Analisis Yuridis Terhadap Pemberian Kredit Jangka Pendek Melalui Kewenangan Bank Indonesia Terhadap Bank-Bank Bermasalah Dalam Pembayaran Kredit (Studi Terhadap Kasus Bank Century)

(1)

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PEMBERIAN KREDIT JANGKA PENDEK

MELALUI KEWENANGAN BANK INDONESIA TERHADAP

BANK-BANK BERMASALAH DALAM PEMBAYARAN KREDIT

(STUDI TERHADAP KASUS BANK CENTURY)

T E S I S

OLEH

ANDREAS DIMPOS PASARIBU 097005062 / HK

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(2)

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PEMBERIAN KREDIT JANGKA PENDEK

MELALUI KEWENANGAN BANK INDONESIA TERHADAP

BANK-BANK BERMASALAH DALAM PEMBAYARAN KREDIT

(STUDI TERHADAP KASUS BANK CENTURY)

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum Dalam Program Magister Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

OLEH

ANDREAS DIMPOS PASARIBU 097005062 / HK

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(3)

Judul Tesis : ANALISIS YURIDIS TERHADAP PEMBERIAN KREDIT JANGKA PENDEK MELALUI KEWENANGAN BANK INDONESIA TERHADAP BANK-BANK BERMASALAH DALAM PEMBAYARAN KREDIT (STUDI TERHADAP KASUS BANK CENTURY)

Nama Mahasiswa : Andreas Dimpos Pasaribu Nomor Pokok : 097005062

Program Studi : Ilmu Hukum

Menyetujui Komisi Pembimbing

Ketua

Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH

Prof. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum

Anggota Anggota

Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum

Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum Dekan Fakultas Hukum

Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum


(4)

Telah diuji pada

Tanggal 11 Agustus 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH Anggota : 1. Prof. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum

2. Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum

3. Dr. T. Keizerina Devi. A, SH, CN, M.Hum 4. Dr. Utary Maharani Barus, SH, M.Hum


(5)

ABSTRAK

Bank Indonesia sebagai bank sentral memiliki kewenangan mengeluarkan kebijaksanaan dalam pemberian kredit jangka pendek untuk menyelamatkan bank-bank bermasalah. Bank Indonesia dapat memberikan dana kepada bank yang mengalami kesulitan likuiditas melalui Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dalam bentuk kredit untuk mengatasi masalah keuangan jangka pendek agar dapat diselesaikan sebab jika tidak ditangani akan berdampak sistemik.

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah: pertama, bagaimanakah pengaturan pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek dalam sistim perbankan di Indonesia? kedua, bagaimanakah penanganan terhadap bank bermasalah

oleh Bank Indonesia melalui mekanisme pemberian kredit jangka pendek? Dan ketiga, apakah pertimbangan Bank Indonesia melakukan penanganan Bank Century

melalui pemberian kredit jangka pendek?

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu yuridis normatif yakni penelitian yang mengacu kepada norma-norma yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan. Bahan hukum primer yaitu UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia junto UU No.3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia junto UU No.6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas UU No.23 Tahun 1999 tentang BI Menjadi Undang-Undang.

Kesimpulan menunjukkan bahwa pengaturan pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek sesuai Pasal 11 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UU No.6 Tahun 2009 yang kemudian diatur PBI No.10/26/PBI/2008 dan PBI No.10/30/PBI/2008 tentang Perubahan atas PBI No.10/26/PBI/2008 tentang FPJP bagi Bank Umum serta SE No.10/39/DPM. FPJP diberikan oleh Bank Indonesia kepada bank untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek yang disebabkan oleh terjadinya arus dana masuk yang lebih kecil dibandingkan dengan arus dana keluar. Pemberian FPJP dijamin dengan agunan yang berkualitas tinggi dengan nilai agunan yang memadai. Penanganan ini dilakukan melalui keputusan KSSK yang tergabung di dalamnya pejabat Departemen Keuangan berkoordinasi dengan Bank Indonesia sebagai the lender of the last resort (LoLR) yakni sebagai lembaga pemberi pinjaman terakhir serta Lembaga Penjamin Simpanan sebagai lembaga independen yang berwenang melaksanakan program penjaminan terhadap simpanan nasabah bank yang gagal atau bermasalah dalam hal likuiditas. Pertimbangan Bank Indonesia dalam melakukan penanganan Bank Century melalui pemberian kredit jangka pendek mengedepankan keindependensian dan kompetensi BI sebagai otoritas moneter dan perbankan dalam mengambil keputusan melalui analisisnya sesuai dengan ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kata Kunci : Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek, Bank Bermasalah, Likuiditas, Bank Century, dan Bank Indonesia


(6)

ABSTRACT

Bank Indonesia as the central bank has the authority issued a policy in the short-term loans to rescue troubled banks. Bank Indonesia may provide funds to banks experiencing liquidity problems through the Short Term Funding Facility (FPJP) in the form of credit to cope with short-term financial problems to be resolved because if not addressed will affect systemic.

The problems discussed in this study were: first, how is the setting of short-term financing facility in the banking system in Indonesia? second, how is the handling of troubled banks by Bank Indonesia through the mechanism of short-term credit? and third, whether the consideration of Bank Indonesia have addressed the Century Bank through the provision of short-term credit?

The method used in this research that the normative juridical research that refers to the norms contained in the legislation and court decisions. Primary legal materials of Law No.23 of 1999 concerning Bank Indonesia junto Act No.3 of 2004 on Amendments to Law No.23 of 1999 concerning Bank Indonesia junto Act No.6 of 2009 on Stipulation of Government Regulation in Lieu of Law No. 2 2008 on the Second Amendment Act No.23 of 1999 on Bank Become Law.

The conclusion suggests that the regulation of short-term financing facility pursuant to Article 11 paragraph (1), subsection (2), and (3) of Act No.6 of 2009 which was then governed No.10/26/PBI/2008 PBI and PBI. 10/30/PBI/2008 on Amendments to PBI No.10/26/PBI/2008 about FPJP for Banks and SE No.10/39/DPM. FPJP provided by Bank Indonesia to the bank to overcome the short-term funding difficulties caused by the flow of funds into smaller compared with the flow of funds out. Giving FPJP secured by collateral of high quality with adequate collateral value. Handling is done through decisions incorporated in it KSSK Ministry of Finance officials in coordination with Bank Indonesia as the lender of last resort (LoLR) as a lending institution that is the last as well as LPS as an independent agency authorized to implement the guarantee program of bank customer deposits failed or problematic in terms of liquidity. Consideration of Bank Indonesia in the handling of Century Bank through the provision of short-term credit and prioritizing independent BI competency as monetary and banking authorities in decision making through analysis in accordance with the provisions of the laws and regulations applicable.

Keywords: Short Term Funding Facility, Troubled Banks, Liquidity, Century Bank, and Bank Indonesia


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karuniaNya, sehingga akhirnya Penulis dapat menyelesaikan Tesis yang berjudul “ANALISIS YURIDIS TERHADAP PEMBERIAN KREDIT JANGKA PENDEK MELALUI KEWENANGAN BANK INDONESIA TERHADAP

BANK-BANK BERMASALAH DALAM PEMBAYARAN KREDIT

(STUDI TERHADAP KASUS BANK CENTURY“.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Magister Ilmu Hukum, Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara di Medan. Penulisan tesis ini tidak akan mungkin selesai tanpa adanya arahan, bimbingan, bantuan maupun dukungan dari berbagai pihak, hingga akhirnya tesis ini dapat diselesaikan.

Untuk itu, pada kesempatan ini Penulis sampaikan penghargaan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat: Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH, Selaku Ketua Komisi Pembimbing, Prof. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum, selaku anggota Komisi Pembimbing, dan Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum, selaku anggota Komisi Pembimbing saya dan sekaligus juga Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Hukum Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara di Medan. Atas kesediaan bapak/ibu dalam memberikan bimbingan, arahan maupun petunjuk kepada Penulis, sejak awal penyusunan proposal penelitian sampai selesainya penulisan tesis ini.


(8)

Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu dosen penguji yang terhormat Dr. T. Keizerina Devi A, SH., CN., MHum dan Dr. Utary Maharani Barus, S.H., M.Hum,

Dalam kesempatan ini Penulis juga memberikan penghargaan dan mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada Ayahanda tersayang Drs, D.H Pasaribu dan Ibunda tercinta Rena Hutabarat, karena atas berkat doa, dorongan dan motivasi mereka, sehingga Penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

yang telah sangat banyak memberikan masukan, petunjuk dan arahan yang sangat berguna dalam menyempurnakan tesis ini, sejak tahap seminar proposal sampai selesainya penulisan tesis ini.

Selanjutnya ucapan terimakasih juga Penulis sampaikan kepada:

1. Bapak Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara di Medan Cq Asisten Pembinaan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara di Medan yang telah memberikan kesempatan kepada Penulis untuk mengikuti Program Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana di Universitas Sumatera Utara, Medan.

2. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc(CTM). Sp.A(K), selaku Rektor atas kesempatan menjadi mahasiswa pada Program Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Rahim Matondang , MSIE, selaku Direktur Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, Medan, Jajaran Asisten Direktur beserta seluruh staff, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada Penulis sehingga dapat menyelesaikan pendidikan ini.


(9)

4. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH, selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu

Hukum Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan

fasilitas yang diberikan kepada Penulis sehingga dapat menyelesaikan pendidikan ini.

5. Seluruh Guru Besar serta dosen dilingkungan Program Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara di Medan, atas jasa mereka yang telah mencurahkan ilmu pengetahuanya dan mendidik Penulis sehingga dapat menyelesaikan studi ini.

6. Para Pegawai/staff pada Program Magister Ilmu Hukum Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara di Medan, yang senantiasa memberikan bantuanya kepada Penulis selama masa perkuliahan.

7. Teman-teman kuliah di Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, terimakasih atas dukungan dan bantuan tulus yang tak terlupakan.

Akhirnya Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada segala pihak yang tidak dapat Penulis sebutkan satu-persatu, yang telah turut membantu dalam penyelesaian tesis ini semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, 11 Agustus 2011 Hormat Saya,


(10)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Andreas Dimpos Pasaribu

Tempat/Tgl. Lahir : Tanjung Morawa/08 Februari 1986 Agama : Kristen Protestan

Status : Lajang

Pendidikan : 1. SD Methodist I Hangtuah Medan Tahun 1998 2. SMP Methodist II Hangtuah Medan Tahun 2001 3. SMA Methodist I Hangtuah Medan Tahun 2004

4. S-1 Fakultas Hukum Universitas Medan Area Tahun 2009 5. S-2 Program Magister Pascasarjana Ilmu Hukum Fakultas


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... DAFTAR ISI ... vi

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Keaslian Penelitian ... 9

F. Kerangka Teori dan Landasan Konsepsional ... 10

1. Kerangka Teori... 10

2. Landasan Konsepsional ... 22

G. Metode Penelitian ... 25

1. Jenis dan Sifat Penelitian ... 26

2. Sumber Data ... 27

3. Teknik Pengumpulan Data ... 28

4. Analisis Data ... 28


(12)

BAB II : PENGATURAN PEMBERIAN FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK DALAM SISTIM PERBANKAN DI INDONESIA ... 30 A. Fasilitas Pinjaman Jangka Pendek dalam Sistim Perbankan di

Indonesia ... 30 1. Pengertian dan Dasar Hukum Fasilitas Pendanaan Jangka

Pendek ... 30 2. Tujuan Pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek oleh

Bank Indonesia ... 31 3. Syarat-Syarat Pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek 35 B. Perbedaan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek dengan

Pendanaan Lainnya ... 40 1. Perbedaan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek dengan

Fasilitas Likuiditas Intrahari ... 40 2. Perbedaan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek dengan

Blancket Guaranty ... 46 3. Perbedaan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek dengan

Bailout ... 48 4. Perbedaan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek dengan

Bantuan Likuiditas Bank Indonesia ... 53 C. Jaminan Dalam Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek ... 61 D. Hubungan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek dengan Lembaga


(13)

BAB III : PENANGANAN TERHADAP BANK BERMASALAH OLEH BI MELALUI MEKANISME PEMBERIAN KREDIT JANGKA

PENDEK ... 67

A. Bank Bermasalah dan Dampaknya Terhadap Perekonomian ... 67

1. Pengertian Bank Gagal ... 67

2. Dampaknya Terhadap Perekonomian ... 70

B. Peranan Bank Indonesia Terhadap Bank Bermasalah ... 74

C. Penanganan Bank Bermasalah Melalui Pemberian FPJP ... 80

BAB IV : PERTIMBANGAN BI MELAKUKAN PENANGANAN BANK CENTURY MELALUI PEMBERIAN KREDIT JANGKA PENDEK ... 86

A. Kronologis Penanganan Bank Century Melalui FPJP Hingga Dibentuknya Panitia Khusus ... 86

B. Pihak-pihak yang Berkepentingan dalam Penanganan Bank Century 95 1. Menteri Keuangan ... 95

2. Bank Indonesia Sebagai Otoritas Moneter ... 97

3. Komite Stabilitas Sistim Keuangan (KSSK)... 98

4. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) ... 100

5. Pemilik Bank ... 103

C. Skema Penanganan Bank Century Melalui Mekanisme Pemberian Kredit Jangka Pendek ... 105

1. Skema Status Bank Century ... 105

2. Skema Penyaluran Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) ... 108


(14)

D. Pertimbangan Bank Indonesia Melakukan Penanganan ... 113

1. Metode Analisis Bank Indonesia Terhadap Rasio-Rasio Keuangan Bank Century ... 113

2. Pertimbangan Stabilitas Moneter ... 120

3. Bank Cantury Berdampak Sistemik ... 124

E. Implikasi Penggunaan UU No.6 Tahun 2009 tentang BI dalam Kasus Bank Century ... 128

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 134

A. Kesimpulan ... 134

B. Saran ... 137


(15)

DAFTAR TABEL DAN SKEMA TABEL:

Tabel 1: Rasio Keuangan Bank Century Ketika Berganti Nama Menjadi Bank Mutiara ... 92 Tabel 2: Jumlah Tambahan Modal yang Disetorkan LPS Kepada Bank

Century ... 101 Tabel 3: Rasio Keuangan Bank Century per 31 Juli 2009 setelah ditangai LPS 103

SKEMA:

Skema 1: Status Bank Century ... 107 Skema 2: Aliran FPJP I dan II ke Bank Century ... 111 Skema 3: Aliran FPJP I dan II serta PMS ke Bank Century ... 112


(16)

ABSTRAK

Bank Indonesia sebagai bank sentral memiliki kewenangan mengeluarkan kebijaksanaan dalam pemberian kredit jangka pendek untuk menyelamatkan bank-bank bermasalah. Bank Indonesia dapat memberikan dana kepada bank yang mengalami kesulitan likuiditas melalui Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dalam bentuk kredit untuk mengatasi masalah keuangan jangka pendek agar dapat diselesaikan sebab jika tidak ditangani akan berdampak sistemik.

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah: pertama, bagaimanakah pengaturan pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek dalam sistim perbankan di Indonesia? kedua, bagaimanakah penanganan terhadap bank bermasalah

oleh Bank Indonesia melalui mekanisme pemberian kredit jangka pendek? Dan ketiga, apakah pertimbangan Bank Indonesia melakukan penanganan Bank Century

melalui pemberian kredit jangka pendek?

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu yuridis normatif yakni penelitian yang mengacu kepada norma-norma yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan. Bahan hukum primer yaitu UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia junto UU No.3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia junto UU No.6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas UU No.23 Tahun 1999 tentang BI Menjadi Undang-Undang.

Kesimpulan menunjukkan bahwa pengaturan pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek sesuai Pasal 11 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UU No.6 Tahun 2009 yang kemudian diatur PBI No.10/26/PBI/2008 dan PBI No.10/30/PBI/2008 tentang Perubahan atas PBI No.10/26/PBI/2008 tentang FPJP bagi Bank Umum serta SE No.10/39/DPM. FPJP diberikan oleh Bank Indonesia kepada bank untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek yang disebabkan oleh terjadinya arus dana masuk yang lebih kecil dibandingkan dengan arus dana keluar. Pemberian FPJP dijamin dengan agunan yang berkualitas tinggi dengan nilai agunan yang memadai. Penanganan ini dilakukan melalui keputusan KSSK yang tergabung di dalamnya pejabat Departemen Keuangan berkoordinasi dengan Bank Indonesia sebagai the lender of the last resort (LoLR) yakni sebagai lembaga pemberi pinjaman terakhir serta Lembaga Penjamin Simpanan sebagai lembaga independen yang berwenang melaksanakan program penjaminan terhadap simpanan nasabah bank yang gagal atau bermasalah dalam hal likuiditas. Pertimbangan Bank Indonesia dalam melakukan penanganan Bank Century melalui pemberian kredit jangka pendek mengedepankan keindependensian dan kompetensi BI sebagai otoritas moneter dan perbankan dalam mengambil keputusan melalui analisisnya sesuai dengan ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kata Kunci : Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek, Bank Bermasalah, Likuiditas, Bank Century, dan Bank Indonesia


(17)

ABSTRACT

Bank Indonesia as the central bank has the authority issued a policy in the short-term loans to rescue troubled banks. Bank Indonesia may provide funds to banks experiencing liquidity problems through the Short Term Funding Facility (FPJP) in the form of credit to cope with short-term financial problems to be resolved because if not addressed will affect systemic.

The problems discussed in this study were: first, how is the setting of short-term financing facility in the banking system in Indonesia? second, how is the handling of troubled banks by Bank Indonesia through the mechanism of short-term credit? and third, whether the consideration of Bank Indonesia have addressed the Century Bank through the provision of short-term credit?

The method used in this research that the normative juridical research that refers to the norms contained in the legislation and court decisions. Primary legal materials of Law No.23 of 1999 concerning Bank Indonesia junto Act No.3 of 2004 on Amendments to Law No.23 of 1999 concerning Bank Indonesia junto Act No.6 of 2009 on Stipulation of Government Regulation in Lieu of Law No. 2 2008 on the Second Amendment Act No.23 of 1999 on Bank Become Law.

The conclusion suggests that the regulation of short-term financing facility pursuant to Article 11 paragraph (1), subsection (2), and (3) of Act No.6 of 2009 which was then governed No.10/26/PBI/2008 PBI and PBI. 10/30/PBI/2008 on Amendments to PBI No.10/26/PBI/2008 about FPJP for Banks and SE No.10/39/DPM. FPJP provided by Bank Indonesia to the bank to overcome the short-term funding difficulties caused by the flow of funds into smaller compared with the flow of funds out. Giving FPJP secured by collateral of high quality with adequate collateral value. Handling is done through decisions incorporated in it KSSK Ministry of Finance officials in coordination with Bank Indonesia as the lender of last resort (LoLR) as a lending institution that is the last as well as LPS as an independent agency authorized to implement the guarantee program of bank customer deposits failed or problematic in terms of liquidity. Consideration of Bank Indonesia in the handling of Century Bank through the provision of short-term credit and prioritizing independent BI competency as monetary and banking authorities in decision making through analysis in accordance with the provisions of the laws and regulations applicable.

Keywords: Short Term Funding Facility, Troubled Banks, Liquidity, Century Bank, and Bank Indonesia


(18)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peningkatan risiko resesi ekonomi pada perekonomian Amerika Serikat terjadi pada tahun 2007 ditandai dengan tumbangnya perusahaan-perusahaan keuangan besar seperti Lehman Brothers Holdings Inc yang dinyatakan bangkrut dan beberapa perusahaan lainnya (Lehman Merrill Lynch, American International Group) mengalami kesulitan likuiditas, sehingga di akhir tahun 2007, diskusi tentang instabilitas finansial pun menghangat. Penyebabnya adalah terjadinya krisis di pasar finansial Amerika Serikat yang bersumber dari masalah kredit perumahan berkualitas rendah (subprime mortgage). Pengaruhnya dapat menimbulkan terganggunya sistim perekonomian di pasar global.1

Krisis di pasar finansial tersebut berdampak pada dunia perbankan Amerika Serikat di tahun 2008. Pemerintah Amerika Serikat melakukan bailout

2

1

A. Prasetyantoko, Bencana Financial, Stabilitas Sebagai Barang Publik, (Jakarta: Kompas 2008), hal. 11-12. Instabilitas finansial adalah istilah yang digunakan dalam hal perubahan drastis harga-harga aset-aset produk finansial seperti: saham, obligasi, mortgage, futures, dan berbagai bentuk surat berharga dan produk derivatif (produk turunan) lainnya.

terhadap Citigroup sebagai salah satu bank terbesar di Amerika Serikat. Hal ini tentu sangat erat kaitannya dengan eksistensi Bank Sentral di Amerika Serikat pada waktu itu,

2

Bambang Soesatyo, Skandal Gila Bank Century, Mengungkap Yang Tak Terungkap Skandal

Keuangan Terbesar Pasca Reformasi, (Jakarta: Ufuk Publishing House, 2010), hal. 106. Bailout

adalah suatu istilah ekonomi dan keuangan yang khusus digunakan untuk menjelaskan situasi dimana sebuah entitas yang bangkrut atau hampir bangkrut, seperti perusahaan atau sebuah bank diberikan suatu injeksi dana segar yang likuid, dalam rangka untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya.


(19)

yaitu Federal Reserve Bank. Pemerintah meminta pertanggungjawaban Gubernur Bank Sentral Negara (Federal Reserve Bank), Alan Greenspan, untuk menjelaskan posisinya dalam mengambil kebijaksanaannya yang menimbulkan krisis ekonomi global tahun 2008 tersebut.3

Kerugian pada sejumlah lembaga finansial besar yang tercatat di pasar modal, mengubah krisis sektor perumahan menjalar menjadi sentimen negatif terhadap industri pasar modal finansial. Kecemasan pun terus menjalar, terkait penurunan daya serap pasar terbesar Amerika Serikat. Akibat pelemahan ekonomi yang bersumber dari AS tersebut, sentimen buruk terus menular ke belahan dunia lainnya.4

Hal tersebut secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi stabillitas sistem finansial di Indonesia. Pengaruhnya adalah munculnya keraguan masyarakat

3

Sawidji Widoatmodjo, Mencari Kebenaran Objektif Dampak Sistemik Bank Century, Kajian

Teoritis dan Empiris, (Jakarta: Alex Media Komputindo, 2010), hal. 1-2. Permasalahannya adalah

ketika penerus pimpinan Federal Reserve Bank (penerus Greenspan), yaitu Ben Bernanke, menaikkan suku bunga dengan tujuan untuk memerangi inflasi pada waktu itu. Akibatnya para pengambil KPR tidak sanggup membayar bunga KPR atau dengan kata lain mengalami kredit macet (kredit bermasalah). Oleh karena KPR macet, maka sekuritas beragun KPR tersebut ikut macet juga, sehingga muncullah krisis di Amerika Serikat dan berpengaruh terhadap global dimana pembayaran KPR beserta sekuritas turunannya macet, harga rumah ambruk, para investor sekuritas beragun KPR di seluruh penjuru dunia merugi. Ambruknya harga sekuritas beragun KPR yang disebut suprime

mortage tersebut diikuti dengan ambruknya harga-harga saham di bursa-bursa utama dunia. Akhirnya

krisis ekonomi global pun terjadi dan mantan Gubernur Federal Reserve Bank (Alan Greenspan) yang telah memimpin bank sentral selama 20 (dua puluh tahun) dipersalahkan oleh panel karena kebijaksanaannya merendahkan suku bunga telah menyebabkan kredit rumah dengan suku bunga yang rendah, tentu banyak konsumen rumah yang berminat mengambil kredit untuk membeli rumah. Karena Kredit Pemilikan Rumah (KPR) tersebut telah dijadikan sekuritas beragun KPR menjadi produk derivatif dan dijual kepada konsumen yang kemudian menjualnya kembali kepada investornya, maka imbal hasil yang ditawarkan semakin tinggi paling tidak lebih tinggi jika dibandingkan dengan suku bunga KPR awal. Apalagi derivasi tersebut terjadi berulang-ulang, maka imbal hasil yang harus ditawarkan penerbit sekuritas beragun KPR tersebut semakin tinggi.

4

Nia Avenasari., Pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) Dalam Mengatasi

Krisis Perbankan (Studi Perbandingan Pemberian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia-BLBI), Tesis,

(Medan: Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2010), hal. 3.


(20)

terhadap lembaga perbankan yang ditandai dengan meningkatnya kepanikan masyarakat dalam menyikapi krisis, walaupun krisis dimaksud belum secara langsung berdampak pada sektor perbankan dan pasar modal di Indonesia.5

Mantan Gubernur Bank Indonesia, Boediono, dipersalahkan karena mengambil kebijaksanaan dalam menyelamatkan Bank Century dengan tujuan untuk menghindarkan ekonomi Indonesia dari dampak krisis ekonomi global tahun 2008.

6

Bank Century bermasalah dari segi permodalan dan aliran dana (cash flow).7 Bank Century mengalami kesulitan likuiditas ketika krisis ekonomi global sedang berlangsung hingga Bank Century diberikan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) oleh Bank Indonesia (selanjutnya ditulis BI).8

Kesulitan likuiditas tidak menutup kemungkinan terjadi pada bank-bank lain di Indonesia sebagai akibat rumor negatif yang sudah beredar di masayarakat. Kesulitan likuiditas menyebabkan bank-bank akan bermasalah misalnya kalah kliring atau tidak bisa membayar dana nasabah yang dapat mengakibatkan dampak terjadinya rush yaitu penarikan dana besar-besaran oleh para nasabah bank yang

5

http://www.scribd.com/doc/9789796/Membendung-Badai-Krisis-Finansial, diakses tanggal 15 Maret 2011. Pada tahun 2008, terjadi penurunan saham di BEI yang tidak dapat diprediksi sebab inflasi sudah menyentuh 12,14%, BI rate (suku bunga) hanya mencapai 9,5% dan IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) anjlok sampai 10,38% menuju titik 1.451,67. Situasi di tahun 2008, intervensi dan koordinasi dari Pemerintah dan BI harus diperkuat agar pelaku pasar tidak panik. Menyusul anjoknya IHSG sebesar 10,38%, penutupan sementara transaksi di BEI pada 8 Oktober 2008 merupakan langkah strategis untuk menghindari kepanikan investor.

6

http://www.rakyatmerdeka.co.id/news.php?id=15497, diakses terakhir tanggal 21 Januari 2011.

7

Aloysius Soni BL de Rosari, Skandal Bank Century, (Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2010), hal. 123.

8


(21)

bersangkutan.9

Penanganan bank-bank bermasalah melalui kewenangan BI, didasarkan kepada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang

BI sebagai bank sentral memiliki kewenangan mengeluarkan kebijaksanaan dalam pemberian kredit jangka pendek untuk menyelamatkan bank-bank bermasalah.

10

BI sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang11 Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang BI. Terakhir pada tanggal 13 Januari 2009, diundangkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang12 Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang13

9

http://mahriza.wordpress.com/2010/03/04/skandal-bank-century-mengapa-menimbulkan-banyak-keresahan-dan-kemarahan/, diakses tanggal 3 Januari 2011.

Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang BI Menjadi Undang-Undang (selanjutnya ditulis UUBI). Pasal 11 ayat (1) UU BI, ditentukan bahwa BI dapat memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah untuk jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari kepada bank untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek bank yang bersangkutan.

10

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3843.

11

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Pertama atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4357.

12

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia Menjadi Undang-Undang, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 7, dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4962.

13

Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 142, dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomoe 4901.


(22)

Diundangkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 sehubungan dengan suntikan dana atau lebih tepatnya disebut dengan pemberian FPJP dalam bentuk kredit jangka pendek terhadap bank-bank bermasalah. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 mengatur lebih spesifik mengenai kriteria agunan yang dijaminkan oleh bank untuk memperoleh kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dari BI.

Ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 terdapat pengaturan mengenai kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dari BI kepada bank-bank yang bermasalah dalam hal kesulitan likuiditas sebelum dilakukan bailout. Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang BI menjadi undang-undang merupakan langkah tepat untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap dunia perbankan, khususnya dalam hal mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek bagi bank-bank bermasalah.

Kebangkrutan bank adalah fenomena yang notabene disebabkan oleh kegagalan bisnis akibat tidak terpenuhi keinginan konsumen dalam mekanisme pasar, oleh sebab itu harus dihindari dan diselesaikan melalui pemberian dana dalam bentuk kredit jangka pendek.14

14

Bambang Soesatyo, Op. cit., hal. 107.

Bank bermasalah atau mengalami kesulitan likuditas dapat dicontohkan yaitu apabila suatu bank yang mengalami Capital Adequacy Ratio


(23)

(CAR) negatif atau turun misalnya rasio kecukupan modal atau Capital Adequacy

Ratio (CAR) merosot penuh minus 3% menjadi 35%.15

Kesulitan likuiditas digambarkan adalah suatu kesulitan entitas atau suatu bank yang tidak mampu memenuhi seluruh kewajibannya yang harus dilunasi dalam waktu singkat sehingga mengalami kesulitan dana likuid namun memiliki asset yang cukup. BI dapat memberikan dana kepada bank yang mengalami kesulitan likuiditas melalui FPJP dalam bentuk kredit untuk mengatasi masalah keuangan jangka pendek agar dapat diselesaikan.16

Ketentuan mengenai FPJP diatur dalam PBI No.10/26/PBI/2008 tanggal 30 Oktober 2008 yang kemudian disempurnakan melalui PBI No.10/30/PBI/2008 tanggal 14 November 2008 tentang Perubahan atas PBI No.10/26/PBI/2008. FPJP diberikan oleh BI sebagai upaya untuk mengurangi dampak bahaya krisis global khususnya yang mengancam stabilitas sistem keuangan dalam industri perbankan. FPJP merupakan bagian integral dari Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) yang diperlukan dalam rangka memelihara stabilitas keuangan.

FPJP pada dasarnya merupakan tindakan antisipatif melalui Menteri Keuangan dan Gubernur BI yang tergabung dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). FPJP diberikan bagi bank untuk mengatasi kesulitan keuangan atau kesulitan likuiditas (mismatch) agar dapat memenuhi kewajiban Giro Wajib

15

Steve Susanto, Menyibak Tabir Bank Century, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2010), hal. 49.

16

Herdi Sahrasad, Century Gate, Refleksi Ekonomi-Politik Skandal Bank Century, (Jakarta: Tim Penyusun Kerja Sama Antara Freedom Foundation, Yayasan Indonesia Baru, dan Lingkar Studi Islam dan Kebudayaan, 2009), hal. 151.


(24)

Minimum (GWM) yang diatur dalam PBI No. 10/19/PBI/2008 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada BI Dalam Rupiah Dan Valuta Asing, yang menentukan bahwa GWM harus dipenuhi setiap bank sebesar 7,5% dari dana pihak ketiga.17

Tingginya intensitas rumor negatif yang beredar di masyarakat, diperparah dengan kondisi perbankan yang sedang mengalami kesulitan likuiditas antar bank hingga menyebabkan gagal kliring, maka bank yang mengalami gagal kliring tersebut dapat diambil alih oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan dimusyawarahkan terlebih dahulu melalui rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Apabila hasil rapat komite mengatakan bahwa bank tersebut berdampak sistemik jika tidak ditangani, langkah BI adalah memberikan Fasilitas Likuiditas Intrahari (FLI) namun apabila tidak dapat juga melunasi nilai FLI sampai dengan batas waktu pelunasan yang ditetapkan, maka terhadap nilai FLI yang tidak dilunasi tersebut oleh BI dapat mengeluarkan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP), jika tidak dapat melunasi FPJP dalam jangka waktu yang ditetapkan, bank bersangkutan dinyatakan sebagai bank gagal dan selanjutnya KSSK menyerahkan penanganan bank tersebut kepada LPS.

18

Pemberian kredit jangka pendek melalui Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dapat dilakukan oleh BI dengan pertimbangan sebagai alternatif terakhir bahwa suatu bank telah mengalami kesulitan likuiditas atau kesulitan keuangan yang

17

HLB Hadori, Studi Keuangan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia, (Jakarta: Bank Indonesia, 2002), hal. 7. Bank Century merupakan bank pertama penerima akses FPJP.

18

Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan, Kebijakan Moneter dan Perbankan, (Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2005), hal. 206-207.


(25)

berdampak sistemik dan berpotensi mengakibatkan krisis yang membahayakan sistem keuangan, maka BI dapat memberikan fasilitas pembiayaan darurat yang pendanaannya menjadi beban Pemerintah. Uraian di atas, penting dilakukan penelitian tentang ”Analisis Yuridis Terhadap Pemberian Kredit Jangka Pendek Melalui Kewenangan BI Terhadap Bank-Bank Bermasalah Dalam Pembayaran Kredit” sebagai judul dalam penelitian ini.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, ditemukan permasalahn dalam penelitian ini. Permasalahan dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pengaturan pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek dalam sistim perbankan di Indonesia?

2. Bagaimanakah penanganan terhadap bank bermasalah oleh BI melalui mekanisme pemberian kredit jangka pendek?

3. Apakah pertimbangan BI melakukan penanganan Bank Century melalui pemberian kredit jangka pendek?

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui dan mendalami mengenai pengaturan pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek dalam sistim perbankan di Indonesia.


(26)

2. Untuk mengetahui dan mendalami penanganan terhadap bank bermasalah oleh BI melalui mekanisme pemberian kredit jangka pendek.

3. Untuk mengetahui dan menganalisis pertimbangan BI melakukan penanganan Bank Century melalui pemberian kredit jangka pendek.

D. Manfaat Penelitian

Sedangkan manfaat dalam penelitian ini, dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) bagian yaitu secara teoritis dan praktis sebagai berikut:

1. Manfaat secara teoritis. Manfaat secara teoritis adalah sebagai bahan kajian penelitian lebih lanjut bagi para akademisi maupun masyarakat pada umumnya dan bermanfaat menambah khasanah ilmu hukum perbankan khususnya mengenai penanganan bank bermasalah melalui pemberian kredit jangka pendek.

2. Manfaat secara praktis. Manfaat secara praktis adalah sebagai kontribusi bagi lembaga-lembaga keuangan, bank-bank, dan BI serta Pemerintah dalam kajian mengenai kebijakan-kebijakan perbankan.

E. Keaslian Penelitian

Untuk menghindari terjadinya duplikasi penelitian terhadap masalah yang sama dengan penelitian ini, maka dilakukan pemeriksaan terhadap judul dan permasalahan tesis-tesis di Perpustakaan Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Berdasarkan hasil pemeriksaan


(27)

ditemukan judul tesis tentang “Pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) Dalam Mengatasi Krisis Perbankan (Studi Perbandingan Pemberian Bantuan Likuiditas BI-BLBI)” atas nama Nia Avenasari, NIM: 077005085, fokus permasalahannya yakni mekanisme bank yang dikategorikan dalam masalah likuiditas, persyaratan pemberian BLBI dan FPJP, dan hubungan BI dengan pemerintah dalam hal pemberian bantuan likuiditas.

Perbedaannya bahwa penelitian ini difokuskan kepada pengaturan pemberian kredit jangka pendek dalam sistim perbankan, penanganan Bank Century oleh BI melalui pemberian kredit jangka pendek, dan membahas faktor-faktor pertimbangan BI memberikan kredit jangka pendek kepada bank. Berdasarkan perbedaan perumusan masalah antara kedua penelitian di atas, maka penelitian ini dapat dikatakan memiliki keaslian, dan jauh dari unsur plagiat serta sesuai dengan asas-asas keilmuan yang harus dijunjung tinggi yaitu kejujuran, rasional, objektif, dan terbuka sesuai dengan implikasi etis dari proses menemukan kebenaran ilmiah.

F. Kerangka Teori dan Landasan Konsepsional 1. Kerangka Teori

Diawali dari abad XIX, manusia semakin sadar akan kemampuannya untuk mengubah keadaan dalam segala bidang.19

19

http://tubiwityu.typepad.com/blog/2010/02/teori-hukum.html, diakses tanggal 17Maret 2011.

Muncul berbagai teori pada abad XIX yang banyak memberikan kontribusi dalam ilmu hukum. Penganut positivisme


(28)

berpandangan bahwa teori hukum merupakan kelanjutan dari usaha untuk mempelajari hukum positif. Para penganut positivisme menggunakan hukum positif sebagai bahan kajian dengan telaah filosofis sebagai salah satu sarana bantuan untuk menjelaskan tentang hukum. Penganut paham positivisme ini antara lain adalah H.L.A Hart, John Austin, Jeremy Bentham, Rudolph von Jhering, dan John Stuart Mill.

Jeremy Bentham, Rudolph von Jhering, dan John Stuart Mill adalah para penganut teori positivisme yang utilitarian (utilitarianisme). Prinsip utilitarian menyatakan bahwa: ”An action is right from an ethical point of view if and only if the sum total of utilities produceed by that act is greater than the sum total of utilities

produced by any other act the agent could have performed in its place.”20

Rudolph von Jhering sering disebut sebagai “social utilitarianism”. Rudolph von Jhering mengembangkan segi-segi positivisme dari John Austin dan menggabungkannya dengan prinsip-prinsip utilitarianisme dari Jeremy Bentham dan John Stuart Mill. Rudolph von Jhering memusatkan perhatian filsafat hukumnya kepada konsep tentang “tujuan”, seperti dikatakannya bahwa tujuan hukum merupakan tujuan dari penciptanya, tidak ada suatu peraturan hukum yang tidak (Terjemahan bebas: Suatu tindakan dianggap benar dari sudut pandang etis jika dan hanya jika jumlah total utilitas yang dihasilkan dari tindakan tersebut lebih besar dari jumlah utilitas total yang dihasilkan oleh tindakan lain yang dilakukan).

20

Manuel G. Velasquez, Business Ethics: Concepts and Cares, Fifth Edition, (New Jersey: Pearson Education Inc, 2002), hal. 76.


(29)

memiliki asal-usulnya pada tujuan dari pencipta, yaitu pada motif yang praktis. Menurutnya hukum dibuat dengan sengaja oleh manusia untuk mencapai hasil-hasil tertentu yang diinginkan. Rudolph von Jhering mengakui bahwa hukum itu mengalami suatu perkembangan sejarah, tetapi menolak pendapat para teoritisi aliran sejarah, bahwa hukum itu tidak lain merupakan hasil dari kekuatan-kekuatan historis murni yang tidak direncanakan dan tidak disadari. Hukum terutama dibuat dengan penuh kesadaran oleh negara dan ditujukan kepada tujuan tertentu.21

John Stuart Mill berpendapat hampir sama dengan Jeremy Bentham, yaitu bahwa tindakan itu hendaklah ditujukan kepada tercapainya kebahagiaan. Standar keadilan hendaknya didasarkan kepada kegunaannya. Pandangan Rudolph von Jhering dikritik oleh Jeremy Bentham dan John Stuart Mill, mereka berpandangan bahwa “asal usul kesadaran akan keadilan itu tidak ditemukan pada kegunaan, melainkan pada dua sentimen, yaitu rangsangan untuk mempertahankan diri dan perasaan simpati”. Menurut John Stuart Mill, keadilan bersumber pada naluri manusia untuk menolak dan membalas kerusakan yang diderita, baik oleh diri sendiri, maupun oleh siapa saja yang mendapatkan simpati itu. Perasaan keadilan akan memberontak terhadap kerusakan, penderitaan, tidak hanya atas dasar kepentingan individual, melainkan lebih luas dari itu, sampai kepada orang-orang lain yang disamakan dengan diri sendiri. Hakikat keadilan sebenarnya, mencakup semua persyaratan moral yang sangat hakiki bagi kesejahteraan umat manusia.22

21

Ibid., hal. 70.

22


(30)

Teori utilitarisme yang terkenal, pertama kalinya dikembangkan oleh Jeremy Bentham (1748-1832) dalam karya tulisannya berjudul “An Introduction to the Principles of Morals and Legislation” menjelaskan bahwa suatu kebijaksanaan atau tindakan dinilai baik secara moral kalau hanya mendatangkan manfaat bagi orang sebanyak mungkin. Postulat dari Bentham yang selalu dikenang, yakni bahwa mereka diharapkan mampu memaksimalkan kebahagiaan terbesar bagi sebanyak mungkin orang.23

Utilitarisme menekankan pentingnya konsekuensi perbuatan dalam menilai baik atau buruk. Kualitas moral suatu perbuatan dikatakan baik atau buruk bergantung pada konsekuensi atau akibat yang dibawakan olehnya.

24

Postulat Bentham yang terkenal adalah “the greatest good for the greatest number” artinya jika suatu perbuatan mengakibatkan manfaat paling besar, paling memajukan kemakmuran, kesejahteraan dan kebahagiaan masyarakat, maka perbuatan itu adalah baik. Postulat Bentham di atas dapat dipahami sebaliknya, jika perbuatan membawa lebih banyak kerugian dari pada manfaat, perbuatan itu harus dinilai buruk.25

Utilitarian Bentham memusatkan pandangannya tentang kebahagiaan. Ada tiga karakteristik utama dari basis filsafat moral dan politik Bentham: the greatest happiness principle, universal egoism, dan the artificial identification of one’s

23

Ian Saphiro, Asas Moral Dalam Politik, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia bekerja sama dengan Kedutaan Besar Amerika Serikat dan Freedom Institute, 2006), hal. 13. Karyanya Jeremy Bentham Introduction to the Principles of Morals and Legislation, pertama kali diterbitkan tahun 1789 adalah karya klasik yang menjadi rujukan (locus classicus) tradisi utilitarian. Utilitarisme berasal dari kata Latin “utilis” yang berarti “manfaat”.

24

A. Sonny Keraf, Etika Bisnis Tuntutan dan Relevansinya, (Yogyakarta: Kanisius, 1998), hal. 93-94.

25


(31)

interests with those of others. Semua karakteristik ini disebutkan dalam karya-karyanya, terutama dalam Introduction to the Principles of Morals and Legislation, dimana Bentham berfokus pada pengartikulasian prinsip rasional yang akan menunjukkan sebuah basis dan petunjuk untuk reformasi hukum, sosial dan moral.

Filsafat moral Bentham merefleksikan apa yang disebutnya dengan “the greatest happiness principle” atau “prinsip utilitas”. Meskipun Bentham berhubungan dengan prinsip ini, namun teorinya itu tidak hanya mengacu pada kegunaan benda-benda atau tindakan, tetapi lebih jauh lagi pada benda atau tindakan yang membawa kebahagiaan umum. Khususnya kewajiban moral yang menghasilkan the greatest amount of happiness for the greatest number of people, kebahagiaan yang ditentukan dengan adanya kenikmatan dan hilangnya kesakitan atau penderitaan.

Bentham menulis, “By the principle of utility is meant that principle which approves or disapproves of every action whatsoever, according to the tendency which it appears to have to augment or diminish the happiness of the party whose interest is in question: or, what is the same thing in other words, to promote or to oppose that happiness?”, artinya (terjemahan bebas: dengan prinsip utilitas berarti bahwa prinsip yang menyetujui atau tidak menyetujui setiap tindakan apapun, sesuai dengan kecenderungan yang tampaknya harus menambah atau mengurangi kebahagiaan


(32)

pihak lain, namun pertanyaan selanjutnya adalah apa hal yang sama dengan itu untuk mempromosikan atau untuk menentang kebahagiaan?26

Berdasarkan tulisan Bentham di atas menunjukkan bahwa hal ini berlaku untuk “setiap tindakan secara keseluruhan” yang tidak memaksimalkan the greatest happiness (seperti pengorbanan yang menyebabkan kesengsaraan) secara moral adalah tindakan yang salah (tidak seperti usaha pengartikulasian pada hedonisme universal, pendekatan Benthamis lebih naturalistik).

Filsafat moral Bentham, secara jelas merefleksikan pandangan psikologis bahwa motivator utama dalam diri manusia adalah kenikmatan dan kesengsaraan. Bentham menerima bahwa versinya dari prinsip utilitarian adalah sesuatu yang tidak memasukkan bukti langsung, tetapi Bentham mencatat bahwa hal tersbut bukanlah sebuah masalah sebagaimana prinsip penjelasan yang tidak menunjukkan penjelasan apapun dan semua penjelaan harus dimulai pada suatu tempat. Karena itulah tidak menjelaskan mengapa kebahagiaan lain atau kebahagiaan umum harus dihitung. Dorongan teori Bentham karena pertanyaan yang sering muncul dibenaknya yaitu, mengapa kita harus peduli dengan kebahagiaan orang lain?.

Bentham memandang moral harus dikedepankan. Moral biasanya mengacu pada baik-buruknya manusia sebagai manusia. Moralisme hukum paling baik dipahami sebagai pola alami institusional, yakni pola dari upaya untuk membuat nilai-nilai menjadi efektif untuk memberikan arahan bagi tingkah laku manusia. Moral dilegalisasi ketika ideal-ideal kebudayaan diidentikkan dengan suatu gambaran

26


(33)

pasti mengenai tatanan sosial. Sehingga moralisme hukum bergerak ke arah hukum punitif, yakni dengan memasukkan suatu kecendrungan untuk memberi sanksi ke dalam proses hukum.27

Sehubungan dengan teori Bentham di atas, dalam melihat keadilan, John Rawls mengatakan:28

Keadilan tidak membiarkan pengorbanan yang dipaksakan pada segelintir orang diperberat oleh sebahagian besar keuntungan yang dinikmati banyak orang sebab, dalam masyarakat yang adil kebebasan warga negara dianggap mapan hak-hak yang dijamin oleh keadilan tidak tunduk pada tawar-menawar politik atau kalkulasi kepentingan sosial. Satu-satunya hal yang mengijinkan kita menerima teori yang salah adalah karena tidak tidak adanya teori yang lebih baik, secara analogis, ketidakadilan bisa dibiarkan hanya ketika ia butuh menghindari ketidakadilan yang lebih besar. Sebagai kebijakan utama umat manusia, kebenaran dan keadilan tidak bisa diganggu gugat.

Menurut Teori John Rawls di atas, keadilan adalah kebijakan utama dalam institusi sosial, sebagaimana kebenaran dalam sistim pemikiran. Suatu teori betapapun elegan dan ekenomisnya, harus ditolak atau direvisi jika teori itu tidak benar. Demikian juga hukum dan institusi, tidak peduli betapapun efisien dan rapinya, harus direformasi atau dihapuskan jika teori itu dianggap tidak adil. Setiap orang memiliki kehormatan yang berdasar pada keadilan sehingga seluruh masyarakat sekalipun tidak bisa membatalkannya. Atas dasar ini keadilan menolak

27

Rafael Edy Bosco, Hukum Responsif Pilihan di Masa Kini, (Jakarta: Perkumpulan untuk Pembaharuan Hukum Berbasis Masyarakat dan Ekologis-Hu Ma), hal. 39.

28

John Rawls, diterjemahkan oleh: Uzair Fauzan dan Heru Prasetyo, A Theory of Justice:


(34)

jika lenyapnya kebebasan bagi sejumlah orang dapat dibenarkan oleh hal lebih besar yang didapatkan orang lain.29

John Rawls dalam mengungkapkan teori keadilan, bersandarkan kepada teori-teori kemanfaatan dimana semua orang bebas menggunakan prinsip-prinsip keadilan yang disebutnya dengan full theory of the good. Teori keadilan dipandang oleh John Rawls dari sudut manfaat lebih menekankan kepada hal-hal yang rasionalitas dengan menitikberatkan pada ”keadilan sebagai fairness” artinya konsep hak adalah paling tertinggi dan harus lebih didahulukan daripada konsep tentang manfaat. John Rawls pun memadukan kedua konsep ini dengan menyesuaikan antara keadilan dan kemanfaatan yang disebutnya sebagai “kongruensi”.30

Budaya hukum (legal culture) tidak hanya memandang hukum an sich atau hukum adalah hukum. Pandangan hukum an sich dalam konteks pranata hukum yang didasarkan pada teori hukum untuk mencari pranata hukum yang tepat dan efektif. Agar hukum yang menanggulangi masalah hukum menjadi bermakna, maka pranata hukum harus dimuat unsur moral. Sebab, hukum yang bermuatan moral sesuai dengan rasa keadilan. Hal ini sejalan dengan tujuan teori keadilan yang diungkapkan John Rawls dengan cara memasukkan moral ke dalam struktur hukum dalam mencapai keadilan.

Berdasarkan teori-teori Bentham dan teori John Rawls di atas, dapat memberi pemahaman bahwa sesuatu adalah baik jika membawa manfaat, tetapi manfaat itu

29

Ibid., hal. 3-4.

30


(35)

harus menyangkut bukan saja satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan yang harus dipertimbangkan sebagai manfaat rasional. Oleh sebab itu, utilitarianism tidak boleh dimengerti dengan cara egoistis. Konsep pemikiran utilitarisme (utilitarianism) untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan adalah kebahagiaan terbesar dari jumlah orang terbesar. Perbuatan yang mengakibatkan paling banyak orang merasa senang dan puas adalah perbuatan yang terbaik.31

Dunia perbankan menyangkut anasir-anasir kepentingan umum dalam arti pihak-pihak tertentu tidak diperkenankan untuk mendahulukan kepentingan pribadi karena terkait adanya hak-hak bersifat umum di dalamnya. Teori menyangkut kepentingan umum berpandangan, bahwa orang tidak boleh menyimpang dari hal-hal yang umum atau pendapat umum. Pendapat umum dimaksud adalah doktrin-doktrin dari para ahli hukum (communis opinio doctorum) melainkan juga harus melibatkan pendapat selain pendapat para ahli hukum misalnya ahli perbankan dan masyarakat. Hal ini dimaksudkan dalam pembentukan pengaturan perbankan di Indonesia untuk melindungi kepentingan-kepentingan umum.

Hal ini dapat dipahami dari alasan diberikannya bantuan likuiditas pada bank-bank yang masih mungkin diselamatkan misalnya melalui pemberian dana jangka pendek untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan di samping membentuk Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk menjamin simpanan nasabah.

32

31

K. Bertens, Pengantar Etika Bisnis, (Yogyakarta: Kanisius, 2000), hal. 66.

32

Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan Di Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006), hal. 16.


(36)

Teori-teori utilitarianisme mengedepankan kepentingan umum yang dalam hal ini difokuskan kepada peran Bank Inodneisa (selanjutnya ditulis BI) mengemban berbagai kepentingan umum yakni kepentingan masyarakat (nasabah) pada bank-bank yang berada di bawah pengawasan BI. Bank-bank-bank di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1972 jo Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Kegiatan perbankan diawasi dan dikontrol oleh BI melalui regulasi yang dikeluarkan oleh BI dimana BI berkedudukan sebagai bank sentral.33 Bank sentrak bertujuan untuk menjamin keberhasilan dalam memelihara stabilitas nilai mata uang negara dengan negara lain. Bank sentral yang memiliki kedudukan yang independen.34

Dasar hukum BI adalah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang BI (UU No.23 Tahun 1999) yang diundangkan pada tanggal 17 Mei 1999, kemudian pada tanggal 15 Januari 2004 ditetapkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang BI sebagai perubahan pertama atas UU No.23 Tahun 1999. Pada tanggal 13 Januari 2009, Pemerintah Republik Indonesia mengundangkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang BI Menjadi Undang-Undang (UUBI).

33

Geoffrey P. Miller, “An Interest-Group Theory of Central Bank Independence, Journal of

Legal Studies, Vol. XXVII, Tahun 1998, hal. 449.

34

Rosa Maria Lastra and Geoffrey P. Miller, Central Bank Independence in Ordinary and Extraordinary Times dalam Jan Kleinman (ed), Central Bank Independence, The Economic

Foundations, the Constitutional Implications and Democratic Accoutability, (Kluwer: International,

2001), hal. 40. lihat juga: Agunan P. Samosir, ”Analisis Kinerja Bank Mandiri Setelah Merger dan Sebagai Bank Rekapitalisasi”, Makalah, Peneliti pada PSPK, BAF, Departemen Keuangan Republik Indonesia, Kajian Ekonomi dan Keuangan, Jakarta, 2003, hal. 1.


(37)

Bank Sentral adalah suatu lembaga negara yang mempunyai wewenang untuk mengeluarkan alat pembayaran yang sah dari suatu negara, merumuskan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistim pembayaran, mengatur dan mengawasi sistim perbankan, serta menjalankan fungsi sebagai the lender of the last resort (LoLR) yakni sebagai lembaga pemberi pinjaman terakhir.35 Bank Sentral dalam pengertian lain adalah suatu bank yang berfungsi sebagai pengatur bank-bank yang ada dalam suatu negara tertentu. Bank Sentral hanya ada satu di setiap negara dan mempunyai kantor yang hampir ada di setiap provinsi, Bank Sentral yang ada di Indonesia adalah BI.36

BI dalam kedudukannya sebagai badan hukum publik yaitu sebagai salah satu lembaga negara selain mempunyai wewenang dalam mengelola kekayaan sendiri yang terlepas dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), juga berwenang untuk menetapkan peraturan dan mengenakan sanksi dalam batas kewenangannya. Dengan demikian sebagai lembaga negara, BI merupakan lembaga independen yang bidang tugasnya berada di luar Pemerintah dan lembaga-lembaga lainnya, kecuali yang telah tegas diatur dalam UUBI.37

BI mempunyai otonomi penuh dalam merumuskan dan melaksanakan setiap tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam UU BI. Pihak luar tidak

35

Chatamarrasjid Ais, Hukum Perbankan Nasional Indonesia Ditinjau Dari Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Bank Indonesia, Edisi Revisi, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009),

hal. 49.

36

Ismail, Manajemen Perbankan, Dari Teori Menuju Aplikasi, (Jakarta: Kencana, 2010), hal. 13.

37


(38)

dibenarkan mencampuri pelaksanaan tugas BI, dan BI juga berkewajiban untuk menolak atau mengabaikan intervensi dalam bentuk apapun dari pihak manapun juga. Status dan kedudukan yang khusus diberikan kepada BI agar BI dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas moneter secara lebih efektif dan efisien.38

Kemandirian BI menyebabkan pihak lain dilarang untuk melakukan segala bentuk campur tangan terhadap pelaksanaan tugas BI, namun, sebaliknya BI wajib pula menolak dan/atau mengabaikan segala bentuk campur tangan dari pihak manapun. Akan tetapi dalam kemandiriannya itu, BI tetap berkewajiban menyampaikan informasi kepada masyarakat luas secara terbuka, menyampaikan laporan secara tertulis kepada Presiden dan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Laporan keuangan BI wajib diperiksa oleh BPK.

Tujuan tunggal BI yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain. Aspek pertama tercermin pada perkembangan laju inflasi, sementara aspek kedua tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain. Perumusan tujuan tunggal BI dimaksudkan untuk memperjelas sasaran yang harus dicapai BI serta batas-batas tanggung jawabnya.39

38

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Cetakan Keempat Edisi Revisi, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2010), hal. 243. Lihat Juga: Ismail, Manajemen Perbankan Dari Teori

Menuju Aplikasi, Op. cit., hal. 13-15.

BI didukung oleh tiga pilar yang merupakan tiga bidang tugasnya, yaitu: menetapkan dan mekaksanakan kebijakan moneter,

39


(39)

mengatur dan menjaga kelancaran sistim pembayaran, dan mengatur dan mengawasi bank-bank di bawahnya. Ketiga bidang tugas tersebut diintegrasi agar tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah dapat dicapai secara efektif dan efisien.

Bidang tugas termasuk di dalamnya dalam hal penyaluran kredit terhadap bank-bank yang mengalami kesulitan likuiditas. Sebagaimana dalam Pasal 11 ayat (1) UUBI, ditentukan bahwa, “BI dapat memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah untuk jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari kepada bank untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek bank yang bersangkutan”. Penyaluran kredit terhadap bank-bank dimaksudkan kepada bank yang bermasalah dalam hal kesulitan likuiditas dimana bank terkait tidak mampu memenuhi seluruh kewajibannya untuk melunasi hutang-hutangnya, maka dalam hal ini BI dapat memberikan bantuan dalam bentuk kredit jangka pendek melalui Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP).

2. Landasan Konsepsional

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa istilah sebagai landasan konsepsional untuk menghindari kesimpangsiuran pemahaman mengenai definisi atau pengertian serta istilah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berkut:

a. BI adalah Bank Sentral Republik Indonesia, sebagai lembaga negara yang independen, bebas dari campur tangan Pemerintah dan atau pihak-pihak


(40)

lainnya, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang.40

b. Bank bermasalah adalah bank-bank yang mengalami kegagalan karena sudah tidak mampu lagi memenuhi kewajiban deposan dan kreditur/gagal bayar, bersumber pada persoalan likuiditas bank.41

c. Analisis kredit adalah suatu proses untuk mengetahui dan mendalami terhadapab bank-bank mengenai kepatutannya menerima atau tidak menerima bantuan berupa kredit dengan menggunakan pendekatan-pendekatan dan rasio-rasio keuangan untuk menentukan kebutuhan kredit yang wajar.42

d. Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) adalah kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah untuk jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari kepada Bank untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek Bank yang bersangkutan.43

e. Berdampak sistemik adalah suatu kondisi sulit yang ditimbulkan oleh suatu bank, Lembaga Keuangan Bukan bank (LKBB), dan/atau gejolak pasar keuangan yang apabila tidak diatasi dapat menyebabkan kegagalan sejumlah

40

Pasal 4 ayat (1), ayat (2), Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.

41

Hilman Sahroni, Penanganan Bank Yang Bemasalah, (Jakarta: Universitas Gunadarma, 2010), hal. 3.

42

“Analisis Kredit”, Utama XV, Agustus, tanggal 16 Agustus 2008.

43

Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Pertama atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.


(41)

bank dan/atau LKBB lain sehingga menyebabkan hilangnya kepercayaan terhadap sistem keuangan dan perekonomian nasional.44

f. Bailout adalah istilah ekonomi dan keuangan yang digunakan untuk

menjelaskan situasi dimana sebuah entitas yang bangkrut atau hampir bangkrut, seperti perusahaan atau sebuah bank diberikan suatu injeksi dana segar yang likuid, dalam rangka untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya.45

g. Giro Wajib Minimum (GWM) adalah simpanan minimum yang harus dipelihara oleh bank dalam bentuk saldo rekening giro pada BI yang besarnya ditetapkan oleh BI sebesar persentase tertentu dari dana pihak ketiga.46

h. Bank rush adalah bank yang mengalami penarikan dana besar-besaran oleh para pihak ketiga atau nasabah bank yang bersangkutan karena bank tersebut berada dalam posisi sulit sehingga tergolong bank kurang sehat (bermasalah), kurang dipercaya nasabah, dan berkemungkinan dilikuidasi.47

i. Blancket guaraty adalah penjaminan terhadap simpanan nasabah secara penuh

oleh bank yang bersangkutan terhadap simpanan nasabah penyimpan.

44

Pasal 1 angka 4 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2008 Tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (Perppu JPSK).

45

http://www.lintasberita.com/go/823451, diakses tanggal 20 Januari 2011. Seringkali bailout dilakukan oleh pihak pemerintah atau konsorsium beberapa investor yang akan meminta peran kendali pada entitas tersebut sebagai timbal balik untuk dana yang disuntikkan.

46

Pasal 1 angka 7 PBI Nomor 10/19/PBI/2008 tentang Giro Wajib Minimum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing.

47

Y. Tri Susilo, dkk., Bank dan Lembaga Keuangan Lain, (Jakarta: Salemba Empat, 2000), hal. 102.


(42)

Penjaminan penuh dimaksudkan untuk menjaga kepercayaan para pemilik modal agar mau menyimpan dananya di dalam negeri.48

j. Fasilitas Likuiditas Intrahari (FLI) adalah penyediaan pendanaan oleh BI kepada bank dalam kedudukan bank sebagai peserta sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) dan peserta Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI), yang dilakukan dengan cara repurchase agreement (repo) surat berharga yang harus diselesaikan pada hari yang sama dengan hari penggunaan.

49

k. Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) adalah dana yang disalurkan oleh BI ke bank-bank yang mengalami kesulitan likuiditas dalam operasinya sehari-hari disebabkan oleh penarikan dana secara tiba-tiba dan besar-besaran oleh nasabah, sementara bank terkait tidak siap melayani peristiwa tersebut.

50

G. Metode Penelitian

Metode adalah cara kerja atau tata kerja untuk dapat memahami obyek yang menjadi sasaran dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan.51

48

Harian Kompas, Tanggal 24 November 2008, hal. 1.

Sedangkan penelitian merupakan suatu kerja ilmiah yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran

49

Pasal 1 angka 6 PBI No.10/29/PBI/2008 tentang Fasilitas Likuiditas Intrahari Bagi Bank Umum.

50

Chatamarrasjid Ais., Op. cit., hal. 49.

51

Soerjono Soekanto, Ringkasan Metodologi Penelitian Hukum Empiris, (Jakarta: Indonesia Hillco, 1990), hal. 106.


(43)

secara sistematis, metodologis dan konsisten.52 Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari sesuatu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisisnya.53

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Jadi, metode penelitian adalah upaya ilmiah untuk memahami dan memecahkan suatu masalah berdasarkan metode tertentu.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yaitu penelitian yang mengacu kepada norma-norma dan asas-asas hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan atau disebut juga sebagai penelitian doktrinal.54

Alasan penggunaan penelitian hukum normatif-kualitatif ini adalah pertama, didasarkan pada paradigma hubungan yang dinamis antara teori, konsep-konsep dan data yang merupakan umpan balik atau modifikasi yang tetap dari teori dan konsep yang didasarkan pada data yang dikumpulkan;55

52

Soerjono Soekanto dan Sri Mumadji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tijnjauan Singkat, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2001), hal. 1.

kedua, data yang dianalisis beraneka ragam, memiliki sifat dasar yang berbeda antara satu dengan lainnya, serta tidak mudah untuk dikuantifisir; ketiga, sifat dasar dari data yang dianalisis bersifat menyeluruh dan merupakan satu kesatuan yang integral (holistic), dimana hal itu

53

Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 1996), hal. 6.

54

Bismar Nasution, ”Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum”, Makalah, disampaikan pada dialog interaktif tentang Penelitian Hukum dan Hasil Penulisan Hukum pada Majalah Akreditasi, Fakultas Hukum USU, Tanggal 18 Februari 2003, hal. 1, penelitian doktrinal (doctrinal research), yaitu suatu penelitian yang menganalisis baik hukum sebagai law as it written in

the book, maupun hukum sebagai law as it is decided by the judge through judicial process. Penelitian

hukum normatif ini bersifat kualitatif.

55


(44)

menunjukkan adanya keanekaragaman data serta memerlukan informasi yang mendalam (indepth information).56

2. Sumber Data

Oleh karena itu, sifat penelitian ini berdasarkan penalaran deskriptif analitis.

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian kepustakaan (library research) untuk mendapatkan konsepsi teori atau doktrin, pendapat atau pemikiran konseptual dari penelitian terdahulu yang berhubungan dengan objek yang ditelaah dalam penelitian ini yang dapat berupa peraturan perundang-undangan, buku, karya ilmiah, makalah dan karya lainnya. Data pokok dalam penelitian ini adalah data sekunder yang meliputi:

a. Bahan hukum primer, yaitu UU No.23 Tahun 1999 tentang BI sebagaimana telah diubah dengan UU No.3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU No.23 Tahun 1999 tentang BI. UU No.6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas UU No.23 Tahun 1999 tentang BI Menjadi UU.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti buku-buku, makalah hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya, majalah, jurnal ilmiah, artikel, artikel bebas dari internet, surat kabar, majalah, bahkan dokumen pribadi dan pendapat dari kalangan pakar hukum yang relevan dengan objek

56


(45)

telaahan dalam penelitian ini;57

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum penunjang yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti ensiklopedia dan kamus umum sepanjang memuat informasi yang relevan dengan penelitian ini.58

3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi dokumen-dokumen yang relevan dengan penelitian ini di perpustakaan (library research) dan melakukan identifikasi data terhadap kasus Bank Century. Data yang diperoleh melalui studi kepustakaan tersebut selanjutnya akan ditafsirkan/interpretasi untuk melihat kesesuaian penerapan peraturan dihubungkan dengan permasalahan yang sedang dihadapi dan disistematiskan sehingga menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan permasalahan dalam penelitian ini.59

4. Analisis Data

Analisis data dilakukan secara kualitatif yaitu penafsiran dan penerapan hukum atau interpretasi pasal-pasal terpenting dalam UU Perbankan dan dalam UUBI yang relevan dengan permasalahan. Kemudian membuat klasifikasi dari data sehingga akan menghasilkan klasifikasi tertentu sesuai dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. Data yang dianalisis secara kualitatif akan dikemukakan

57

Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982), hal. 24.

58

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op. cit., hal. 14-15.

59

Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum (Suatu Pengantar), (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), hal. 195-196.


(46)

dalam bentuk uraian secara sistematis pula, semua data diseleksi, ditulis secara analisis sehingga dapat memberikan kesimpulan dan saran pada pokok permasalahan yang ditelaah sebagai solusi yang diungkapkan secara deduktif.

H. Jadwal Penelitian

Waktu yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah 8 (delapan) bulan, yaitu dari bulan Januari 2011 sampai dengan Agustus 2011 dengan jadwal sebagaimana dalam tabel berikut:

Uraian Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst

Pengajuan judul teng awal

Persiapan bahan teng

Pengajuan konsep

proposal teng awal

Bimbingan awal

Kolokium teng

Pembuatan/bimbingan

tesis teng awal

Pengajuan konsep tesis teng

Seminar hasil penelitian awal


(47)

BAB II

PENGATURAN PEMBERIAN FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK DALAM SISTIM PERBANKAN DI INDONESIA

A. Fasilitas Pinjaman Jangka Pendek dalam Sistim Perbankan di Indonesia 4. Pengertian dan Dasar Hukum Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek

Bank Indonesia dapat memberikan dana kepada bank yang mengalami kesulitan pendanaan jangka pendek melalui pemberian FPJP dalam bentuk kredit untuk mengatasi masalah keuangan jangka pendek bank tersebut agar dapat diselesaikan.60 Pengertian FPJP adalah fasilitas pendanaan dari BI kepada bank untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek yang dialami oleh bank61. Kesulitan pendanaan jangka pendek adalah keadaan yang dialami bank disebabkan oleh terjadinya arus dana masuk yang lebih kecil dibandingkan dengan arus dana keluar (mismatch) dalam rupiah sehingga bank tidak dapat memenuhi GWM rupiah.62

Dasar hukum FPJP berdasarkan UU No.23 Tahun 1999 tentang BI sebagaimana telah diubah melalui UU No.3 Tahun 2004 tentang Perubahan Pertama atas UU No.23 Tahun 1999 tentang BI sebagaimana telah diubah melalui UU No.6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank yang menghadapi permasalahan likuiditas berarti kesulitan pendanaan jangka pendek.

60

Herdi Sahrasad, Century Gate, Refleksi Ekonomi-Politik Skandal Bank Century, (Jakarta: Tim Penyusun Kerja Sama Antara Freedom Foundation, Yayasan Indonesia Baru, dan Lingkar Studi Islam dan Kebudayaan, 2009), hal. 151.

61

Pasal 1 angka 4 Peraturan Bank Indonesia Nomor:10/26/PBI/2008 tentang Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum.

62


(48)

BI Menjadi Undang-Undang, BI dapat memberikan kredit kepada bank untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek yang dijamin dengan agunan yang berkualitas tinggi termasuk aset kredit kolektibilitas lancar. Selain itu, dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI), dasar hukum diberikannya FPJP terdapat dalam PBI No.515/PBI/2003 tentang Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek bagi Bank Umum; PBI No.10/26/PBI/2008 tentang Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek bagi Bank Umum; dan PBI No.10/30/PBI/2008 tentang Perubahan atas PBI No.10/26/PBI/2008 tentang Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek bagi Bank Umum.

5. Tujuan Pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek oleh Bank Indonesia Berhubung dilema krisis keuangan secara global yang mempengaruhi perekonomian nasional, diperlukan upaya untuk mengantisipasi terjadinya risiko likuiditas dan menjaga kepercayaan masyarakat terhadap perbankan. Oleh karenanya untuk mengantisipasi terjadinya risiko likuiditas, bank wajib menerapkan manajemen risiko melalui FPJP. Tujuannya adalah untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap perbankan sehingga diberikan akses bagi bank yang mengalami kesulitan likuiditas untuk memperoleh FPJP. BI menyediakan FPJP dalam rangka mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek kepada bank dengan tujuan agar kelangsungan kegiatan usaha bank dapat terpelihara.

FPJP diberikan oleh BI sebagai upaya untuk mengurangi dampak bahaya krisis global khususnya yang mengancam stabilitas sistem keuangan dalam industri perbankan. FPJP sebagai bagian terintegral dari Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) yang diperlukan untuk memelihara stabilitas keuangan. Pemberian FPJP


(49)

kepada bank sebagai tindakan antisipatif melalui kewenangan Menteri Keuangan dan Gubernur BI yang tergabung dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk mengatasi kesulitan keuangan atau kesulitan likuiditas (mismatch) agar dapat memenuhi kewajiban Giro Wajib Minimum (GWM) yang diatur dalam PBI No.10/19/PBI/2008 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada BI dalam Rupiah dan Valuta Asing, yang menentukan bahwa GWM harus dipenuhi setiap bank sebesar 7,5% dari dana pihak ketiga.63

Pasal 3 PBI No.10/26/PBI/2008 tentang Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek bagi Bank Umum, dinyatakan, “FPJP wajib dijamin oleh bank dengan agunan yang berkualitas tinggi yang nilainya memadai sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia ini”. Berdasarkan ketentuan Pasal 3 PBI No.10/26/PBI/2008 tersebut dapat dipahami bahwa FPJP yang diberikan kepada bank untuk mengatasi permasalahan likuiditas dijamin dengan agunan yang berkualitas tinggi. Agunan yang berkualitas tinggi ditegaskan dalam Pasal 4 ayat (1) PBI No.10/26/PBI/2008 dapat berupa: surat berharga dan aset kredit.

Manajemen risiko likuiditas untuk perbankan di indonesia, pengelolaan aset likuid yang berkualitas tinggi, bank wajib melakukan pengelolaan secara aktif terhadap aset likuid yang berkualitas tinggi yang dapat dijadikan sebagai agunan untuk memperoleh pendanaan. Bank wajib memantau lokasi maupun status legal agunan dan bagaimana agunan tersebut dapat dengan cepat dimobilisasi pada saat dibutuhkan. Bank wajib memiliki kemampuan untuk menghitung seluruh posisi

63


(50)

agunan yang dimiliki, termasuk aset yang saat ini telah diikat menjadi agunan dan aset yang tersedia untuk dijadikan agunan. Besarnya agunan yang tersedia harus senantiasa dipantau dan bank harus memahami prosedur dan waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh agunan tersebut. Bank wajib menilai kelayakan setiap agunan untuk diikat sebagai agunan dengan Bank Indonesia FPJP dan kelayakan aset untuk diterima oleh penyedia (counterparty) dana di pasar pendanaan. Bank wajib menerapkan manajemen agunan yang efektif sehingga dapat memenuhi kebutuhan agunan dalam rangka permasalahan likuiditas jangka panjang, jangka pendek dan intrahari.64

Bank wajib memiliki agunan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan likuiditas baik yang terduga maupun tidak terduga, termasuk potensi peningkatan kebutuhan margin pada berbagai jangka waktu yang berbeda sesuai profil pendanaan bank. Dalam menentukan besarnya agunan yang akan diikat atau diberikan, bank wajib mempertimbangkan potensi ketidakpastian seputar waktu aliran kas intrahari. Bank wajib mempertimbangkan potensi gangguan pada operasional dan likuiditas yang dapat meningkatkan kebutuhan untuk pengikatan atau penyerahan tambahan agunan intrahari. Bank yang menggunakan instrumen derivatif wajib mempertimbangkan potensi kebutuhan agunan tambahan sebagai dampak perubahan posisi pasar atau perubahan pada credit rating atau posisi keuangan bank. Sistem

64

Bank Indonesia, Manajemen Risiko Likuiditas Untuk Perbankan di Indonesia, Consultative Paper, Direktorat Penelitian Dan Pengaturan Perbankan 2009, hal. 19.


(1)

Hermansyah., Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Ditinjau Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang Nomor 10 Tahun 1998, dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 junto Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Bank Indonesia, Jakarta: Kencana, 2009.

Ismail., Manajemen Perbankan, Dari Teori Menuju Aplikasi, Jakarta: Kencana, 2010. Iswi Hariyani., Restrukturisasi Dan Penghapusan Kredit Macet, Kenapa Perbankan

Memanjakan Debitur Besar Sedangkan Usaha/Debitur Kecil Dipaksa, Jakarta: Alex Media Komputindo, 2010.

Kasmir, Dasar-Dasar Perbankan, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2005.

Ketut Rindjin., Pengantar Perbankan dan Lembaga Keuangan Bukan Bank, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003.

Komaruddin Sastradipoera., Ensiklopedia Manajemen, Jakarta: Bumi Aksara, 1994. Kusumaningtuti SS., Peranan Hukum Dalam Penyelesaian Krisis Perbankan di

Indoensia, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2009.

M. Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan, Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan, Jakarta: Kencana, 2009.

Mahadi, Falsafah Hukum: Suatu Pengantar, Bandung: Alumni, 2003.

Mudrajad Kuncoro., dan Suhardjono., Manajemen Perbankan Teori dan Aplikasi, Yogyakarta: BPFE, 2002.

Muhammad Handry Imansyah., Krisis Keuangan Di Indonesia, Dapatkah Diramalkan?, Jakarta: Alex Media Komputindo, 2009.

Muhammad Djumhana., Hukum Perbankan Di Indonesia, Cetakan Ketiga, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000.

Mulhadi., Prinsip Kehati-hatian (Prudent Banking Principle) Dalam Kerangka UU Perbankan Di Indonesia, Medan: Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Universitas Sumatera Utara, 2005.

Munawir, Analisis Laporan Keuangan, Yogyakarta: Liberty, 2005.

Nia Avenasari., Pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) Dalam Mengatasi Krisis Perbankan (Studi Perbandingan Pemberian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia-BLBI), Tesis, Medan: Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2010.


(2)

Penerbit Buku Kompas., Centurygate Mengurangi Konspirasi Pengusaha-Pengusaha, Jakarta: Gramedia, 2010.

Peter Muhammad Marzuki., Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana, 2008.

Prasetiantono A. Tony, Bantuan Likuiditas Bank Indonesia, Suatu Pelajaran Yang Sangat Mahal Bagi Otoritas Moneter dan Perbankan, Jakarta: Elex Media Komputindo, 2000.

Rachmadi Usman., Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003.

Ronny Hanitijo Soemitro., Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982.

Rudhy A. Penyelesaian Utang Piutang Melalui Pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Bandung: Alumni, 2001.

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Bandung: Alumni, 1986.

Sawidji Widoatmodjo., Mencari Kebenaran Objektif Dampak Sistemik Bank Century, Kajian Teoritis dan Empiris, Jakarta: Alex Media Komputindo, 2010.

Sentosa Sembiring., Hukum Perbankan, Bandung: Mandar Maju, 2008.

Steve Susanto., Mengapa Sri Mulyani? Menyibak Tabir Bank Century, Jakarta: Elex Media Komputindo, 2010.

Sutan Remy Sjahdeini., Perbankan Islam, Jakarta: Putaka Utama Grafiti, 1999. Valerie Selvie Sinaga, Analisa Putusan Kepailitan Pada Pengadilan Negeri Jakarta,

Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Katholik Atmajaya, 2005.

Verry Iskandar., Peranan Bank Indonesia Sebagai Lender of the Last Resort Dalam Pemberian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Skripsi, Yogyakarta: Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, 2002.

Y. Tri Susilo, dkk., Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Jakarta: Salemba Empat, 2000.

B. Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (UU Perbankan).

Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia junto Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Pertama atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia junto Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang


(3)

Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia Menjadi Undang-Undang (UU BI).

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK).

Peraturan Bank Indonesia Nomor: 10/ 26 /PBI/2008 tentang Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum.

Peraturan Bank Indonesia Nomor: 10/ 31 /PBI/2008 tentang Fasilitas Pembiayaan Darurat Bagi Bank Umum.

Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Gubernur BI, dan Ketua Dewan Komisioner LPS Nomor:609/KMK.05/2005; Nomor: 7/100/KEP.GBI/2005; Nomor: 019/DK-LPS/XII/2005 yang kemudian diperbaharui dengan Keputusan Bersama Nomor: 299/KMK.010/2007; Nomor: 9/27/KEP.GBI/2007; Nomor: 015/DK-LPS/VI/2007 tanggal 29 Juni 2007.

Keputusan KSSK Nomor 04/KSSK.03/2008. C. Makalah, Jurnal, dan Artikel

Agunan P. Samosir., ”Analisis Kinerja Bank Mandiri Setelah Merger dan Sebagai Bank Rekapitalisasi”, Makalah, Peneliti pada PSPK, BAF, Departemen Keuangan Republik Indonesia, Kajian Ekonomi dan Keuangan, Jakarta, 2003. Agustin Andria Rosa., dan Iman Murtono Soenhadji, “Analysis of Altman Z (Zeta)-Score Method to Predict Bancruptcy of Century Bank”, Undergraduate Program, Faculty of Economics, Gunadarma University, 2010.

Fifi Swandi, “Pengaruh Perilaku Resiko Struktur Kepemilikan Terhadap Kebangkrutan Bank di Indonesia: Kasus Krisis Ekonomi Tahun 1997”, Makalah disampaikan dalam Simposium Nasional Akuntansi VI, 2003.

Firdaus Djaelani, Siaran Pers Nomor: Press-009/LPS/VIII/2009 penanganan Bank Century sesuai UU LPS.

Fred BG Tumbuan., “Komentar Atas Catatan Terhadap Putusan No: 14 K/N/2004 jo No: 18/Pailit/P.Niaga/Jkt.Pst”.

Geoffrey P Miller., “An Interest-Group Theory of Central Bank Independence, Journal of Legal Studies, Vol. XXVII, Tahun 1998.

Kaufman, George G., “Bank Failures, Systemic Risk, and Bank Regulation”, Cato Journal, Vol. 16, No. 1 (Spring/Summer 1996).


(4)

Ridwan Khairandy., “Penyelesaian Utang Bantuan Likuiditas Likuiditas Bank Indonesia”, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 23, No.3, Tahun 2004.

Rosa Maria Lastra., and Geoffrey P. Miller., Central Bank Independence in Ordinary and Extraordinary Times dalam Jan Kleinman (ed), Central Bank Independence, The Economic Foundations, the Constitutional Implications and Democratic Accoutability, Kluwer: International, 2001.

Supraptomo Heru., ”Analisis Ekonomi Terhadap Sistem Perbankan”, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 1, Tahun 1997, Jakarta.

Sutan Remy Sjahdeini., “Menanggulangi Kredit Bermasalah”, Makalah Pada Kuliah Program Magister Hukum, Program Pascasarjana, Universitas Surabaya (UBAYA), Surabaya, 1995.

______”Sejarah Hukum Kepailitan di Indonesia”, dalam Jurnal Hukum Bisnis, Jakarta, 2001.

Tim Peneliti Kasus Century, Berdasarkan Hasil Audit BPK tanggal 20 November 2009.

Tim Asistensi Sosialisasi Kebijakan Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan Depkeu RI, Upaya Pemerintah Dalam Pencegahan dan Penanganan Krisis, Depkeu RI, Jakarta, 2010.

D. Surat Kabar

Kompas., Kamis, Tanggal 27 Agustus 2009. Kompas, Jumat, Tanggal 21 November 2008.

Kompas., “Kasus BLBI Sampai Kapan Akan Berakhir?”, Rabu, Tanggal 13 Februari 2008.

Majalah Infobank, Tanggal 14 Juli 2011. E. Internet

http://mahriza.wordpress.com/2010/03/04/skandal-bank-century-mengapa-menimbulkan-banyak-keresahan-dan-kemarahan/, diakses tanggal 3 Januari 2010.

http://www.lintasberita.com/Entertainment/Sains/defenisi-atau-arti-bailout-adalah, diakses tanggal 8 Mei 2011.

http://analisispolitik.co.cc/2009/12/10/dua-jalur-penyelesaian-bank-century-yang-lebih menjanjikan/, diakses terakhir tanggal 3 Januari 2010.

http://www.bi.go.id/web/id, diakses tanggal 25 Februari 2011. http://www.bi.go.id/web/id, diakses tanggal 25 Februari 2011.


(5)

http://www.bi.go.id/web/id/Tentang+BI/Fungsi+Bank+Indonesia/Misi+dan+Visi/, diakses tanggal 25 Februari 2011.

http://www.bi.go.id/web/id/Tentang+BI/Fungsi+Bank+Indonesia/Tujuan+dan+Tugas /, diakses tanggal 25 Februari 2011.

http://www.bi.go.id, diakses tanggal 25 Februari 2011. http://www.bi.go.id, diakses tanggal 25 Februari 2011.

http://economy.okezone.com/read/2008/11/19/277/165533/277/bi-sempurnakan-fasilitas-likuiditas-bank-umum, diakses tanggal 10 Mei 2011.

http://www.asmakmalaikat.com/go/artikel/ekonomi/Eko11.htm, diakses tanggal 28 Februari 2011.

http://www.investopedia.com/terms/b/bailout.asp, diakses tanggal 10 Mei 2011.

http://abisyakir.wordpress.com/2010/03/01/kebohongan-besar-bailout-century-menyelamatkan-ekonomi-indonesia/, diakses tanggal 10 Mei 2011.

http://www.inilah.com/read/detail/62303/URLKARIKATUR, diakses tanggal 1 Maret 2011.

http://bennyfernando-kasakkusuk.blogspot.com/2009/09/kronologis-kasus-bank-century.html, diakses tanggal 2 Maret 2011.

http://m.inilah.com/read/detail/63429/bank-century-potret-perbankan, diakses tanggal 2 Maret 2011.

http://arsipberita.com/show/lps-4-kali-suntik-dana-ke-century-1359.html, diakses tanggal 2 Maret 2011.

http://berita.liputan6.com/hukrim/201001/258734/class='vidico', diakses tanggal 3 Maret 2011.

http://www.lps.go.id/v2/home.php?link=faq, diakses tanggal 11 Mei 2011.

http://nasional.kompas.com/read/2008/11/23/23325138/bi.kejar.pemilik.bank.century , diakses tanggal 11 Mei 2011.

www.bi.go.id, diakses tanggal 3 Maret 2011.

http://www.bi.go.id/web/id/Moneter/Kerangka+Kebijakan+Moneter/, diakses tanggal 8 Mei 2011.

http://www.bi.go.id/web/id/Sistem+Pembayaran/, diakses tanggal 8 Mei 2011.


(6)

http://www.ilmuterbang.com/artikel-mainmenu-29/teori-penerbangan-mainmenu-68/41-pengetahuan-umum-penerbangan/535-bail-out, diakses tanggal 8 Juni 2011.

http://adit-artikel.blogspot.com/2009/10/agenda-yang-tertunda-bail-out-bank.html, diakses tanggal 8 Juni 2011.

http://www.newsbanking.com/2011/04/dari-mana-datangnya-dampak-sistemik.html, diakses tanggal 24 Juli 2011.

http://id.wikipedia.org/wiki/Bank_gagal, diakses tanggal 24 Juli 2011. http://www.fdic.gov/deposit/deposits/insured/, diakses tanggal 24 Juli 2011. http://www.cato.org/pubs/journal/cj16n1-2.html, diakses tanggal 24 Juli 2011. www.lps.go.id, diakses tanggal 28 April 2011.

http://xa.yimg.com/kq/groups/26305099/1339576763/name/LaporanICW+tentang+C entury.pdf, diakses tanggal 28 April 2011. Berdasarkan Hasil Audit BPK tanggal 20 November 2009, hal. 4.