gel dosage form showed that gel dosage form was physically stable during 12 weeks when stored at room temperature, visually homogeneous, had a stable pH, didn’t caused irritation and had antibacterial activity. Gel with concentrations of extract 30% and 40% had inhibitory effects against bacteria Propionibacterium acne at 14.06 mm and 14.46 mm, respectively, and bacteria Staphylococcus epidermidis at 14.18 mm and 14.28 mm, respectively. Based on the result, it can be concluded that the plantain peel extract can be formulated into gel preparation and has antibacterial activity against Propionibacterium acne and Staphylococcus epidermidis.
Keywords: plantain peel extract, antibacterial, Propionibacterium acne, Staphylococcus epidermidis, gel.
(8)
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
HALAMAN JUDUL ... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 2
1.3 Hipotesis ... 3
1.4 Tujuan Penelitian ... 3
1.5 Manfaat Penelitian ... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1 Tanaman Pisang Raja ... 4
2.1.1 Morfologi ... 4
2.1.2 Sistematika ... 4
2.1.3 Sinonim ... 5
2.1.4 Kandungan kimia ... 5
(9)
2.2 Ekstraksi ... 5
2.2.1 Pengertian ekstraksi ... 5
2.2.2 Tujuan ekstraksi ... 6
2.2.3 Metode ekstraksi ... 6
2.3 Uraian Bakteri ... 8
2.3.1 Perkembangbiakan bakteri ... 8
2.3.2 Fase pertumbuhan bakteri ... 10
2.4 Bakteri Propionibacterium acne ... 11
2.5 Bakteri Staphylococcus epidermidis ... 12
2.6 Pengujian Aktivitas Antibakteri ... 12
2.7 Jerawat ... 13
2.7.1 Penyebab terjadinya jerawat ... 14
2.7.2 Penanggulangan jerawat ... 15
2.8 Uraian Gel ... 15
2.8.1 Hidroksi propil metil selulosa (HPMC) ... 16
2.8.2 Propilen glikol ... 17
2.8.3 Metil paraben ... 17
BAB III METODE PENELITIAN ... 18
3.1 Alat ... 18
3.2 Bahan ... 19
3.3 Penyiapan Sampel ... 19
3.3.1 Pengumpulan sampel ... 19
3.3.2 Identifikasi sampel ... 19
(10)
3.4 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia ... 20
3.4.1 Pemeriksaan makroskopik ... 20
3.4.2 Penetapan kadar air ... 20
3.4.3 Penetapan kadar sari larut air ... 21
3.4.4 Penetapan kadar sari larut etanol ... 21
3.4.5 Penetapan kadar abu total ... 22
3.4.6 Penetapan kadar abu tidak larut asam ... 22
3.5 Skrining Fitokimia ... 22
3.5.1 Pemeriksaan alkaloid ... 22
3.5.2 Pemeriksaan glikosida ... 23
3.5.3 Pemeriksaan saponin ... 23
3.5.4 Pemeriksaan flavonoid ... 24
3.5.5 Pemeriksaan tanin ... 24
3.5.6 Pemeriksaan steroid/triterpenoid ... 24
3.6 Pembuatan Ekstrak ... 24
3.7 Pembuatan Media untuk Bakteri uji ... 25
3.7.1 Nutrient agar (NA) ... 25
3.7.2 Nutrient broth (NB) ... 25
3.7.3 Pembuatan agar miring ... 26
3.8 Pembuatan Stok Kultur ... 26
3.8.1 Pembuatan stok kultur bakteri Propionibacterium acne ... 26
3.8.2 Pembuatan stok kultur bakteri Staphylococcus epidermidis ... 26
(11)
3.9.1 Pembuatan inokulum bakteri Propionibacterium
acne ... 26
3.9.2 Pembuatan inokulum bakteri Staphylococcus epidermidis ... 27
3.10 Sterilisasi Alat dan Bahan ... 27
3.11 Pembuatan Larutan Uji Ekstrak Kulit Buah Pisang Raja dengan Berbagai Konsentrasi ... 27
3.12 Pengujian Aktivitas Antibakteri terhadap Ekstrak ... 27
3.12.1 Bakteri Propionibacterium acne ... 28
3.12.2 Bakteri Staphylococcus epidermidis ... 28
3.13 Pembuatan Formula Sediaan Gel Ekstrak Kulit Buah Pisang Raja ... 28
3.13.1 Pembuatan basis gel ... 28
3.13.2 Komposisi formula ... 29
3.13.3 Cara pembuatan sediaan gel ... 29
3.14 Evaluasi Formula ... 30
3.14.1 Pemeriksaan stabilitas fisik sediaan ... 30
3.14.2 Pemeriksaan homogenitas sediaan ... 30
3.14.3 Penentuan pH sediaan ... 31
3.14.4 Uji iritasi terhadap kulit sukarelawan ... 31
3.14.5 Uji mikrobiologi sediaan ... 32
3.14.5.1 Bakteri Propionibacterium acne ... 32
3.14.5.2 Bakteri Staphylococcus epidermidis ... 32
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34
4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan ... 34
(12)
4.3 Hasil Skrining Fitokimia Simplisia Kulit Buah Pisang
Raja ... 35
4.4 Hasil Ekstraksi Simplisia Kulit Buah Pisang Raja ... 35
4.5 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kulit Buah Pisang Raja Terhadap Bakteri Propionibacterium acne dan Staphylococcus epidermis dengan Metode Difusi Agar ... 35
4.6 Hasil Evaluasi Formula ... 38
4.6.1 Pemeriksaan stabilitas fisik sediaan ... 38
4.6.2 Pemeriksaan homogenitas sediaan ... 38
4.6.3 Penentuan pH sediaan ... 39
4.6.4 Uji iritasi terhadap kulit sukarelawan ... 40
4.6.5 Uji mikrobiologi sediaan gel ... 41
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 43
5.1 Kesimpulan ... 43
5.2 Saran ... 43
DAFTAR PUSTAKA ... 44
(13)
DAFTAR TABEL Halaman
Tabel 3.1 Komposisi formula sediaan gel ekstrak kulit buah pisang raja 29
Tabel 4.1 Hasil karakterisasi simplisia kulit buah pisang raja ... 34
Tabel 4.2 Hasil skrining fitokimia simplisia kulit buah pisang raja ... 35
Tabel 4.3 Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak kulit buah pisang raja terhadap bakteri Propionibacterium acne dan Staphylococcus epidermidis ... 36
Tabel 4.4 Data pengamatan perubahan bentuk, warna dan bau sediaan
gel ekstrak kulit buah pisang raja ... 38
Tabel 4.5 Data pengamatan homogenitas sediaan gel ekstrak kulit buah pisang raja ... 39
Tabel 4.6 Data pengukuran pH sediaan gel ekstrak kulit buah pisang raja ... 39
Tabel 4.7 Data uji iritasi sediaan gel kulit buah pisang raja terhadap sukarelawan ... 40
Tabel 4.8 Hasil uji aktivitas antibakteri sediaan gel ekstrak kulit buah pisang raja terhadap bakteri Propionibacterium acne dan
(14)
DAFTAR LAMPIRAN Halaman
Lampiran 1 Hasil identifikasi tumbuhan ... 47
Lampiran 2 Gambar tumbuhan pisang raja (Musa X paradisiaca AAB) 48
Lampiran 3 Gambar sediaan gel ekstrak kulit buah pisang raja ... 50
Lampiran 4 Gambar hasil uji homogenitas gel ekstrak kulit buah pisang raja ... 51
Lampiran 5 Perhitungan pemeriksaan karakterisasi serbuk simplisia kulit buah pisang raja (Musa X paradisiaca AAB) ... 52
Lampiran 6 Bagan skrining fitokimia dan karakterisasi simplisia kulit
buah pisang raja (Musa X paradisiaca AAB) ... 57
Lampiran 7 Bagan alir pembuatan ekstrak kulit buah pisang raja (Musa X paradisiaca AAB) ... 58
Lampiran 8 Bagan pembuatan sediaan gel ekstrak kulit buah pisang raja (Musa X paradisiaca AAB) ... 59
Lampiran 9 Bagan uji aktivitas antibakteri ekstrak kulit buah pisang raja (Musa X paradisiaca AAB) ... 60
Lampiran 10 Hasil pengukuran daerah hambatan uji aktivitas antibakteri ekstrak kulit buah pisang raja terhadap bakteri
Propionibacterium acne dan Staphylococcus epidermidis . 61
Lampiran 11 Hasil pengukuran daerah hambatan uji aktivitas antibakteri sediaan gel ekstrak kulit buah pisang raja terhadap bakteri
Propionibacterium acne dan Staphylococcus epidermidis
pada minggu ke-0 ... 62
Lampiran 12 Hasil pengukuran daerah hambatan uji aktivitas antibakteri sediaan gel ekstrak kulit buah pisang raja terhadap bakteri
Propionibacterium acne dan Staphylococcus epidermidis
pada minggu ke-12 ... 63
Lampiran 13 Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak kulit buah pisang raja (Musa X paradisiaca AAB) ... 64
Lampiran 14 Hasil uji aktivitas antibakteri sediaan gel ekstrak kulit buah pisang raja (Musa X paradisiaca AAB) ... 66
(15)
UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK KULIT BUAH
PISANG RAJA (Musa X paradisiaca AAB)
DALAM SEDIAAN GEL HPMC
ABSTRAKKulit buah pisang raja (Musa X paradisiaca AAB) diketahui mempunyai aktivitas antibakteri terhadap mikroba. Kulit buah pisang raja mengandung flavonoid dan tanin yang berpotensi sebagai antibakteri. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak kulit buah pisang raja dan dapat membuat formula sediaan gel dengan ekstrak kulit buah pisang raja.
Penelitian ini meliputi karakterisasi dan skrining fitokimia simplisia, pembuatan ekstrak kulit buah pisang raja secara maserasi menggunakan etanol 80%, uji antibakteri ekstrak terhadap bakteri penyebab jerawat (Propionibacterium acne dan Staphylococcus epidermidis) dengan metode difusi agar menggunakan pencadang kertas, pembuatan gel dengan basis HPMC dengan konsentrasi ekstrak kulit buah pisang raja yang digunakan yaitu 20, 30 dan 40% serta evaluasi sediaan meliputi pemeriksaan stabilitas fisik, pemeriksaan homogenitas, pemeriksaan pH dan uji mikrobiologi sediaan.
Hasil karakterisasi simplisia kulit buah pisang raja, diperoleh kadar air 6,32%, kadar sari larut air 34,20%, kadar sari larut etanol 36,32%, kadar abu total 4,39% dan kadar abu tidak larut asam 0,84%. Hasil skrining fitokimia simplisia memberikan hasil positif terhadap flavonoid, glikosida, saponin, tanin dan steroid/triterpenoid. Hasil eksraksi kulit buah pisang raja diperoleh sebanyak 75,79 g ekstrak kental (rendemen 6,31%). Ekstrak kulit buah pisang raja memberikan batas daerah hambatan yang efektif pada kedua bakteri pada konsentrasi 20, 30 dan 40% dengan daerah hambatan berturut-turut adalah 14,83 mm, 16,10 mm dan 17, 70 mm untuk Propionibacterium acne dan 15,30 mm, 16,10 mm dan 17,26 mm untuk Staphylococcus epidermidis. Hasil evaluasi dapat diketahui bahwa sediaan stabil secara fisik selama 12 minggu penyimpanan dalam temperatur kamar, homogen, pH stabil dan memiliki aktivitas antibakteri. Sediaan gel konsentrasi 30% dan 40% memiliki daya hambat terhadap bakteri
Propionibacterium acne berturut-turut sebesar 14,06 mm dan 14,46 mm, dan terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis berturut-turut sebesar 14,18 mm dan 14,28 mm. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ekstrak kulit buah pisang raja dapat diformulasikan menjadi sediaan gel dan memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Propionibacterium acne dan Staphylococcus epidermidis.
Kata kunci : ekstrak kulit buah pisang raja, antibakteri, Propionibacterium acne, Staphylococcus epidermidis, gel.
(16)
ANTIBACTERIAL ACTIVITY OF PLANTAIN
(Musa X paradisiaca AAB) PEEL EXTRACT
IN THE HPMC GEL PREPARATION
ABSTRACTPlantain peel (Musa X paradisiaca AAB) have activity as antibacterial of some microbes. Plantain peel contains flavonoid and tannin that potentially act as antibacterial. The purpose of this study are to determine the antibacterial activity of plantain peel extract and make gel preparation with plantain peel extract.
This research included characterization and phytochemical screening simplicia, plantain peel extract obtained by maceration using 80% ethanol, antibacterial test of extract was perform to the bacteria that cause acne (Propionibacterium acne and Staphylococcus epidermidis) using agar diffusion method with paper disc, gel preparation was made of HPMC base with concentrations of plantain peel extract that used were 20, 30 and 40% and the evaluation of gel dosage form included physical stability, homogeneity, pH and microbiology test.
The results of the characterization plantain peel simplicia were the water value 6.32%, the water-soluble extract value 34.20%, the ethanol-soluble extract value 36.32%, the total ash value 4.39% and the acid insoluble ash value 0.84%. The results of phytochemical screening simplicia contains flavonoid, glycoside, saponin, tannin, and steroid/triterpene. The result of extraction plantain peel was obtained 75.79 g viscous extract (yield value 6.31%). Plantain peel extract showed effectiveness on both bacteria at concentration of 20, 30 and 40% with inhibitory area at 14.83 mm, 16.03 mm and 17.7 mm, respectively, for Propionibacterium acne and 15.30 mm, 16.10 mm and 17.26 mm, respectively, for Staphylococcus epidermidis. Results of the evaluation of gel dosage form showed that gel dosage form was physically stable during 12 weeks when stored at room temperature, visually homogeneous, had a stable pH, didn’t caused irritation and had antibacterial activity. Gel with concentrations of extract 30% and 40% had inhibitory effects against bacteria Propionibacterium acne at 14.06 mm and 14.46 mm, respectively, and bacteria Staphylococcus epidermidis at 14.18 mm and 14.28 mm, respectively. Based on the result, it can be concluded that the plantain peel extract can be formulated into gel preparation and has antibacterial activity against Propionibacterium acne and Staphylococcus epidermidis.
Keywords: plantain peel extract, antibacterial, Propionibacterium acne, Staphylococcus epidermidis, gel.
(17)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah kesehatan merupakan hal penting dalam kehidupan, terutama yang
berhubungan dengan aktivitas bakteri dalam tubuh. Salah satu yang dapat
dimanfaatkan untuk mengatasi masalah bakteri adalah dengan menggunakan
tanaman obat, karena bahan alami lebih banyak diminati daripada penggunaan
obat sintetis. Tanaman obat memiliki beberapa kelebihan yaitu tidak memiliki
efek samping bila digunakan secara benar, harganya murah, efektif untuk penyakit
yang sulit disembuhkan dengan obat sintetis, dan penggunaannya tidak
memerlukan bantuan tenaga medis. Penggunaan tanaman atau ekstrak tanaman
merupakan pilihan yang relatif aman dan efektif dalam mengobati penyakit,
pencegahan penyakit atau meningkatkan daya tahan tubuh (Nurmalina, 2012).
Skrining fitokimia yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pada simplisia
kulit buah pisang raja mengandung senyawa flavonoid, terpenoid, saponin dan
tanin (Nuramanah, dkk., 2012). Menurut Someya, dkk., (2002), dalam
penelitiannya mengatakan bahwa kulit buah pisang memiliki kandungan fenolik
yang lebih tinggi (907 mg/100 g kering) daripada daging buahnya (232 mg/100 g
kering). Kulit buah pisang yang berwarna hijau mengandung total kandungan
fenolik yang lebih tinggi daripada kulit pisang yang berwarna kuning ataupun
merah (Abbas, dkk., 2012). Kandungan fenolik seperti flavonoid dan tannin
diketahui sebagai suatu senyawa aktif antibakteri (Cowan, 1999).
Jerawat merupakan penyakit peradangan yang terjadi akibat penyumbatan
(18)
(scar) pada daerah wajah, leher, lengan atas, dada dan punggung. Peradangan
dipicu oleh bakteri Propionibacterium acne, Staphylococcus epidermidis, dan
Staphylococcus aureus (Wasitaatmadja, 1997).
Ekstrak kulit buah pisang raja diformulasikan dalam sebuah sediaan
kosmetik dengan memanfaatkan aktivitas antibakteri dalam kulit buah pisang raja
yaitu dibuat dalam bentuk sediaan gel. Gel didefinisikan sebagai suatu sistem
setengah padat yang terdiri dari suatu dispersi yang tersusun baik dari partikel
anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar dan saling diresapi cairan.
Gel memiliki sifat-sifat antara lain bersifat lunak, lembut, mudah dioleskan, dan
tidak meninggalkan lapisan berminyak pada permukaan kulit (Ansel, 1989).
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis melakukan penelitian meliputi
karakterisasi simplisia, skrining fitokimia simplisia, dan pengujian aktivitas
antibakteri dari ekstrak kulit buah pisang raja terhadap bakteri Propionibacterium
acne dan Staphylococcus epidermidis yang diformulasikan dalam sediaan gel
sehingga dapat memberikan informasi tentang khasiat kulit buah pisang raja.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah pada penelitian
ini adalah:
a. Apakah ekstrak kulit buah pisang raja mempunyai aktivitas antibakteri
terhadap bakteri penyebab jerawat yaitu Propionibacterium acne dan
Staphylococcus epidermidis?
b. Apakah ekstrak kulit buah pisang raja dapat diformulasikan dalam bentuk
(19)
1.3 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis pada penelitian ini
adalah:
a. Ekstrak kulit buah pisang raja mempunyai aktivitas antibakteri terhadap
bakteri penyebab jerawat yaitu Propionibacterium acne dan Staphylococcus
epidermidis.
b. Ekstrak kulit buah pisang raja dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan
gel dan mempunyai aktivitas antibakteri terhadap bakteri penyebab jerawat.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
a. untuk mengetahui aktivitas antibakteri dari ekstrak kulit buah pisang raja
terhadap bakteri penyebab jerawat yaitu Propionibacterium acne dan
Staphylococcus epidermidis.
b. untuk memformulasi sediaan gel antijerawat yang mengandung ekstrak kulit
buah pisang raja dan mengetahui aktivitas antibakteri sediaan.
1.5 Manfaat
Manfaat yang diperoleh dalam penelitian ini adalah untuk pengembangan
obat tradisional khususnya kulit buah pisang raja sebagai antijerawat dan dapat
(20)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Pisang Raja 2.1.1 Morfologi
Musa X paradisiaca AAB. merupakan jenis tanaman berbiji, berbatang
semu yang dapat tumbuh sekitar 2,1 - 2,9 meter, berakar serabut yang tumbuh
menuju bawah sampai kedalaman 75 - 150 cm, memiliki batang semu tegak yang
berwarna hijau hingga merah dan memiliki noda coklat atau hitam pada
batangnya. Helaian daunnya berbentuk lanset memanjang yang letaknya tersebar
dengan bagian bawah daun tampak berlilin. Daun ini diperkuat oleh tangkai daun
yang panjangnya antara 30 - 40 cm. Memiliki bunga yang bentuknya menyerupai
jantung, berkelamin satu yaitu berumah satu dalam satu tandan dan berwarna
merah tua. Buahnya melengkung ke atas, dalam satu kesatuan terdapat 13 - 16
buah dengan panjang sekitar 16 - 20 cm (Daniells, dkk., 2001).
2.1.2 Sistematika
Menurut Tjitrosoepomo (2000), sistematika tumbuhan pisang raja adalah:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Class : Monocotyledonae
Ordo : Zingiberales
Familia : Musaceae
Genus : Musa
(21)
2.1.3 Sinonim
Sinonim dari tanaman pisang raja (Musa X paradisiaca AAB) menurut
Valmayor, dkk. (2012) adalah:
Inggris : Plantain, raja
Filipina : Radja, daliri dalaga
Thailand : Kluai khai boran
Malaysia : Pisang raja
2.1.4 Kandungan kimia
Kulit buah pisang raja mengandung zat seperti protein, karbohidrat, kalsium,
fosfor, besi, vitamin A, B dan C (Atun, dkk., 2007), senyawa golongan flavonoid
yaitu katekin, gallokatekin dan epikatekin serta senyawa golongan tanin (Someya,
dkk., 2002).
2.1.5 Khasiat
Kulit buah pisang raja digunakan sebagai obat penyakit kuning, antidiare,
obat gangguan pencernaan (dispepsia) seperti penyakit maag, obat luka,
menurunkan kolesterol darah, dapat digunakan sebagai tepung untuk olahan
makanan (Cahyono, 2009), melembabkan kulit, menghilangkan bekas cacar,
menghaluskan tangan dan kaki, antinyamuk dan menjaga kesehatan retina mata
dari kerusakan akibat cahaya berlebih (Satuhu dan Supriyadi, 2008).
2.2 Ekstraksi
2.2.1 Pengertian ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu cara menarik satu atau lebih zat dari bahan asal
menggunakan suatu cairan penarik atau pelarut. Umumnya ekstraksi dikerjakan
(22)
keperluan tertentu. Simplisia yang digunakan umumnya sudah dikeringkan, tetapi
kadang simplisia segar juga dipergunakan. Simplisia dihaluskan lebih dahulu agar
proses difusi zat-zat berkhasiatnya lebih cepat (Syamsuni, 2006).
2.2.2 Tujuan ekstraksi
Tujuan ekstraksi dimaksudkan agar zat berkhasiat yang terdapat dalam
simplisia masih berada dalam kadar yang tinggi sehingga memudahkan untuk
mengatur dosis zat berkhasiat karena dalam sediaan ekstrak dapat
distandardisasikan kadar zat berkhasiat sedangkan kadar zat berkhasiat dalam
simplisa sukar diperoleh kadar yang sama (Anief, 1999).
2.2.3 Metode ekstraksi
Menurut Depkes RI (1989) ada beberapa metode ekstraksi yaitu:
1. Cara dingin
a. Maserasi
Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan pelarut
dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan
(kamar). Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga
sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan
konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan di luar sel, maka larutan
yang terpekat didesak ke luar. Peristiwa tersebut berulang hingga terjadi
keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel.
b. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi
penyarian sempurna yang pada umumnya dilakukan pada temperatur ruangan.
(23)
diberi sekat berpori. Cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk
tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat aktif sel-sel yang dilalui sampai
mencapai keadaan jenuh. Gerak ke bawah disebabkan oleh kekuatan gaya
beratnya sendiri dan cairan di atasnya, dikurangi dengan gaya kapiler yang
cenderung untuk menahan. Untuk menentukan akhir perkolasi, dilakukan
pemeriksaan zat aktif secara kualiitatif pada perkolat terakhir. Proses perkolasi
terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi
yang sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus sampai
diperoleh ekstrak.
2. Cara panas
a. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan
adanya pendingin balik. Keuntungan dari metode ini adalah digunakan untuk
mengekstraksi sampel-sampel yang mempunyai tekstur kasar dan tahan
pemanasan langsung. Kerugiannya adalah membutuhkan volume total pelarut
yang besar.
b. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu umumnya pada
temperatur 40 - 50ºC.
c. Infundasi
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air (bejana infus tercelup dalam
(24)
-20 menit). Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥ 30 menit) dan temperatur sampai titik didih air.
d. Sokletasi
Sokletasi merupakan penyarian simplisia secara berkesinambungan, cairan
penyari dipanaskan sehingga menguap, uap cairan penyari terkondensasi oleh
pendingin balik dan turun menyari simplisia dan selanjutnya masuk kembali ke
dalam labu alas bulat setelah melewati pipa sifon. Keuntungan metode ini adalah
dapat digunakan untuk sampel dengan tekstur yang lunak, pelarut yang digunakan
lebih sedikit dan pemanasannya dapat diatur.
2.3 Uraian Bakteri
Bakteri adalah mikroorganisme bersel tunggal yang hanya dapat dilihat
dengan mikroskop. Ukuran bakteri bervariasi, baik penampang maupun panjang,
tetapi pada umumnya diameter bakteri adalah sekitar 0,2 - 2,0 mm dan panjang
berkisar 2 - 8 mm (Pratiwi, 2008).
Menurut Tranggono dan Latifah (2007), berdasarkan bentuknya bakteri
dibagi atas 3 kelompok besar, yaitu:
1. Coccus, berbentuk bulat.
2. Bacillus, berbentuk batang.
3. Spirillae, berbentuk spiral.
2.3.1 Perkembangbiakan bakteri
Pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri dipengaruhi oleh:
1. Suhu
(25)
tertentu. Menurut Dwidjoseputro (1978), klasifikasi bakteri berdasarkan suhu
hidupnya yaitu:
a. Bakteri psikofil (oligotermik), yaitu bakteri yang dapat hidup antara suhu 0
-30oC, sedangkan suhu optimumnya antara 10 - 20oC.
b. Bakteri mesofil (mesotermik), yaitu bakteri yang tumbuh pada suhu antara
5-60oC, sedangkan suhu optimumnya 25 - 40oC.
c. Bakteri termofil (politermik), yaitu bakteri yang tumbuh dengan baik pada
suhu 50 - 60oC, meskipun demikian bakteri ini juga dapat berkembangbiak
pada temperatur lebih rendah atau lebih tinggi dari itu, yaitu dengan batas
40 - 80oC.
2. pH
Bakteri dapat hidup paling baik pada pH optimal, yakni 6,5 - 7,5. Beberapa
spesies dapat tumbuh dalam keadaan sangat asam atau sangat alkali. Bila bakteri
dibiakkan dalam suatu medium yang semula pHnya tertentu, maka kemungkinan
pH ini akan berubah oleh adanya senyawa asam atau basa yang dihasilkan selama
masa pertumbuhan (Pelczar dan Chan, 1998).
3. Oksigen
Menurut Volk dan Wheeler (1993), berdasarkan kebutuhan oksigen bakteri
dikelompokkan menjadi:
a. Bakteri anaerob, yaitu bakteri yang tidak hanya tak dapat tumbuh di tempat
yang ada oksigennya bahkan mati dengan adanya oksigen.
b. Bakteri mikroaerofil, yaitu bakteri yang dapat tumbuh dengan baik dengan
oksigen kurang dari 20%. Oksigen dengan konsentrasi tinggi dapat menjadi
(26)
c. Bakteri aerob, yaitu bakteri yang membutuhkan oksigen bebas dalam
hidupnya.
d. Bakteri aerotoleran, yaitu bakteri yang dapat hidup dengan adanya oksigen,
namun bakteri ini tidak menggunakan oksigen untuk metabolismenya.
4. Tekanan osmosis
Osmosis merupakan perpindahan air melewati suatu membran
semipermeabel karena ketidakseimbangan material terlarut dalam media (Pratiwi,
2008). Bakteri dapat tumbuh dengan baik pada media yang isotonis dengan isi sel
bakteri. Media pertumbuhan bakteri harus mempunyai tekanan osmosis yang
sama dengan bakteri (Dwijoseputro, 2010).
5. Nutrisi
Sumber zat makanan (nutrisi) bagi bakteri diperoleh dari senyawa karbon,
nitrogen, sulfur, unsur logam (natrium, kalsium, magnesium, mangan, besi,
tembaga dan kobalt), vitamin dan air untuk fungsi-fungsi metabolik dan
pertumbuhannya (Brooks, dkk., 2005).
2.3.2 Fase pertumbuhan bakteri
Pertumbuhan bakteri meliputi empat fase, yaitu:
1. Fase lag
Fase lag merupakan fase penyesuaian mikroorganisme pada suatu
lingkungan baru. Pada fase ini tidak ada peningkatan jumlah sel, namun ada
peningkatan ukuran sel (Pratiwi, 2008).
2. Fase eksponensial (fase log)
Fase ini merupakan fase dimana bakteri tumbuh dan membelah pada
(27)
pertumbuhan. Sel baru terbentuk dengan laju konstan dan massa yang bertambah
secara eksponensial (Pratiwi, 2008).
3. Fase stasioner
Pertumbuhan bakteri berhenti pada fase ini dan terjadi keseimbangan antara
jumlah sel yang membelah dengan jumlah sel yang mati. Karena pada fase ini
terjadi akumulasi produk buangan yang toksik (Pratiwi, 2008).
4. Fase kematian
Pada fase ini terjadi penurunan nutrisi yang diperlukan oleh bakteri sehingga
bakteri memasuki fase kematian. Laju kematian melampaui dari laju
pertumbuhan, dan pada akhirnya pertumbuhan bakteri menjadi terhenti (Volk dan
Wheeler, 1993).
2.4 Bakteri Propionibacterium acne
Sistematika bakteri Propionibacterium acne adalah sebagai berikut:
Kingdom : Bacteria
Divisi : Actinobacteria
Class : Actinobacteridae
Ordo : Actinomycetales
Familia : Propionibacteriaceae
Genus : Propionibacterium
Species : Propionibacterium acne
Propionibacterium acne adalah termasuk bakteri gram positif berbentuk
batang, tidak berspora, bersifat aerotoleran terhadap udara dan mempunyai
kemampuan untuk menghasilkan asam propionat, sebagaimana ia mendapatkan
(28)
2.5 Bakteri Staphylococcus epidermidis
Sistematika bakteri Staphylococcus epidermidis adalah sebagai berikut:
Kingdom : Bacteria
Divisi : Protophyta
Class : Bacilli
Ordo : Bacillales
Familia : Staphylococcaceae
Genus : Staphylococcus
Species : Staphylococcus epidermidis
Staphylococcus merupakan bakteri gram positif berbentuk bulat biasanya
tersusun dalam bentuk kluster yang tidak teratur seperti anggur. Staphylococcus
epidermidis membentuk koloni berupa abu-abu sampai putih, non patogen,
koagulasi negatif, tidak memfermentasi manitol, dapat bersifat aerob dan anaerob
fakultatif. Staphylococcus epidermidis merupakan flora normal pada kulit. Infeksi
lokal bakteri ini tampak sebagai jerawat dan infeksi folikel rambut atau abses
(Brooks, dkk., 2005).
2.6 Pengujian Aktivitas Antibakteri
Penentuan kepekaan bakteri terhadap antibakteri tertentu dapat dilakukan
dengan salah satu dari dua metode pokok yaitu dilusi atau difusi. Penting sekali
menggunakan metode standar untuk mengendalikan semua faktor yang
mempengaruhi aktivitas antimikroba.
a. Metode dilusi
(29)
uji dan diinkubasi. Tahap akhir dimasukkan antimikroba dengan kadar yang
menghambat atau mematikan. Uji kepekaan cara dilusi agar memakan waktu dan
penggunaannya dibatasi pada keadaan tertentu saja (Jawetz, dkk., 2001).
b. Metode difusi
Metode yang paling sering digunakan adalah metode difusi agar. Cakram
kertas berisi sejumlah tertentu obat ditempatkan pada permukaan medium padat
yang sebelumnya telah diinokulasi bakteri uji pada permukaannya. Setelah
inkubasi, diameter zona hambatan sekitar cakram dipergunakan mengukur
kekuatan hambatan obat terhadap organisme uji. Metode ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor fisik dan kimia (misalnya sifat medium dan kemampuan difusi,
ukuran molekular dan stabilitas obat), selain faktor antara obat dan organisme.
Meskipun demikian, standarisasi faktor-faktor tersebut memungkinkan
menghasilkan uji kepekaan dengan baik (Jawetz, dkk., 2001).
c. Metode turbidimetri
Bakteri yang bertambah banyak pada media cair akan menyebabkan media
menjadi keruh. Alat yang digunakan untuk pengukuran adalah spektrofotometer
dengan cara membandingkan densitas optik antara media tanpa pertumbuhan
bakteri dan media pertumbuhan bakteri (Pratiwi, 2008).
2.7 Jerawat
Jerawat merupakan penyakit peradangan yang terjadi akibat penyumbatan
pada pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papul, pastul dan bopeng
(scar) pada daerah wajah, leher, lengan atas, dada dan punggung. Peradangan
dipicu oleh bakteri Propionibacterium acne, Staphylococcus epidermidis, dan
(30)
2.7.1 Penyebab terjadinya jerawat
Menurut Mitsui (1997), penyebab terjadinya jerawat adalah sebagai berikut:
1. Hormonal
Sekresi kelenjar sebaseus yang hiperaktif dipacu oleh pembentukan hormon
testosteron (androgen) yang berlebih, sehingga pada usia pubertas akan banyak
timbul jerawat pada wajah, dada, punggung, sedangkan pada wanita selain
hormon androgen, produksi lipida dari kelenjar sebaseus dipacu oleh hormon
luteinizing yang meningkat saat menjelang menstruasi.
2. Makanan
Para pakar peneliti di Colorado State University Department of Health and
Exercise menemukan bahwa makanan yang mengandung kadar gula dan kadar
karbohidrat yang tinggi memiliki pengaruh yang cukup besar dalam menimbulkan
jerawat. Secara ilmiah dapat dibuktikan bahwa mengkonsumsi terlalu banyak gula
dapat meningkatkan kadar insulin dalam darah, dimana hal tersebut memicu
produksi hormon androgen yang membuat kulit jadi berminyak dan kadar minyak
yang tinggi dalam kulit dapat memicu timbulnya jerawat.
3. Kosmetik
Penggunaan kosmetik yang melekat pada kulit dan menutupi pori-pori, jika
tidak segera dibersihkan akan menyumbat saluran kelenjar palit dan menimbulkan
jerawat yang disebut komedo. Kosmetik yang paling umum menjadi penyebab
timbulnya jerawat yaitu kosmetik pelembab yang langsung menempel pada kulit.
4. Infeksi bakteri
Propionibacterium acne (Corynebacterium acne) dan Staphylococcus
(31)
Propionibacterium acne dan Staphylococcus epidermidis dapat menghidrolisis
trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol, asam lemak bebas tersebut
memungkinkan terjadinya lesi komedo.
2.7.2 Penanggulangan jerawat
Usaha pengobatan jerawat menurut Wasitaatmadja (1997), dapat dilakukan
dengan 3 cara:
1. Pengobatan topikal
Prinsip pengobatan topikal adalah mencegah pembentukan komedo (jerawat
ringan), ditujukan untuk mengatasi, menekan peradangan dan kolonisasi bakteri,
serta penyembuhan lesi jerawat dengan pemberian bahan iritan dan antibakteri
topikal seperti: sulfur, resorsinol, asam salisilat, benzoil peroksida, asam azelat,
tetrasiklin, eritromisin dan klindamisin.
2. Pengobatan sistemik
Pengobatan sistemik ditujukan untuk penderita jerawat sedang sampai berat
dengan prinsip menekan aktivitas bakteri, menekan reaksi radang, menekan
produksi sebum dan mempengaruhi keseimbangan hormonal. Golongan obat
sistemik misalnya: pemberian antibiotik (tetrasiklin, eritromisin dan klindamisin).
3. Bedah kulit
Bedah kulit ditujukan untuk memperbaiki jaringan parut yang terjadi akibat
jerawat. Tindakan dapat dilaksanakan setelah jerawat sembuh baik.
2.8 Uraian Gel
Gel kadang-kadang disebut jeli, merupakan sistem semi padat terdiri dari
suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang
(32)
partikel kecil yang terpisah, gel digolongkan sebagai sistem fase tunggal dan dua
fase (misalnya Gel Aluminium Hidroksida). Gel fase tunggal terdiri dari
makromolekul organik yang tersebar homogen dalam suatu cairan sedemikian
hingga tidak terlihat adanya ikatan antara molekul makro yang terdispersi dalam
cairan (misalnya karbomer dan tragakan). Gel sistem dua fase, jika ukuran
partikel dari fase terdispersi relatif besar, massa gel kadang-kadang dinyatakan
sebagai magma (misalnya Magma Bentonit) (Ditjen POM, 1995).
Keunggulan gel pada formulasi sediaan:
1. Waktu kontak lama
Kulit mempunyai barrier yang cukup tebal, sehingga dibutuhkan waktu
yang cukup lama untuk zat aktif dapat berpenetrasi.
2. Kadar air dalam gel tinggi
Jumlah air yang banyak dalam gel akan menghidrasi stratum corneum
sehingga terjadi perubahan permeabilitas stratum corneum menjadi lebih
permeabel terhadap zat aktif yang dapat meningkatkan permeasi zat aktif.
3. Resiko timbulnya peradangan ditekan
Kandungan air yang banyak pada gel dapat mengurangi resiko peradangan
lebih lanjut akibat menumpuknya lipida pada pori-pori, karena lipida tersebut
merupakan makanan bakteri jerawat (Lieberman, 1997).
2.8.1 Hidroksi propil metil selulosa (HPMC)
HPMC merupakan turunan dari metil selulosa yang memiliki ciri-ciri serbuk
atau butiran putih, tidak memiliki bau dan rasa. Sangat sukar larut dalam eter,
etanol atau aseton. Dapat mudah larut dalam air panas dan akan segera
(33)
secara luas banyak digunakan dalam aplikasi produk kosmetik dan aplikasi
lainnya (Rowe, dkk., 2005).
2.8.2 Propilen glikol
Propilen glikol banyak digunakan sebagai pelarut dan pembawa dalam
pembuatan sediaan farmasi dan kosmetik, khususnya untuk zat-zat yang tidak
stabil atau tidak dapat larut dalam air. Propilen glikol adalah cairan bening, tidak
berwarna, kental, hampir tidak berbau dan memiliki rasa manis sedikit tajam.
Dalam kondisi biasa, propilen glikol stabil dalam wadah yang tertutup baik dan
juga merupakan suatu zat kimia yang stabil bila dicampur dengan gliserin, air atau
alkohol (Rowe, dkk., 2005).
2.8.3 Metil paraben
Metil paraben memiliki ciri-ciri serbuk hablur halus, berwarna putih, hampir
tidak berbau dan tidak mempunyai rasa kemudian agak membakar diikuti rasa
tebal (Ditjen POM, 1979). Metil paraben banyak digunakan sebagai pengawet dan
antimikroba dalam kosmetik, produk makanan dan formulasi farmasi dan
digunakan baik sendiri atau dalam kombinasi dengan paraben lain atau dengan
antimikroba lain. Pada kosmetik, metil paraben adalah pengawet yang paling
sering digunakan. Jenis paraben lainnya efektif pada kisaran pH yang luas dan
(34)
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental parametrik.
Identifikasi tumbuhan dan karakterisasi simplisia dilakukan sebelum pembuatan
ekstrak kulit buah pisang raja, kemudian dilanjutkan dengan pembuatan ekstrak
kulit buah pisang raja secara maserasi, pembuatan sediaan gel dari ekstrak kulit
buah pisang raja, evaluasi stabilitas sediaannya dan pengujian aktivitas antibakteri
ekstrak kulit buah pisang raja (Musa X paradisiaca AAB) dan sediaan gel ekstrak
kulit buah pisang raja terhadap bakteri Propionibacterium acne dan
Staphylococcus epidermidis dengan metode difusi agar menggunakan pencadang
kertas.
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmakognosi, Laboratorium
Mikrobiologi dan Laboratorium Farmasi Fisik Fakultas Farmasi Universitas
Sumatera Utara, Medan.
3.1 Alat
Alat-alat yang digunakan adalah: spektrofotometer Visibel (Dynamica Halo
Vis- 10), laminar airflow cabinet (Astec HLF 1200 L), oven (Gallenkamp),
autoklaf (Fison), inkubator (Memmert), lemari pendingin (Toshiba), neraca
analitik (Mettler AE 200), pH meter (Hanna Instruments), rotary evaporator
(Haake D), freeze dryer (Christ), blender, alat maserasi, alat penetapan kadar air,
lemari pengering, jarum ose, bunsen, mikro pipet (Eppendorf), pipet tetes,
alumunium foil, kertas perkamen, tissu, pencadang kertas (Oxoid), cawan petri,
(35)
3.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah serbuk simplisia
kulit buah pisang raja (Musa X paradisiaca AAB), etanol 80%, air suling, HPMC
4000, propilenglikol, metil paraben, bakteri uji: Propionibacterium acne (ATCC
6919), Staphylococcus epidermidis (ATCC 12228), media nutrient agar (NA),
media nutrient broth (NB), pereaksi Molisch, pereaksi Dragendorff, pereaksi
Bouchardat, pereaksi Mayer. Bahan kimia yang digunakan kecuali dinyatakan lain
adalah berkualitas pro analisa yaitu: asam klorida pekat, asam asetat anhidrida,
asam sulfat pekat, besi (III) klorida, etanol, amil alkohol, n-heksan, isopropanol,
kloroform, metanol, natrium hidroksida, serbuk magnesium, timbal (II) asetat,
toluena dan dimetil sulfoksida (DMSO).
3.3 Penyiapan Sampel 3.3.1 Pengumpulan sampel
Pengambilan bahan dilakukan secara purposif yaitu tanpa membandingkan
dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Sampel yang digunakan adalah
kulit buah pisang raja (Musa X paradisiaca AAB) yang sudah cukup tua dan
berwarna hijau yang diperoleh dari Desa Sawit Rejo, Kecamatan Kutalimbaru,
Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara.
3.3.2 Identifikasi sampel
Identifikasi tumbuhan dilakukan di Herbarium Bogoriense, Bidang Botani,
Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bogor.
3.3.3 Pengolahan sampel
Buah pisang raja yang telah dikumpulkan, dicuci bersih dengan air
(36)
dikumpulkan sebanyak 8,6 kg dan dipotong sepanjang + 4 cm. Kulit buah ini
dikeringkan di lemari pengering pada suhu 40 - 600C hingga kering, dimana jika
simplisia tersebut sudah kering dapat dipatahkan, simplisia ditimbang sebagai
berat kering, kemudian simplisia diserbuk menggunakan blender, disimpan dalam
wadah plastik yang tertutup rapat dan terlindung dari panas dan sinar matahari.
Serbuk simplisia yang diperoleh sebanyak 1,3 kg.
3.4 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia
Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik,
penetapan kadar air, penetapan kadar sari larut air, penetapan kadar sari larut
etanol, penetapan kadar abu total dan penetapan kadar abu tidak larut asam.
3.4.1 Pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan makroskopik dilakukan pada kulit buah pisang raja (Musa X
paradisiaca AAB) dengan mengamati morfologi luar tumbuhan.
3.4.2 Penetapan kadar air
Penetapan kadar air simplisia dilakukan dengan metode Azeotropi (destilasi
toluen).
a. Penjenuhan toluena
Sebanyak 200 ml toluena dan 2 ml air suling dimasukkan ke dalam labu alas
bulat, dipasang alat penampung dan pendingin, kemudian didestilasi selama 2
jam. Destilasi dihentikan dan dibiarkan dingin selama 30 menit, kemudian volume
air dalam tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05 ml (WHO,1992).
b. Penetapan kadar air simplisia
(37)
toluen mendidih, kecepatan tetesan diatur 2 tetes untuk tiap detik sampai sebagian
besar air terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi dinaikkan sampai 4 tetes tiap
detik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan
toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan
mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna, volume
air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai
dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air
dihitung dalam persen (WHO, 1992).
3.4.3 Penetapan kadar sari larut air
Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan, dimaserasi selama 24 jam
dalam 100 ml air-kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling 1000 ml) dalam
labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, dibiarkan selama
18 jam, kemudian disaring. Diuapkan 20 ml filtrat sampai kering dalam cawan
penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan
pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam air
dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes RI, 1995).
3.4.4 Penetapan kadar sari larut etanol
Sebanyak 5 g serbuk simplisia yang telah dikeringkan dimaserasi selama 24
jam dalam 100 ml etanol 96% dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali
selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Kemudian disaring, 20
ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah
ditara dan sisanya dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar sari
larut dalam etanol dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI,
(38)
3.4.5 Penetapan kadar abu total
Sebanyak 2 g serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama dimasukkan
dalam krus platina atau krus silikat yang telah dipijar dan ditara, kemudian
diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pemijaran dilakukan
pada suhu 600oC selama 3 jam. Kemudian didinginkan dan ditimbang sampai
diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan
di udara (Depkes RI, 1995).
3.4.6 Penetapan kadar abu tidak larut asam
Abu yang telah diperoleh dalam penetapan abu didinginkan dengan 25 ml
asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam
dikumpulkan, disaring dengan kertas masir atau kertas saring bebas abu, cuci
dengan air panas, dipijarkan sampai bobot tetap, kemudian didinginkan dan
ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bobot yang
dikeringkan di udara (Depkes RI, 1995).
3.5 Skrining Fitokimia
Skrining fitokimia serbuk simplisia kulit buah pisang raja meliputi:
pemeriksaan senyawa alkaloid, glikosida, saponin, flavonoid, tanin dan
steroid/triterpenoid.
3.5.1 Pemeriksaan alkaloid
Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia ditimbang, kemudian ditambahkan 1 ml
asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2
menit, didinginkan dan disaring. Filtrat dipakai untuk tes alkaloid.
(39)
a. Ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat
b. Ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorff
c. Ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer
Alkaloid disebut positif jika terjadi endapan atau kekeruhan pada paling
sedikit 2 tabung reaksi dari percobaan diatas (Depkes RI, 1979).
3.5.2 Pemeriksaan glikosida
Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 3 g kemudian disari dengan 30 ml
campuran 7 bagian volume etanol 96% dan 3 bagian volum air suling ditambah
dengan 10 ml asam klorida 2N. Direfluks selama 30 menit, lalu didinginkan dan
disaring. Diambil 20 ml filtrat ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal (II)
asetat 0,4M, lalu dikocok selama 5 menit dan disaring. Filtrat disari dengan 20 ml
campuran 3 bagian kloroform dan 2 isopropanol dilakukan berulang sebanyak tiga
kali. Kumpulan sari air diuapkan pada temperatur tidak lebih dari 50oC. Sisanya
dilarutkan dalam 2 ml metanol. Larutan sisa digunakan untuk percobaan berikut,
yaitu 0,1 ml larutan percobaan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, diuapkan di
penangas air. Sisa dilarutkan dalam 2 ml air suling dan 5 tetes pereaksi Molish,
kemudian secara perlahan ditambahkan 2 ml asam sulfat pekat. Glikosida positif
jika terbentuk cincin ungu (Depkes RI, 1979).
3.5.3 Pemeriksaan saponin
Sebanyak 0,5 g sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan
ditambahkan 10 ml air suling panas, didinginkan kemudian dikocok kuat-kuat
selama 10 detik, timbul busa yang mantap tidak kurang dari 10 menit setinggi 1-
10 cm. Ditambahkan 1 tetes larutan asam klorida 2N, bila buih tidak hilang
(40)
3.5.4 Pemeriksaan flavonoid
Sebanyak 10 g sebuk simplisia kemudian ditambahkan 100 ml air panas,
dididihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas, filtrat yang
diperoleh kemudian diambil 5 ml lalu di tambahkan 0,1 g serbuk Mg dan 1 ml
asam klorida pekat dan 2 ml amil alkohol, dikocok dan dibiarkan memisah.
Flavonoid positif jika terjadi warna merah, kuning, jingga pada lapisan amil
alkohol (Farnsworth, 1966).
3.5.5 Pemeriksaan tanin
Sebanyak 0,5 g sampel disari dengan 10 ml air suling, disaring lalu
filtratnya diencerkan dengan air suling sampai tidak berwarna. Diambil 2 ml
larutan filtrat lalu ditambahkan 1 sampai 2 tetes pereaksi besi (III) klorida. Terjadi
warna biru atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin (Farnsworth, 1966).
3.5.6 Pemeriksaan steroid/triterpenoid
Sebanyak 1 g sampel dimaserasi dengan n-heksan selama 2 jam, lalu
disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap, pada sisa ditambahkan 2 tetes
asam asetat anhidrida dan 1 tetes asam sulfat pekat. Timbul warna biru atau hijau
menunjukkan adanya steroid dan timbul warna merah, pink atau ungu
menunjukkan adanya triterpenoid (Farnsworth, 1966).
3.6 Pembuatan Ekstrak
Serbuk simplisia diekstraksi dengan cara maserasi dengan menggunakan
pelarut etanol 80%. Cara kerja:
Sebanyak 1200 g serbuk simplisia dimasukkan ke dalam wadah maserasi,
(41)
penyari secukupnya sehingga diperoleh seluruh sari sebanyak 12000 ml,
kemudian didiamkan selama 2 hari dan dienap tuang. Maserat diuapkan dengan
bantuan alat penguap rotary evaporator pada temperatur + 50oC dan dipekatkan
dalam freeze dryer sampai diperoleh ekstrak kental (Ditjen POM, 1979).
3.7 Pembuatan Media untuk Bakteri Uji 3.7.1 Nutrient agar (NA)
Komposisi: ‘Lab-Lemco’ powder 1,0
Yeast extract 2,0
Peptone 5,0
Sodium chloride 5,0
Agar 15,0
Cara pembuatan:
Sebanyak 28 gram serbuk Nutrient Agar (NA) dilarutkan dalam 1 L air
suling steril dan dipanaskan sampai semua bahan larut sempurna, kemudian
disterilkan di autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit (Oxoid, 1998).
3.7.2 Nutrient broth (NB)
Komposisi: ‘Lab-Lemco’ powder 1,0
Yeast extract 2,0
Peptone 5,0
Sodium chloride 5,0
Cara pembuatan:
Sebanyak 13 gram serbuk Nutrient Broth (NB) dilarutkan dalam 1 L air
suling steril dan dipanaskan sampai semua bahan larut sempurna, kemudian
(42)
3.7.3 Pembuatan agar miring
Ke dalam tabung reaksi steril dimasukkan 3 ml media nutrient agar steril,
didiamkan pada temperatur kamar sampai membeku pada posisi membentuk sudut
45o, kemudian tabung disimpan dalam lemari pendingin pada suhu 5o C.
3.8 Pembuatan Stok Kultur
3.8.1 Pembuatan stok kultur bakteri Propionibacterium acne
Satu koloni bakteri Propionibacterium acne diambil dengan jarum ose steril,
lalu diinokulasikan pada permukaan media nutrient agar miring dengan cara
menggores, kemudian diinkubasikan pada suhu 35 ± 2oC selama 24 jam (Ditjen
POM, 1995).
3.8.2 Pembuatan stok kultur bakteri Staphylococcus epidermidis
Satu koloni bakteri Staphylococcus epidermidis diambil dengan jarum ose
steril, lalu diinokulasikan pada permukaan media nutrient agar miring dengan
cara menggores, kemudian diinkubasikan pada suhu 35 ± 2oC selama 24 jam
(Ditjen POM, 1995).
3.9 Pembuatan Inokulum Bakteri
3.9.1 Pembuatan inokulum bakteri Propionibacterium acne
Cara kerja:
Koloni bakteri Propionibacterium acne diambil dari stok kultur dengan
menggunakan jarum ose steril, kemudian disuspensikan ke dalam 10 ml larutan
Nutrient Broth (NB) steril lalu diinkubasikan pada suhu 35 ± 2oC sampai didapat
kekeruhan dengan transmitan 25% menggunakan alat spektrofotometer UV
(43)
3.9.2 Pembuatan inokulum bakteri Staphylococcus epidermidis
Cara kerja:
Koloni bakteri Staphylococcus epidermidis diambil dari stok kultur diambil
menggunakan jarum ose steril, kemudian disuspensikan ke dalam 10 ml larutan
Nutrient Broth (NB) steril lalu diinkubasikan pada suhu 35 ± 2oC sampai didapat
kekeruhan dengan transmitan 25% menggunakan alat spektrofotometer UV
panjang gelombang 580 nm (Ditjen POM, 1995).
3.10 Sterilisasi Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam uji aktivitas antibakteri ini disterilkan lebih
dahulu sebelum dipakai. Media disterilkan di autoklaf pada suhu 121oC selama 15
menit dan alat-alat gelas lainnya disterilkan di oven pada suhu 160 - 170oC selama
2-3 jam. Jarum ose dibakar dengan lampu bunsen (Pratiwi, 2008).
3.11 Pembuatan Larutan Uji Ekstrak Kulit Buah Pisang Raja dengan Berbagai Konsentrasi
Sebanyak 1 g ekstrak kulit buah pisang raja ditimbang, lalu ditambahkan
dimetil sulfoksida (DMSO) hingga volume total 2 ml dan diaduk hingga larut dan
didapat konsentrasi 500 mg/ml atau 50% (b/v), kemudian dibuat pengenceran
dengan konsentrasi 40%, 30%, 20%, 10%, 7,5%, 5% dan 2,5%.
3.12 Pengujian Aktivitas Antibakteri terhadap Ekstrak
Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan terhadap ekstrak kulit buah pisang
raja dengan berbagai konsentrasi. Pengujian ini dilakukan dengan metode difusi
(44)
3.12.1 Bakteri Propionibacterium acne
Sebanyak 0,1 ml inokulum dimasukkan ke dalam cawan petri steril, setelah
itu dituang media nutrient agar sebanyak 20 ml dengan suhu 45 - 50oC,
selanjutnya cawan digoyang di atas permukaan meja agar media dan suspensi
bakteri tercampur rata. Pada media yang telah padat diletakkan beberapa
pencadang kertas yang telah direndam (+ 15 menit) dalam larutan uji ekstrak kulit
buah pisang raja dengan berbagai konsentrasi, kemudian diinkubasi dalam
inkubator pada suhu 35 ± 2oC selama 18 - 24 jam, lalu diukur diameter daerah
hambatan (zona jernih) pertumbuhan di sekitar pencadang dengan menggunakan
jangka sorong.
3.12.2 Bakteri Staphylococcus epidermidis
Sebanyak 0,1 ml inokulum dimasukkan ke dalam cawan petri steril, setelah
itu dituang media nutrient agar sebanyak 20 ml dengan suhu 45 - 50oC,
selanjutnya cawan digoyang di atas permukaan meja agar media dan suspensi
bakteri tercampur rata. Pada media yang telah padat diletakkan beberapa
pencadang kertas yang telah direndam (+ 15 menit) dalam larutan uji ekstrak kulit
buah pisang raja dengan berbagai konsentrasi, kemudian diinkubasi dalam
inkubator pada suhu 35 ± 2oC selama 18 - 24 jam, lalu diukur diameter daerah
hambatan (zona jernih) pertumbuhan di sekitar pencadang dengan menggunakan
jangka sorong.
3.13 Pembuatan Formula Sediaan Gel Ekstrak Kulit Buah Pisang Raja 3.13.1 Pembuatan basis gel
(45)
R/ HPMC 3
Propilen glikol 15
Metil paraben 0,18
Air suling ad 100
Cara pembuatan: Air suling dipanaskan secukupnya kemudian diambil air
suling panas tersebut sebanyak 20 kali berat HPMC. Kemudian HPMC
dikembangkan di dalamnya selama 15 menit, setelah kembang ditambahkan metil
paraben yang telah dilarutkan dalam propilen glikol sedikit demi sedikit sambil
digerus sampai homogen, lalu dicukupkan dengan sisa air suling hingga 100 g
(Soerartri, 2004).
3.13.2 Komposisi formula
Sediaan dibuat ke dalam tiga konsentrasi dan satu blanko dimana masing
masing sediaan memiliki bobot 50 gram.
Tabel 3.1 Komposisi formula sediaan gel ekstrak kulit buah pisang raja
No. Nama Bahan Blanko (g) FI (g) FII (g) FIII (g) 1. Ekstrak kulit buah pisang raja - 10 15 20 2. Basis gel 50 40 35 30
Keterangan:
Blanko = Formula tanpa mengandung ekstrak kulit buah pisang raja FI = Formula mengandung 20% ekstrak kulit buah pisang raja FII = Formula mengandung 30% ekstrak kulit buah pisang raja FIII = Formula mengandung 40% ekstrak kulit buah pisang raja
3.13.3 Cara pembuatan sediaan gel
a. Formula I
Cara pembuatan: ke dalam lumpang dimasukkan 10 g ekstrak kulit buah
(46)
b. Formula II
Cara pembuatan: ke dalam lumpang dimasukkan 15 g ekstrak kulit buah
pisang raja ditambahkan 35 g basis gel sambil gerus sampai homogen.
c. Formula III
Cara pembuatan: ke dalam lumpang dimasukkan 20 g ekstrak kulit buah
pisang raja ditambahkan 30 g basis gel sambil gerus sampai homogen.
3.14 Evaluasi Formula
Evaluasi formula meliputi evaluasi fisik dan biologi. Evaluasi fisik meliputi
pemeriksaan stabilitas fisik sediaan, pemeriksaan homogenitas, penentuan pH dan
uji iritasi pada kulit. Evaluasi biologi meliputi pengujian aktivitas antibakteri
sediaan gel ekstrak kulit buah pisang raja terhadap Propionibacterium acne dan
Staphylococcus epidermidis dengan metode difusi agar menggunakan pencadang
kertas.
3.14.1 Pemeriksaan stabilitas fisik sediaan
Pemeriksaan stabilitas sediaan meliputi bentuk, warna dan bau yang diamati
secara visual (Ditjen POM, 1985).
Sediaan dinyatakan stabil apabila bentuk, warna dan bau tidak berubah
secara visual selama penyimpanan dan juga secara visual tidak ditumbuhi jamur.
Pengamatan dilakukan pada suhu kamar pada setiap minggu dari minggu ke- 0
hingga minggu ke- 12.
3.14.2 Pemeriksaan homogenitas sediaan
Cara: sejumlah tertentu sediaan dioleskan pada sekeping kaca atau bahan
(47)
dilakukan pada suhu kamar pada setiap minggu dari minggu ke- 0 hingga minggu
ke- 12.
3.14.3 Penentuan pH sediaan
Penentuan pH sediaan dilakukan dengan mengunakan pH meter Hanna.
Cara: alat terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan dapar
standar pH netral (pH 7,01) dan larutan dapar pH asam (pH 4,01) hingga alat
menunjukkan harga pH tersebut, elektroda dicuci dengan air suling, lalu
dikeringkan dengan kertas tissue. Sampel dibuat dalam konsentrasi 1% yaitu
ditimbang 1 gram sediaan dan ditambahkan air suling hingga volume total 100 ml,
kemudian elektroda dicelupkan dalam larutan tersebut sampai alat menunjukkan
harga pH yang konstan. Angka yang ditunjukkan pH meter merupakan harga pH
sediaan (Rawlins, 2003). Pengamatan dilakukan pada suhu kamar pada setiap
minggu dari minggu ke-0 hingga minggu ke-12.
3.14.4 Uji iritasi terhadap kulit sukarelawan
Uji iritasi terhadap kulit sukarelawan dilakukan dengan cara uji terbuka
(open test). Uji tempel terbuka dilakukan dengan mengoleskan sediaan pada
lengan bawah bagian dalam dengan luas tertentu (2,5 x 2,5 cm), dibiarkan
terbuka dan diamati apa yang terjadi. Uji ini dilakukan dengan mengoleskan
sediaan sebanyak 3 kali sehari dalam selang waktu 8 jam selama tiga hari
berturut-turut. Reaksi iritasi positif ditandai oleh adanya kemerahan, gatal-gatal,
atau bengkak pada kulit lengan bawah bagian dalam yang diberi perlakuan
(Wasitaatmadja, 1997; Tranggono dan Latifah, 2007).
Sukarelawan yang dijadikan panel pada uji iritasi berjumlah 12 orang,
(48)
1. Wanita berbadan sehat.
2. Usia antara 20-30 tahun.
3. Tidak ada riwayat penyakit yang berhubungan dengan alergi.
4. Bersedia menjadi sukarelawan untuk uji iritasi.
3.14.5 Uji mikrobiologi sediaan
Uji mikrobiologi untuk mengetahui aktivitas antibakteri sediaan gel ekstrak
kulit buah pisang raja yang dilakukan dengan metode difusi agar menggunakan
pencadang kertas dengan cara mengukur diameter hambatan pertumbuhan bakteri
terhadap bakteri Propionibacterium acne dan bakteri Staphylococcus epidermidis.
3.14.5.1 Bakteri Propionibacterium acne
Sebanyak 0,1 ml inokulum dimasukkan ke dalam cawan petri steril, setelah
itu dituang media nutrient agar sebanyak 20 ml dengan suhu 45 - 50oC,
selanjutnya cawan digoyang di atas permukaan meja agar media dan suspensi
bakteri tercampur rata. Pada media yang telah padat diletakkan beberapa
pencadang kertas yang telah direndam (+ 15 menit) dalam 0,1 g gel ekstrak kulit
buah pisang raja yang telah ditambahkan setetes DMSO, kemudian diinkubasi
dalam inkubator pada suhu 35 ± 2oC selama 18 - 24 jam dan diukur diameter
daerah hambatan (zona jernih) di sekitar pencadang menggunakan jangka sorong.
3.14.5.2 Bakteri Staphylococcus epidermidis
Sebanyak 0,1 ml inokulum dimasukkan ke dalam cawan petri steril, setelah
itu dituang media nutrient agar sebanyak 20 ml dengan suhu 45 - 50oC,
selanjutnya cawan digoyang di atas permukaan meja agar media dan suspensi
bakteri tercampur rata. Pada media yang telah padat diletakkan beberapa
(49)
buah pisang raja yang telah ditambahkan setetes DMSO, kemudian diinkubasi
dalam inkubator pada suhu 35 ± 2oC selama 18 - 24 jam dan diukur diameter
(50)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan
Tumbuhan yang digunakan telah diidentifikasi Herbarium Bogoriense,
Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI) Bogor, adalah tumbuhan pisang raja (Musa X paradisiaca AAB), suku
Musaceae. Hasil identifikasi tumbuhan dapat dilihat pada lampiran 1, halaman 47.
4.2 Hasil Karakterisasi Simplisia Kulit Buah Pisang Raja
Hasil karakterisasi simplisia terhadap kulit buah pisang raja (Musa X
paradisiaca AAB) berupa kulit berwarna hijau dan bergetah dengan ketebalan
kulit lebih kurang 0,2 sampai 0,3 cm, panjang 9,5 sampai 11 cm, berbau khas dan
berasa kelat.
Hasil karakterisasi simplisia kulit buah pisang raja diperoleh kadar air
6,32%, kadar sari yang larut dalam air 34,20%, kadar sari yang larut dalam etanol
36,32%, kadar abu total 4,39% dan kadar abu tidak larut asam 0,84%. Hasil
karakterisasi simplisia ekstrak kulit buah pisang raja dapat dilihat pada Tabel 4.1
berikut ini:
Tabel 4.1 Hasil karakterisasi simplisia kulit buah pisang raja
No. Parameter Hasil (%)
1. Kadar air 6,32
2. Kadar sari larut air 34,20 3. Kadar sari larut etanol 36,32 4. Kadar abu total 4,39 5. Kadar abu tidak larut dalam asam 0,84
(51)
etanol menyatakan jumlah zat tersari dalam air atau etanol. Penetapan kadar abu
dilakukan untuk mendestruksi senyawa organik dan turunannya sehingga yang
tersisa senyawa anorganik. Kadar abu tidak larut asam untuk mengetahui kadar
senyawa anorganik yang tidak larut dalam asam (Depkes RI, 1995).
4.3 Hasil Skrining Fitokimia Simplisia Kulit Buah Pisang Raja
Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia kulit buah pisang raja
menunjukkan adanya kandungan flavonoid, glikosida, saponin, tannin, dan
steroid/triterpenoid. Hasil skrining dapat dilihat di Tabel 4.2 berikut ini:
Tabel 4.2 Hasil skrining fitokimia simplisia kulit buah pisang raja
No. Skrining Hasil
1. Alkaloid -
2. Flavonoid +
3. Glikosida +
4. Saponin +
5. Tannin +
6. Steroid/Triterpenoid +
Keterangan:
+ = mengandung golongan senyawa - = tidak mengandung golongan senyawa
4.4 Hasil Ekstraksi Simplisia Kulit Buah Pisang Raja
Hasil maserasi dari 1200 g simplisia kulit buah pisang raja dengan pelarut
etanol 80% dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator diperoleh ekstrak
kental 75,79 g (rendemen 6,31%).
4.5 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kulit Buah Pisang Raja terhadap Bakteri Propionibacterium acne dan Staphylococcus epidermidis dengan Metode Difusi Agar
Hasil pengukuran diameter daerah hambatan ekstrak kulit buah pisang raja
(52)
Tabel 4.3 Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak kulit buah pisang raja terhadap bakteri Propionibacterium acne dan Staphylococcus epidermidis
Konsentrasi ekstrak (mg/ml)
Diameter daerah hambatan (mm)*
Propionibacterium acne Staphylococcus
500 18,26 18,36
400 17,7 17,26
300 16,03 16,10
200 14,83 15,30
100 12,16 14,13
75 11,51 13,10
50 10,33 11,70
25 9,25 10,73
Blanko - -
Keterangan: * = hasil rata-rata tiga kali pengukuran - = tidak ada hambatan
Hasil uji aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa ekstrak kulit buah pisang
raja dapat menghambat pertumbuhan bakteri Propionibacterium acne dan
Staphylococcus epidermidis. Metode yang digunakan pada pengujian ini adalah
metode difusi agar menggunakan pencadang kertas dengan mengukur diameter
zona hambat pertumbuhan bakteri yang ditunjukkan dengan adanya zona jernih
pada media pertumbuhan bakteri, dimana diameter zona hambat akan meningkat
dengan adanya peningkatan konsentrasi ekstrak, sehingga antara peningkatan
konsentrasi ekstrak dengan peningkatan diameter zona hambat pertumbuhan
bakteri Propionibacterium acne dan Staphylococcus epidermidis memiliki
korelasi positif. Data yang diperoleh dari pengujian aktivitas antibakteri ekstrak
kulit buah pisang raja didapat kesimpulan bahwa ekstrak kulit buah pisang raja
efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri Propionibacterium acne dan
Staphylococcus epidermidis, sedangkan pada blanko tidak menunjukkan aktivitas
(53)
Aktivitas antibakteri yang terjadi dapat disebabkan karena adanya
kandungan senyawa kimia golongan flavonoid dan tanin (Cowan, 1999).
Flavonoid dan tanin merupakan senyawa golongan fenol. Senyawa golongan fenol
diketahui memiliki aktivitas antimikroba yang bersifat bakterisidal namun tidak
bersifat sporisidal (Pratiwi, 2008).
Senyawa golongan fenol dan derivatnya merupakan salah satu antibakteri
yang bekerja dengan mengganggu fungsi membran sitoplasma bakteri. Pada
konsentrasi rendah dapat merusak membran sitoplasma yang menyebabkan
bocornya metabolit penting yang menginaktifkan sistem enzim bakteri, sedangkan
pada konsentrasi tinggi mampu merusak membran sitoplasma dan mengendapkan
protein sel (Volk dan Wheeler, 1993).
Mekanisme kerja flavonoid adalah dengan membentuk senyawa kompleks
terhadap protein ekstraseluler, sehingga terjadi koagulasi protein yang dapat
mengganggu ptertumbuhan sel bakteri. Sedangkan mekanisme kerja tanin adalah
dengan menciutkan dan mengendapkan protein sel yang dapat mengganggu
permeabilitas sel itu sendiri, akibatnya sel tidak dapat melakukan aktivitas hidup
dan pertumbuhannya terhambat atau bahkan mati. (Sirait, 2007).
Dari data di atas dapat dilihat bahwa ekstrak kulit buah pisang raja
memberikan batas daerah yang efektif pada konsentrasi 200 mg/ml terhadap
bakteri Propionibacterium acne dengan diameter 14,83 mm dan pada konsentrasi
100 mg/ml terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis dengan diameter 14,13
mm. Batas daerah hambat dinilai efektif apabila memiliki diameter hambat lebih
(54)
4.6 Hasil Evaluasi Formula
4.6.1 Pemeriksaan stabilitas fisik sediaan
Hasil pemeriksaan stabilitas fisik sediaan gel ekstrak kulit buah pisang raja
dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut ini:
Tabel 4.4 Data pengamatan perubahan bentuk, warna, dan bau sediaan gel ekstrak kulit buah pisang raja
Pengamatan Sediaan Lama pengamatan (minggu)
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Bentuk
FI b b b b b b b b b b b b b FII b b b b b b b b b b b b b FIII b b b b b b b b b b b b b
Warna
FI c c c c c c c c c c c c c FII c c c c c c c c c c c c c FIII c c c c c c c c c c c c c
Bau
FI B B B B B B B B B B B B B FII B B B B B B B B B B B B B FIII B B B B B B B B B B B B B
Keterangan:
FI = Formula mengandung 20% ekstrak kulit buah pisang raja FII = Formula mengandung 30% ekstrak kulit buah pisang raja FIII = Formula mengandung 40% ekstrak kulit buah pisang raja b = Baik/stabil
c = Coklat kehitaman B = Bau khas pisang
Pemeriksaan dilakukan secara visual pada suhu kamar dengan parameter
yang diuji meliputi perubahan bentuk, warna dan bau sediaan. Hasil uji stabilitas
sediaan gel ekstrak kulit buah pisang raja menunjukkan bahwa seluruh sediaan
yang dibuat tetap stabil dalam penyimpanan pada suhu kamar selama 12 minggu.
4.6.2 Pemeriksaan homogenitas sediaan
Hasil pemeriksaan homogenitas sediaan gel ekstrak kulit buah pisang raja
(55)
Tabel 4.5 Data pengamatan homogenitas sediaan gel ekstrak kulit buah pisang raja
Sediaan Lama pengamatan (minggu)
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 FI h h h h h h h h h h h h h FII h h h h h h h h h h h h h FIII h h h h h h h h h h h h h
Keterangan:
FI = Formula mengandung 20% ekstrak kulit buah pisang raja FII = Formula mengandung 30% ekstrak kulit buah pisang raja FIII = Formula mengandung 40% ekstrak kulit buah pisang raja h = Homogen
Hasil pemeriksaan homogenitas bahwa seluruh sediaan gel ekstrak kulit
buah pisang raja memenuhi persyaratan homogenitas karena menunjukkan
susunan yang homogen dan tidak terlihat adanya butir-butir yang kasar pada saat
sediaan dioleskan pada kaca transparan. Hasil dapat dilihat pada Lampiran 4,
halaman 51.
4.6.3 Penentuan pH sediaan
Hasil penentuan pH sediaan gel ekstrak kulit buah pisang raja dapat dilihat
pada tabel 4.6 berikut ini:
Tabel 4.6 Data pengukuran pH sediaan gel ekstrak kulit buah pisang raja
Sediaan Lama pengamatan (minggu)
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 F0 6,0 6,0 6,0 6,0 5,9 5,9 5,8 5,8 5,8 5,8 5,8 5,8 5,8 FI 5,7 5,7 5,7 5,7 5,7 5,7 5,7 5,6 5,6 5,6 5,6 5,6 5,6 FII 5,7 5,7 5,7 5,7 5,7 5,7 5,6 5,6 5,6 5,6 5,6 5,6 5,6 FIII 5,6 5,6 5,6 5,6 5,5 5,5 5,5 5,5 5,5 5,5 5,5 5,4 5,4
Keterangan:
F0 = Formula tidak mengandung ekstrak kulit buah pisang raja FI = Formula mengandung 20% ekstrak kulit buah pisang raja FII = Formula mengandung 30% ekstrak kulit buah pisang raja FIII = Formula mengandung 40% ekstrak kulit buah pisang raja
(56)
Secara keseluruhan terlihat bahwa pH dari sediaan gel kulit buah pisang raja
menurun dengan bertambahnya waktu penyimpanan. Hasil uji stabillitas terhadap
pH sediaan gel baik blanko maupun sediaan gel dari ekstrak kulit buah pisang raja
menunjukkan pH sediaan tetap stabil pada penyimpanan karena masih berada
dalam rentang persyaratan pH kulit yaitu 5,0 - 8,0 (Aulton,1988).
4.6.4 Uji iritasi terhadap kulit sukarelawan
Uji iritasi dilakukan terhadap 12 orang sukarelawan. Reaksi iritasi positif
ditandai oleh adanya kemerahan, gatal-gatal, atau bengkak pada kulit lengan
bawah bagian dalam yang diberi perlakuan selama tiga hari berturut-turut. Hasil
uji iritasi dapat dilihat pada Tabel 4.7 berikut ini.
Tabel 4.7 Data uji iritasi sediaan gel kulit buah pisang raja terhadap sukarelawan
Pengamatan Sediaan Sukarelawan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Kulit kemerahan
F0 - - - - FI - - - - FII - - - - FIII - - - -
Kulit gatal-gatal
F0 - - - - FI - - - - FII - - - - FIII - - - -
Kulit bengkak
F0 - - - - FI - - - - FII - - - - FIII - - - -
Keterangan:
F0 = Formula tidak mengandung ekstrak kulit buah pisang raja FI = Formula mengandung 20% ekstrak kulit buah pisang raja FII = Formula mengandung 30% ekstrak kulit buah pisang raja FIII = Formula mengandung 40% ekstrak kulit buah pisang raja - = Tidak terjadi reaksi
(57)
Berdasarkan uji iritasi pada kulit lengan bawah bagian dalam sukarelawan
terhadap sediaan gel ekstrak kulit buah pisang raja selama tiga hari berturut-turut,
menunjukkan bahwa sukarelawan memberikan hasil negatif pada setiap parameter
reaksi iritasi. Dari hasil uji iritasi tersebut dapat disimpulkan bahwa sediaan gel
yang dibuat aman untuk penggunaan topikal (Tranggono dan Latifah, 2007).
4.6.5 Uji mikrobiologi sediaan gel
Uji mikrobiologi sediaan gel ekstrak kulit buah pisang raja dilakukan
dengan metode difusi agar menggunakan pencadang kertas terhadap bakteri
Propionibacterium acne dan Staphylococcus epidermidis. Hasil uji dapat dilihat
pada Tabel 4.8 berikut ini.
Tabel 4.8 Hasil uji aktivitas antibakteri sediaan gel ekstrak kulit buah pisang raja terhadap bakteri Propionibacterium acne dan Staphylococcus epidermidis
Sediaan
Diameter daerah hambatan (mm)*
Propionibacterium acne Staphylococcus epidermidis
Minggu ke-0 Minggu ke-12 Minggu ke-0 Minggu ke-12
F0 - - - -
FI 14,01 12,81 14,56 13,30 FII 15,26 14,06 15,31 14,18 FIII 16,38 14,46 16,21 14,28
Keterangan:
F0 = Formula tidak mengandung ekstrak kulit buah pisang raja FI = Formula mengandung 20% ekstrak kulit buah pisang raja FII = Formula mengandung 30% ekstrak kulit buah pisang raja FIII = Formula mengandung 40% ekstrak kulit buah pisang raja * = Hasil rata-rata tiga kali pengukuran
- = Tidak ada hambatan
Pengujian sediaan gel ekstrak kulit buah pisang raja pada FI, FII dan FIII
memberikan hasil daerah hambatan yang memuaskan terhadap kedua bakteri yaitu
lebih besar dari 14 mm pada awal pembuatan sediaan. Akan tetapi, sediaan gel
(58)
daya hambat setelah 12 minggu penyimpanan. Sediaan gel ekstrak kulit buah
pisang raja pada FII dan FIII masih memberikan hasil daerah hambatan yang baik
terhadap kedua bakteri karena diameter daerah hambatan masih lebih besar dari
14 mm. Menurut Ditjen POM (1995), suatu zat dikatakan memiliki daya hambat
yang memuaskan bila diameter daerah hambatan lebih kurang 14 mm sampai 16
mm. Dapat disimpulkan bahwa sediaan gel pada FII dan FIII yang mengandung
(59)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
a. Ekstrak kulit buah pisang raja memiliki kemampuan menghambat
pertumbuhan bakteri Propionibacterium acne dan Staphylococcus
epidermidis. Hasil uji aktivitas dari ekstrak diperoleh bahwa konsentrasi
efektif sebagai antibakteri yaitu 200 mg/ml, 300 mg/ml dan 400 mg/ml
dengan diameter daerah hambatan masing-masing terhadap
Propionibacterium acne adalah 14,83 mm, 16,03 mm dan 17,7 mm serta
terhadap Staphylococcus epidermidis adalah 15,30 mm, 16,10 mm dan
17,26 mm.
b. Ekstrak kulit buah pisang raja dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan
gel dan sediaan gel yang dibuat relatif stabil dan sediaan gel dengan
konsentrasi 30% dan 40% memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan
bakteri masing-masing terhadap Propionibacterium acne adalah 14,06 mm
dan 14,46 mm serta terhadap Staphylococcus epidermidis adalah 14,18 mm
dan 14,28 mm.
5.2 Saran
Diharapkan kepada peneliti selanjutnya untuk memformulasikan ekstrak
kulit buah pisang raja dalam formulasi yang lain seperti salep, krim atau obat
(1)
Lampiran 11 Hasil pengukuran daerah hambatan uji aktivitas antibakteri sediaan gel ekstrak kulit buah pisang raja terhadap bakteri Propionibacterium acne dan Staphylococcus epidermidis pada minggu ke-0
Nama bakteri Sediaan
Diameter daya hambat (mm) Rata-rata (mm) Diameter 1 Diameter 2 Diameter 3
Propionibacterium acne
F0 - - - -
FI 14,05 14,1 13,9 14,01
FII 15,1 14,9 15,8 15,26
FIII 16,45 16,2 16,5 16,38
Staphylococcus epidermidis
F0 - - - -
FI 14,7 14,1 14,9 14,56
FII 15,05 15,4 15,5 15,31
FIII 16,2 16,25 16,2 16,21
Keterangan:
F0 = Formula tidak mengandung ekstrak kulit buah pisang raja FI = Formula mengandung 20% ekstrak kulit buah pisang raja FII = Formula mengandung 30% ekstrak kulit buah pisang raja FIII = Formula mengandung 40% ekstrak kulit buah pisang raja - = Tidak ada hambatan
(2)
Lampiran 12 Hasil pengukuran daerah hambatan uji aktivitas antibakteri sediaan gel ekstrak kulit buah pisang raja terhadap bakteri Propionibacterium acne dan Staphylococcus epidermidis pada minggu ke-12
Nama bakteri Sediaan
Diameter daya hambat (mm) Rata-rata (mm) Diameter 1 Diameter 2 Diameter 3
Propionibacterium acne
F0 - - - -
FI 12,60 12,75 13,10 12,81
FII 13,95 14,50 13,75 14,06
FIII 14,9 14,15 14,35 14,46
Staphylococcus epidermidis
F0 - - - -
FI 12,90 13,35 13,65 13,30
FII 13,80 14,30 14,45 14,18
FIII 14,30 13,95 14,60 14,28
Keterangan:
F0 = Formula tidak mengandung ekstrak kulit buah pisang raja FI = Formula mengandung 20% ekstrak kulit buah pisang raja FII = Formula mengandung 30% ekstrak kulit buah pisang raja FIII = Formula mengandung 40% ekstrak kulit buah pisang raja - = Tidak ada hambatan
(3)
Lampiran 13 Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak kulit buah pisang raja (Musa X paradisiaca AAB)
a. Uji aktivitas antibakteri terhadap bakteri Propionibacterium acne
Keterangan:
A = Blanko (DMSO)
B = Konsentrasi larutan uji ekstrak kulit buah pisang raja 100 mg/ml C = Konsentrasi larutan uji ekstrak kulit buah pisang raja 200 mg/ml D = Konsentrasi larutan uji ekstrak kulit buah pisang raja 300 mg/ml E = Konsentrasi larutan uji ekstrak kulit buah pisang raja 400 mg/ml F = Konsentrasi larutan uji ekstrak kulit buah pisang raja 500 mg/ml
P.acne P. acne A
A
C
B
D
E
(4)
Lampiran 13 (Lanjutan)
b. Uji aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis
Keterangan:
A = Blanko (DMSO)
B = Konsentrasi larutan uji ekstrak kulit buah pisang raja 100 mg/ml C = Konsentrasi larutan uji ekstrak kulit buah pisang raja 200 mg/ml D = Konsentrasi larutan uji ekstrak kulit buah pisang raja 300 mg/ml E = Konsentrasi larutan uji ekstrak kulit buah pisang raja 400 mg/ml F = Konsentrasi larutan uji ekstrak kulit buah pisang raja 500 mg/ml
S. epidermidis
S. epidermidis A
A D
C B
E
(5)
Lampiran 14 Hasil uji aktivitas antibakteri sediaan gel ekstrak kulit buah pisang raja
a. Uji aktivitas antibakteri terhadap bakteri Propionibacterium acne
Keterangan:
A = Formula tidak mengandung ekstrak kulit buah pisang raja B = Formula mengandung 20% ekstrak kulit buah pisang raja C = Formula mengandung 30% ekstrak kulit buah pisang raja D = Formula mengandung 40% ekstrak kulit buah pisang raja
A
P. acne
C D
(6)
Lampiran 14 (Lanjutan)
b. Uji aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis
Keterangan:
A = Formula tidak mengandung ekstrak kulit buah pisang raja B = Formula mengandung 20% ekstrak kulit buah pisang raja C = Formula mengandung 30% ekstrak kulit buah pisang raja D = Formula mengandung 40% ekstrak kulit buah pisang raja
S. epidermidis A
C
D B