26
2.3.3 Jenis-jenis Semen Portland
Pemakaian semen yang disebabkan oleh kondisi tertentu yang dibutuhkan pada pelaksanaan konstruksi di lokasi, dengan perkembangan semen yang pesat
maka dikenal berbagai jenis semen portland antara lain:
a. Tipe I, semen portland yang dalam penggunaannya tidak memerlukan
persyaratan khusus seperti jenis-jenis lainnya. Digunakan untuk bangunan- bangunan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus. Jenis ini
paling banyak diproduksi karena digunakan untuk hampir semua jenis konstruksi.
b. Tipe II, semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan
ketahanan terhadap sulfat dan panas hidras dengan tingkat sedang. Digunakan untuk konstruksi bangunan dan beton yang terus-menerus
berhubungan dengan air kotor atau air tanah atau untuk pondasi yang tertahan di dalam tanah yang mengandung air agresif garam-garam
sulfat.
c. Tipe III, semen portland yang memerlukan kekuatan awal yang tinggi.
Kekuatan 28 hari umumnya dapat dicapai dalam 1 minggu. Semen jenis ini umum dipakai ketika acuan harus dibongkar secepat mungkin atau
ketika struktur harus dapat cepat dipakai.
d. Tipe IV, semen portland yang penggunaannya diperlukan panas hidrasi
yang rendah. Digunakan untuk pekerjaan-pekarjaan di mana kecepatan dan jumlah panas yang timbul harus minimum. Misalnya pada bangunan
seperti bendungan gravitasi yang besar.
Universitas Sumatera Utara
27
e. Tipe V, semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan
ketahanan yang tinggi terhadap sulfat. Digunakan untuk bangunan yang berhubungan dengan air laut serta untuk bangunan yang berhubungan
dengan air tanah yang mengandung sulfat dalam persentase yang tinggi.
2.3.4 Sifat Fisik dan Karakteristik Semen Portland
20
Semen yang satu dapat dibedakan dengan semen lainnya berdasarkan susunan kimianya maupun kehalusan butirnya. Perbandingan bahan-bahan utama
penyusun semen portland adalah kapur CaO sekitar 60-65, silika SiO2 sekitar 20-25, dan oksida besi serta alumina sekitar 7-12. Sifat-sifat semen
portland. Secara garis besar, ada 4 empat senyawa kimia utama yang menyusun
semen portland, yaitu : a. Trikalsium silikat 3CaO.SiO
2
yang disingkat menjadi C
3
S. b. Dikalsium Silikat 2CaO.SiO
2
yand disingkat menjadi C
2
S. c. Trikalsium Aluminat 3CaO.Al
2
O
3
yang disingkat menjadi C
3
A. d. Tetrakalsium aluminoferrit 4CaO.Al
2
O
3
.Fe
2
O
3
yang disingkat menjadi C
4
AF. Senyawa tersebut menjadi kristal-kristal yang saling mengikatmengunci
ketika menjadi klinker. Komposisi C
3
S dan C
2
S adalah 70-80 dari berat semen dan merupakan bagian yang paling dominan memberikan sifat semen. Semen dan
air saling bereaksi. Persenyawaan ini dinamakan proses hidrasi, dan hasilnya dinamakan hidrasi semen.
Universitas Sumatera Utara
28
Tabel 2.4 Empat Senyawa Utama dari Semen Portland
3
Nama Oksida Utama Rumus
Empiris Rumus
Oksida Notasi
Pendek Kadar
Rata-rata
Trikalsium silikat CaSiO
5
3CaO.SiO
2
C
3
S 50
Dikalsium Silikat CaSiO
4
2CaO.SiO
2
C
2
S 25
Trikalsium Aluminat Ca
3
Al
2
O
6
3CaO.Al
2
O
3
C
3
A 12
Tetrakalsium Aluminoferrit
2Ca
2
AlFeO
5
4CaO.Al
2
O
3
. Fe
2
O
3
C
4
AF 8
Gypsum CaSO
4
.2H
2
O CŜH
2
3.5
Sumber : Nugraha, P. dan Antoni, 2007
Sedangkan komposisi oksida semen portland tipe I disajikan dalam Tabel 2.5
berikut:
Tabel 2.5 Komposisi Oksida Semen Portland Tipe I
3
Oksida Notasi Pendek
Nama Umum Berat
CaO C
Kapur 63
SiO
2
S Silika
22 Al
2
O
3
A Alumina
6 Fe
2
O
3
F Ferrit oksida
2.5 MgO
M Magnesia
2.6 K
2
O K
Alkalis 0.6
Na
2
O N
Disodium oksida 0.3
SO
2
S
Sulfur dioksia 2
CO
2
C
Karbon dioksida -
H
2
O H
Air -
Sumber : Nugraha, P. dan Antoni, 2007
Sifat-sifat fisika semen meliputi kehalusan butir, waktu pengikatan, kekalan, kekuatan, pengikatan semu, panas hidrasi, dan hilang pijar. Berikut ini
adalah penjelasan untuk masing-masing sifat.
Universitas Sumatera Utara
29
2.3.4.1 Kehalusan Butir Fineness
Kehalusan butir semen mempengaruhi proses hidrasi. Waktu pengikatan setting time menjadi semakin lama jika butir semen lebih kasar. Kehalusan
penggilingan butir semen dinamakan penampang spesifik, yaitu luas butir permukaan semen. Jika permukaan penampang semen lebih besar, semen akan
memperbesar bidang kontak dengan air. Semakin halus butiran semen, proses hidrasinya semakin cepat, sehingga kekuatan awal tinggi dan kekuatan akhir akan
berkurang. Kehalusan butir semen yang tinggi dapat mengurangi terjadinya bleeding
atau naiknya air ke permukaan, tetapi menambah kecenderungan beton untuk menyusut lebih banyak dan mempermudah terjadinya retak susut. Menurut
ASTM, butir semen yang lewat ayakan No. 200 harus lebih dari 78. Untuk mengukur kehalusan butir semen digunakan “Turbidimeter” dari Wagner atau
“Air Permeability” dari Blaine.
2.3.4.2 Kepadatan Density
Berat jenis semen yang disyaratkan oleh ASTM adalah 3.15 Mgm
3
. Pada kenyataannya, berat jenis semen yang diproduksi berkisar antara 3.05 Mgm
3
sampai 3.25 Mgm
3
. Variasi ini akan berpengaruh pada proporsi campuran semen dalam campuran. Pengujian berat jenis dapat dilakukan menggunakan Le
Chatelier Flask menurut standar ASTM C-188.
Universitas Sumatera Utara
30
2.3.4.3 Konsistensi
Konsistensi semen portland lebih banyak pengaruhya pada saat pencampuran awal, yaitu pada saat terjadi pengikatan sampai pada saat beton
mengeras. Konsistensi yang terjadi bergantung pada rasio antara semen dan air serta aspek-aspek bahan semen seperti kehalusan dan kecepatan hidrasi.
Konsistensi mortar bergantung pada konsistensi semen dan agregat pencampurnya.
2.3.4.4 Waktu Pengikatan
Pengikatan set adalah perubahan bentuk dari bentuk cair menjadi bentuk padat, tetapi masih belum mempunyai kekuatan. Pengikatan ini terjadi akibat
reaksi hidrasi yang terjadi pada permukaan butir semen, terutama butir trikalsium aluminat. Dengan penambahan gypsum , waktu pengikatan dapat diatur karena
gypsum memodifikasi hidrasi awal. Pengerasan hardening adalah pertumbuhan kekuatan dari beton atau mortar setelah bentuknya padat.
Waktu ikat adalah waktu yang diperlukan semen untuk mengeras terhitung dari mulai bereaksi dengan air dan menjadi pasta semen hingga pasta semen
cukup kaku untuk menahan tekanan. Waktu ikat semen dibedakan menjadi dua:
1. Waktu ikat awal initial setting time yaitu waktu dari pencampuran
semen dengan air menjadi pasta semen hingga hilangnya sifat keplastisan.
2. Waktu ikat akhir final setting time yaitu waktu antara terbentuknya
pasta semen hingga beton mengeras. Pada semen portland initial
Universitas Sumatera Utara
31 setting time berkisar 1.0-2.0 jam, tetapi tidak boleh kurang dari 1.0
jam, sedangkan final setting time tidak boleh lebih dari 8.0 jam. Waktu ikatan awal sangat penting pada control pekerjaan beton. Untuk
kasus-kasus tertentu, diperlukan initial setting time lebih dari 2.0 jam agar waktu terjadinya ikatan awal lebih panjang. Waktu yang panjang ini diperlukan untuk
transportasi hauling, penuangan dumpingpouring, pemadatan vibrating dan penyelesaiannya finishing. Proses ikatan ini disertai perubahan temperatur yang
dimulai terjadi sejak ikatan awal dan mencapai puncaknya pada waktu berakhirnya ikatan akhir. Waktu ikatan akan memendek karena naiknya
temperatur sebesar 30
o
C atau lebih. Waktu ikatan ini sangat dipengaruhi oleh jumlah air yang dipakai dan oleh lingkungan sekitarnya.
Pengikatan semu diukur dengan alat “Vicat” atau “Gillmore”. Pengikatan semu untuk persentase penetrasi akhir minimum pada semua jenis semen adalah
50.
1. Pengikatan Semu
Pengikatan semu false set adalah reaksi hidrasi yang belum waktunya, yaitu beberapa menit saja. Hal ini terjadi karena jumlah gypsum di dalam
campuran semen yang berlebih. Jika diaduk kembali tanpa menambahkan air maka daya plastisitasnya akan kembali dan kehilangan kekuatan akhir
tidak akan terjadi.
2. Pengikatan Kilat
Pengikatan kilat flash setquick set terjadi karena pengaruh panas reaksi trikalsium aluminat C
3
A dengan air yang cepat, yang terjadi karena kandungan C
3
A yang tinggi atau gypsum dalam semen kurang jumlahnya.
Universitas Sumatera Utara
32 Pengadukan tambahan pada beton tidak akan dapat mengembalikan
plastisitas beton. Agar beton dapat digunakan maka harus ditambahkan air dan semen ke dalam campuran agar faktor air-semen tetap konstan.
3
2.3.4.5 Reaksi Hidrasi
Ketika air ditambahkan ke dalam campuran semen, proses kimiawi yang disebut hidrasi akan berlangsung. Senyawa kimia di dalam semen akan bereaksi
dengan air dan membentuk komponen baru.
Mekanisme hidrasi semen ada dua, yaitu mekanisme larutan dan mekanisme padat. Pada mekanisme larutan, zat yang direaksikan larut dan
menghasilkan ion dalam larutan. Ion-ion ini kemudian akan bergabung sehingga menghasilkan zat yang menggumpal flocculate. Pada semen, karena daya larut
senyawa yang ada kecil maka hidrolisis lebih dominan daripada larutan. dalam campuran
Sumber : Nugraha, P. dan Antoni, 2007
Gambar 2.5 Diagram Reaksi Hidrasi Partikel Semen
Universitas Sumatera Utara
33
Tabel 2.6 Reaksi Hidrasi Senyawa Semen
3
Senyawa yang bereaksi Komponen yang dihasilkan
Trikalsium Silikat + Air Gel Tobermorit + Kalsium Hidroksida
Dikalsium Silikat + Air Gel Tobermorit + Kalsium Hidroksida
Tetrakalsium Aluminoferrit + Air + Kalsium Hidroksida
Kalsium Aluminoferrit Hidrat Tetrakalsium Aluminat + Air
+ Kalsium Hidroksida Tetrakalsium Aluminat Hidrat
Tetrakalsium Aluminat + Air + Gypsum
Kalsium Monosulfoaluminate
Sumber : Nugraha, P. dan Antoni, 2007
1. Hidrasi C
3
S dan C
2
S
Kalsium silikat akan terhidrasi menjadi gel kalsium silikat hidrat gel tobermorite dan kalsium hidroksida. Gel kalsium silikat hidrat, sering disingkat
gel C-S-H, memiliki komposisi yang bervariasi berbentuk rongga sebanyak 70 dari semen. Kalsium hidroksida yang dihasilkan akan membuat sifat basa kuat
pH=12.5. Ini menyebabkan semen sensitif terhadap asam dan akan mencegah timbulnya karat pada besi baja.
hidroksida kalsium
te tobermori
gel silikat
trikalsium 3CH
gel H
- S
- C
6H S
2C 3CaOH
O .3H
3CaO.2SiO O
6H 3CaO.SiO
2
3 2
2 2
2 2
hidroksida kalsium
te tobermori
gel silikat
dikalsium CH
gel H
- S
- C
6H S
2C CaOH
O .2H
3CaO.2SiO O
4H 2CaO.SiO
2
2 2
2 2
2 2
2. Hidrasi C
3
A
Hidrasi C
3
A terjadi secara mendadak dengan disertai pengeluaran panas yang banyak. Akan terbentuk Kristal kalsium aluminat hidrat yang menyebabkan
pengerasan hardening dari pasta semen. Kejadian ini disebut flash set atau quick
Universitas Sumatera Utara
34 set. Itu sebabnya perlu ditambahkan gypsum pada saat penggilingan klinker, untuk
memperkecil reaktivitas C
3
A.
hidrat aluminat
kalsium aluminat
trikalsium O
.12H .CaOH
O 3CaO.Al
CaOH O
12H O
3CaO.Al ettringite
gypsum aluminat
trikalsium O
.12H .CaSO
O 3CaO.Al
O .2H
CaSO O
10H O
3CaO.Al
2 2
3 2
2 2
3 2
2 4
3 2
2 4
2 3
2
C
3
A dan gypsum akan bereaksi lebih dahulu, menghasilkan kalsium sulfoaluminat. Kristal yang berbentuk jarum disebut ettringite. Ettringite
memblokir air dari permukaan C
3
A sehingga menunda hidrasi. Setelah gypsum bereaksi semua, barulah akan terbentuk kalsium aluminat hidrat.
3. Hidrasi C
4
AF
Pada tahap awal, C
4
AF bereaksi dengan gypsum dan kalsium hidroksida membentuk kalsium sulfo-aluminat hidrat dan kalsium sulfo-ferrit hidrat yang
kristalnya berbentuk jarum.
hidrat rit
aluminofer kalsium
ferrit -
alumino um
tetrakalsi O
.12H O
.Fe O
6CaO.Al 2CaOH
O 10H
O .Fe
O 4CaO.Al
2 3
2 3
2 2
2 3
2 3
2
Kecepatan reaksi hidrasi maksimum pada tahap awal dan kemudian menurun terhadap waktu. Ini disebabkan makin terbentuknya lapisan gel C-S-H
pada kristal semen. Makin tebal lapisan semakin lambat hidrasi. Secara teoritis, proses hidrasi akan terhenti apabila tebal lapisan mencapai 25 mikron. Semen
portland pada umumnya memiliki ukuran Kristal antara 5 hingga 50 mikron. Proses hidrasi semen memerlukan air sebanyak 20 dari berat semen faktor air-
semen wc = 0.2.
Universitas Sumatera Utara
35
2.3.4.6 Panas Hidrasi
Panas hidrasi adalah panas yang terjadi pada saat semen bereaksi dengan air, dinyatakan dalam kalorigram. Jumlah panas yang dibentuk antara lain
bergantung pada jenis semen yang dipakai dan kehalusan butir semen. Dalam pelaksanaan, perkembangan panas ini mengakibatkan masalah yakni timbulnya
retakan pada saat pendinginan. Pada beberapa struktur beton, terutama pada struktur beton mutu tinggi, retakan ini tidak diinginkan. Oleh karena itu, perlu
dilakukan pendinginan melalui perawatan curing pada saat pelaksanaan. Panas hidrasi naik sesuai dengan nilai temperatur pada saat hidrasi terjadi.
Untuk semen biasa, panas hidrasi bervariasi mulai 37 kalorigram pada temperatur sekitar 5
o
C hingga 80 kalorigram pada temperature 40
o
C. Semua jenis semen pada umumnya telah membebaskan sekitar 50 panas totalnya pada satu hingga
tiga hari pertama, 70 pada hari ke tujuh, serta 83-91 setelah 6 bulan. Laju perubahan panas ini bergantung pada komposisi semen.
Perkembangan panas hidrasi untuk berbagai jenis semen pada suhu 21
o
C
ditunjukkan pada Tabel 2.7. Tabel 2.7
Perkembangan Panas Hidrasi Semen Portland pada Suhu 21
o
C
20
Jenis Semen Portland
Hari 1
2 3
7 28
90
Tipe I 33
53 61
80 96
104 Tipe II
- -
- 58
75 -
Tipe III 53
67 75
92 101
107 Tipe IV
- -
41 50
66 75
Tipe V -
- -
45 50
-
Sumber : Mulyono, T. 2004
Dari pengamatan kecepatan evolusi panas hidrasi, atau dari pengukuran kenaikan temperatur di bawah kondisi isothermal, ada 5 tahap yang dapat
diidentifikasi, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.6.
Universitas Sumatera Utara
36
Tahap 1 : Hidrolisis awal yang langsung terjadi waktu semen kontak
dengan air, semen bereaksi cepat untuk beberapa menit.
Tahap 2 : Periode pasif dormant period di mana gypsum mencegah
terjadinya flash set pada C
3
A karena butir semen dilapisi gel. Periode reaksi lambat berlangsung sekitar setengah sampai dua jam. Selama itu terjadi
pemecahan dan pembentukan kembali lapisan coating gel yang semakin tebal.
Tahap 3 : Percepatan terjadi dengan pecahnya coating karena
bertambahnya tekanan osmosis. Inilah waktu initial set. Kecepatan reaksi bertambah sampai final set.
Tahap 4 : Perlambatan. Proses menjadi kaku berlanjut sampai tercapai
pengerasan.
Tahap 5 : Kondisi stabil di mana difusi lambat mengendalikan proses
hidrasi yang lama.
Sumber : Nugraha, P. dan Antoni, 2007
Gambar 2.6 Evolusi Panas Hidrasi Semen
Universitas Sumatera Utara
37
2.3.4.7 Perubahan Volume Kekalan
Kekalan pasta semen yang telah mengeras merupakan suatu ukuran yang menyatakan kemampuan pengembangan bahan-bahan campurannya dan
kemampuan untuk mempertahankan volume setelah pengikatan terjadi. Ketidakkekalan semen disebabkan oleh terlalu banyaknya jumlah kapur bebas
yang pembakarannya tidak sempurna serta magnesia yang terdapat dalam campuran tersebut. Kapur bebas itu mengikat air dan kemudian menimbulkan
gaya-gaya ekspansi. Alat uji untuk menentukan nilai kekalan semen portland adalah “Autoclave Expansion of Portland Cement” cara ASTM C-151, atau cara
Inggris, BS, “Expansion by Le Chatellier”. Sifat-sifat semen portland sangat dipengaruhi oleh susunan ikatan oksida-
oksida serta bahan-bahan pengotor lainnya. Semen yang digunakan untuk membangun suatu struktur harus mempunyai kualitas tertentu agar dapat
berfungsi secara efektif. Pemeriksaan secara berkala perlu dilakukan, baik pada saat pemrosesan, saat menjadi bubuk semen maupun setelah menjadi pasta semen.
2.3.4.8 Kekuatan Tekan
Kekuatan tekan semen diuji dengan cara membuat mortar yang kemudian ditekan sampai hancur. Contoh semen yang akan diuji dicampur dengan pasir
silica dengan perbandingan tertentu, kemudian dibentuk menjadi kubus-kubus berukuran 5×5×5 cm.
Setelah berumur 3, 7, 14, dan 28 hari dan mengalami perawatan dengan perendaman, benda uji tersebut diuji kekuatan tekannya. Perkembangan kekuatan
Universitas Sumatera Utara
38 tekan untuk mortar dan beton yang menggunakan berbagai jenis semen dapat
dilihat pada Gambar 2.7
Sumber : Mulyono, T. 2004
Gambar 2.7 Perkembangan Kekuatan Tekan Mortar untuk Berbagai Tipe
Portland Cement
2.4 Agregat
20
Kandungan agregat dalam campuran beton biasanya sangat tinggi. Komposisi agregat tersebut berkisar 60-70 dari berat campuran beton.
Walaupun fungsinya hanya sebagai pengisi, tetapi karena komposisinya cukup besar, agregat ini menjadi penting dan karakteristik agregat berpengaruh terhadap
sifat mortar atau beton yang akan dihasilkan. Secara umum, agregat dapat dibedakan berdasarkan ukurannya, yaitu
agregat kasar dan agregat halus. Batasan ukuran antara agregat halus dengan agregat kasar yaitu 4.80 mm British Standard atau 4.75 mm Standar ASTM.
Agregat kasar adalah batuan yang ukuran butirnya lebih besar dari 4.80 mm 4.75 mm dan agregat halus adalah batuan yang lebih kecil dari 4.80 mm 4.75 mm.
Agregat dengan ukuran lebih besar dari 4.80 mm dibagi lagi menjadi dua : yang
Universitas Sumatera Utara
39 berdiameter antara 4.80-40 mm disebut kerikil beton dan yang lebih dari 40 mm
disebut kerikil kasar.
Tabel 2.8 Pengaruh Sifat Agregat pada Sifat Beton
Sifat Agregat Pengaruh pada
Sifat Beton
Bentuk, tekstur, gradasi Beton cair
Kelecakan Pengikatan dan Pengerasan
Sifat fisik, sifat kimia, mineral
Beton keras Kekuatan. Kekerasan,
ketahanan durability
2.4.1 Jenis-jenis Agregat
Agregat dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu agregat alam dan agregat buatan pecahan. Agregat alam dan pecahan inipun dapat dibedakan berdasarkan
beratnya, bentuknya, ukuran butir nominal gradasi dan tekstur permukaannya.
Pada Gambar 2.8 dapat dilihat pembagian jenis agregat berdasarkan sumber
material.
Sumber : Mulyono, T, 2003
Gambar 2.8 Klasifikasi Agregat Berdasarkan Sumber Material
Universitas Sumatera Utara
40
2.4.1.1 Jenis Agregat Berdasarkan Berat
20
Agregat dapat dibedakan menjadi 3 jenis berdasarkan beratnya, yaitu :
1. Agregat Normal
Agregat normal dihasilkan dari pemecahan batuan dengan quarry atau langsung diambil dari alam. Agregat ini biasanya memiliki berat jenis rata-
rata 2.5-2.7. Beton yang dibuat dengan agregat normal adalah beton yang memiliki berat isi 2200-2500 kgm
3
. Beton yang dihasilkan dengan menggunakan agregat ini memiliki kuat tekan sekitar 15-40 MPa
SK.SNI.T-15-1990:1.
2. Agregat Ringan
Agregat ringan dipergunakan untuk menghasilkan beton yang ringan dalam sebuah konstruksi yang memperhatikan berat dirinya. Berat isi
agregat ringan ini berkisar antara 350-880 kgm
3
untuk agregat kasar dan 750-1200 kgm
3
untuk agregat halusnya SK.SNI.T-15-1990:1.
3. Agregat Berat
Agregat berat memiliki berat jeni lebih besar dari 2800 kgm
3
. Agregat ini biasanya dipergunakan untuk menghasilkan beton untuk proteksi terhadap
radiasi nuklir SK.SNI.T-15-1990:1.
2.4.1.2 Jenis Agregat Berdasarkan Bentuk
20
Bentuk agregat dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya dipengaruhi oleh proses geologi batuan yang terbentuk secara alamiah. Setelah
dilakukannya penambangan, bentuk agregat dipengaruhi oleh mesin pemecah batu maupun cara peledakan yang digunakan.
Universitas Sumatera Utara
41 Jika dikonsolidasikan butiran yang bulat akan menghasilkan campuran
beton yang lebih baik bila dibandingkan dengan butiran yang pipih dan lebih ekonomis penggunaan pasta semennya. Klasifikasi agregat berdasarkan bentuknya
adalah:
1. Agregat Bulat
Agregat ini terbentuk karena terjadinya pengikisan oleh air atau keseluruhannya terbentuk karena pengeseran. Rongga udaranya minimum
33, sehingga rasio luas permukaannya kecil. Beton yang dihasilkan dari agregat ini kurang cocok untuk struktur yang menekankan pada kekuatan,
sebab ikatan antar agregat kurang kuat.
2. Agregat Bulat Sebagian atau Tidak Teratur
Agregat ini secara alamiah berbentuk tidak teratur. Sebagian terbentuk karena pergeseran sehingga permukaan atau sudut-sudutnya berbentuk
bulat. Rongga udara pada agregat ini lebih tinggi, sekitar 35-38, sehingga membutuhkan lebih banyak pasta semen agar mudah dikerjakan.
Beton yang dihasilkan dari agregat ini belum cukup baik untuk beton mutu tinggi, karena ikatan antara agregat belum cukup baik masih kurang kuat.
3. Agregat Bersudut
Agregat ini mempunyai sudut-sudut yang tampak jelas, yang terbentuk di tempat-tempat perpotongan bidang-bidang dengan permukaan kasar.
Rongga udara pada agregat ini sekitar 38-40, sehingga membutuhkan lebih banyak lagi pasta semen agar mudah dikerjakan. Beton yang
dihasilkan dari agregat ini cocok untuk struktur yang menekankan pada kekuatan karena ikatan antar agregatnya baik kuat.
Universitas Sumatera Utara
42
4. Agregat Panjang
Agregat ini panjangnya jauh lebih besar daripada lebarnya dan lebarnya jauh lebih besar daripada tebalnya. Agregat ini disebut panjang jika ukuran
terbesarnya lebih dari 95 dari ukuran rata-rata. Ukuran rata-rata ialah ukuran ayakan yang meloloskan dan menahan butiran agregat. Sebagai
contoh, agregat dengan ukuran rata-rata 15 mm akan lolos ayakan 19 mm dan tertahan oleh ayakan 10 mm. Agregat ini dinamakan panjang jika
ukuran terkecil butirannya lebih kecil dari 27 mm 95 x 15 mm. Agregat jenis ini akan berpengaruh buruk pada mutu beton yang akan dibuat.
Kekuatan tekan beton yang dihasilkan agregat ini adalah buruk.
5. Agregat Pipih
Agregat disebut pipih jika perbandingan tebal agregat terhadap ukuran- ukuran lebar dan tebalnya lebih kecil. Agregat pipih sama dengan agregat
panjang, tidak baik untuk campuran beton mutu tinggi. Dinamakan pipih jika ukuran terkecilnya kurang dari 35 ukuran rata-ratanya.
6. Agregat Pipih dan Panjang
Pada agregat ini mempunyai panjang yang jauh lebih besar daripada lebarnya, sedangkan lebarnya jauh lebih besar dari tebalnya.
2.4.1.3 Jenis Agregat Berdasarkan Ukuran Butir Nominal
Agregat dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu agregat alam dan agregat buatan pecahan. Agregat alam dan pecahan inipun dapat dibedakan berdasarkan
beratnya, asalnya, diameter butirnya gradasi, dan tekstur permukaannya.
Universitas Sumatera Utara
43 Dari ukuran butirannya, agregat dapat dibedakan menjadi dua golongan
yaitu agregat kasar dan agregat halus.
1. Agregat Halus
Agregat halus pasir adalah mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran beton yang memiliki ukuran butiran kurang dari 5 mm
atau lolos saringan No.4 dan tertahan pada saringan No.200. Agregat halus pasir berasal dari hasil disintegrasi alami dari batuan alam atau pasir buatan yang
dihasilkan dari alat pemecah batu stone crusher. Agregat halus yang akan digunakan harus memenuhi spesifikasi yang telah
ditetapkan oleh ASTM. Jika seluruh spesifikasi yang ada telah terpenuhi maka barulah dapat dikatakan agregat tersebut bermutu baik. Adapun spesifikasi
tersebut adalah : 1. Susunan butiran Gradasi
Agregat halus yang digunakan harus mempunyai gradasi yang baik, karena akan mengisi ruang-ruang kosong yang tidak dapat diisi oleh material lain
sehingga menghasilkan beton yang padat disamping untuk mengurangi penyusutan. Analisa saringan akan memperlihatkan jenis dari agregat
halus tersebut. Melalui analisa saringan maka akan diperoleh angka Fine Modulus. Melalui Fine Modulus ini dapat digolongkan 3 jenis pasir yaitu :
Pasir Kasar : 2.9 FM 3.2
Pasir Sedang : 2.6 FM 2.9
Pasir Halus : 2.2 FM 2.6
Selain itu ada juga batasan gradasi untuk agregat halus, sesuai dengan ASTM C 33
– 74 a. Batasan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Universitas Sumatera Utara
44
Tabel 2.9 Batasan Gradasi untuk Agregat Halus
Ukuran Saringan ASTM
Persentase Berat yang Lolos Pada Tiap
Saringan
9.5 mm 38 in 100
4.76 mm No. 4 95
– 100 2.36 mm No.8
80 – 100
1.19 mm No.16 50
– 85 0.595 mm No.30
25 – 60
0.300 mm No.50 10
– 30 0.150 No.100
1 – 10
2. Kadar lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 75 mikron ayakan No.200, tidak boleh melebihi 5 terhadap berat kering. Apabila kadar
lumpur melampaui 5 maka agregat harus dicuci. 3. Kadar liat tidak boleh melebihi 1 terhadap berat kering.
4. Agregat halus harus bebas dari pengotoran zat organik yang akan merugikan beton, atau kadar organik jika diuji di laboratorium tidak
menghasilkan warna yang lebih tua dari standar percobaan Abrams-Harder dengan batas standarnya pada acuan No 3.
5. Agregat halus yang digunakan untuk pembuatan beton dan akan mengalami basah dan lembab terus menerus atau yang berhubungan
dengan tanah basah, tidak boleh mengandung bahan yang bersifat reaktif terhadap alkali dalam semen, yang jumlahnya cukup dapat menimbulkan
pemuaian yang berlebihan di dalam mortar atau beton dengan semen kadar alkalinya tidak lebih dari 0.60 atau dengan penambahan yang bahannya
dapat mencegah pemuaian. 6. Sifat kekal keawetan diuji dengan larutan garam sulfat:
Jika dipakai Natrium-Sulfat, bagian yang hancur maksimum 10.
Universitas Sumatera Utara
45 Jika dipakai Magnesium-Sulfat, bagiam yang hancur maksimum
15.
2. Agregat Kasar
Agregat harus mempunyai gradasi yang baik, artinya harus tediri dari butiran yang beragam besarnya, sehingga dapat mengisi rongga-rongga akibat
ukuran yang besar, sehingga akan mengurangi penggunaan semen atau penggunaan semen yang minimal.
Agregat kasar yang digunakan pada campuran beton harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut :
1. Susunan butiran gradasi Agregat kasar harus mempunyai susunan butiran dalam batas-batas seperti
yang terlihat pada Tabel 2.10. Tabel 2.10
Susunan Besar Butiran Agregat Kasar
21
Ukuran Lubang Ayakan mm
Persentase Lolos Kumulatif
38.1 95
– 100 19.1
35 – 70
9.52 10
– 30 4.75
– 5
2. Agregat kasar yang digunakan untuk pembuatan beton dan akan mengalami basah dan lembab terus menerus atau yang akan berhubungan
dengan tanah basah, tidak boleh mengandung bahan yang reaktif terhadap alkali dalam semen, yang jumlahnya cukup dapat menimbulkan pemuaian
yang berklebihan di dalam mortar atau beton. Agregat yang reaktif terhadap alkali dapat dipakai untuk pembuatan beton dengan semen yang
Universitas Sumatera Utara
46 kadar alkalinya tidak lebih dari 0.06 atau dengan penambahan bahan
yang dapat mencegah terjadinya pemuaian. 3. Agregat kasar harus terdiri dari butiran-butiran yang keras dan tidak
berpori atau tidak akan pecah atau hancur oleh pengaruh cuaca seperti terik matahari atau hujan.
4. Kadar lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 75 mikron ayakan No.200, tidak boleh melebihi 1 terhadap berat kering. Apabila kadar
lumpur melebihi 1 maka agregat harus dicuci. 5. Kekerasan butiran agregat diperiksa dengan bejana Rudellof dengan
beban penguji 20 ton di mana harus dipenuhi syarat berikut: 6. Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 9.5-19.1 mm lebih dari 24
berat. 7. Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 19.1-30 mm lebih dari 22
berat. 8. Kekerasan butiran agregat kasar jika diperiksa dengan mesin Los Angeles
di mana tingkat kehilangan berat lebih kecil dari 50.
2.4.1.4 Jenis Agregat Berdasarkan Tekstur Permukaan
20
Umumnya jenis agregat dengan permukaan kasar lebih disukai. Karena permukaan yang kasar akan menghasilkan ikatan yang lebih baik jika
dibandingkan dengan permukaan agregat yang licin. Jenis agregat berdasarkan tekstur permukaannya dapat dibedakan sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
47 1. Kasar
Agregat ini dapat terdiri dari batuan berbutir halus atau kasar yang mengandung bahan-bahan berkristal yang tidak dapat terlihat dengan
jelas melalui pemeriksaan visual. 2. Berbutir granular
Pecahan agregat jenis ini memiliki bentuk bulat dan seragam.
3. Agregat licinhalus glassy
Agregat jenis ini lebih sedikit membutuhkan air dibandingkan dengan agregat dengan permukaan kasar. Agregat licin terbentuk akibat dari
pengikisan oleh air, atau akibat patahnya batuan rocks berbutir halus atau batuan yang berlapis-lapis. Dari hasil penelitian, kekasaran
agregat akan menambah kekuatan gesekan antara pasta semen dengan permukaaan butir agregat sehingga beton yang menggunakan agregat
ini cenderung mutunya akan lebih rendah. 4. Kristalin cristalline
Agregat jenis ini mengandung kristal-kristal tampak dengan jelas melalui pemeriksaan visual.
5. Berbentuk sarang labah honeycombs Agregat ini tampak dengan jelas pori-porinya dan rongga-rongganya.
Melalui pemeriksaan visual kita dapat melihat lubang-lubang pada batuannya.
Universitas Sumatera Utara
48
2.5 Air Campuran
20
Air diperlukan pada pembuatan beton untuk memicu proses kimiawi semen, membasahi agregat dan memberikan kemudahan dalam pekerjaan beton.
Air yang dapat diminum umumnya dapat digunakan sebagai campuran beton. Air yang mengandung senyawa-senyawa yang berbahaya, yang tercemar garam,
minyak, gula, atau bahan kimia lainnya, bila dipakai dalam campuran beton akan menurunkan kualitas beton, bahkan dapat mengubah sifat-sifat beton yang
dihasilkan. Karena pasta semen merupakan hasil reaksi kimia antara semen dengan
air, maka bukan perbandingan jumlah air terhadap total berat campuran yang penting, tetapi justru perbandingan air dengan semen atau yang biasa disebut
dengan Faktor Air Semen water cement ratio. Air yang berlebihan akan menyebabkan banyaknya gelembung air setelah proses hidrasi selesai, sedangkan
air yang terlalu sedikit akan menyebabkan proses hidrasi tidak tercapai seluruhnya, sehingga akan mempengaruhi kekuatan beton. Untuk air yang tidak
memenuhi syarat mutu, kekuatan beton pada umur 7 hari atau 28 hari tidak boleh kurang dari 90 jika dibandingkan dengan kekuatan beton yang menggunakan air
standarsuling. Dalam pemakaian air untuk beton sebaiknya air memenuhi syarat sebagai
berikut: a. Tidak mengandung lumpur benda melayang lainnya lebih dari 2
gramliter. b. Tidak mengandung garam-garam yang dapat merusak beton asam, zat
organik, dan sebagainya lebih dari 15 gramliter.
Universitas Sumatera Utara
49 c. Tidak mengandung klorida Cl lebih dari 0.5 gramliter.
d. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gramliter. Air yang mengandung kotoran yang cukup banyak akan mengganggu
proses pengerasan atau ketahanan beton. Kotoran secara umum dapat menyebabkan :
3
a. Gangguan pada hidrasi dan pengikatan b. Gangguan pada kekuatan dan ketahanan
c. Perubahan volume yang dapat menyebabkan keretakan d. Korosi pada tulangan baja maupun kehancuran beton
e. Bercak-bercak pada permukaan beton. Untuk air perawatan, dapat dipakai juga air yang dipakai untuk
pengadukan, tetapi harus yang tidak menimbulkan noda atau endapan yang merusak warna permukaan beton. Besi dan zat organis dalam air umumnya
sebagai penyebab utama pengotoran atau perubahan warna, terutama jika perawatan cukup lama.
2.6 Bahan Tambahan