karena juga ditemani keluarga memudahkan akses pelayanan kesehatan yang memang mudah dijangkau. Seperti berikut :
“Iya, waktu itu sendiri. Kadang sama bapak Ayah Pasien TB MDR juga, kadang naik angkot sendiri. Kadang naik becak, kadang naik angkot.” Informan
1
“Jalan kaki pernah
, n
aik kereta, kadang-kadang kalau sama anak. Dibawanya mobil” Informan 2
“Naik becak pernah, naik angkot pernah, pernah kereta juga pernahlah semua”Informan 3
“Yang saya tau naik angkot, yang dosen itulah naik mobil, sepeda motor ada juga. Ntah naik angkot, naik becaknya orang itu ya.” Informan 4
Tidak adanya keluhan dan mudahnya diakses, serta ditemanin keluarga menjadi salah satu yang mempengaruhi kepatuhan berobat. Ditambah lagi kinerja
petugas kesehatan TB MDR di Puskesmas Helvetia yang sangat baik, disesuai dengan hasil penelitian Amelda dkk, peranan petugas kesehatan dalam melayani
pasien TB Paru diharapkan dapat membangun hubungan yang baik dengan pasien. Unsur kinerja petugas kesehatan mempunyai pengaruh terhadap kualitas
pelayanan kesehatan, termasuk pelayanan kesehatan terhadap pasien Tuberkulosis Paru yang secara langsung atau tidak langsung akan berpengaruh terhadap
keteraturan berobat pasien yang pada akhirnya juga menentukan hasil pengobatan.
5.3 Faktor Pendorong Reinforcing Factors yang mempengaruhi
perilaku keluarga dalam pengobatan pasien TB MDR
5.3.1 Dukungan Petugas
Berdasarkan dari informan, dukungan petugas yang paling baik menjadikan pasien TB MDR dan nyaman dalam mengalammi pengobatan, tetap
ada pengontrolan dan diperhatikan kondisi mulai dari nutrisi, psikologis, dan pengadaan alat. Seperti penuturan salah satu informan berikut.
Universitas Sumatera Utara
“Kalau petugasnya welcome, otomatis pasien betah disitu. Mau suntik gitukan, ayo suntik gitu masuk gitukan. Kayaknya, kalau mereka nyapa aja, say
hello aja kan” Informan 6 Penyuluhan terkait informasi, edukasi, dan komunikasi dengan keluarga
juga dijalani dengan baik. Meskipun tim MDR sudah ada di Puskesmas Helvetia ini. Dukungan petugas yang paling baik dalam membantu kesembuhan pasien.,
seperti kutipan berikut. “Intinya nasehat-nasehat itu, sebenarnya sudah lebih dari cukup. Ga bisa bilang
lagi, ga bisa terukur lagi. Dikasih nasehat, bahkan dipeluk lagi.” Informan 1 “Iya, itulah, berceramah dengan dokter Y dokter TB MDR ya rajin kali. Ga
berhenti-henti, kalau mau dikasih saran. Semangatnya karena dia ini ya, karena dia suami informan sempat sakit oyong itu supaya dia jangan sampai putus
asa” Infroman 2 “Banyak lah yang diberikan bu D Petugas TB MDR, kadang aku di telfonnya.
Gimana keadaan suami saya Pasien TB MDR, sempat juga aku curhat sama ibu itu Petugas TB MDR.” Informan 3
“Ya itulah, dia keluarga dan pasien TB MDR harus dikasih edukasi sebenarnya. Sebenarnya idealnya setiap datang ya, kita Dokter TB MDR kasih semangat”
Informan 5
Baiknya penuturan informan, menunjukkan kinerja, konseling, dan dukungan yang dilakukan petugas TB MDR dan keluarga sudah baik. Sehingga
menjadi pengaruh dalam kepatuhan berobat pasien TB MDR dan keluarga. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Thiam, 2007 yang menyatakan
bahwa semakin rendah konseling yang diberikan kepada seseorang maka kepatuhan dan pengetahuan dalam menjalankan strategi pengobatan yang efektif
juga rendah. Peningkatan pengetahuan, sikap positif dan kepatuhan berobat penderita TB paru dapat diwujudkan dengan pemberian konseling.
Hal ini dikemukakan oleh Corones, 2009 mengemukakan bahwa kebutuhan informasi pada pasien yang menjalankan pengobatan TB paru sangat
Universitas Sumatera Utara
tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Astin, 2010, pasien yang menjalani pengobatan TB paru, membutuhkan informasi ataupun konseling kesehatan
tentang perawatan dan pengobatan TB. Pemberian konseling dengan model konseling yang bersifat kelompok lebih efektif dibanding dengan model
pemberian konseling secara individu hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Egan, 2005 bahwa pemberian konseling secara kelompok lebih efektifitas
waktu hal ini terkait dengan sumber dana dan sumber daya yang terbatas.
5.3.2 Kader TB MDR