Pengawasan Berdasarkan Risiko Risk Based Supervision

2. Pengawasan Berdasarkan Risiko Risk Based Supervision

Pendekatan pengawasan berdasarkan risiko merupakan pendekatan pengawasan yang berorientasi ke depan forward looking. Dengan menggunakan pendekatan tersebut pengawasanpemeriksaan suatu bank difokuskan pada risiko- risiko yang melekat inherent risk pada aktivitas fungsional bank serta sistem pengendalian risiko risk control system. Melalui pendekatan ini akan lebih memungkinkan otoritas pengawasan bank untuk proaktif dalam melakukan pencegahan terhadap permasalahan yang potensial timbul di bank. Pendekatan pengawasan berdasarkan risiko memiliki siklus pengawasan sebagai berikut : 117 117 http:www.bi.go.idwebidPerbankanIkhtisar+PerbankanPengaturan+dan+Pengawasan+ BankSistem+Pengawasan+Bank , diakses tanggal 3 Maret 2011. Universitas Sumatera Utara Gambar 1 Siklus Pengawasan Berdasarkan Risiko Sumber: Bank Indonesia Keterangan: Dalam siklus pengawasan berdasarkan risiko di atas terlihat bahwa pendekatan yang digunakan adalah dengan memberikan pemahaman terhadap bank, selain itu Bank Indonesia secara Triwulan melakukan penilaian terhadap risiko, penyusunan rencana pemeriksaan, pelaksanaan pemeriksaaan yang terfokus pada risiko dan penyusunan laporan hasil pemeriksaan. Di samping itu juga disusun strategi pengawasan bank individual dan kemudian melakukan pengawasan bank individual dan tindakan pengawasan. Universitas Sumatera Utara Secara fundamental terdapat beberapa alasan tentang tujuan dilakukannya pengawasan terhadap perbankan. FDIC merumuskan alasan tersebut sebagai berikut: 118 a. Berkaitan dengan pemeliharaan kepercayaan masyarakat terhadap integritas sistem perbankan dan individual bank. Kepercayaan tersebut penting karena sebagai sumber dana, tujuan dasar bank adalah memberikan jasa keuangan. Kehadiran bank tidak sehat yang dapat mengancam integritas sistem perbankan harus ditutup melalui evaluasi pemeriksaan terhadap kecukupan modal, kualitas asset, manajemen, posisi likuiditas, dan kemampuan pendapatan. b. Pemeriksaan langsung secara berkala merupakan langkah terbaik untuk menentukan ketaatan bank terhadap ketentuan. Ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan secara tradisional merupakan prioritas utama bagi pengawas. c. Proses pemeriksaan dapat membantu mencegah masalah yang tidak dapat diperbaiki dan yang semakin memburuk, sehingga biaya penyelamatan atau pembayaran terhadap nasabah penyimpan dalam hal ini dijamin oleh asuransi simpanan menjadi sangat besar. d. Pemeriksaan dapat memberikan masukan kepada pengawas tentang bentuk, tingkat keseriusan dan akibat dari suatu masalah bagi bank dan memberikan fakta dasar bagi langkah-langkah perbaikan yang tepat, rekomendasi dan perintah. 118 Zulkarnain Sitompul, op.cit.hal.47-48. Universitas Sumatera Utara Dengan demikian, pemeriksaan memainkan peranan kunci dalam proses pengawasan itu sendiri. Di berbagai negara, tugas menjaga stabilitas keuangan financial stability dilakukan oleh bank sentral seperti Bank of England, Reserve Bank of Australia, Bank of Korea, Bank Negara Malaysia dengan alasan stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan sangat terkait erat, dimana stabilitas moneter hanya dapat dicapai dengan sistem keuangan yang stabil. Di Indonesia, tugas stabilitas keuangan, dimasukkan sebagai misi Bank Indonesia yaitu menjaga kestabilan nilai Rupiah, yang tentunya tidak terlepas dari kegiatan menjaga stabilitas moneter dan mendorong stabilitas keuangan. Namun dalam pelaksanaannya di Bank Indonesia, tugas menjaga stabilitas keuangan dimaksud masih dalam satu fungsi menjaga stabilitas moneter. Mengingat permasalahan dalam sistem keuangan sudah semakin kompleks, maka fungsi stabilitas keuangan akan dipisahkan dari fungsi menjaga stabilitas moneter. Di Bank Indonesia akan terdapat dua fungsi yang terpisah satu sama lain dalam struktur organisasi Bank Indonesia yaitu fungsi kestabilan moneter dan kestabilan sistem keuangan dengan tujuan akhir yang sama yaitu menjaga stabilitas harga. 119 Dalam rangka penyelesaian krisis perbankan, Bank Indonesia melakukan penyempurnaan peraturan dan pengawasan berdasarkan prinsip kehati-hatian yang secara umum mengacu pada Basel Core Principles yang dikeluarkan pada Tahun 119 Syahril Sabirin, “Peran Bank Indonesia dalam Financial Stability”, makalah disampaikan Pada Seminar mengenai Otoritas Jasa Keuangan, Jakarta, 27 Februari 2002, hal.6. Universitas Sumatera Utara 1998-1999. Adapun peraturan-peraturan tersebut antara lain adalah: 1 ketentuan klasifikasi pinjaman yang diperketat dengan memperpendek jangka waktu tidak membayar yang diterjemahkan ke dalam beberapa tingkat klasifikasi non- performance loans atau NPLs; 2 pengaturan pencadangan atau provisioning yang diperbaiki dengan menyesuaikan pada klasifikasi pinjaman yang baru, prosedur penilaian kolateral diperbaiki sebagai reaksi kesulitan yang dihadapi dalam hal terjadi penyitaan; 3 ketentuan mengenai restrukturisasi utang diperketat dengan mengeluarkan prosedur formal untuk restrukturisasi, pelaporan dan monitoring, menerapkan aturan akutansi yang jelas, dan mengadakan restriksi khusus bagi restrukturisasi jenis pinjaman yang terafiliasi; 4 bank-bank diminta untuk melaporkan proyeksi cashflow dan maturity-gap analysis termasuk hal-hal yang terdapat dalam off-balance sheet; 5 kewajiban untuk melakukan publikasi laporan keuangan secara triwulan; 6 batas net open position bagi risiko transaksi devisa dikurangi; 7 konsep pihak terafiliasi diperbaiki dan diperluas; dan 8 batasan bagi kepemilikan dan pengelolaan bank oleh asing dihapus. 120 Selain itu, penguatan di bidang pengawasan bank dalam rangka mencegah terjadinya krisis perbankan di kemudian hari juga dilakukan dan yang dikeluarkan pada Tahun 2000 hingga Tahun 2003, antara lain mengenai: 121 1 penyelesaian manual pengawasan berbasis risiko; 2 pengembangan pedoman manajemen risiko dan pengawasan internal; 3 ketersediaan data bank pada web-site Bank Indonesia; 4 120 Kusumaningtuti SS, op.cit.hal.65. 121 Ibid., hal.65-66. Universitas Sumatera Utara pengeluaran pengaturan Know Your Customer KYC; 5 pengeluaran ketentuan untuk membatasi risiko yang terkait dengan pembelian utang dari BPPN; 6 pengaturan mengenai investasi equity oleh bank untuk memberikan kewenangan Bank Indonesia dalam mengontrol ekspansi kegiatan-kegiatan non-perbankan; 7 pengaturan lisensi bank yang diperluas; dan 8 peningkatan minimum capital adequacy ratio atau CAR menjadi 8 delapan persen. Reformasi hukum dan peraturan perundang-undang diharapkan dapat menyelesaikan krisis di bidang perbankan dan sekaligus dapat menjadi sarana untuk mencegah timbulnya permasalahan perbankan dikemudian hari, tetapi hal ini tidak seoptimal yang diharapkan. Salah satu kendala utama yang menghambat pelaksanaan reformasi hukum adalah rendahnya tingkat kesadaran aparatotoritas pembuat dan pelaksana kebijakan, pihak terkait dan masyarakat pada umumnya akan manfaat dan pentingnya ketentuan hukum yang diberlakukan. Faktor lain yang juga menghambat kelancaran proses reformasi hukum tersebut adalah kurangnya komitmen dari berbagai stakeholders sehingga reformasi hukum yang semula diharapkan menjasi sarana penyelesaian masalah, justru dipersalahkan oleh banyak pihak sebagai salah satu penghambat utama penyelesaian krisis. 122

B. Bank Sentral sebagai Lender of the last resort