Latar Belakang Perbandingan Antara Pengaruh Variasi Substitusi Abu Cangkang Kerang Dan Abu Cangkang Kelapa Sawit 10-30% Terhadap Waktu Ikat Semen Dan Kuat Tekan Beton

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertumbuhan populasi manusia yang sangat pesat dan pembangunan yang terus berkembang harus diikuti dengan perkembangan teknologi infrastruktur yang memegang peranan yang sangat penting. Seiring dengan munculnya isu pemanasan global warming dan hadirnya penerapan konsep pembangunan hijau green building, dalam bidang rekayasa bahan material terus diupayakan berbagai inovasi ramah lingkungan dengan mengadakan penelitian yang intensif terutama untuk komponen struktur. Semen portland portland cement merupakan salah satu material komponen struktur yang populer dan merupakan kebutuhan yang paling besar di bidang konstruksi dan penggunaannya sebagai material komponen struktur yang berkelanjutan menjadi tujuan penting pada saat ini. 1 Keberadaan kegiatan produksi semen pada suatu daerah selain memberikan banyak manfaat terutama di bidang konstruksi, juga menjadi ancaman ekologis yang serius. Hal ini dapat dilihat mulai dari proses pengambilan bahan baku eksplorasi terus-menerus, proses produksi serta dampak polusi yang ditimbulkan. Terbatasnya ketersediaan batu kapur sebagai bahan baku pembuatan semen portland merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui dan jika pengambilannya dilakukan secara terus-menerus maka keberadaan bahan baku tersebut akan habis pada masa mendatang. Produksi semen yang meningkat berkontribusi terhadap meningkatnya polusi udara yang berakibat terhadap pemanasan global. Menurut International Energy Authority: World Energy Universitas Sumatera Utara 2 Outlook, produksi semen portland adalah penyumbang CO 2 sebesar 7 dari keseluruhan CO 2 yang dihasilkan oleh berbagai sumber. 2 Oleh karena itu, perlu dipikirkan dan dikaji bahan baku alternatif agar produksi semen di masa mendatang masih tetap ada dan proses produksinya lebih ramah terhadap lingkungan. Upaya penelitian yang telah dilakukan terhadap bahan substitusi semen dengan pemanfaatan limbah industri semakin berkembang. Penelitian tidak hanya dilakukan oleh perusahaan produksi semen melainkan juga para akademisi di perguruan tinggi. Beberapa hasil penelitian telah menemukan bahwa limbah industri seperti abu cangkang kerang dan abu cangkang kelapa sawit dapat dijadikan sebagai material pozzolan dalam beton. Penelitian terus dilakukan dan dikembangkan untuk upaya pemanfaatan limbah industri dan rumah tangga yang jumlahnya cukup melimpah dan mungkin menjadi penyebab pencemaran lingkungan. Beberapa penelitian mengenai pemakaian abu cangkang kerang dan abu cangkang kelapa sawit sebagai bahan substitusi semen terhadap teknologi beton diharapkan dapat memperbaiki sifat beton terutama kuat tekan, kuat tarik, modulus elastisitas, memberikan nilai tambah bagi limbah ini di bidang konstruksi serta dapat mereduksi pencemaran lingkungan. Semen merupakan bahan ikat yang penting dan banyak digunakan dalam pembangunan fisik di sektor konstruksi sipil. Jika ditambah air semen akan menjadi pasta semen. Jika ditambah agregat halus, pasta semen akan menjadi mortar yang jika digabungkan dengan agregat kasar akan menjadi campuran beton segar yang setelah mengeras akan menjadi beton keras concrete. Pada Universitas Sumatera Utara 3 umumnya, beton mengandung rongga udara sekitar 1-2, pasta semen semen dan air sekitar 25-40, dan agregat agregat halus dan agregat kasar sekitar 60- 75. 3 Salah satu permasalahan yang muncul adalah bagaimana pengaruh abu cangkang kerang dan abu cangkang kelapa sawit sebagai bahan substitusi semen dalam campuran beton terhadap pengikat dan kuat tekan beton. Pengikat set adalah perubahan bentuk dari bentuk cair menjadi bentuk padat, tetapi masih belum mempunyai kekuatan. Pengikat ini terjadi akibat reaksi hidrasi yang terjadi pada permukaan semen, terutama butir trikalsium aluminat. Dengan penambahan gypsum, waktu pengikat dapat diatur karena gypsum memodifikasi hidrasi awal. Pengerasan hardening adalah pertumbuhan kekuatan dari beton atau mortar setelah bentuknya menjadi padat. Semen bila dicampur dengan air akan menghasilkan pasta yang plastis dan lecak workable. Namun setelah selang beberapa waktu, pasta akan mulai menjadi kaku dan sukar dikerjakan. Inilah yang disebut pengikat awal initial set. Selanjutnya pasta akan meningkat kekakuannya sehingga didapatkan padatan yang utuh. Ini disebut pengikat akhir final set. Proses selanjutnya hingga pasta mempunyai kekuatan, disebut pengerasan hardening. Pada umumnya waktu pengikat awal minimum adalah 45 menit, sedangkan waktu pengikat akhir adalah 6-10 jam. 4 Pemakaian abu cangkang kerang maupun abu cangkang kelapa sawit sebagai bahan substitusi pada semen juga dapat mempengaruhi waktu pengikat. Jika bahan tersebut membantu memperlambat waktu pengikat setting time sehingga campuran akan tetap mudah dikerjakan workable untuk waktu yang Universitas Sumatera Utara 4 lebih lama maka bahan tersebut dapat digunakan sebagai bahan retarder sedangkan jika bahan tersebut mempercepat waktu pengikat maka bahan dapat digunakan sebagai bahan accelerator. Kuat tekan beton mengidentifikasikan mutu dari sebuah struktur. Semakin tinggi tingkat kekuatan struktur yang dikehendaki, semakin tinggi pula mutu beton yang dihasilkan. Beton harus dirancang proporsi campurannya agar menghasilkan suatu kuat tekan rata-rata yang diisyaratkan. Pada tahap pelaksanaan konstruksi, beton yang telah yang telah dirancang campurannya harus diproduksi sedemikian rupa sehingga memperkecil frekuensi terjadinya beton dengan kuat tekan yang lebih rendah dari kekuatan tekan beton seperti yang telah dipersyaratkan. 3 Dengan demikian, pemakaian abu cangkang kerang maupun abu cangkang kelapa sawit sebagai bahan substitusi semen perlu diteliti berapa lama waktu yang dibutuhkan campuran semen tersebut mengalami pengikat awal initial set dan berapa lama pengikat akhir final set dengan menggunakan alat vicat berdasarkan SNI-03-6827-2002 dan berapa kekuatan tekan beton yang dihasilkan dengan menggunakan alat compression machine berdasarkan SNI 03-1974-1990.

1.2 Perumusan Masalah