Karakterisasi Panas Dengan KESIMPULAN DAN SARAN 52

17 menentukan besarnya nilai penyerapan air Newdesnetty, 2009, dapat menggunakan persamaan sebagai berikut : 100 x M M M PA k k b   ........................... 2.2 Dengan : PA = Nilai penyerapan air M b = Massa basah kg M k = Massa kering kg

2.6 Karakterisasi Panas Dengan

Differential Thermal Analysis DTA Papan Gipsum Plafon Dengan Pengisi Serbuk Batang Kelapa Sawit Menggunakan Perekat Tepung Tapioka Differential Thermal Analysis DTA yaitu merupakan suatu alat untuk menganalisis sifat termal suatu sampel yang memiliki berat molekul tinggi seperti bahan-bahan polimer dengan perlakuan sampel dipanaskan sampai terurai, yang kemudian transisi-transisi termal dalam sampel tersebut dideteksi dan diukur. Pengujian dengan DTA digunakan untuk menentukan temperatur kritis Tg, temperatur ma ksimum Tm, dan perubahan temperatur ∆T, dengan ukuran sampel uji berkisar 30 mg Stevens, 2001. Analisis termal bukan saja mampu untuk memberikan informasi tentang perubahan fisik sampel misalnya titik leleh dan penguapan, tetapi terjadinya proses kimia yang mencakup polimerisasi, degradasi, dekomposisi, dan sebagainya. Dalam bidang campuran polimer poliblen pengamatan suhu transisi gelas T g sangat penting untuk meramalkan interaksi antara rantai dan mekanisme pencampuran beberapa polimer. Campuran polimer yang homogen akan menunjukkan satu puncak T g eksotermis yang tajam dan merupakan fungsi komposisi. T g campuran biasanya Universitas Sumatera Utara 18 berada diantara T g . Dari kedua komponen, karena itu pencampuran homogen digunakan untuk menurunkan T g , seperti halnya plastisasi dengan pemlastis cair. Pencampuran polimer heterogen ditujukan untuk menaikkan ketahanan bentur bahan polimer. Campuran polimer heterogen ini ditandai dengan beberapa puncak T g , karena disamping masing-masing komponen masih merupakan fase terpisah, daerah antarmuka mungkin memberikan T g yang berbeda. Pengamatan termal campuran polimer juga dapat digunakan untuk menentukan parameter interaksi, yang merupakan faktor penurunan suhu leleh kristal Wirjosentono, 1995. Sifat termal polimer merupakan salah satu sifat yang paling penting karena menentukan sifat mekanis bahan polimer. Senyawa – senyawa polimer menunjukkan suhu transisi gelas pada suhu tertentu. Senyawa polimer amorf seperti polistirena dan bagian amorf dari polimer semi – kristalin seperti polietilen memiliki suhu transisi gelas T g , namun polimer kristalin murni seperti elastomer tidak memiliki suhu transisi gelas, namun hanya menunjukkan suhu leleh T m . Pola umum kurva DTA ditunjukkan seperti pada Gambar 2.1. Gambar 2.1 Pola Umum Kurva DTA Universitas Sumatera Utara 19 Suhu transisi gelas terjadi ketika polimer amorf atau bagian amorf polimer semi-kristalin menunjukkan perubahan dari keadaan lunak dan elastis menjadi keadaan keras, rapuh dan mirip getas. Suhu transisi gelas dipengaruhi oleh fleksibilitas rantai, kekuatan dan ukuran gugus samping dan fleksibilitas rantai samping. Fleksibilitas rantai ditentukan oleh kemudahan gugus – gugus yang berikatan kovalen untuk berotasi. Rotasi ditentukan oleh energi dari gaya – gaya kohesi molekul. Penurunan fleksibilitas rantai meningkatkan Tg melalui peningkatan halangan sterik. Halangan sterik ditentukan oleh ukuran dan bentuk rantai utama. Gugus – gugus samping yang besar dan kaku menurunkan fleksibilitas rantai utama sehingga T g meningkat. Penambahan gugus samping yang fleksibel menghasilkan peningkatan jarak antar rantai sehingga gaya intermolekuler menurun dan kemuluran meningkat. Hal ini dapat dicapai dengan penambahan pemlastis dan aditif lainnya Kristian, 2008.

2.7 Karakterisasi Mekanik Papan Gipsum Dengan Pengisi Serbuk Batang