c. Untuk kepentingan nasabah, bank menyediakan informasi mengenai
kemungkinan timbulnya risiko kerugian bagi transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank.
B. Prinsip Kehati-hatian Bank
Prinsip kehati-hatian prudent banking principle adalah suatu asas atau prinsip yang menyatakan bahwa bank dalam menjalankan fungsi dan kegiatan
usahanya wajib bersikap hati-hati prudent dalam rangka melindungi dana masyarakat yang dipercayakan padanya.
57
Hal ini disebutkan dalam Pasal 2 Undang- undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7
Tahun 1992 tentang Perbankan, bahwa perbankan Indonesia dalam melakukan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip
kehati-hatian. Ada satu pasal dalam Undang-undang Perbankan yang secara eksplisit
mengandung substansi prinsip kehati-hatian, yakni Pasal 29 ayat 2, 3, dan 4 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998.
Pasal 29: 2 Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan
kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib
melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.
3 Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang
57
Rachmadi Usman, Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama, 2001, hal.18.
Universitas Sumatera Utara
tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank.
4 Untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi
nasabah yang dilakukan melalui bank.
Ketentuan Pasal 29 merupakan pasal yang termasuk dalam ruang lingkup pembinaan dan pengawasan bank. Artinya, ketentuan prudent banking sendiri
merupakan bagian pembinaan dan pengawasan bank. Menurut Anwar Nasution, ketentuan prudent banking termasuk dalam ruang lingkup pembinaan bank dalam arti
sempit.
58
Pengaturan prinsip kehati-hatian juga termaktub dalam Pasal 8 ayat 1, Pasal 10, dan Pasal 11 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998:
Pasal 8 ayat 1: “Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, bank umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis
yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan
pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan”
Pasal 10 : “Bank Umum dilarang:
a. melakukan penyertaan modal, kecuali yang dimaksud dalam Pasal
7 huruf b dan c; b.
melakukan usaha perasuransian; c.
melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7.
Pasal 11 :
1 Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas
maksimum pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, pemberian jaminan, penempatan investasi surat
berharga atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh bank kepada peminjam atau sekelompok peminjam yang terkait
58
Anwar Nasution, “ Pokok-pokok Pikiran tentang Pembinaan dan Pengawasan Perbankan dalam rangka Pemantapan Kepercayaan kepada Masyarakat terhadap Industri Perbankan, Makalah
disampaikan pada Seminar tentang “Pertanggungjawaban Bank Terhadap Nasabah”, Departemen Kehakiman, BPHN, Hotel Indonesia, Jakarta, tanggal 24-25 Juni 1997, hal.2.
Universitas Sumatera Utara
termasuk kepada perusahaan-perusahaan dalam kelompok yang sama dengan bank yang bersangkutan.
2 Batas maksimum sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1
tidak boleh melebihi 30 tiga puluh persen dari modal bank yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia.
3 Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas
maksimum pemberian kredit, atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, pemberin jaminan, penempatan investasi surat
berharga, atau hal lain yang serupa yang dapat dilakukan oleh bank kepada:
a. Pemegang saham yang memiliki 10 sepuluh persen atau
lebih dari modal yang disetor bank; b.
Anggota Dewan Komisaris; c.
Anggota Direksi; d.
Keluarga dari pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c;
e. Pejabat bank lainnya; dan
f. Perusahaan-perusahaan yang didalamnya terdapat
kepentingan dari pihak-pihak sebagaimana yang dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e.
4A Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, bank dilarang melampaui batas maksimum pemberian
kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah sebagaimana yang diatur dalam ayat 1, ayat 2, ayat 3, dan
ayat 4.
Apa yang dimaksud dengan prinsip kehati-hatian, oleh Undang-undang Perbankan sama sekali tidak dijelaskan. Undang-undang Perbankan hanya menyebut
istilah dan ruang lingkupnya saja sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 29 ayat 2, ayat 3, dan ayat 4 di atas. Dalam pada itu, dalam rangka mendukung dan
menjamin terlaksananya proses pengambilan keputusan dalam pengelolaan bank yang
Universitas Sumatera Utara
sesuai dengan prinsip kehati-hatian, bank wajib memiliki dan menerapkan sistem pengawasan intern dalam bentuk self regulation.
59
Anwar menyebutkan bahwa ruang lingkup prudent banking pembinaan dalam arti sempit meliputi persyaratan modal awal maupun rasio modal terhadap
kemungkinan risiko yang dihadapi, Batas Maksimum Pemberian Kredit BMPK, Rasio Pinjaman terhadap Deposito LDR maupun Posisi Luar Negeri NOP, rasio
cadangan minimum, cadangan penghapusan aktiva produktif kredit macet, transparansi pembukuan berdasarkan standarisasi akutansi serta audit.
60
Melalui prinsip kehati-hatian ini menunjukkan bahwa bank benar-benar memiliki tanggung jawab terhadap nasabahnya. Hal ini penting bagi bank dalam
rangka menjaga hubungan baik dan berkelanjutan dengan nasabah. Karena, jika sekali nasabah dirugikan akibatnya nasabah selamanya tidak percaya pada bank yang
bersangkutan. Hal ini juga relevan dengan konsep hubungan antara bank dengan nasabahnya, yang bukan hanya hubungan kreditur dan debitur semata, melainkan
lebih dari itu hubungan kepercayaan fiduciary relationship. Hubungan bank dengan nasabah adalah suatu perjanjian kontrak yang
berarti para pihak dalam hal ini bank dan nasabah mempunyai hak dan kewajiban.
61
Basis hubungan hukum antara bank dengan nasabah adalah hubungan kontraktual. Hubungan kontraktual ini diatur dalam Buku III Kitab Undang-undang Hukum
59
Self Regulation merupakan peraturan intern bank yang dibuat dalam rangka mendukung pelaksanaan prinsip kehati-hatian.
60
Anwar Nasution, Loc.cit.
61
Sentosa Sembiring, op.cit., hal.60.
Universitas Sumatera Utara
Perdata, selain mengatur asas-asas umum hukum perikatan, juga mengatur asas-asas umum hukum perjanjian.
Hubungan hukum yang paling banyak terjadi antara bank dengan nasabah adalah hubungan pemberian kredit. Bank bertindak sebagai kreditur dan nasabah
bertindak sebagai debitur. Pada dasarnya perjanjian pemberian kredit antara bank dengan nasabah mirip dengan ketentuan Pasal 1574 KUH Perdata dan seterusnya
tentang pinjam-meminjam, khususnya Pasal 1756 KUH Perdata tentang pinjam- meminjam uang.
62
Sistem hukum perjanjian Indonesia menganut asas kebebasan berkontrak, artinya para pihak dapat memperjanjikan lain daripada apa yang ditentukan oleh
peraturan perundang-undangan, asalkan tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan.
63
Menurut Symons, Jr., status bank yang merupakan a place of special safety and probity, maka hubungan antara bank dengan nasabah adalah suatu hubungan
fiduciary. Dalam hubungannya dengan perlindungan kepentingan nasabah dalam
kegiatan bank kiranya dapat memberikan perlindungan terhadap nasabah bank terutama nasabah penyimpan yang menjamin apabila bank tersebut dilikuidasi, maka
nasabah dari bank yang bersangkutan memperoleh penggantian dananya. Di samping itu, masalah yang lebih penting adalah perlunya pembinaan kepercayaan masyarakat
62
Marulak Pardede,op.cit..18.
63
Ibid., hal.18.
Universitas Sumatera Utara
terhadap perbankan melalui pemberian jaminan kepastian hukum bagi nasabah, selain penerapan prudential banking principles.
Tindakan preventif dalam melindungi kepentingannya atas risiko kredit macet yang mungkin timbul adalah biasanya bank secara dini telah melakukan analisis
kredit secara menyeluruh, melakukan pengikatan jaminan, serta melakukan tindakan hukum dalam menyelesaikan kredit macet. Bahkan tindakan pengaman lain, misalnya
bank sejak menerima barang jaminan kredit dari nasabah atau dari pihak penjamin, telah mewajibkan kepada nasabah penerima kredit atau penjamin tersebut untuk
mengasuransikan barang jaminan kepada perusahaan asuransi kerugian yang dikehendaki bank.
Oleh karena Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 berpendirian bahwa hubungan antara bank dengan nasabah penyimpan dana adalah berdasarkan asas
kepercayaan, maka hubungan tersebut adalah suatu fiduciary relation. Terhadap hubungan hukum antara bank dengan nasabah penyimpan dana, berlaku pula norma-
norma hukum dan praktik perbankan banking practices dan telah dikenal di dunia perbankan Internasional. Sebagai suatu fiduciary duty, maka selain sekadar
kewajiban-kewajiban umum yang berlaku bagi setiap perjanjian pada umumnya, bank juga mempunyai kewajiban-kewajiban khusus yang harus dilaksanakannya terhadap
nasabah penyimpan dana. Berlakunya asas kepercayaan bagi hubungan antara bank dan nasabah
penyimpan dana memberikan ciri bagi hubungan tersebut sebagai suatu hubungan
Universitas Sumatera Utara
kepercayaan fiduciary relation. Selain itu, berlaku pula asas kehati-hatian yang harus diterapkan oleh setiap bank dalam melakukan kegiatan usahanya secara implisit
ditafsirkan dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 yang menghendaki atau menempatkan hak nasabah penyimpan dana harus diutamakan. Undang-undang
Perbankan sangat menekankan bahwa bank harus melaksanakan usahanya dengan menggunakan asas atau prinsip kehati-hatian prudential principle. Undang-undang
ini demikian tegas menghendaki agar supaya bank-bank secara benar menerapkan prinsip-prinsip kehati-hatian.
64
Dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana yang dirubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 juga terdapat ketentuan-ketentuan
lain yang mendukung upaya perlindungan terhadap nasabah, yaitu: a.
Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, bank umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atau
itikad baik dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang
diperjanjikan Pasal 8 ayat 1. Ketentuan ini dimaksudkan agar dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, bank selalu
memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat, sehingga dapat mengurangi risiko kredit macet. Dengan macetnya kredit yang diberikan oleh bank dapat
mempengaruhi kelangsungan usahanya, dimana akibatnya juga akan menimpa nasabah yang mempercayakan dananya pada bank.
64
Ibid., hal.27.
Universitas Sumatera Utara
b. Merger, konsolidasi, dan akuisisi bank wajib terlebih dahulu mendapat izin
Pimpinan Bank Indonesia Pasal 28 ayat 1. Hal ini dilakukan agar merger, konsolidasi, dan akusisi tersebut tidak merugikan kepentingan nasabah.
c. Dalam hal ketentuan tentang rahasia bank disebutkan bank wajib merahasiakan
keterangan mengenai nasabah dan simpanannya, kecuali untuk kepentingan perpajakan, untuk penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada
Badan Urusan Piutang dan Lelang NegaraPanita Urusan Piutang Negara, untuk kepentingan peradilan pidana maupun perdata, dalam tukar-menukar informasi
antar bank, atas permintaan atau kuasa dari nasabah penyimpan, dalam hal pihak yang merasa dirugikan oleh keterangan yang diberikan oleh bank berhak untuk
mengetahui isi keterangan tersebut dan meminta pembetulan jika terdapat kesalahan dalam keterangan yang diberikan.
d. Ketentuan pidana dan sanksi administratif dalam Undang-undang Nomor 7
Tahun 1992 sebagaimana yang dirubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 jauh lebih berat dibandingkan undang-undang sebelumnya. Ketentuan
tersebut dimaksudkan untuk lebih terbentuknya ketaatan yang tinggi terhadap ketentuan undang-undang ini, mengingat bank adalah lembaga yang menyimpan
dana yang dipercayakan oleh masyarakat. Dalam Pasal 37 A Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, apabila menurut
penilaian Bank Indonesia terjadi kesulitan perbankan yang membahayakan perekonomian nasional, atas permintaan Bank Indonesia, Pemerintah setelah
Universitas Sumatera Utara
berkonsultasi kepada Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia dapat membentuk badan khusus yang bersifat sementara dalam rangka penyehatan Perbankan.”
Dalam melaksanakan program penyehatan perbankan terhadap bank-bank, badan khusus tersebut mempunyai wewenang sebagai berikut:
a. Mengambil alih dan menjalankan segala hak dan wewenang pemegang
saham termasuk hak dan wewenang Rapat Umum Pemegang Saham; b.
Mengambil alih dan melaksanakan segala hak dan wewenang Direksi dan Komisaris bank;
c. Menguasai, mengelola, dan melakukan tindakan kepemilikan atas
kekayaan milik atau yang menjadi hak bank, termasuk kekayaan bank yang berada pada pihak manapun, baik di dalam maupun di luar negeri;
d. Meninjau ulang, membatalkan, mengakhiri, dan atau mengubah kontrak
yang mengikat bank dengan pihak ketiga, yang menurut perimbangan badan khusus merugikan bank;
e. Menjual atau mengalihkan kekayaan bank, Direksi, Komisaris, dan
pemegang saham tertentu di dalam ataupun di luar negeri, baik secara langsung maupun melalui penawaran umum;
f. Menjadi atau mengalihkan tagihan bank dan atau menyerahkan
pengelolaannya kepada pihak lain, tanpa memerlukan persetujuan nasabah debitur;
Universitas Sumatera Utara
g. Mengalihkan pengelolaan kekayaan dan atau manajemen bank kepada
pihak lain; h.
Melakukan penyertaan modal sementara pada bank, secara langsung atau melalui pengonversian tagihan badan khusus menjadi penyertaan modal
pada bank; i.
Melakukan penagihan piutang bank yang sudah pasti dengan penerbitan Surat Paksa;
j. Melakukan pengosongan atas tanah dan atau bangunan milik atau yang
menjadi hak bank yang dikuasai oleh pihak lain, baik sendiri maupun dengan bantuan alat negara penegak hukum yang berwenang;
k. Melakukan penelitian dan pemeriksaan untuk memperoleh segala
keterangan yang diperlukan dari dan mengenai bank dalam program penyehatan, dan pihak manapun yang terlibat atau patut diduga terlibat,
atau mengetahui kegiatan yang merugikan bank dalam program penyehatan tersebut;
l. Menghitung dan menetapkan kerugian yang dialami bank dalam program
penyehatan dan membebankan kerugian tersebut kepada modal bank yang bersangkutan, dan bilamana kerugian tersebut terjadi karena kesalahan
atau kesalahan Direksi, Komisaris, dan atau pemegang saham, maka kerugian tersebut akan dibebankan kepada yang bersangkutan;
Universitas Sumatera Utara
m. Menetapkan jumlah tambahan modal yang wajib disetor oleh pemegang
saham bank dalam program penyehatan; n.
Melakukan tindakan lain yang diperlukan untuk menunjang pelaksanaan wewenang sebagaimana yang dimaksud dalam huruf a sampai dengan
huruf m.
C. Perlindungan Dana Nasabah Bank