Tempat dan Waktu Penelitian Bahan Alat Hasil Pemanfaatan Serbuk Batang Kelapa Sawit Dalam Pembuatan Kesimpulan

26 BAB III METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Polimer FMIPA Universitas Sumatera Utara dan Pengujian Mekanis di Laboratorium Penelitian FMIPA Universitas Sumatera Utara. Pengujian DTA dilakukan di Laboratorium PTKI Medan. Penelitian ini dimulai dari bulan Februari - April 2011.

3.2 Bahan

Bahan-bahan yang dipergunakan selama penelitian yaitu : 1. Alkohol 90 2. Batang Kelapa Sawit 3. Gipsum Sintetis 4. Tepung Tapioka 5. Air

3.3 Alat

Alat-alat yang dipergunakan selama penelitian yaitu : 1. Cetakan spesimen dengan ukuran 120 mm x 60 mm x 6 mm 2. Gelas Beaker 500 mL 3. Mesin Ayakan Sieve Shaker 100 mesh ASTM E11 4. Mesin cetak tekan Hydraulic Press Test System Model HPTS.0001.08 5. Mesin uji DTA Thermal Analyzer DT-30 Shimadzu 6. Mesin uji impak Wollpert Werkstoff Pruf Maschine Type CPSA 7. Mesin uji kuat Tokyo Testing Machine Type-20E MGF 8. Neraca analitis Sartorius Universitas Sumatera Utara 27 9. Oven Gallenkamp Plus II

3.4 Diagram Alir

3.4.1 Preparasi Bahan Pengisi Serbuk Batang Kelapa Sawit

Batang Kelapa Sawit Bagian Tepi Dihaluskan dengan blender Serbuk Diayak dengan ayakan 100 mesh Pengeringan dibawah matahari Direndam dengan alkohol selama 2 jam Direbus dengan penahanan 1 jam Gambar 3.1 Preparasi Batang Kelapa Sawit Menjadi Serbuk Halus Universitas Sumatera Utara 28 3.4.2 Pembuatan Papan Gipsum Plafon Dengan Pengisi Serbuk Batang Kelapa Sawit dan Perekat Tepung Tapioka Serbuk batang kelapa sawit Gipsum Dicampur dan diaduk hingga homogen Tepung Tapioka 23 Ditambah 25 mL Air Dicetak tekan Pengujian Sifat Fisik Sifat Mekanik - Densitas - Penyerapan Air - MOE dan MOR - Kuat Tarik - Impak Sifat Termal - Uji dengan DTA Gambar 3.2 Pembuatan Papan Gipsum Plafon Dengan Bahan Pengisi Serbuk Halus Batang Kelapa Sawit Menggunakan Perekat Tepung Tapioka Universitas Sumatera Utara 29

3.5 Prosedur

3.5.1 Preparasi Bahan Pengisi Serbuk Batang Kelapa Sawit

1. Sampel batang kelapa sawit yang diambil dari kompleks IDI dihaluskan dengan blender. 2. Setelah sampel dihaluskan, kemudian direbus selama satu jam, selanjutnya direndam dengan alkohol selama dua jam 3. Kemudian sampel dikeringkan, lalu diayak dengan ayakan 100 mesh. 4. Hasil ayakan tersebut selanjutnya disebut sebagai serbuk batang kelapa sawit. 3.5.2 Pembuatan Papan Gipsum Plafon Dengan Perekat Tepung Tapioka dan Bahan Pengisi Serbuk Halus Batang Kelapa Sawit 1. Sebanyak 15 g tepung tapioka dimasukkan ke dalam gelas beaker yang berisi 25 mL air yang telah dipanaskan pada suhu 250 o C sambil diaduk. 2. Selanjutnya ditambahkan 45 g gipsum sintetis ke dalam campuran tersebut dan dilanjutkan dengan 5 g serbuk halus batang kelapa sawit ke dalam gelas beaker tersebut sambil tetap diaduk hingga homogen. 3. Campuran tersebut dituang ke dalam cetakan spesimen yang telah dilapisi dengan alumunium foil. 4. Dilakukan pengepresan terhadap sampel dengan alat cetak tekan. 5. Sampel hasil pengepresan dikeluarkan dari cetakan spesimen, dan dilanjutkan dengan pengeringan di dalam oven. 6. Sampel hasil cetakan dibagi beberapa bagian untuk melakukan pengujian, baik uji sifat fisik, mekanik, dan termal. 7. Perlakuan yang sama juga dilakukan untuk variasi gipsum dengan serbuk batang kelapa sawit dengan komposisi 40 g : 10 g, 35 g : 15 g, 30 g : 20 g, dan 25 g : 25 g. Universitas Sumatera Utara 30

3.5.3 Pembuatan Papan Gipsum Plafon Murni

1. 65 g gipsum sintetis dimasukkan ke dalam gelas beaker, kemudian ditambahkan dengan air sebanyak 35 mL ke dalam gelas beaker tersebut sambil diaduk. 2. Campuran tersebut dituang ke dalam cetakan spesimen yang telah dilapisi dengan alumunium foil. 3. Dilakukan pengepresan terhadap sampel dengan alat cetak tekan. 4. Sampel hasil pengepresan dikeluarkan dari cetakan spesimen, dan dilanjutkan dengan pengeringan di dalam oven. 5. Sampel hasil cetakan dibagi beberapa bagian untuk melakukan pengujian, baik uji sifat fisik, termal, dan mekanik. 3.5.4 Karakterisasi Fisik Dari Papan Gipsum Plafon 3.5.4.1 Karakterisasi Densitas Karakterisasi densitas untuk sampel papan gipsum plafon dilakukan dengan menggunakan metode Archimedes. Pengujian ini mengacu pada SNI 01-4449-2006. Dengan prosedur pengukurannya sebagai berikut : 1. Sampel uji dikeringkan di dalam oven, set suhunya sekitar 100 o C selama 1,5 jam, kemudian dibersihkan dan ditimbang dengan beberapa kali pengulangan hingga massanya konstan yang selanjutnya disebut dengan massa kering, M k . 2. Kawat atau tali yang digunakan juga ditimbang hingga massanya konstan, yang selanjutnya disebut dengan massa tali penggantung, M t . 3. Sampel ditimbang di dalam air berikut penggantungnya menggunakan kawat massa sampel dan penggantungnya di dalam air, M g . Berdasarkan data tersebut dengan menggunakan persamaan 2.1, maka besarnya nilai densitas dapat dihitung. Universitas Sumatera Utara 31

3.5.4.2 Karakterisasi Dengan Penyerapan Air

Pengujian penyerapan air dilakukan mengacu pada SNI 01-4449-2006. Dengan prosedur pengukurannya sebagai berikut : 1. Sampel dilap dan dibersihkan, kemudian ditimbang beberapa kali sehingga diperoleh massa kering yang konstan, M k . 2. Sampel direndam di dalam air selama 24 jam, kemudian sampel diangkat dan dilap, lalu ditimbang dan selanjutnya disebut dengan massa basah, M b . Berdasarkan data tersebut dengan menggunakan persamaan 2.2, maka besarnya nilai penyerapan air dapat dihitung.

3.5.5 Karakterisasi Termal Dengan DTA Dari Papan Gipsum Plafon

Alat yang digunakan untuk menganalisis sifat termal yaitu adalah Thermal Analyzer DT-30 Shimadzu. Dengan prosedur pengujian sebagai berikut : 1. Alat dinyalakan selama 30 menit sebelum digunakan. 2. Sampel yang akan diuji dipotong-potong dengan ukuran kecil dan ditimbang dengan berat sekitar 30 mg. Lalu ditimbang alumina sebanyak 30 mg sebagai zat pembanding. 3. Sampel dan pembanding kemudian diletakkan diatas thermocouple. Diset Termocouple Platinum Rhodium PR 15 mv, dan DTA range + 250 µV. 4. Alat pengukur temperatur kemudian diset sampai menunjukkan pada temperatur 650 o C. 5. Pulpen recorder ditekan dan chart speed diset 2,5 mmmenit dengan laju pemanasan 10 o Cmenit. 6. Kemudian dilanjutkan dengan menekan tombol Start dan ditunggu hasil sampai tercapai suhu yang diinginkan. Universitas Sumatera Utara 32 Hasil pengujian DTA merupakan kurva termogram yang dapat menentukan temperatur kritis dan perubahan suhu ∆T. 3.5.6 Karakterisasi Sifat Mekanik Papan Gipsum Plafon 3.5.6.1 Proses Pengujian Mekanik MOE dan MOR Pengujian MOE dan MOR menggunkan mesin uji adalah Tokyo Testing Machine Type-20E MGF No. 6079 dengan kapasitas sebesar 2000 Kgf. Untuk sampel uji berbentuk balok dengan ukuran 120 mm x 20 mm x 6 mm. Pengujian MOE dan MOR ini mengacu pada SNI 03-2105-2006. Dengan prosedur pengujian sebagai berikut : 1. Sampel diletakkan memanjang diatas dua tumpuan dengan jarak sangga sebesar 100 mm. 2. Kemudian diletakkan sampel di mesin penguji dimana jarak dari tepi balok ke tumpuan harus sama pada kedua ujungnya. Dan posisikan garis tengah spesimen tepat dibawah penekan. 3. Secara perlahan-lahan diberikan beban maksimum sebesar 100 kgf, dengan menurunkan penekan dengan kecepatan 10 mmmenit. 4. Pemompaan terus dilakukan perlahan sampai spesimen mengalami defleksi maksimum sebelum patah. 5. Saat tercapai defleksi maksimum tersebut dicatat gaya yang diberikan oleh mesin tersebut, yang kemudian dicatat sabagai P E . 6. Pemompaan terus dilakukan perlahan sampai spesimen patah. 7. Saat spesimen patah tersebut dicatat gaya yang diberikan oleh mesin tersebut, yang kemudian dicatat sabagai P R . Berdasarkan data tersebut dengan menggunakan persamaan 2.3 dan persamaan 2.4 maka besarnya nilai MOE dan MOR dapat dihitung.

3.5.6.2 Proses Pengujian Mekanik Kuat Tarik

Pengujian kuat tarik mengacu pada SNI 03-2105-2006, dengan pengujian menggunkan mesin uji adalah Tokyo Testing Machine Type-20E MGF No. Universitas Sumatera Utara 33 6079 dengan kapasitas 2000 Kgf. Untuk sampel uji bentuk dan ukurannya sesuai dengan Gambar 3.3. 80 mm 120 mm 15 mm 20 m m 25 m m Gambar 3.3 Sampel Uji Kuat Tarik Dengan prosedur pengujian sebagai berikut : 1. Spesimen dipersiapkan sesuai dengan Gambar 3.1 2. Spesimen ditempatkan pada mesin uji tarik, kemudian spesimen dicengkram dengan pemegang yang tersedia di mesin dengan kuat untuk menghindari spesimen bergeser. 3. Spesimen dicengkram dengan jarak pencengkram 80 mm. 4. Diberikan beban maksimum sebesar 100 kgf sambil melakukan penarikan, dengan kecepatan pembebanan 10 mmmenit. 5. Dicatat gaya tarik maksimum dalam satuan kgf. Berdasarkan data tersebut dengan menggunakan persamaan 2.5, maka besarnya nilai kuat tarik dapat dihitung.

3.5.6.3 Proses Pengujian Impak

Pengujian impak menggunkan mesin uji adalah Wollpert Werkstoff Pruf Maschine Type CPSA metode Charpy dengan menggunakan pendulum atau godam sebesar 4 joule. Sampel uji berbentuk balok dengan ukuran 100 mm x 15 mm x 6 mm. Pengujian ini mengacu pada SNI 07-6732-2002 dengan prosedur pengujian impak sebagai berikut : Universitas Sumatera Utara 34 1. Dipastikan terlebih dahulu jarum skala berwarna merah sebagai penunjuk harga impak material berada pada posisi nol. 2. Selanjutnya handel diputar untuk menaikkan pendulum hingga jarum penunjuk beban berwarna hitam mencapai batas merah. 3. Benda uji diletakkan pada tempatnya dengan membelakangi arah datangnya pendulum, dan dipastikan benda uji tepat berada di tengah dengan bantuan centre setting. 4. Setelah benda uji siap, centre setting ditarik ke posisi semula, dan tetap dijaga di belakang benda uji karena akan ikut mengalami tumbukan oleh pendulum. 5. Tombol pada tangkai pendulum dilepaskan sehingga pendulum berayun dan menumbuk benda uji. 6. Kemudian dilakukan pengereman dengan menarik tuas rem sehingga ayunan pendulum dapat dikurangi. 7. Dicatat nilai yang ditunjukkan oleh jarum merah pada skala. 8. Nilai yang diperoleh dikurangi dengan energi kosong sebesar 0,02 Joule. Berdasarkan data tersebut dengan menggunakan persamaan 2.8, maka besarnya harga impak dapat dihitung. Universitas Sumatera Utara 35 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pemanfaatan Serbuk Batang Kelapa Sawit Dalam Pembuatan

Papan Gipsum Plafon Telah berhasil dibuat papan gipsum plafon dengan memanfaatkan serbuk batang kelapa sawit sebagai bahan pengisi dari gipsum menggunakan perekat tepung tapioka. Dengan komposisi perekat tapioka sebanyak 15 g. Gipsum dan serbuk batang kelapa sawit divariasikan untuk membuat papan gipsum plafon paling baik, dan hasilnya dibandingkan secara fisik dan mekanik terhadap papan gipsum plafon merk Jayaboard yang komersial.

4.2 Hasil Karakterisasi Fisik Dari Papan Gipsum Plafon

4.2.1 Hasil Karakterisasi Densitas

Karakterisasi densitas atau massa jenis mengacu pada SNI 01-4449-2006. Dimana telah dilakukan karakterisasi terhadap semua jenis variasi sampel. Dan berdasarkan data yang diperoleh dari pengujian, kemudian disubstitusikan ke persamaan 2.1. Dengan tabel dan contoh hasil perhitungan pada Lampiran A. Berdasarkan hasil perhitungan pada Lampiran A tersebut dapat dilihat hubungan antara densitas dan variasi sampel yang dinyatakan dalam bentuk grafik. Dari Gambar Grafik 4.1 tersebut terlihat bahwa densitas maksimum terdapat pada gipsum murni sebesar 2,30 gcm 3 , sedangkan densitas gipsum dengan penambahan serbuk batang kelapa sawit memiliki densitas lebih kecil, rata-rata sebesar 1,53 gcm 3 . Hal ini dikarenakan densitas atau massa jenis dari gipsum murni yang lebih besar dibandingkan dengan batang sawit. Universitas Sumatera Utara 36 Gambar 4.1. Grafik Hubungan Antara Densitas Dengan Sampel Gipsum : Batang Kelapa Sawit : Tapioka Dengan penambahan serbuk batang kelapa sawit sebagai pengisi cenderung mengalami penurunan nilai densitas bahan, ini disebabkan karena serbuk batang kepala sawit memiliki pori-pori yang fungsinya menyerap air, sebanding dengan meningkatnya nilai penyerapan air. Pada variasi 35:15:15 dihasilkan densitas paling minimum yaitu sebesar 1,43 gcm 3 . Hal ini menunjukkan bahwa semakin kecil densitas suatu papan gipsum, akan semakin baik dipergunakan sebagai plafon karena ringan dan lebih aman bagi penggunanya apabila terjadi kerusakan. Nilai densitas papan gipsum plafon merk Jayaboard yang komersial Lampiran H, dimana densitasnya yaitu 1,03 gcm 3 . Pada umumnya nilai densitas yang diperoleh dari pengujian berada diatas harga densitas papan gipsum plafon merk Jayaboard. 2,30 1,76 1,54 1,43 1,47 1,55 1,00 1,20 1,40 1,60 1,80 2,00 2,20 2,40 1 2 3 4 5 6 65:0:0 45:5:15 40:10:15 35:15:15 30:20:15 25:25:15 Sampel Gipsum : Batang Kelapa Sawit : Tapioka D ens it as g cm 3 Universitas Sumatera Utara 37

4.2.2 Hasil Karakterisasi Penyerapan Air

Karakterisasi penyerapan air mengacu pada SNI 01-4449-2006, dengan perendaman dilakukan selama 24 jam perendaman untuk melihat seberapa besar persentase air yang terserap oleh sampel. Air yang masuk melalui rongga-rongga kosong ke dalam partikel-partikel penyusun Massijaya et al . Untuk data hasil perhitungan persentase penyerapan air dapat dilihat pada Lampiran B. Dan berdasarkan tabel pada Lampiran B tersebut diperoleh grafik yang menunjukkan hubungan antara persentase penyerapan air dengan variasi sampel. Gambar 4.2. Grafik Hubungan Antara Persentase Penyerapan Air Dengan Sampel Gipsum : Batang Kelapa Sawit : Tapioka Berdasarkan Gambar 4.2 tersebut, grafik menunjukkan bahwa persentase maksimum penyerapan air pada variasi 25:25:15 yaitu 32,98, sedangkan persentase minimum pada gipsum murni 14,91. Hal ini disebabkan karena sifat dari serbuk batang kelapa sawit mudah menyerap air, jadi semakin banyak serbuk batang kelapa sawit di dalam campuran tersebut, maka penyerapan air pun semakin besar sehingga lebih mudah hancur. 14,91 24,11 24,57 23,82 27,99 32,98 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 1 2 3 4 5 6 65:0:0 45:5:15 40:10:15 35:15:15 30:20:15 25:25:15 Sam pel Gipsum : Batang Kelapa Saw it : Tapioka P e n y e ra p a n A ir Universitas Sumatera Utara 38 Sementara pada sampel dengan penambahan bahan pengisi serbuk batang kelapa sawit untuk variasi 35:15:15, menunjukkan persentase minimum sebesar 23,82. Hal ini disebabkan karena kehomogenan dalam pengadukan. Pengadukan yang sempurna dan sangat homogen sehingga tapioka yang berfungsi sebagai perekat dari serbuk batang kelapa sawit menurut Rosmaida 2009 telah melapisi sebahagian permukaan dari bahan pengisi tersebut, dan hal tersebut membuat air tidak banyak terserap karena terhalang oleh perekat tapioka. Penyerapan air papan gipsum plafon merk Jayaboard yang komersial Lampiran H, dimana penyerapan airnya yaitu 37,4 . Dari hasil pengujian sampel yang dilakukan ternyata diperolah nilai penyerapan airnya lebih baik dari papan gipsum plafon merk Jayaboard.

4.3 Hasil Karakterisasi Termal Dengan DTA Dari Papan Gipsum Plafon

Pengujian dengan DTA merupakan metode karakterisasi sifat termal suatu sampel yang digunakan untuk menentukan temperatur kritis dan juga menghitung perubahan temperatur ∆T. Pengujian ini menggunakan alat Thermal Analyzer DT-30 Shimadzu dimana hanya dilakukan terhadap tiga jenis sampel yaitu sampel gipsum murni, sampel variasi 35:15:15 yang merupakan sampel terbaik dari hasil pengujian mekanik, dan sampel variasi 45:5:15 yang merupakan sampel terburuk dari hasil pengujian mekanik. Dan hasil pengujian termal dari ketiga sampel tersebut ditampilkan dalam bentuk grafik, seperti pada Gambar 4.4, Gambar 4.5, dan Gambar 4.6 berikut.

4.3.1 Pengukuran Temperatur Kritis

Pengukuran temperatur kritis dimulai dari puncak peak DTA yang ditarik garis lurus sampai memotong garis penunjuk temperatur, selanjutnya titik potong tersebut ditandai, dan diturunkan dua skala kebawah sehingga didapat titik potong yang baru, dari titik potong ini ditarik garis lurus menuju skala temperatur 15 mv. Dari pengukuran tersebut diperoleh suhu transisi gelas T g , dan suhu titik maksimum atau titik lebur T m . Universitas Sumatera Utara 39 Gambar 4.3. Diagram Hasil Pengukuran Uji DTA Terhadap Papan Gipsum Plafon Untuk Sampel Gipsum Murni Berdasarkan Gambar 4.3 terlihat adanya pergeseran pada garis dasar baseline ke arah endotermik membentuk peak tajam yang menunjukkan T g sebesar 140 o C dari kristal anhidrat pada gipsum tersebut. Hal ini menurut Stevens 2001 menunjukkan bahwa suhu sampel gipsum tertinggal dari suhu pembandingnya, yang berarti bahwa adanya kalor yang terserap, sehingga kristal anhidrat dari gipsum mencair dan terpisah dari gipsum tersebut.. Universitas Sumatera Utara 40 Gambar 4.4. Diagram Hasil Pengukuran Uji DTA Terhadap Papan Gipsum Plafon Untuk Sampel Gipsum : Batang Kelapa Sawit : Tapioka 35:15:15 Sementara dibandingkan dengan Gambar 4.4 terlihat juga pergeseran garis dasar awal ke arah endotermik dan membentuk peak yang menunjukkan T g sebesar 170 o C dari kristal anhidrat, selanjutnya terbentuk peak yang tajam ke arah eksotermik menunjukkan temperatur maksimum T m dari campuran tersebut sebesar 310 o C nya. Dalam hal ini ada perbedaan suhu T g dibandingkan dengan Universitas Sumatera Utara 41 gipsum murni pada Gambar 4.3, dan menurut Stevens 2001 adanya peak tajam kearah eksotermik menunjukkan suhu sampel telah mendahului suhu pembandingnya yang berarti adanya kalor yang terlepaskan, sehingga sampel mulai terdekomposisi pada suhu tersebut. Gambar 4.5. Diagram Hasil Pengukuran Uji DTA Terhadap Papan Gipsum Plafon Untuk Sampel Gipsum : Batang Kelapa Sawit : Tapioka 45:5:15 Universitas Sumatera Utara 42 Selanjutnya Gambar 4.4 dibandingkan dengan Gambar 4.5 terlihat hampir sama bentuknya karena campuran tersebut kandungannya sama tetapi yang berbeda hanya komposisi saja. Dimana pada Gambar 4.5 juga terjadi pergeseran garis dasar awal kearah endotermik dan membentuk peak yang menunjukkan T g sebesar 160 o C, selanjutnya terbentuk peak yang tajam kearah eksotermik menunjukkan T m sebesar 310 o C nya. Dari hasil pengujian DTA ini memperlihatkan bahwa penambahan komposisi serbuk mempengaruhi suhu indothermiknya, dimana hasilnya mengalami kenaikan. Kemampuan menahan panas mencapai 170 C, ini menunjukkan bahwa bahan pengisi serbuk batang kelapa sawit merupakan suatu bahan yang sangat baik untuk menyerap panas. Sedangkan ke arah eksothermiknya dengan penambahan serbuk tidak mengalami perubahan, dimana suhu temperatur maksimum Tm, ini menunjukkan bahwa bahan pengisi serbuk batang kelapa sawit merupakan suatu bahan yang sangat baik untuk melepas panas. Hal ini menunjukkan bahwa kedua sampel yang diuji baik sampel variasi 35:15:15 dan 45:15:15 menunjukkan T m nya sama, tetapi faktor komposisi mempengaruhi suhu T g , dimana semakin banyak gipsum dalam suatu campuran maka nilai T g semakin rendah.

4.3.2 Perhitungan Perubahan Temperatur

Pengukuran perubahan temperatur ∆T dari sampel dengan menghubungkan titik singgung peak DTA, sehingga diperoleh garis singgung, selanjutnya garis lurus dari puncak peak DTA ditarik memotong garis singgung. Jarak dari puncak sampai garis singgung ini disebut besarnya jumlah skala ∆T. Jarak antara puncak sampai garis singgung dihitung dengan satuan skala. Yang selanjutnya jumlah skala ∆T dimasukkan persamaan berikut : e ter mocoupl e ter mocoupl r ange T x total skala jumlah DTA r ange total x T skala jumlah T    .......................4.1 Universitas Sumatera Utara 43 Berdasarkan pada Lampiran C dan Gambar 4.3, diketahui bahwa pada saat mencapai titik transisi gelas pada kristal anhidrat gipsum murni terjadi penurunan suhu yang ditandai dengan arah peak ke kanan sebesar 8,78 o C atau terjadi perbedaan temperatur antara termokopel dengan sampel sebesar 8,78 o C. Sedangkan pada Lampiran C dan Gambar 4.4, diketahui bahwa pada saat mencapai titik T g nya pada sampel variasi 35:15:15 terjadi penurunan suhu yang ditandai dengan arah peak ke kanan sebesar 3,13 o C, dan pada saat mencapai suhu T m nya terjadi kenaikan yang cukup signifikan yaitu sebesar 37 o C dengan arah peak ke kiri. Selanjutnya pada Lampiran C dan Gambar 4.5, diketahui bahwa pada saat mencapai T g nya pada sampel variasi 45:5:15 juga terjadi penurunan suhu sebesar 6,27 o C, dan pada saat mencapai suhu T m nya terjadi kenaikan sebesar 7,25 o C. Dengan demikian, jelas diketahui bahwasanya sampel variasi 35:15:15 merupakan yang terbaik karena suhu T g lebih besar dibandingkan dengan sampel lainnya, yang berarti menurut Stevens 2001 butuh pemanasan lebih tinggi sehingga sampel mengalami perubahan masa transisi, dalam hal ini perubahan struktur dari kristal anhidrat pada gipsum. Pemanasan pada suhu antara 140-170 o C menyebabkan kristal anhidrat dalam campuran tersebut mencair sehingga ikatan fisis yang ada menjadi lemah.

4.4 Hasil Karakterisasi Sifat Mekanik Dari Papan Gipsum Plafon

4.4.1 Hasil Pengujian MOE dan MOR

Pengujian MOE dan MOR ini mengacu pada SNI 03-2105-2006 dan telah dilakukan terhadap semua jenis variasi sampel menggunakan alat penguji Tokyo Testing Machine berkapasitas 2000 kgf dengan memberikan beban sebesar 100 kgf dan kecepatan 10 mmmenit terhadap semua variasi sampel. Berikut hasil pengujian MOE dan MOR, seperti pada Gambar 4.6 berikut. Universitas Sumatera Utara 44 Regangan T e ga nga n Gambar 4.6. Grafik Hasil Pengukuran Uji MOE dan MOR Terhadap Papan Gipsum Plafon Berdasarkan data yang diperoleh tersebut melalui harga P E dari tiap-tiap sampel hasil pengujian selanjutnya disubstitusi ke persamaan 2.4. Sehingga diperoleh nilai MOE dalam satuan kgfmm 2 yang kemudian dikonversikan ke dalam satuan MPa 1 kgfmm 2 = 9,81 MPa. Data hasil perhitungan dan cara perhitungan tercantum pada Lampiran D. Berdasarkan pada tabel dari Lampiran D, maka dapat dilihat hubungan antara MOE dengan variasi sampel yang dinyatakan dalam bentuk grafik. Pada Gambar 4.7 tersebut terlihat bahwa nilai MOE terbesar pada variasi sampel 35:15:15 sebesar 62,22 MPa. Sedangkan nilai MOE terendah pada sampel gipsum murni 65:0:0 sebesar 13,28 MPa. Diketahui bahwa dengan adanya bahan pengisi serbuk batang kelapa sawit dan juga perekat tapioka yang ditambahkan ke dalam gipsum tersebut. Universitas Sumatera Utara 45 Gambar 4.7. Grafik Hubungan Antara Nilai MOE Dengan Sampel Gipsum : Batang Sawit : Tapioka Menurut Salon adanya peningkatan kekuatan ini menunjukkan bahwa tapioka berperan sebagai pengikat antara gipsum dengan pengisinya karena memiliki gaya adhesif yang besar, sehingga terjadi ikatan yang dihasilkan cukup baik dan tingkat kelenturan pun semakin bertambah. Selanjutnya berdasarkan pengujian setelah diperoleh nilai P E untuk uji MOE, kemudian pengujian dilanjutkan hingga diperoleh nilai P R . Pada Gambar 4.6 terlihat hasil pengukuran dalam bentuk grafik karena pengujiannya merupakan satu kesatuan dengan uji MOE. Harga P R yang diperoleh disubstitusi ke persamaan 2.3 sehingga didapat nilai MOR. Data hasil perhitungan dan cara perhitungan tercantum pada Lampiran E. 13,28 60,86 46,78 62,22 56,66 47,12 0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 1 2 3 4 5 6 65 : 0 : 0 45 : 5 : 15 40 : 10 : 15 35 : 15 : 15 30 : 20 : 15 25 : 25 : 15 Variasi Sam pel Gipsum : Batang Saw it : Tapioka M O E M P a Universitas Sumatera Utara 46 Gambar 4.8. Grafik Hubungan Antara Nilai MOR Dengan Sampel Gipsum : Batang Sawit : Tapioka Gambar 4.8 tersebut merupakan hubungan antara nilai MOR dengan variasi sampel yang dinyatakan dalam bentuk grafik. Dimana diketahui nilai MOR maksimumnya terdapat pada variasi 35:15:15 sebesar 16,62 MPa dan nilai MOR minimum terdapat pada sampel gipsum murni 65:0:0 sebesar 3,33 MPa. Dimana pada variasi sampel 35:15:15 grafik menunjukkan tingginya nilai MOR suatu sampel, sehingga dibutuhkan gaya yang besar sampai sampel menjadi patah.Dari hasil menunjukkan bahwa berkurangnya kemampuan kuat lentur dan kuat patah sangat berpengaruhi pada penambahan komposisi serbuk batang kelapa sawit, dimana dengan penambahan serbuk batang kelapa sawit akan menyebabkan banyaknya kandungan air dalam serbuk karena pori-pori atau rongga-rongga kosong banyak menyerap air sehingga kuat lentur dan kuat patahnya melemah. 3,33 11,38 10,42 16,62 10,36 14,41 0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00 14,00 16,00 18,00 1 2 3 4 5 6 65:0:0 45:5:15 40:10:15 35:15:15 30:20:15 25:25:15 Variasi Sampel Gipsum : Batang Sawit : Tapioka MO R MPa Universitas Sumatera Utara 47 Hasil maksimum yang diperoleh pada variasi sampel tersebut menurut Budi 2009 dikarenakan adanya gaya adhesif yang cukup kuat dari tapioka membuat ikatan menjadi semakin baik. Didukung dengan sama banyaknya jumlah komposisi dari tapioka dengan bahan pengisinya dan meratanya dispersi dari gipsum terhadap bahan pengisi dan perekat, membuat gipsum tersebut terjerembab dalam ikatan antara tapioka dan serbuk batang kelapa sawit. Dibandingkan dengan MOE dan MOR papan gipsum plafon merk Jayaboard yang komersial Lampiran I dan Lampiran J, dimana nilai MOE nya sebesar 6,13 MPa dan MOR nya yaitu 1,28 MPa. Untuk semua sampel yang diujikan nilai MOE dan MOR nya jauh lebih besar dibandingkan dengan yang komersial, ini menunjukkan adanya peranan dari tapioka dan pengisi serbuk batang kelapa sawit dalam meningkatkan sifat mekaniknya.

4.4.2 Hasil Pengujian Kuat Tarik

Telah dilakukan pengujian kuat tarik terhadap semua jenis variasi sampel dengan mengacu pada SNI 03-2105-2006. Pengujian ini dilakukan untuk menentukan besarnya kekuatan tarik suatu sampel terhadap beban yang diberikan menggunakan alat penguji seperti pada uji MOE dan MOR, tetapi perbedaan hanya dari perlakuan terhadap sampel dimana sampel ditarik dikedua ujungnya sampai putus. Berikut hasil pengukuran uji kuat tarik yang ditampilkan dalam bentuk grafik, seperti pada Gambar 4.9 berikut. Universitas Sumatera Utara 48 Gambar 4.9. Grafik Hasil Pengukuran Uji Kuat Tarik Terhadap Papan Gipsum Plafon Dari Gambar 4.9 tersebut terlihat bentuk grafik dari tiap-tiap sampel yang sangat bervariasi, hal tesebut dipengaruhi dari kemerataan campuran pada saat pengadukan. Pada variasi sampel 35:15:15 terlihat bentuk grafik yang tinggi dan tajam menunjukkan tingginya nilai load P yang dihasilkan. Sementara pada gipsum murni 65:0:0 bentuk grafiknya terlihat sangat berbeda dan kecil yang menunjukkan rendahnya nilai load P, yang berarti ikatan kohesi yang rendah pada gipsum murni membuat jadi lebih rapuh ketika diberi pembebanan tarik. Harga Load P yang diperoleh dari tiap-tiap sampel disubstitusi ke persamaan 2.5 yang dikonversi ke dalam satuan MPa. Hasil pengukuran dapat dilihat pada Lampiran F. Regangan T ega nga n Universitas Sumatera Utara 49 Gambar 4.10. Grafik Hubungan Antara Nilai Kuat Tarik Dengan Variasi Sampel Gipsum : Batang Kelapa Sawit : Tapioka Berdasarkan Gambar 4.10 tersebut terlihat nilai kuat tarik maksimum pada variasi sampel 35:15:15 sebesar 6,52 MPa, dan nilai minimum pada gipsum murni 65:0:0 sebesar 0,15 MPa. Perbedaan nilai tersebut cukup signifikan, ini menunjukkan bahwa penambahan pengisi batang sawit dan perekat tapioka sangat efektif dalam meningkatkan sifat mekanik dari papan gipsum plafon terutama ketahanan terhadap beban tarik. Dari hasil ini menunjukkan bahwa kemampuan serbuk sebagai pengisi memiliki kemampuan yang sangat baik dalam pengujian tarik. Ini terjadi karena adanya pergeseran antar atom akibat banyak pori dalam serbuk akan menurunkan kemampuan bahan. Perbedaan nilai kuat tarik pada sampel 35:15:15 yang cukup besar dibandingkan variasi lainnya dikarenakan serbuk batang sawit merupakan kayu yang mengandung serat selulosa. Dimana sifat khusus selulosa merupakan hasil dari kumpulan rantai panjangnya untuk membentuk serat lebih besar. Menurut McKinney 1995 bahwa serat memiliki gaya antar molekul yang kuat sehingga menghasilkan ikatan yang kuat dan struktur yang berulang. Dan adanya serat 0,15 0,70 2,09 6,52 2,05 1,88 0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 1 2 3 4 5 6 65:0:0 45:5:15 40:10:15 35:15:15 30:20:15 25:25:15 Variasi Sam pel Gipsum : Batang Kelapa Saw it : Tapioka K u a t T a ri k M P a Universitas Sumatera Utara 50 sellulosa pada tapioka menurut Salon 2009 dapat membuat ikatan dengan pengisi sangat erat dan kehomogenan campuran antara perekat tapioka dengan serbuk batang sawit, cenderung mampu meningkatkan tegangan tarik. Dibandingkan dengan kuat tarik papan gipsum plafon merk Jayaboard yang komersial Lampiran K, dimana kuat tariknya sebesar 0,91 MPa. Untuk sampel yang diujikan kuat tariknya jauh lebih besar dibandingkan dengan yang komersial, ini menunjukkan adanya peranan dari tapioka dan pengisi serbuk batang kelapa sawit dalam meningkatkan sifat mekaniknya.

4.4.3 Hasil Pengujian Impak

Pengujian impak mengacu pada metode Charpy untuk mengukur ketahanan dari sampel terhadap beban kejut. Pengujian ini telah dilakukan terhadap semua jenis variasi sampel menggunakan alat penguji Wollpert Werkstoff Pruf Maschine Type CPSA dengan pendulum yang digunakan sebesar 4 Joule. Hasil pengujian diperoleh secara manual melalui jarum merah yang ditunjukkan pada skala setelah sampel menumbuk benda uji, kemudian angka yang tertera dalam skala dikurangi dengan energi kosong sebesar 0,02 Joule. Dan hasil pengukuran disubstitusi ke persamaan 2.8. Sehingga didapat harga dari uji Impak dari masing- masing sampel seperti yang tertera pada Lampiran G. Dari Gambar 4.10 tersebut diketahui impak maksimum pada variasi 35:15:15 sebesar 4777,8 Jm 2 , sedangkan impak minimum pada gipsum murni yang hanya 1111,1 Jm 2 . Dari hasil ini membuktikan bahwa semakin banyak serbuk batang kelapa sawit maka semakin besar kemampuan impak. Universitas Sumatera Utara 51 Gambar 4.11. Grafik Hubungan Antara Impak Dengan Variasi Sampel Gipsum : Batang Kelapa Sawit : Tapioka Terjadi peningkatan ketahanan impak ini dikarenakan adanya serat sellulosa pada tapioka dan juga batang sawit sangat erat yang saling berikatan. Menurut Salon 2009 kehomogenan antara perekat tapioka pada saat dilarutkan dalam air dengan pengisinya akan membuat gipsum terperangkap dalam ikatan antar serat, dikarenakan gipsum mudah berikatan dengan air. Dibandingkan dengan uji impak papan gipsum plafon merk Jayaboard yang komersial Lampiran L, dimana impaknya sebesar 2500 Jm 2 . Dan hasil ini tetap menunjukkan hasil yang lebih baik pada saat bahan pengisinya jauh lebih besar 15 g, 20 g, dan 25 g, dan adanya karton tebal yang melapisi bagian permukaan pada papan gipsum komesial menghasilkan impak yang lebih baik daripada gipsum murni. 1111,1 2888,9 3222,2 4777,8 4444,4 4444,4 0,0 1000,0 2000,0 3000,0 4000,0 5000,0 6000,0 1 2 3 4 5 6 65:0:0 45:5:15 40:10:15 35:15:15 30:20:15 25:25:15 Variasi Sam pel Gipsum : Batang Kelapa Saw it : Tapioka Im p a k J m 2 Universitas Sumatera Utara 52 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat diambil kesimpulan bahwa : 4. Sifat fisis dari papan gipsum plafon menggunakan pengisi serbuk batang kelapa sawit dan perekat tepung tapioka menghasilkan densitas 1,43 gcm 3 dan penyerapan air 23,82, sedangkan densitas 1,03 gcm 3 dan penyerapan air 37,4 dari papan gipsum merk Jayaboard yang komersial sebagai bahan pembanding. 5. Sifat termal dari papan gipsum plafon menggunakan pengisi serbuk batang kelapa sawit dan perekat tepung tapioka menghasilkan suhu ke arah endothermiknya Tg sebesar 170 o C kristal anhidrat dari gipsum, dan ke arah eksothermiknya Tm sebesar 310 o C, titik dekomposisi. 6. Pemanfaatan serbuk batang kelapa sawit sebagai pengisi dalam pembuatan papan gipsum plafon menggunakan perekat tepung tapioka telah efektif meningkatkan sifat mekanik, dimana dihasilkan MOE 62,22 MPa, MOR 16,22 MPa, kuat tarik 6,52 MPa, dan impak 4777,8 Jm 2 yang lebih besar dibandingkan dengan MOE 6,13 MPa, MOR 1,28 MPa, kuat tarik 0,91 MPa, dan impak 2500 Jm 2 dari papan gipsum merk Jayaboard. 7. Penggunaan perekat alam tepung tapioka dalam pembuatan papan gipsum plafon efektif mengikat serbuk batang kelapa sawit, dengan komposisi tepung tapioka yang diperlukan sebanyak 23,1 dari campuran. 8. Campuran optimum dalam pembuatan papan gipsum plafon yaitu pada sampel variasi 35:15:15. Universitas Sumatera Utara 53

5.2 Saran