orang yang memilih kombinasi dengan non obat seperti jamu, rebusan herbal, maupun terapi pijat.
Sebagian dari responden hipertensi yang melakukan terapi diketahui dari hasil wawancara bahwa responden tersebut berobat pada posyandu lansia yang
ada di Dukuh Sambisari, sehingga dapat mendukung responden untuk peningkatan kesadaran terhadap hipertensi. Tersedianya posyandu lansia ini bisa
menjadi nilai positif untuk mendukung pengontrolan tekanan darah. Pelayanan posyandu ini diadakan di Dukuh Sambisari untuk wilayah Randusari RT 05-08
yang dilaksanakan setiap satu bulan sekali. Lokasi pelayanan posyandu ini diadakan pada salah satu rumah kader posyandu yang sudah ditetapkan sebagai
tempat pelaksanaan posyandu setiap bulannya. Pelaksanaan posyandu ini dilayani oleh 1 orang tenaga kesehatan dari Puskesmas dan dibantu oleh 5 orang kader RT
05-08. Posyandu lansia di Dukuh Sambisari ini dapat dikatakan mendukung pengontrolan tekanan darah responden hipertensi karena responden dapat
memeriksaan kondisi kesehatannya terkait hipertensi dan menerima terapi setiap bulan. Sehingga responden hipertensi dapat terkontrol terapinya apabila rutin
setiap bulan datang ke posyandu lansia dan kegiatan posyandu ini menjadi suatu rutinitas pelayanan kesehatan yang baik untuk mendukung terkontrolnya terapi
hipertensi reponden Dukuh Sambisari.
B. Perbedaan Prevalensi, Kesadaran dan Terapi Hipertensi yang
Disebabkan Faktor Sosio-Ekonomi 1.
Pendidikan
Karakteristik pendidikan responden di Dukuh Sambisari adalah sebanyak 69,0 Tabel IV berada pada tingkat pendidikan ≤SMP termasuk yang tidak
menempuh pendidikan formal atau tidak bersekolah. Artinya tingkat pendidikan responden di Dukuh Sambisari dapat dikatakan cukup rendah. Hubungannya
dengan kejadian hipertensi adalah ingin menyatakan adanya perbedaan yang bermakna pada prevalensi, kesadaran dan terapi hipertensi yang disebabkan oleh
faktor pendidikan, dan ingin mengetahui seberapa besar risiko yang dapat disebabkan oleh faktor pendidikan terhadap prevalensi hipertensi responden di
Dukuh Sambisari. Terkait dengan hal tersebut maka berhubungan pula dengan tingkat kesadaran responden terhadap hipertensi dan melakukan terapi hipertensi.
Responden dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan lebih waspada terhadap risiko-risiko penyakit yang dapat dialaminya terlebih karena lebih banyak
informasi yang diterima dan pengetahuan yang dimilikinya, maka responden tersebut akan memilih untuk lebih dini melakukan pemeriksaan kesehatan dan
dapat melakukan pencegahan dengan gaya hidup sehat. Responden dengan kejadian sudah memiliki riwayat hipertensi dan pernah melakukan pemeriksaan
tekanan darah maka disebut responden yang memiliki kesadaran hipertensi. Berikut disajikan tabel prevalensi, kesadaran dan terapi responden hipertensi
Dukuh Sambisari terkait dengan pendidikan.
Tabel VIII. Perbedaan Prevalensi, Kesadaran dan Terapi Hipertensi Responden Dukuh Sambisari yang Disebabkan Pendidikan
Pendidikan Jumlah n Nilai
p OR
95 CI Kategori
Ya Tidak Batas
bawah Batas
atas Prevalensi
≤SMP SMP
62 25
76 37
0,33 0,83
0,45 1,52
Kesadaran
≤SMP SMP
45 17
17 8
0,43 1,25
0.45 3,42
Terapi
≤SMP SMP
39 14
6 3
0,47 1,39
0,31 6,33
Kejadian hipertensi di Dukuh Sambisari terhadap faktor pendidikan ada sebanyak 62 responden dengan tingkat pendidikan ≤SMP dan sebanyak 25
responden dengan tingkat pendidikan SMP. Berdasarkan data tabel VIII hasil uji Chi-square untuk melihat perbedaan prevalensi yang disebabkan faktor tingkat
pendidikan menyatakan nilai p 0,33; OR 0,83 0,45 –1,52 dengan 95 interval
kepercayaan. Dari hasil tersebut dapat dinyatakan bahwa tingkat pendidikan responden di Dukuh Sambiari memberikan perbedaan yang tidak bermakna
terhadap prevalensi hipertensi pada Dukuh tersebut. Hal ini berbeda apabila dibandingkan dengan hasil penelitian oleh Saeed
et al. 2011 yang menyatakan bahwa responden dengan pendidikan yang rendah memiliki risiko hipertensi yang signifikan. Sedangkan menurut Gaudemaris et al.
2002 menyatakan bahwa prevalensi hipertensi yang tinggi berhubungan dengan tingkat pendidikan yang rendah pada perempuan, dan ditemukan bahwa
prevalensi hipertensi yang tinggi secara positif terjadi pada responden dengan pendidikan rendah.
Kesadaran hipertensi berdasarkan tingkat pendidikan di Dukuh Sambisari ada sebanyak 35 responden dengan tingkat pendidikan ≤SMP dan sebanyak 17
responden dengan tingkat pendidikan SMP. Pada tabel VIII menunjukkan hasil uji Chi-Square menyatakan nilai p 0,43; OR 1,25 0,45
–3,42 dengan 95 interval kepercayaan. Dari hasil uji tersebut dapat dinyatakan bahwa tingkat pendidikan
di Dukuh Sambisari memberikan perbedaan yang tidak bermakna pada tingkat kesadaran responden terhadap hipertensi. Dilihat dari data di atas, kesadaran
terhadap hipertensi ditunjukkan lebih banyak pada responden hipertensi yang berada pada tingkat pendidik
an ≤SMP Tabel VI. Meskipun tingkat pendidikan adalah berbeda tidak bermakna terhadap kesadaran hipertensi, namun berdasarkan
data di atas menunjukkan responden dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah memiliki jumlah kesadaran hipertensi yang lebih banyak dibandingkan dengan
responden yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi. Hal ini didukung pula dengan tersedianya pelayanan kesehatan posyandu lansia di Dukuh Sambisari
sehingga responden lansia secara tingkat pendidikan yang dapat dikatakan rendah karena tidak bersekolah ataupun hanya sampai lulusan SD namun setiap bulannya
dapat melakukan pemeriksaan tekanan darah secara rutin. Kesadaran hipertensi berkaitan dengan responden melakukan terapi
untuk manajemen hipertensi, meskipun tidak semua responden yang memiliki kesadaran akan melakukan terapi tersebut. Secara sadar responden hipertensi yang
pernah melakukan pemeriksaan tekanan darah dan terdeteksi hipertensi atau yang sudah memiliki riwayat hipertensi akan menerima terapi hanya saja terapi yang
diterima tersebut dilakukan atau tidak. Berdasarkan wawancara dengan responden
hipertensi yang sadar bahwa dirinya mengalami hipertensi tetapi tidak melakukan terapi menyatakan alasan bahwa tidak suka minum obat ataupun karena tidak
merasa ‘sakit’ meskipun responden secara sadar tahu bahwa dirinya memiliki riwayat hipertensi. Responden merasa dalam keadaan yang baik karena responden
tidak merasakan tanda-tanda dan gejala yang menyatakan dirinya dalam kondisi ‘sakit’. Tingkat pendidikan tinggi dihubungkan dengan memiliki pengetahuan
akan dibutuhkannya terapi untuk manajemen hipertensi disadari oleh responden namun responden memilih untuk tidak menjalani terapi. Hasil penelitian
menyatakan bahwa tingkat pendidikan memberikan perbedaan yang tidak bermakna terhadap terapi hipertensi yang dilakukan oleh responden. Hal ini
ditunjukkan berdasarkan hasil nilai p 0,47; OR 1,39 0,31 –6,33 dengan 95
interval kepercayaan. Hal ini berarti status tingkat pendidikan tidak menentukan responden akan melakukan terapi hipertensi.
2. Pekerjaan
Profil pekerjaan responden di Dukuh Sambisari dibagi menjadi 2 kategori yang meliputi pekerjaan indoor dan outdoor. Untuk kategori pekerjaan indoor
dimaksudkan adalah pekerjaan yang dilakukan di dalam ruangan, sedangkan pekerjaan outdoor adalah yang dilakukan di luar ruangan. Hasil penelitian terkait
faktor pekerjaan terhadap prevalensi, kesadaran dan terapi responden hipertensi di Dukuh Sambisari disajikan dalam tabel IX.
Pekerjaan responden di Dukuh Sambisari memberikan perbedaan yang tidak bermakna terhadap prevalensi hipertensi ditunjukkan berdasarkan hasil uji
Chi-Square yang menyatakan nilai p 0,13; OR 0,68 0,38 –1,28 dengan 95
interval kepercayaan. Responden dengan kategori pekerjaan indoor lebih banyak jumlahnya dibandingkan responden dengan pekerjaan outdoor terhadap kejadian
hipertensi di Dukuh Sambisari.
Tabel IX. Perbedaan Prevalensi, Kesadaran dan Terapi Hipertensi Responden Dukuh Sambisari yang disebabkan Pekerjaan